Anda di halaman 1dari 49

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI

▪ Mempelajari efek farmakologi obat-obat yang bekerja di susunan saraf otonom


Sistem saraf otonom bekerja menghantarkan rangsang dari SSP ke
otot polos, otot jantung dan kelenjar. Sistem saraf otonom merupakan
saraf eferen (motorik), dan merupakan bagian dari saraf perifer.
Sistem saraf otonom ini dibagi dalam 2 bagian, yaitu sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Pada umumnya jika fungsi
salah satu sistem dirangsang maka sistem yang lain akan dihambat

Sistem saraf otonom terdiri atas saraf praganglion , ganglion dan saraf
postganglion. Impuls saraf diteruskan dengan bantuan
neurotransmitter, yang dikeluarkan oleh saraf praganglion maupun
saraf postganglion.
• OTAK
SISTEM SARAF PUSAT • SUMSUM TULANG
BELAKANG
SISTEM
SARAF • AFEREN
SISTEM SARAF TEPI • EFEREN
SARAF SIMPATIS SARAF PARASIMPATIS
1. Letak badan sel Torax 1 -12 Saraf Cranial III,VII, IX, X
praganglion Lumbal 1-3 Sakral 2, 3, 4
(thoracolumbal) (Craniosakral)
2. Posisi ganglion Jauh dari efektor Dekat efektor
(praganglion pendek) (praganglion panjang)
3. Reseptor α dan β Nikotinik, Muskarinik
4. Neurotransmitter
a. Praganglion Asetilkolin Asetilkolin
b. Postganglion Norepinefrin Asetilkolin
R: N, M
PARASIMPATIS
N: Asetilkolin

Kolin NEUROTRANSMITTER yaitu senyawa kimia yang


NEUROTRANMITTER & berfungsi menyampaikan pesan antara neuron ke
OTONOM
RESEPTOR??????? Tirosin saraf target

R: ⍺, ℬ
SIMPATIS N: Asetilkolin, NE

PRE GANGLION EFEKTOR


POST GANGLION

PARASIM Ach Ach


KOLINERGIK
PATIS

SIMPATIS Ach NE/Adre


nalin ADRENERGIK
ORGAN KOLINERGIK ADRENERGIK
JANTUNG BRADIKARDIA TAKIKARDIA
PERNAFASAN BRONKOKONTRIKSI BRONKODILATASI
SALIVA HIPERSALIVASI HIPOSALIVASI
MATA MIOSIS MIDRIASIS
▪ Untuk selanjutnya, obat-obat yang berhubungan dengan kerja
asetilkolin disebut KOLINERGIK, dan obat-obat yang berhubungan
dengan kerja norepinefrin disebut ADRENERGIK

Penggolongan obat-obat yang bekerja pada sistem saraf otonom

1. Kolinergik
a. Agonis kolinergik, contohnya pilokarpin
b. Antagonis kolinergik, contohnya atropin
2. Adrenergik
a. Agonis Adrenergik, contohnya amfetamin
b. Antagonis Adrenergik, contohnya fenoksibenzamin
OBAT KONSENTRASI DOSIS
Pilokarpin I 3% 3 tetes
Atropin I 2% 3 tetes
Pilokarpin II 0,02% 2 mg/ kgBB
Atropin II 0,00015% 0,015 mg/kgBB
Urethan 10% 1,8 g/kg BB
1. Efek Obat Kolinergik dan Antikolinergik pada Mata Kelinci

a. Ukur diameter pupil normal, pada cahaya suram dan cahaya terang
(lampu senter) → ukur kedua pupil mata kiri dan kanan
b. Teteskan :
Pada mata kanan 3 tetes Pilokarpin I
Pada mata kiri 3 tetes atropin I
c. Tunggu 10 menit, kemudian ukur diameter masing-masing pupil mata
d. Teteskan :
Pada mata kanan 3 tetes atropin I
Pada mata kiri 3 tetes pilokarpin I

e. Tunggu 10 menit, ukur kembali diameter masing- masing pupil


mata
2. Efek Obat Kolinergik dan Antikolinergik pada Kelenjar Saliva

a. Siapkan papan salivasi


b. Tutup bagian atas papan tersebut dengan kertas saring, dan bagilah bidang tersebut
menjadi 4 jalur membujur dan 5 jalur melintang
c. Timbang 2 ekor mencit
d. Lakukan prosedur penyuntikkan sebagai berikut :
MENCIT 1 MENCIT 2
T=0 Urethan i.p Urethan i.p
Atropin II s.c

T = 30 Pilokarpin II s.c Pilokarpin II s.c

e. Letakkan masing-masing mencit diatas papan salivasi, pada kotak paling bawah
f. Setelah 5 menit, tarik mencit ke kotak atasnya, dan ukur diameter noda saliva yang
terbentuk pada kertas saring
g. Lakukan hal tersebut dengan interval 5 menit selama 25 menit
h. Hitung total luas noda saliva yang dihasilkan oleh mencit 1 dan mencit 2
i. Hitung prosentase inhibisi
1. Setiap mahasiswa melakukan rename zoom sesuai pembagian kelompok
2. Mahasiswa akan dipindahkan melalui breakout zoom dengan masing2 asisten
3. Mahasiswa mendapatkan data diameter pupil normal, pada cahaya suram dan
cahaya terang (lampu senter)
4. Mahasiswa mendapatkan data diameter masing-masing pupil mata kanan
setelah diteteskan pilokarpin I dan mata kiri setelah diteteskan atropine I, dan
sebaliknya. Beri kesimpulan!
5. Presentasi kelompok dengan cara kembali pada main room
1. Setiap mahasiswa mendapatkan 2 data berat badan mencit.
2. Hitung volume penyuntikan pada mencit 1 (uretan, pilokarpin) dan mencit 2
(uretan, atropine, pilokarpin)
3. Mahasiswa mendapatkan data diameter noda saliva mencit 1 dan mencit 2
dengan interval 5 menit selama 25 menit
4. Hitung total luas noda saliva yang dihasilkan oleh mencit 1 dan mencit 2
5. Hitung prosentase inhibisi
6. Presentasi kelompok dengan cara kembali pada main room
ANY QUESTION?
PENUNTUN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI

OLEH :
Lestari Rahayu
Syamsudin
Ni Made Dwi Sandhiutami
Rika Sari Dewi

Laboratorium Farmakologi
Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila
JAKARTA
2016
TATA TERTIB

Praktikum farmakologi (1 SKS) diberikan setiap 2 minggu sekali selama 6 jam


dengan kegiatan sbb:
1. Pendahuluan dan penjelasan prosedur percobaan
2. Persiapan, praktikum, pengamatan dll
3. Membuat laporan hasil pengamatan (laporan sementara)
4. Diskusi

Setiap praktikan hendaklah :


• Menggunakan baju laboratorium yang diberi nama
• Hadir 10 menit sebelum praktikum
• Tidak diperkenankan mengganti hari praktikum, meninggalkan ruangan
ataupun pulang sebelum selesai praktikum tanpa seijin DPP
• Mengikuti seluruh kegiatan praktikum
• Menyerahkan laporan praktikum sebelum praktikum berikutnya dimulai
• Menjaga kebersihan laboratorium, alat maupun instrument yang digunakan
• Bertanggung jawab terhadap kerusakan alat
• Bekerja dengan teliti dalam menghitung, menimbang dan mengukur volume
larutan
• Melatih diri bekerja dengan hewan coba dan aktif dalam kerja kelompoknya

Komponen nilai akhir :


• Laporan : 10 %
• Tes suntik : 10 %
• UTS : 30 %
• UAS : 50 %

1
LAPORAN PRAKTIKUM

• Laporan dibuat per kelompok


• Ditulis dengan tangan pada kertas folio garis
• Diserahkan pada saat akan melakukan praktikum berikutnya

Format laporan :

PRAKTIKUM ……..
……..(JUDUL)……..

Tanggal praktikum :
Kelas / kelompok :
Nama Anggota : 1. ……
2. ……
3. ……

I. Tujuan percobaan
II. Teori percobaan
III. Bahan dan alat
IV. Cara kerja
V. Data pengamatan
VI. Analisis data
VII. Pembahasan
VIII. Kesimpulan
IX. Pustaka

Jakarta, ….(tanggal penulisan laporan)…


Nama dan tanda tangan penulis laporan

2
ETIKA PENGGUNAAN HEWAN COBA

Menurut Deklarasi Helsinki oleh World Medical Association 1975 dan


Proposed International Guidelines for Biomedical Research Involving Human
Subjects 1982, suatu zat atau alat baru tidak boleh digunakan untuk pertama kali
pada manusia, kecuali bila sebelumnya telah diuji pada hewan dan telah diperoleh
kesan cukup mengenai keamanannya.
Hasil lokakarya Pembentukan Panitia Etik Penelitian Kedokteran tahun 1986
menghasilkan prinsip dasar dalam penelitian sbb :
1. Pengembangan pengetahuan baru untuk terus memperbaiki kesehatan dan
kesejahteraan manusia dan hewan memerlukan percobaan pada hewan
2. Dimana mungkin berbagai metoda seperti analisis statistik, model matematika,
simulasi komputer dan sistim biologi in vitro harus digunakan untuk melengkapi
percobaan pada hewan dan mengurangi jumlah hewan yang digunakan
3. Harus dengan pertimbangan mengenai relevansinya terhadap kesehatan
manusia atau hewan
4. Jumlah hewan yang digunakan tidak boleh melebihi jumlah minimal yang
dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang sahih
5. Digunakan spesies dari tingkat filogeni serendah mungkin yang masih
memenuhi syarat
6. Harus memandang hewan sebagai mahluk yang mempunyai perasaan,
menhindarkan atau mengurangi sampai sesedikit mungkin rasa tidak enak,
penderitaan atau nyeri
7. Mengganggap bahwa prosedur yang dapat menimbulkan nyeri fisik pada
manusia dapat menimbulkan rasa nyeri yang sederajat pada hewan vertebrata
8. Bila percobaan menimbulkan sesuatu yang lebih dari sekedar rasa nyeri atau
penderitaan ringan dalam waktu singkat, harus dilakukan dengan premedikasi
yang memadai dan dibawah anesthesia yang sesuai dengan praktek kedokteran
hewan yang lazim. Nyeri pasca bedah harus dicegah atau dikurangi dengan
analgetika.

3
9. Pembedahan atau tindakan lain yang menyakitkan tidak boleh dilakukan pada
hewan yang hanya sekedar dilumpuhkan dengan pelemas otot (muscle relaxant)
saja tapi tidak dianestesi.
10. Pada akhir percobaan, hewan yang akan menanggung nyeri hebat atau kronik,
penderitaan, rasa tidak enak, cacat yang tidak dapat disembuhkan, harus
dibunuh dengan cara yang layak.
11. Prosedur yang dapat menimbulkan nyeri atau penderitaan pada hewan yang
tidak dianestesi tidak boleh digunakan untuk pendidikan atau demonstrasi,
kecuali dengan anestesi.

4
PRAKTIKUM I
PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN

I. TUJUAN PERCOBAAN
- Mempelajari cara penanganan hewan percobaan dan rute pemberian
obat
- Memahami cara perhitungan dosis dan konversi dosis

II. PENDAHULUAN
A. Definisi Hewan Percobaan
Hewan percobaan / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium
adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian
biologik.
Hewan percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia
atau obat pada manusia.
Hewan percobaan yang biasa digunakan pada penelitian farmakologi
antara lain :
• Mencit
• Tikus
• Kelinci
• Hamster
• Kucing
• Kera
• Anjing

B. Jenis hewan percobaan


1. Mencit
- Cenderung berkumpul bersamaan / bersembunyi
- Penakut, fotofobik
- Lebih aktif pada malam hari
- Aktivitas terhambat dengan kehadiran manusia
- Tidak menggigit

5
Cara memperlakukan mencit
- Dengan tangan kanan angkat ekornya dan biarkan mencit
menjangkau kawat kandang dengan kaki depannya, tarik sedikit
ekornya.
- Dengan tangan kiri, cubit kulit diantara 2 telinga dan 3 jari yang
lain memegang kulit punggung
- Ekor dijepit diantara jari manis dan kelingking.

2. Tikus
- Sangat cerdas
- Tidak begitu fotofobik
- Aktivitasnya tidak terhambat dengan kehadiran manusia
- Bila diperlakukan kasar atau dalam kondisi defisiensi nutrisi,
cenderung menjadi galak dan sering menyerang
- Dapat hidup sendiri di kandangnya

Cara memperlakukannya :
- Angkat dengan cara memegang bagian ujung ekor, letakkan
pada kawat kangang.
- Tangan kiri bergerak dari belakang dengan jari tengah dan
telunjuk “mengunci” tengkuknya, sementara ibu jari menjepit
kaki depan
- Untuk perlakuan yang memerlukan ekor, masukkan ke dalam
“holder”

3. Kelinci
- Jarang bersuara kecuali dalam kondisi nyeri yang luar biasa
- Cenderung berontak bila kenyamanannya terganggu
- Sangat rentan terhadap angin langsung dan udara dingin
- Untuk perlakuan yang hanya memerlukan kepala, masukkan ke
dalam “holder”

6
Cara memperlakukan :
- Perlakukan dengan halus
- Jangan memegang telinga saat mengangkat / menangkap
- Pegang kulit leher kelinci dengan tangan kiri
- Dekapkan ke arah tubuh

C. Pengambilan Darah
Darah yang diambil tidak boleh terlalu besar volumenya supaya tidak
terjadi syok hipovolemik, tetapi juga tidak boleh sedikit – sedikit tetapi
sering karena bisa menimbulkan Anemia.
Untuk mengatasi hal tersebut diatas, dapat diberikan cairan pengganti
atau cairan exsanguinis, misalnya : cairan fisiologis NaCl 0,9% /
glukosa 5%.
Jumlah darah maksimum yang boleh diambil :
- 10 % total volume darah / 2-4 minggu, atau
- 1 % total volume darah / 24 jam.

1. Mencit
Ada 4 lokasi tempat pengambilan darah :
a. Sinus orbitalis mata
Cara mengambilnya dengan menusuk sudut mata
menggunakan pipa kapiler
b. Vena lateral pada ekor
- Supaya mudah pengambilan darah, dilakukan dilatasi pada
vena dahulu menggunakan alcohol, xylol, atau dengan
mencelupkan ekornya ke dalam air hangat.
- Untuk pengambilan darah bisa juga dengan memotong
ekornya.
c. Vena saphena kaki
d. Intrakardial
- Pertama – tama dianastesi terlebih dahulu dengan eter
- Ditusukkan langsung ke jantung (mencit dalam keadaan
hidup)

7
2. Tikus
Tempat pengambilan darah sama seperti mencit.

3. Kelinci
Ada 4 lokasi tempat pengambilan darah :
a. Vena marginalis telinga
b. Vena jugularis
c. Vena saphena kaki
d. Intrakardial

D. Rute Pemberian Obat


1. Oral :
• Mencit dan tikus : Pegang mencit sesuai dengan cara yang
disebutkan sebelumnya sehingga leher
mencit dalam keadaan lurus. Kemudian
masukan suntikan oral kedalam mulut
sampei esophagus (posisi suntikan oral
yang dimasukan tegak lurus)
• Kelinci : Biasanya kelinci diletakan dalam “holder” sehingga
hanya kepalanya saja yang keluar. Pemberian per-
oral menggunakan selang kateter.
Caranya :
Pertama – tama mulut ditahan dengan pengaduk,
kemudian baru dimasukan selang kateter. Untuk
mengetahui apakah selang kateter sudah benar –
benar masuk ke dalam rongga mulut maka ujung
selang yang satu harus dimasukan ke dalam beaker
glass yang berisi air. Jika belum tepat maka akan
timbul gelembung – gelembung dalam air.

8
2. Subkutan
• Mencit, tikus dan kelinci : Obat disuntikan di bawah kulit
daerah tengkuk (di leher bagian
atas) dengan terlebih dahulu
mencubit kulitnya, lalu suntikan
dengan sudut 45 derajat.

3. Intravena
• Mencit dan tikus : Masukan hewan ke dalam “holder”
sehingga ekor terjulur keluar. Obat
disuntikan pada vena ekor (vena lateral)
dengan terlebih dahulu vena ekor di dilatasi
menggunakan alcohol atau xylol.
• Kelinci : Obat disuntikan pada vena marginalis telinga, bulu
telinga harus terlebih dahulu dicukur.

4. Intramuskular
• Mencit : Tidak direkomendasikan
• Tikus dan kelinci : Obat disuntikan pada otot kaki belakang.

5. Intraperitoneal
• Mencit dan tikus :
- Hewan dipegang sesuai ketentuan sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya.
- Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari
abdomen yaitu dengan menunggingkan mencit atau tikus.
- Jarum disuntikan sehingga membentuk sudut 45 derajat
dengan abdomen, posisi jarum agak menepi dari garis tengah
(linea alba) untuk menghindari agar tidak mengenai organ di
dalam peritoneum.
• Kelinci : Jarang dilakukan

9
E. Euthanasia
Euthanasia adalah “a kind of painless killing” atau “killing by human
being”
Mencit dan tikus, dilakukan dengan cara :
• Dimasukan ke dalam chamber berisi uap eter.
• Injeksi over dosis dengan pentobarbital
• Dislokasi atau dekapitasi (pemutusan tulang leher),
Caranya : Kepala mencit/tikus ditahan dengan 2 jari tangan kiri
kemudian ekor ditarik dengan kuat dan cepat
memakai tangan kanan.
• Bagian leher dibenturkan pada meja porselin.

F. Cara penandaan :
Seringkali diperlukan tanda untuk mengidentifikasi hewan yang
terdapat dalam suatu kelompok atau kandang. Gunakan larutan 10%
asam pikrat dalam air dan sebuah sikat atau kuas.

Punggung hewan dibagi menjadi tiga bagian


1. Bagian kanan menunjukan angka satuan
2. Bagian tengah menunjukan angka puluhan
3. Bagian kiri menunjukan angka ratusan

Pada penelitian yang tidak menggunakan hewan dalam sejumlah


besar, biasanya dipakai spidol pada ekor.

10
Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut

11
G. Cara Perhitungan Dosis
Setiap spesies mempunyai sensitivitas yang berbeda dalam menerima
obat. Oleh karena itu perhitungan dosis tidak hanya berdasarkan pada
berat badan tetapi juga harus memperhatikan sensitivitas tersebut
dengan menggunakan tabel konversi dosis (Tabel 1).

Tabel 1. Konversi Dosis


Dicari 20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2,0 kg 4,0 kg 12,0 kg 70,0 kg
Diket Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia

20 g
1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
Mencit
200 g
0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
Tikus
400 g
0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
Marmut
1,5 kg
0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
Kelinci
2,0 kg
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
Kucing
4,0 kg
0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
Kera
12,0 kg
0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
Anjing
70,0 kg
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
Manusia

Cara menggunakan tabel konversi dosis :


Bila diketahui dosis untuk manusia (70 kg) sebesar 500 mg, maka dosis untuk
mencit (30 g) adalah 30/20 x 500 x 0,0026 mg = 1,95 mg.

12
Tabel 2. Karakteristik hewan percobaan

Mencit Tikus Kelinci


No Karakteristik
(Mus muscullus) (Rattus norvegicus) (Orictolagus cuniculus)
1 Berat Dewasa 20 – 30 g 200 – 300 g 1,5 – 2,5 kg
2 Pubertas 35 hari 40 – 60 hari 4 bulan
3 Masa Beranak Sepanjang tahun sepanjang tahun mei – September
4 Lama kehamilan 19 – 20 20 – 23 hari 30 – 33 hari
Jumlah anak
5 6–8 6-8 4–6
Sekali lahir
6 Masa menyusui 21 hari 21 hari 21 hari
7 Berat lahir 0,5 – 1,5 g 5–6g 30 – 100 g
8 Volume darah 7,5% BB 7,5% BB 5% BB
9 Lama hidup 2 – 3 tahun 2 – 3 tahun 5 – 7 tahun
10 Makanan / hari 3g 20 g 100 – 200 g
11 Minuman / hari 3 ml 20 ml 200 – 300 ml

Tabel 3. Volume maksimum larutan (mL) yang bisa diberikan pada


hewan percobaan sesuai dengan cara pemberian.

Hewan Volume pemberian (mL)


No
Percobaan iv ip im se po
1 Mencit 0,5 1 0,05 1 1
2 Tikus 1 5 0,1 5 5
3 Kelinci 5 - 10 10 - 20 0,5 5 - 10 20
Catatan : iv = intravena; ip = intraperitoneal; im = intramuscular;
sc = subcutan; po = per oral

13
H. Strain / Galur
Galur adalah kelompok hewan yang tidak mempunyai variasi biologis
atau variasi biologisnya nol. Hewan percobaan dalam satu galur, bila
mendapat perlakuan yang sama maka efeknya akan sama.

Cara membuat galur :


Hewan jantan dan betina dikawinkan, lalu keturunannya yang
dihasilkan dikawinkan lagi dan seterusnya. Sesudah keturunan ke 20
maka hewan merupakan satu galur.

Cara untuk mengetahui satu galur :


Kulit bagian punggung hewan dipotong kemudian dijahit pindahkan ke
punggung hewan lainnya. Apabila kedua hewan merupakan satu galur
maka kulit tersebut akan terus melekat, tetapi apabila bukan satu galur
maka kulit akan lepas.

Sesudah

14
III. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Setiap kelompok mendapatkan 3 ekor mencit
2. Cobalah berlatih menyuntik secara per – oral, intra peritoneal dan sub cutan,
masing – masing dengan aquadest 0,1 ml.
3. Timbang ke – 3 ekor mencit.
4. Hitung volume pemberian urethane 10% dengan dosis 1,8 g/kg BB.
5. Suntuklah mencit 1 dengan urethane secara sub cutan.
6. Catatlah waktu dari mulai menyuntik sampai mencit terdepresi.
7. Lakukan pada mencit 2 penyuntikan pe - roral dan mencit 3 penyuntikan intra
peritoneal. Catatlah waktunya seperti prosedur 6.
8. Bandingkan catatan waktu tersebut, dan tentukan urutan rute pemberian obat
mulai dari yang paling cepat menimbulkan efek.

15
PRAKTIKUM II
OBAT-OBAT YANG BEKERJA DI SISTEM SARAF PUSAT

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mempelajari efek dari bermacam-macam obat yang bekerja di sistem saraf
pusat
2. Mempelajari hubungan antara koefisien partisi dan efek dari anastesi umum

II. PENDAHULUAN
Obat- obat susunan saraf pusat yang akan dipelajari dalam praktikum ini adalah :
1. Anestetik umum
2. Hipnotik sedative
3. Perangsang susunan saraf pusat
ANESTETIK
Anestetik berasal dari kata “anesthesia” yang artinya tidak ada rasa sakit.
Anestestik umum berarti menghilangkan rasa sakit disertai hilangnya kesadaran.
Beberapa teori tentang mekanisme terjadinya anestesi umum :
1. Teori koloid
Terjadi penggumpalan sel koloid sehingga terjadi anestesi yang bersifat
reversible
2. Teori lipida
Semakin mudah larut dalam lemak, semakin kuat daya anestetiknya
3. Teori fisika
Adanya hubungan antara aktifitas termodinamik dan ukuran molekul obat
dengan daya anestetik
4. Teori biokimia
Terjadi penghambatan pengambilan oksigen di otak dengan cara menghambat
sistem fosforilasi oksidatif
5. Teori neurofisiologi
Terjadi penurunan transmisi sinaps pada pemberian obat anestetik
6. Teori adsorpsi dan tegangan permukaan
Ada hubungan antara potensi zat anestetik dengan kemampuan menurunkan
tegangan permukaan

HIPNOTIK SEDATIVE
Hipnotik Sedative termasuk dalam golongan depresensia sistem saraf pusat
Yang termasuk hipnotik sedative :
1. Benzodiazepin : Diazepam, Flurazepam, Triazolam
2. Barbiturat : thiopental, Pentobarbital, Phenobarbital

16
PERANGSANG SARAF PUSAT
Contoh obat yang dapat merangsang susunan saraf pusat : cafein, cardiazole,
amphetamin

Jenis-jenis neurotransmitter yang bekerja di SSP :


1. Golongan asam amino : asam glutamat, GABA, asam aspartat, glisin
2. Peptida : vasopresin, somatatin, neurotensin
3. Monoamin + asetilkolin : norepinefrin, dopamin, serotonin

Tahapan yang dilalui oleh neurotransmiter :


1. Ambilan
2. Sintesis
3. Penyimpanan
4. Pelepasan
5. Ikatan dengan reseptor
6. Degradasi

III. OBAT-OBAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

OBAT KONSENTRASI DOSIS


Pentotal 0,5% 35 mg/kgBB
Diazepam 0,025% 2,5 mg/kgBB
Cardiazole 0,5% 25 mg/kgBB
Luminal 1% 150 mg/kgBB

Bahan lain : kloroform, eter, alkohol


Minyak, aquadest
Sudan III, Metilen blue

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Perbandingan onset dan durasi kerja obat
a. Timbang 2 ekor mencit
b. Catat kecepatan pernafasan per menit
c. Suntik secara i.p : Mencit 1 dengan luminal
Mencit 2 dengan diazepam
d. Catat kecepatan pernafasan per menit dengan interval waktu 15 menit
selama 1 jam
e. Sambil diamati dan dicatat waktu mulai kehilangan righting refleks

17
f. Catat waktu mencit mulai normal kembali
g. Bandingkan hasilnya

2. Perbandingan efek stimulansia dan depresensia


a. Timbang 2 ekor mencit
b. Suntik secara s.c : Mencit 1 dengan Diazepam
Mencit 2 dengan Cardiazole
c. Amati efek yang timbul pada mencit
d. Bandingkan hasilnya

3. Efek sinergisme
a. Timbang 2 ekor mencit
b. Catat kecepatan pernafasan per menit
c. Suntik kedua ekor mencit secara sc dengan luminal
d. Catat kecepatan pernafasan per menit dengan interval waktu 15 menit
selama 1 jam
e. Sambil diamati dan dicatat waktu mulai kehilangan righting refleks
f. Segera dilanjutkan dengan menyuntikkan diazepam pada mencit ke 2 secara
ip
g. Catat waktu mencit mulai normal kembali
h. Bandingkan hasilnya

4. Efek Antagonisme
a. Timbang 2 ekor mencit
b. Catat kecepatan pernafasan per menit
c. Suntik kedua ekor mencit secara sc dengan luminal
d. Catat kecepatan pernafasan per menit dengan interval waktu 15 menit
selama 1 jam
e. Sambil diamati dan dicatat waktu mulai kehilangan righting refleks
f. Segera dilanjutkan dengan menyuntikkan cardiazol pada mencit ke 2 secara
ip
g. Catat waktu mencit mulai normal kembali
h. Bandingkan hasilnya

5. Perbandingan Efek Anestesi Umum


a. Jenuhkan 3 wadah gelas, masing-masing dengan eter, kloroform dan
alkohol, dengan volume cairan 1,25 % dari volume wadah
b. Masukkan 1 ekor mencit ke dalam wadah 1 (eter)
c. Amati dan catat waktu mula kerja efek anestesi, lalu segera keluarkan mencit

18
d. Lakukan prosedur b dan c terhadap wadah 2 (kloroform) dan wadah 3
(alkohol)
e. Bandingkan hasilnya

6. Perbandingan koefisien partisi obat anestesi umum


a. Siapkan 3 buah beaker glass 50 ml
b. Isilah ke-3 beaker glass tersebut dengan:
• 10 ml minyak (yang sudah diwarnai dengan Sudan III)
• 10 ml aquadest (yang sudah diwarnai dengan metilen blue)
c. Masukkan 5 ml eter ke dalam beaker glass 1
d. Aduk sampai homogen, kemudian pindahkan kedalam gelas ukur 25 ml
e. Catat volume dari fase air dan fase minyak
f. Lakukan prosedur c-e terhadap beaker glass 2 ( ditambah 5 ml kloroform)
dan beaker glass 3 (ditambah 5 ml alkohol)
g. Hitung koefisien partisi masing-masing obat tersebut
h. Carilah korelasi antar koefisien partisi dengan efek anestesi pada prosedur 5

19
PRAKTIKUM III
HISTAMIN DAN ANTIHISTAMIN

I. TUJUAN PERCOBAAN
Memahami prinsip bekerjanya obat-obat antihistamin

II. PENDAHULUAN
▪ Histamin dibentuk dari asam amino L-Histidin yang mengalami dekarboksilasi
ikatan cis oleh enzim histidin dekarboksilase dengan kofaktor piridoksal fosfat
▪ Histamin mempunyai 2 reseptor : reseptor H1 dan H2
▪ Metode evaluasi Histamin ada 2 :
o Invitro
o Invivo
1. Invitro
▪ Cara : Organ dilepaskan dari hewan kemudian dimasukkan ke dalam
chamber yang berisi cairan yang cocok (biasanya cairan NaCl Fisiologis)
▪ Contoh : Ileum terisolasi, paru dan trakea
▪ Keuntungan :
o Tidak mengalami proses farmakokinetik
o Dosis yang dipakai kecil
o Dapat mengamati langsung pada reseptor
▪ Kerugian :
o Alat mahal
o Perlu keahlian

2. Invivo
▪ Keuntungan :
o Alat murah
o Tidak diperlukan keahlian
▪ Efek Histamin yang dapat diamati :
o Gejala alergi/gatal-gatal
o Bronkokonstriksi
o Peningkatan permeabilitas kapiler
o Peningkatan asam lambung

20
III. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Pengaruh Pemberian Histamin Aerosol
Dasar percobaan : Pemberian Histamin aerosol pada hewan coba dapat
memperlihatkan gejala alergi dan bronkokonstriksi yang
dapat diatasi dengan pemberian antihistamin
Tujuan Percobaan : untuk melihat pengaruh pemberian antihistamin dalam
memproteksi pengaruh histamin
Prosedur Percobaan :
1. Siapkan 2 ekor mencit
2. Mencit 1 disemprot histamin aerosol! amati
3. Mencit 2 diberi difenhidramin 15 mg/kgBB secara i.p ! tunggu 30 menit !
semprotkan histamin aerosol! amati
4. Gejala yang diamati :
a. gatal-gatal/alergi
b. Bronkokonstriksi

2. Efek Histamin Pada Kulit Kelinci Dengan Menggunakan Zat Warna Trypan Blue
Dasar Percobaan : Trypan Blue adalah zat warna yang dapat keluar dari kapiler
bila terdapat peningkatan permeabilitas kapiler. Efek ini dapat
digunakan untuk mengetahui reaksi alergi yang disebabkan
oleh Histamin
Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui efek antihistamin terhadap kulit yang
disebabkan oleh Histamin dan ditandai dengan trypan blue
Prosedur Percobaan :
▪ Cukur bulu kelinci dengan diameter ± 5 cm
▪ Timbang
▪ Suntik antihistamin secara i.v
o CTM dosis 0,0138 mg/kg BB (kadar 0,005%)
o Atau Diphenhidramin dosis 5 mg/kgBB (kadar 2%)
▪ Diamkan 30 menit
▪ Suntik Histamin 0,1 ml secara intradermal (kadar 0,0125%)
▪ Diamkan 10 menit
▪ Suntik Trypam Blue secara i.v dosis 10 mg/kg BB (kadar 2%)
▪ Amati

21
PRAKTIKUM IV
OBAT-OBAT YANG BEKERJA DI SISTEM SARAF OTONOM

I. TUJUAN PERCOBAAN

Mempelajari efek farmakologi obat-obat yang bekerja di susunan saraf otonom

II. PENDAHULUAN

Sistem saraf otonom bekerja menghantarkan rangsang dari SSP ke otot


polos, otot jantung dan kelenjar. Sistem saraf otonom merupakan saraf eferen
(motorik), dan merupakan bagian dari saraf perifer. Sistem saraf otonom ini dibagi
dalam 2 bagian, yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Pada
umumnya jika fungsi salah satu sistem dirangsang maka sistem yang lain akan
dihambat

Sistem saraf otonom terdiri atas saraf praganglion , ganglion dan saraf
postganglion. Impuls saraf diteruskan dengan bantuan neurotransmitter, yang
dikeluarkan oleh saraf praganglion maupun saraf postganglion.

Beberapa perbedaan antara saraf simpatis dan saraf parasimpatis adalah


sebagai berikut :

SARAF SIMPATIS SARAF PARASIMPATIS


1. Letak badan sel Torax 1 -12 Saraf Cranial III,VII, IX, X
praganglion Lumbal 1-3 Sakral 2, 3, 4
(thoracolumbal) (Craniosakral)
2. Posisi ganglion Jauh dari efektor Dekat efektor
(praganglion pendek) (praganglion panjang)
3. Reseptor α dan β Nikotinik, Muskarinik
4. Neurotransmitter
a. Praganglion Asetilkolin Asetilkolin
b. Postganglion Norepinefrin Asetilkolin

Untuk selanjutnya, obat-obat yang berhubungan dengan kerja asetilkolin disebut


KOLINERGIK, dan obat-obat yang berhubungan dengan kerja norepinefrin disebut
ADRENERGIK

22
Penggolongan obat-obat yang bekerja pada sistem saraf otonom

1. Kolinergik

a. Agonis kolinergik, contohnya pilokarpin

b. Antagonis kolinergik, contohnya atropin

2. Adrenergik

a. Agonis Adrenergik, contohnya amfetamin

b. Antagonis Adrenergik, contohnya fenoksibenzamin

III. OBAT- OBAT YANG DIGUNAKAN

OBAT KONSENTRASI DOSIS


Pilokarpin I 3% 3 tetes
Atropin I 2% 3 tetes
Pilokarpin II 0,02% 2 mg/ kgBB
Atropin II 0,00015% 0,015 mg/kgBB
Urethan 10% 1,8 g/kg BB

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Efek Obat Kolinergik dan Antikolinergik pada Mata Kelinci

a. Ukur diameter pupil normal, pada cahaya suram dan cahaya terang
(lampu senter) ! ukur kedua pupil mata kiri dan kanan

b. Teteskan :

• Pada mata kanan 3 tetes Pilokarpin I

• Pada mata kiri 3 tetes atropin I

c. Tunggu 10 menit, kemudian ukur diameter masing-masing pupil mata

d. Teteskan :

• Pada mata kanan 3 tetes atropin I

23
• Pada mata kiri 3 tetes pilokarpin I

e. Tunggu 10 menit, ukur kembali diameter masing- masing pupil mata

2. Efek Obat Kolinergik dan Antikolinergik pada Kelenjar Saliva

a. Siapkan papan salivasi

Tutup bagian atas papan tersebut dengan kertas saring, dan bagilah
bidang tersebut menjadi 4 jalur membujur dan 5 jalur melintang

b. Timbang 2 ekor mencit

c. Lakukan prosedur penyuntikkan sebagai berikut :

MENCIT 1 MENCIT 2
T=0 Urethan i.p Urethan i.p
Atropin II s.c

T = 30 Pilokarpin II s.c Pilokarpin II s.c

d. Letakkan masing-masing mencit diatas papan salivasi, pada kotak paling


bawah
e. Setelah 5 menit, tarik mencit ke kotak atasnya, dan ukur diameter noda
saliva yang terbentuk pada kertas saring
f. Lakukan hal tersebut dengan interval 5 menit selama 25 menit
g. Hitung total luas noda saliva yang dihasilkan oleh mencit 1 dan mencit 2
h. Hitung prosentase inhibisi

24
PRAKTIKUM V
TOKSIKOLOGI

I. TUJUAN PERCOBAAN
- Mahasiswa akan memperoleh gambaran cara merancang percobaan untuk
mendapatkan nilai ED50 sebagai model dari percobaan LD50.
- Mahasiswa memahami konsep indeks terapi (TI) dan cara penerapannya.

II. PENDAHULUAN
Toksikologi : Ilmu yang mempelajari pengaruh negatif toksikan pada mahluk
hidup.
Tosikan : Bahan / agen yang dapat menimbulkan respon negatif pada
sistem biologi.
Efek negatif : Suatu perubahan biologi (fisiologi) yang tidak normal dari mahluk
hidup dalam waktu tertentu.
Bidang ilmu yang menunjang :
Ilmu murni Ilmu terapan
Biologi Imunologi
Kimia Forensik
Fisiologi Klinik
Patologi Farmasi dan Farmakologi
Fisika Kesehatan masyarakat
Statistik Veteriner
Lingkungan Pertanian

Prinsip uji toksikologi


1. Ada persamaan sistem biokimia pada spesies hewan uji dan mekanisme
sistem biologi mamalia.
2. Substansi uji dapat menyebabkan disfungsi dan kerusakan jaringan pada
beberapa dosis pemaparan.
3. Data toksikologi dari hewan coba dapat digunakan untuk mengukur dosis
yang tidak menyebabkan efek negatif pada orang.

25
4. Hubungan antara konsentrasi bahan kimia pada lokasi kontak dengan
pengaruh yang ditimbulkan adalah hal yang penting untuk diperhatikan.
Dosis efektif 50% adalah dosis suatu obat yang dapat berpengaruh
terhadap 50% dari jumlah hewan yang diuji, sedangkan dosis lethal 50% adalah
dosis suatu obat atau bahan kimia yang dapat menyebabkan kematian sampai
50% dari jumlah hewan yang diuji.
Sebelum menguraikan apa itu dosis efektif dan dosis lethal, terlebih
dahulu kita mengulas mengenai apa itu bahan racun yang menyebabkan
kematian dari populasi mahluk hidup ini. Bahan racun adalah semua bahan kimia
yang dapat menyebabkan kerusakan/kesakitan pada mahluk hidup. Sebagai
akibat dari kerusakan tersebut ialah adanya gangguan pada struktur anatomi dan
fisiologik dari jaringan yang menderita, bahkan dapat menimbulkan kematian.
Semua bahan kimia mungkin akan beracun jika diberikan berlebihan atau rute
pemberian yang tidak lazim. Terlalu banyak oksigen murni, air, maupun garam
dapat menyebabkan kematian, tetapi hal tersebut tidak dapat digunakan sebagai
pegangan, karena bahan yang biasanya disebut racun seperti sianida, arsen dan
sebagainya tidak dapat dikatakan tidak beracun, sehingga kita harus menyatakan
bahwa semua bahan kimia akan beracun jika diberikan secara tidak proporsional.
Untuk menyatakan jumlah bahan kimia yang dapat menyebabkan
beracun maka kita harus tahu pertanyaan berikut ini:
Bilamana bahan kimia akan menjadi toksik?
Jawabannya adalah:
Bahan kimia akan menjadi toksik bilamana bahan tersebut mencapai
jaringan target dan terakumulasi dalam konsentrasi tertentu.
Daya toksisitas suatu bahan toksik biasanya dihitung dari nilai LD50
(Lethal dose 50%). Dosis tersebut menggambarkan konsentrasi bahan – bahan
kimia yang dapat menyebabkan kematian sampai 50% dari jumlah hewan yang
diuji. Nilai LD50 digunakan untuk mengelompokan dosis toksik dari bahan kimia
yang baru diproduksi. Hasil dari uji LD50 dari bahan kimia biasanya bervariasi
untuk setiap spesies hewan dan laboratorium penguji, sehingga nilai LD50
tersebut biasanya hanya merupakan perkiraan (Tabel 1).

26
Tabel 1. Perkiraan dosis LD50 bahan kimia pada hewan percobaan

Bahan Hewan Percobaan Pemberian LD50 (mg/kg)


Ethil Alkohol Mencit Oral 10.000
NaCL Mencit i.p. 4.000
FeSO4 Tikus Oral 1.500
Morfin Sulfat Tikus Oral 900
DDT Tikus Oral 100
Picrotoksin Tikus s.c. 5
Strychin Sulfat Tikus i.p. 2
Nicotin Tikus i.v. 1
D - tubkocuravin Tikus i.v 0,5
Hemichiolinium – 3 Tikus i.v 0,2
Tetrotoksin Tikus i.v 0,10
Dioksin Marmot i.v 0,001
Toksin Botulinium Tikus i.v 0,00001
Oral = lewat mulut; i.p = intra peritoneal; s.c = sub cutan; i.v = intra vena
Sumber : Loomis (1978)

Selama bertahun – tahun skala toksisitas dari suatu bahan didasarkan


pada pengaruh terhadap manusia (Tabel 2). Dari skala tersebut pengelompokkan
bahan kimia didasarkan atas pemberian obat secara oral terhadap orang yang
dapat menyebabkan kematian. Dalam tabel 2 tersebut terlihat bahwa obat atau
bahan kimia dalam dosis pemberian lebih dari 15 g baru timbul gejala toksik
termasuk dalam kategori bahan yang praktis tidak beracun, tetapi sebaliknya
bahan yang diberikan hanya kurang dari 5 mg sudah menunjukukan gejala
keracunan, disebut bahan yang sangat beracun. Dari pengelompokan tersebut
jelaslah bahwa bahan praktis tidak beracun bila dikonsumsi berlebihan tetapi tidak
memberikan efek keracunan dan sebaliknya bahan yang diberikan sedikit sekali
sudah berefek toksik bila bahan tersebut dikonsumsi sedikit sekali sudah berefek
racun.

27
Tabel 2. Kriteria Dosis Urutan Daya Toksisitas Suatu Bahan

Kriteria Dosis Dosis lethal peroral (BB-70 kg)


Praktis tidak toksik > 15 g Seperempat galon
Sedikit toksik 5 – 15 g/kg 1/8 s/d ¼ galon
Toksik sedang 0,5 – 5 g/kg Satu sendok makan – 1/8 galon
Sangat toksik 50 – 500 mg/kg Satu sendok teh s/d 1 sendok makan
Amat sngat toksin 5 – 50 mg/kg 7 tetes s/d 1 sendok teh
Super toksik < 5 mg/kg Kurang dari 7 tetes
Sumber : Gosseelin dkk. (1976)

Disamping hal tersebut di atas ada istilah dosis efektif, yaitu dosis suatu
obat yang dapat memberikan respon terapi 50% dari suatu populasi yang dicoba
(ED50). Sedangkan indeks therapi (TI) adalah rasio anatara LD50 : ED 50. Pada
Gambar 1 terlihat ilustrasi mengenai hipotesis antara respon dosis efek terapi
(ED50) dengan efek lethal (LD50).
Dalam melakukan uji LD50 ada beberapa syarat yang harus ditaati dan
syarat tersebut cukup sulit untuk dilakukan laboratorium yang kurang
berpengalaman dalam melakukan uji LD50. Syaratnya adalah:
1. Bahan kimia/bahan obat yang diuji:
a.Identifikasi yang jelas dari bahan yang akan diuji
b.Nomor produksi
c.Karakterisasi fisik
d.Kemurnian dan bahan yang mengikuti (impurity)
e.Daya kelarutan (solubility)
f. Stabilitas

2. Penggunaan hewan uji


- Mencit, tikus, kelinci, monyet dan sebagainya.
- Train dan laboratorium asal hewan jelas
- Jantan semua; betina semua; campuran jantan dan betina (50 : 50)
- Bobot badan seragam

28
3. Rute aplikasi:
- Peroral/dermal (bahan padat atau cair) menggunakan tikus, mencit
terutama tikus
- Inhalasi (bentuk gas); menggunakan tikus atau kelinci
- Jumlah hewan per kelompok minimum 8
4. Waktu:
- Akut (minimum 24 jam)
- Kronis (14 – 28 hari – 6 bulan), untuk uji:
• Mutagenecity
• Karsinogenecity
• Reproduktivity
5. Kondisi pemeliharaan:
- Kondisi kandang bersih, ventilasi cukup
- Perawatan baik: cukup air, pakan, diet dan sebagainya.
- Suhu, kelembaban, sinar dan sebagainya.
6. Pengamatan:
- Sering diamati (minimum 1 hari 1 kali untuk uji kronis)
- Dicatat gejala yang terlihat dan lesi – lesi yang timbul
- Pencatatan kematian
- Kelainan tingkah laku
- Dilakukan nekropsi pada hewan yang mati
7. Laporan
- Nilai hasil uji LD50 dilaporkan untuk setiap jenis kelainan, terutama
adanya perbedaan respons untuk setiap jenis kelamin
- Dilaporkan juga kurva dosis mortalitas dan konfiden limit
- Dilaporkan gejala toksisitas yang terlihat, jumlah kematian, jumlah
hewan yang tidak terpengaruh untuk semua tingkat dosis
- Untuk uji dermal: dilaporkan pengaruh local tempat pemberian
- Untuk uji inhalasi: ukuran partikel aerosol harus dilaporkan
- Untuk uji toksisitas kronis perlu dicatat juga waktu terjadinya kematian

29
- Hasil nekropsi perlu dilaporkan seperti:
• Timbulnya lesi – lesi
• Perubahan berat organ target
• Gambaran hematology
• Biokimiawi
• Histopatologi dan sebagainya
Pada prinsipnya percobaan dan cara perhitungan ED50 dan LD50 adalah
sama. Dimana metoda tersebut terus berkembang dari tahun ke tahun yang satu
berbeda dengan yang lainnya. Dari metode Reed dan Muench (1938), Litchfield
dan Wilcoxon (1949) dan Brown (1964). Tetapi yang dipakai dalam percobaan
praktikum Farmakologi di Universitas Pancasila adalah metoda Thomson dan
Weil (1950).
Median efektif dosis (ED50) dapat digunakan untuk pemberian dosis obat
yang menyebabkan 50% dari hewan uji:
- Bereaksi atau tidak bereaksi (reaksi yang diharapkan)
- Hidup atau mati (LD50)
- Positif atau negative
- Masuk dalam kategori yang diharapkan atau tidak

III. PENETAPAN NILAI EFEKTIF DOSIS 50 (ED50)


- Hewan coba:
• Jumlah hewan minimal 4 kelompok tiap sub kelompok
• Jumlah kelompok minimal 4 sub kelompok
• Jenis kelamin sama (jantan saja/betina saja)
• Bobot badan seragam
- Dosis obat/bahan kimia peningkatannya merupakan kelipatan biometric
- Jumlah hewan yang menunjukan respon yang diharapkan dicatat:
• Waktu terjadinmya eksitasi
• Waktu terjadinya hypnosis
• Denyut jantung sebelum dan sesudah perlakuan (hypnosis)
- Kumpulan jumlah hewan yng menunjukan respon dari semua kelompok
disebut r-values (nilai r)
- Dari nilai r dapat dicatat nilai f dan δf (Tabel r)

30
Untuk menghitung ED50 dengan rumus:
Log ED50 = log D + d(f+1)
2log m = 2d.δf
Sebaran nilai ED50:
Log ED50 ± 2log m
Keterangan:
D = dosis terkecil yang digunakan
d = logaritma kelipatan dosis
f = faktor (dalam tabel r)
δf = dicari dalam tabel r

Bahan dan alat:


1. Bahan:
- Urethan dosis maksimum 1,8 g/kg dengan pemberian dosis
kelipatan 2:
• Dosis I : 225 mg/kg
• Dosis II : 450 mg/kg
• Dosis III : 900 mg/kg
• Dosis IV : 1800 mg/kg
- Mencit 16/untuk 4 kelompok, tiap sub kelompok 4 ekor:
• Kelompok I : sub kelompok 1,2,3 dan 4
• Kelompok II : sub kelompok 5,6,7 dan 8
2. Timbang mencit dan tandai dengan nomor 1-4 untuk setiap sub kelompok
3. Hitung volume larutan penyuntikan dengan bobot mencit
- Injeksikan secara i.p
4. Amati perilaku hewan
- Amati terjadinya reaksi (respon) dan penyuntikan (waktunya):
• Waktu eksitasi
• Waktu hypnosis
• Hitung denyut jantung tiap perlakuan sebelum dan sesudah
penyuntikan
5. Buat sebuah tabel dan hitung dari ED50 obat tersebut menurut responnya

31
6. Bila terjadi eksitasi atau hypnosis pada dosis III dan IV bedakan apakah
perbedaan waktu itu nyata atau tidak dengan uji Student’s t-test (n=4),
dari kelompok I dan II.

Tabel 1. Terjadi respon (1) atau tidak terjadi nya respon (0) eksitasi atau
hipnosis pada mencit yang diberi urethan serta waktu terjadinya respon

Dosis (mg/kg) Waktu respon eksitas 1/0 Waktu respon hipnosis 1/0
225
450
900
1800

Tabel 2. Frekwensi denyut jantung (x/mn) sebelum dan sesudah injeksi


urethan i.p (setelah hypnosis, sekitar 5 menit setelah injeksi)

Dosis (mg/kg) Sebelum injeksi Setelah injeksi Keterangan


225
450
900
1800

32
Respon: eksitasi
Kelompok: .........., sub kelompok: ...........,..........,...........,...........

Dosis Respon
Nilai
urethan Subkelompok Subkelompok Subkelompok Subkelompok r
(mg/kg) (1)(5) (2)(6) (3)(7) (4)(8)

225
450
900
1800
Nilai f
Delta f

Respon: paralysis/hypnosis
Kelompok: .........., sub kelompok: ...........,..........,...........,...........

Dosis Respon
Nilai
urethan Subkelompok Subkelompok Subkelompok Subkelompok r
(mg/kg) (1)(5) (2)(6) (3)(7) (4)(8)

225
450
900
1800
Nilai f
Delta f
Hasil dan pembahasan:
1. Hitung nilai ED50 pada masing – masing respon
2. Hitung beda nyata (Waktu respon) pada tiap dosis pemberian dengan uji
statistic
3. Hitung beda nyata denyut jantung/menit sebelum dan sesudah pemberian
obat untuk setiap kelompok perlakuan
4. Bagaimana kesimpulan anda ? Diskusikan dengan kelompok masing –
masing !

33

Anda mungkin juga menyukai