Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Fisiologi

Kerentanan Hubungan Otot-Saraf terhadap Kurare

I. TUJUAN PRAKTIKUM Untuk mengetahui kerentanan hubungan otot-saraf terhadap kurare

II. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang diperlukan untuk kepentingan praktikum, antara lain: 1. Pelat kaca + papan fiksasi + beberapa jarum pentul 2. Waskom besar yang berisi air 3. 3 ekor katak + penusuk katak + benang 4. Stimulator induksi + elektroda perangsang 5. 2 buah Gelar arloji 6. Semprit 2 cc + jarumnya 7. Larutan Ringer 8. Larutan tubo-kurarin (dicairkan dalam 1 : 1 dalam Ringer) 9. Larutan Atropin (0,01 % dalam Ringer) 10. Larutan Prostigmin (dicairkan 1 : ! dalam Ringer) 11. Larutan tubo-kurarin 1% (dari ampul)

III. CARA KERJA I. PENGAMATAN SIKAP, GERAKAN, DAN WAKTU REAKSI SEEKOR KATAK TERHADAP BERBAGAI RANGSANG SEBELUM DAN SESUDAH KURARE

1. Ambil seekor katak dan taruh ke dalam plat kaca. Perhatikan kegiatan binatang tersebut ( aktif/ pasif). Hitung juga frekuensi pernapasan per menit. 2. Lentangkan katak tersebut beberapa kali dan perhatikan reaksinya. (kembali/tidak kembali ke posisi semula). 3. Masukkan katak ke dalam wadah berisi air. ( bisa berenang atau tidak). 4. Keluarkan katak dari air dan selidikilah refleks-refleks nosiseptif dengan cara sebagai berikut: a.Katak di pegang dengan kaki belakang tergantung bebas. b.Rangsang dengan menjepit salah satu kakinya. c.Tetapkan waktu reaksinya 5. Suntikan 0.5 cc larutan tubokurarin 1:1 ke dalam kantong limfe iliakal (disebelah tulang coccygis, di bawah kulit). Dalam waktu 15 20 menit, ulang percobaan 1 4 di atas tadi dan perhatikan berbagai sikap dan perbedaan reaksinya. 6. Sebelum pernapasan berhenti sama sekali, suntikkan ke dalam kantong limfe iliakal berturutturut, 0.5 cc larutan atropin 0,01% lalu 1 cc larutan prostigmin 1:1 7. Setelah terjadi pemulihan lakukan sekali lagi percoaan 1-4 di atas.

II. PENGARUH KURARE TERHADAP SUATU BAGIAN LENGKUNG REFLEKS 1. Ambil katak lain, rusak otaknya tapi jangan rusak medula spinalisnya. 2. Bebaskan n.Ischiadicus paha kanan. 3. Ikatlah seluruh paha kanan kecuali .Ischiadicusnya. 4. Suntikkan larutan tubo kurarin ke dalam kantong limfe dengan membuka mulut katak cukup lebar dan menusukkan jarum suntik ke dasar mulut ke arah lateral. Periksalah pada kaki yang tidak diikat setiap 5 menit berkurangna reflek nosiseptif dan timbulnya kelumpuhan umum. Bila peristiwa tersebut di atas belum terjadi, ulangi suntikan setiap 20 menit. 5. Rangsanglah ujung jari kaki kanan dengan rangsang faradik yang cukup kuat sehingga terjadi withdrawal reflex. Catatlah kekuatan rangsang yang digunakan. 6. Rangsanglah ujung jari kaki kiri dengan rangsang faradik yang cukup kuat sehingga terjadi withdrawal refleks. Catatlah kekuatan rangsang yang digunakan.

7. Bebaskan n.Ischiadicus kaki kiri dan buanglah sedikit kulit yang menutupi m.gastrocnemius kanan dan kiri. 8.Tentukan ambang rangsang buka untuk masing-masing n.Ischiadicus. 9.Tentukan ambang rangsang buka untuk masing-masing m.gastrocnemius yang dirangsang secara langsung.

III. TEMPAT KERJA KURARE PADA SEDIAAN OTOT-SARAF 1.Buatlah 2 sediaan otot-saraf (A dan B) dari seekor katak lain dan usahakan agar didapatkan saraf yang sepanjang-panjangnya. 2. Masukkan sediaan otot sediaan A dan saraf sediaan B ke dalam gelas arloji yang berisis cc larutan tubo kurarin. 3.Selama menunggu 20 menit basahilah saraf sediaan A dan otot sediaan B dengan larutan ringer. 4.Berilah rangsangan dengan arus buka pada: a.saraf sediaan A b.otot sediaan B c. otot sediaan A d.Saraf sediaan B 5.Tentukan kekuatan rangsang yang digunakan baik untuk sediaan yang memberikan jawaban maupun yang tidak memberikan jawaban.

IV. MEMATIKAN KATAK 1.Pelajarilah dengan seksama letak foramen occipitale magnum pada sebuah rangka yang disediakan. 2. Setelah itu, katak digenggam dengan tangan kiri, sehingga bagian antara kepala dan punggung katak terletak di antara ibu jari dan telunjuk. 3. Dengan penusuk katak, tusuk di garis median di antara tulang belakang kepala dan atlas ke dalam medulla oblongata melalui foramen occipetale magnum dengan menembus kulit dan lapisan-lapisan jaringan lainnya. 4.Tusuk terus sehingga masuk ke dalam ruang kepala, kemudian korek-korek otak sampai rusak. 5. Tarik penusuk dari otak, dan tusuk ke dalam canalis vertebalis.

6. Dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang telah dirusak. Kerusakan susunan saraf dapat dibuktiakn dari melemasnyaseluruh tubuh binatang dan menghilangnya refleksrefleks ( jika kornea di singgung, mata tidak akan berkedip lagi, dan jika kaki dicubit kaki tidak ditarik lagi).

IV. HASIL PEMERIKSAAN/PERCOBAAN Praktikum 1 Keadaan binatang percobaan Keadaan awal Setelah disuntik larutan tubokurain 1 jam kemudian (Setelah disuntik larutan Atropin dan Prostigin) Aktif tapi tidak terlalu aktif pada keadaan awal 70 per menit

Kegiatan binatang

Aktif

Pasif, badan menjadi lemas

Frekuensi napas per menit Katak diletakan terlentang

94 per rmenit

67 per menit (menit ke 10) Tidak bisa membalikan badannya

Membalikan badannya sendiri

Bisa membalikan badannya tapi belum selincah pada keadaan awal Berenang

Reaksi didalam air Reflex nosiseptif (detik)

Aktif bisa berenang

Gerakan melambat

1 detik

Tidak bereaksi

1 detik

Praktikum 2 Kaki kanan kodok diikat seluruhnya kecuali n. ischiadicusnya. Hal ini bertujuan agar larutan turbokurarin yang disuntikan kepada kodok tidak mencapai kaki kanan (menghentikan aliran darah ke bagian distal dari pengikatan). Hasil dari pembuangan sedikit kulit m. Gastrocnemius

Note: ambang ransang adalah ransangan minimal pada n. ischiadicus yang dapat menimbulkan kontraksi otot gastrocnemius. Pada kaki kanan yang telah diikat sebelumnya dan n. Ischiadicus telah dibebaskan. Ambang rangsang yang terjadi pada 0,1 x 20 volt. Pada ransangan demikian kaki katak sebelah kanan bergerak. Pada kaki kiri, ambang rangsang yang terjadi yaitu 1 x 30 volt.

Praktikum 3 A. Saraf Larutan Ransangan (tegangan listrik) 0.1 x 10 volt 0.1 x 20 volt 0.1 x 30 volt 0.1 x 40 volt 0.1 x 50 volt Tubo-kurarin ( saraf B) + Ringer (saraf A) +

Keterangan: + : terjadi gerakan pada otot - : tidak terjadi gerakan pada otot B. Otot

Larutan Ransangan (tegangan listrik) 0.1 x 10 volt Tubo-kurarin ( otot A) + Ringer (otot B) -

0.1 x 20 volt 0.1 x 30 volt 0.1 x 40 volt 0.1 x 50 volt

Tidak dicoba Tidak dicoba Tidak dicoba Tidak dicoba

Keterangan: + : terjadi gerakan - : tidak terjadi gerakan

BAB V
PEMBAHASAN

Sejarah Obat Penghambat Neuromuskular

Sejak abad ke 16, pengembara Eropa menemukan bahwa penduduk asli lembah Amazon Amerika Selatan menggunakan panah-panah beracun yang menimbulkan kematian akibat paralisis otot skelet. Zat ini kemudian diperiksa secara teliti. Kurare, zat aktif dalam bahan tersebut, menjadi dasar beberapa penelitian dalam farmakologi. Bahan aktif kurare, yaitu tubokurarin (d-tubokurarin), dan turunan sintetiknya telah memberikan pengaruh yang luar biasa dalam praktek anestesi dan bedah serta juga digunakan dalam pembuktian mekanisme fisiologik neuromuskular yang normal.

Fungsi Neuromuskular Normal

Secara teoritis, relaksasi dan paralisis otot dapat terjadi karena penghambatan konduksi pada beberapa tempat, termasuk SSP, saraf somatik bermielin, terminal saraf motorik tak bermielin, reseptor asetilkolin lempeng saraf otot (motor endplate), dan membran otot atau aparatus kontraktil. Mekanisme transmisi pada lempeng, yaitu ketika impuls asmpai pada

terminal saraf motorik terjadi influks kalisum dan pelepasan asetilkolin. Asetilkolin kemudian berdifusi melintasi celah sinaptik ke reseptor nikotinik yang terdapat pada lempeng saraf otot. Ketika reseptor dan asetilkolin berinteraksi, permeabilitas membran di daerah lempeng meningkat, terutama untuk Natrium dan juga Kalium. Natrium berpindah dari luar ke bagian adlam sel, menyebabkan depolarisasi membran. Perubahan voltase ini disebut sebagai potensial lempeng saraf otot (endplate potential). Besarnya potensial tersebut sesuai dengan jumlah asetilkolin yang dilepaskan. Jika potensial kecil, permeabilitas dan potensial lempeng saraf kembali ke normal tanpa meneruskan impuls dari daerah lempeng ke bagian lain dari membran otot. Tetapi jika potensial lebih besar, membran otot akan didepolarisasi sampai batas ambang, dan suatu aksi potensial akan diteruskan sepanjang serabut otot. Selanjutnya akan terjadi kontraksi otot karena rangsangan eksitasi kontraksi. Asetilkolin yang terjadi dialirkan dari daerah lempeng secara difusi dan diuraikan oleh asetilkolinesterase dengan cepat.

Mekanisme Penghambatan Penghambatan fungsi lempeng yang biasa dapat terjadi karena dua mekanisme, yaitu : 1. Hambatan kompetisis atau blok non depolarisasi Hambatan yang terjadi karena reseptor asetilkolin diduduki oleh molekul-molekul obat pelumpuh otot non depolarisasi sehingga proses depolarisasi membran otot tidak terjadi dan otot menjadi lumpuh (lemas). Pemulihan fungsi saraf otot terjadi kembali jika jumlah molekul otak yang menduduki reseptor asetilkolin terlah berkurang antara lain terjadi karena proses eliminasi dan atau distribusi. Pemulihan juga dapat dibantu lebih cepat dengan memberi obat antikolinesterase (neostigmin) yang menyebabkan peningkatan jumlah asetilkolin.

2. Hambatan depolarisasi Hambatan ini terjadi karena serabut otot mendapat rangsangan depolarisasi yang menetap sehingga akhirnya kehilangan respon berkontraksi yang menyebabkan kelumpuhan. Ciri kelumpuhan ditandai dengan fasikulasi otot. Pulihnya fungsi syaraf otot sangat bergantung pada kemampuan daya hidrolisis enzim kolinesterase. Ciri-Ciri Kelumpuhan Otot Non Depolarisasi dan Depolarisasi Ciri-ciri kelumpuhan otot non depolarisasi, yaitu: 1. Tidak ada fasikulasi otot.

2. Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi eter, halotan, enfluran, isofluran. 3. Menunjukkan kelumpuhan yang bertahan pada perangsangan tunggal atau tetanik. 4. Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.

Ciri-ciri kelumpuhan otot depolarisasi 1. Ada fasikulasi otot 2. Berpotensiasi dengan antikolinesterase. 3. Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolarisasi dan asidosis. 4. Tidak menunjukkan kelumpuhan yang bertahan pada perangsangan tunggal maupun tetanik. 5. Belum dapat diatasi dengan obat spesifik.

Tubokurarin dan Manfaat Obat Pelumpuh Otot Non Depolarisasi Tubokurarin klorida (kurarin) merupakan alkaloid kuartener, suatu derivat isoquinolin yang berasal dari tanaman tropis Chondrodendrom tomentosum. Tubokurarin merupakan obat pelumpuh non depolarisasi yang klasik. Obat asngat cepat ditimbun di reseptor membran otot. Efek tubokurarin awalnya hanya menyebabkan kelemahan otot dan pada akhirnya otot skelet menjadi lemah total dan tidak bereaksi terhadap ransangan. Tubokurarin menyebabkan kelumpuhan otot mulai dengan ptosis, diplopia, otot muka, rahang, leher dan ekstremitas. Paralisis otot dinding abdomen dan diafragma terjadi paling akhir dan respirasi pun terhenti. Lama paralisis bervariasi antara 15 hingga 50 menit. Tetapi pada kenyataannya paralisis dapat berlangsung satu jam lagi.

Manfaat obat-obat pelumpuh otot non depolarisasi di bidang anetesiologi : 1. Memudahkan dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea. 2. Membuat relaksasi otot selama pembedahan. 3. Menghilangkan spasme laring dan refleks jalan nafas atas seisma anestesia. 4. Memudahkan pernafasan kendali selama anestesia. 5. Mencegah terjadinya fasikulasi otot karena obat pelumpuh oto depolarisasi.

Atropin dan Prostigmin Atropine adalah suatu turunan alkaloid yang berasal dari spesies belladone, hyoscyamus, atau stramonium atau dibuat secara sintesis. Atropin merupakan antikolinergik dan

antimuskarinik, digunakan sebagai antispasmodik untuk merelakskan otot-otot polos dan meningkatkan serta mengatur denyut jantung melalui penghambat nervus vagus. Atropin juga digunakan sebagai antidotum untuk berbagai racun dan agen antikolinesterase; juga digunakan sebagai anti sekretorik, midriatik dan sikloplegik. Konsumsi berlebihan akan menyebabkan atropinisme

Neostigmine: suatu inhibior kolinesterase dan agen prokinetik, yang bekerja dengan menghambat destruksi asetilkolin n mempermudah transmisi implus melewati taut neuromuskular. Efek-efek meliputi miosis, bradikardia, peningkatan tonus otot usus dan skeletal, peningkatan sekresi kelenjar saliva dan keringat, serta kontriksi bronkus dan ureter. Agen tersebut juga memiliki efek langsung pada serat otot skeletal.

Antikolinesterase Antagonis pelumpuh otot non depolarisasi: 1. neostigmin metilsulfat(prostigmin). 2. pitidostigmin. 3. edrofonium

Fungsi : Efek nilotinik+muskarinik bronkospasme, miosis, kontraksi vesicaurinaria.

bradikardi, hiperperistalktik, hipersekresi,

Pemberiannya harus dibarengi SA(Sulfas Atropin) untuk menghindari bradikardi.

Bradikardi : Denyut jantung di bawah normal(<60)

BAB VI
KESIMPULAN Setelah melakukan praktikum ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan seperti :

1. Pemberian tubokurarin pada katak yang aktif akan menurunkan aktivitasnya karena tubokurarin akan menghalangi Asetilkolin dan menempati motor end plate sehingga melemahkan dan menghalangi kerja otot 2. Pemberian Atropin sebelum pemberian Prostigmin adalah untuk mencegah

bradikardi(detak jantung di bawah normal). 3. Untuk merangsang otot yang terkena tubo-kurarin dibutuhkan tegangan yang lebih besar dari pada otot yang tidak terkena tubo-kurarin. 4. Tempat kerja kurare adalah di motor end plate/sambungan otot-saraf.

BAB VII
REFERENSI 1. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Hardman JG, Limbird LE. Goodman&Gilman dasar farmakologi terapi. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. 3. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 8 Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. 4. Guyton CA dan Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.

Anda mungkin juga menyukai