Anda di halaman 1dari 12

A.

HASIL
RANGSANGAN MEKANIK
PERLAKUAN

KUAT RANGSANGAN

WAKTU RESPON

MEKANIK
+

KONTROL / NORMAL

++

+++
13 sekon

8 sekon

7 sekon

OTAK DIRUSAK

32 sekon

30 sekon

SUMSUM TULANG

BELAKANG DIRUSAK

SEBAGIAN

1 menit 13 sekon

SUMSUM TULANG

BELAKANG DIRUSAK

SELURUHNYA

RANGSANGAN KIMIAWI
WAKTU

KONDISI

OTAK DIRUSAK

SUMSUM TULANG

KONTROL ATAU

BELAKANG

NORMAL
85 sekon
67 sekon
65 sekon

DIRUSAK
TIDAK ADA

1 menit 3 sekon
2 menit 5 sekon
3 menit 26 sekon

GERAKAN SAMA
SEKALI

Sumber Data : Kelompok 1


B. PEMBAHASAN

PERLAKUAN RANGSANGAN MEKANIK

Mengapa yang digunakan katak? Karena katak memiliki spinal yang mudah
diamati gerak refleknya. Semua penyebab terjadinya perubahan dalam tubuh
disebut rangsang. Alay yang mampu menerima rangsang dinamakan indera
(Reseptor) (Rafael, 2011). Reseptor adalah sel saraf dan sel lainnya yang
berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari

dalam tubuh. Reseptor pada praktikum ini adalah kulit, di mana rangsangan
berupa memijat paha katak yang mengenai bagian kulit katak. Rangsangan
diterima reseptor kemudian dihantarlan ke sistem saraf pusat oleh neuron
sensori dan tanggapan disampaikan oleh neuron motor ke efektor. Dalam hal
ini efektor yang merespon adalah otot.
Pada katak kontrol, respon rangsang masih normal karena bagian saraf di
otak dan sumsum tulang belakang tidak rusak, sehingga ketika bagian otot
femur katak dipijit menggunakan penjepit, katak merespon dengan cepat.
Otot bagian femur katak memberikan respon yang lebih baik dan lebih mudah
diamati. Selain itu, letaknya yang dekat permukaan kulit dan tungkai
belakang, membuat bagian ini digunakan dalam praktikum. Sistem saraf
dapat menghantarkan stimulus ke otak hingga menimbulkan respon. Respon
akan ditanggapi oleh neuron dengan mengubah potensial yang ada antara
permukaan luar dan dalam dari membran. Sel-sel dengan sifat ini disebut
dapat dirangsang (excitable) dan dapat diganggu (Irritable). Neuron ini segera
bereaksi tehadap stimulus, dan dimodifikasi potensial listrk dapat terbatas
pada tempat yang menerima stimulus atau dapat disebarkan ke seluruh
bagian neuron oleh membran. Penyebaran ini disebut potensial aksi atau
impuls saraf, mampu melintasi jarak yang jauh impuls saraf menerima
informasi ke neuron lain, baik otot maupun kelenjar.
(Junqueira,carlos.1995:157). Berikut adalah proses gerak reflek.
Rangsangan diterima reseptor berupa alat indera (kulit), rangsangan disebut
sebagai impuls. Impuls dialirkan dari reseptor ke saraf pusat bagian gerak
reflek (sumsum tulang belakang (medulla spinalis)) oleh neuron sensori.
Apabila impuls masuk ke jalur medulla spinalis, impuls masuk melalui akar
dorsal medulla spinalis kemudian keluar melalui akar ventral dan
dihubungkan neuron motor yang membawa ke efektor berupa otot atau
kelenjar sebagai penerima rangsang (Johnson, 1984). Hal ini menyebabkan,
katak merespon rangsangan dengan mengangkat kedua tungkai belakang
setelah diberi rangsang. Semakin kuat rangsangan yang diberikan, semakin
cepat respon yang terlihat.

Perlakuan kedua yaitu katak dengan otak yang dirusak. Pada katak yang
dirusak otaknya terjadi pengurangan frekuensi respon pada katak. Akan
tetapi, katak masih dapat memberikan respon. Hal ini disebabkan karena
jantung katak bersifat neurogenik sehingga katak masih mampu memberikan
respon. Respon tersebut tidak secepat katak kontrol yang normal. Ketika
katak dalam posisi telentang, katak tidak menunjukan respon pada
pembalikan badan. Reflek koreksi katak telah hilang, disebabkan sudah
terputusnya hubungan antara labirin dan medulla spinalis. Sehingga, impuls
tidak sampai ke spinal cord untuk membalikan tubuh. Menurut Kimball (1988),
rusaknya otak menyebabkan hubungan antara alat-alat vastibuler dengan
sumsum tulang belakang hilang, sehingga katak tersebut tidak dapat
membalikan tubuhnya ketika ditelentangkan.
Selanjutnya, otot bagian femur tungkai belakang katak ditekan menggunakan
penjepit mulai dari frekuensi rendah hingga keras. Tungkai belakang katak
reflek menghindar. Refleks dari tungkai belakang menunjukkan sistem saraf
perifer yang mempengaruhi ekstrimitas masih bekerja. Reseptor menerima
rangsang yang berupa rangsang mekanis (pijatan) lalu diubah menjadi
potensial aksi, sehingga timbul respon. Rangsangan berupa tekanan
menyebabkan gerak reflek yang berlawanan dengan arah rangsangan
(HETEROLATERAL). Pada saat diberikan tekanan frekuensi kecil, kaki katak
akan bergerak-gerak seperti meronta. Namun apabila tekanan dengan
frekuensi kuat maka kaki katak akan mengejang. Apabila rangsangan dengan
kekuatan tertentu diberikan kepada membran sel saraf, membran akan
mengalami perubahan elektrokimia dan perubahan fisiologis. Perubahan
tersebut berkaitan dengan adanya perubahan permeabilitas membran yang
menyebabkan terjadinya permeabel tehadap Na+ dan sangat kurang
permiabel terhadap K+.
Selanjutnya, perlakuan ketiga dengan merusak bagian sumsum tulang
belakang sedalam 1 cm. Semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang,
respon semakin melemah. Katak saat ditelentangkan sama halnya saat
bagian otak rusak, yaitu tidak dapat membalikan tubuhnya. Sementara pada
gerakan tungkai belakang, saat ditekan menggunakan penjepit tidak
menimbulkan gerakan. Menurut Timang, dkk (2010), bahwa perusakan

sumsum tulang belakang merusak tali-tali spinal sebagai jalur saraf. Tali-tali
spinal terdiri dari saraf sensori dan motori, oleh karena itu, bila saraf tersebut
rusak, maka respon terhadap stimulus tidak akan terjadi.
PERLAKUAN RANGSANGAN KIMIAWI
Pada kegiatan ini, kami mengamati aktivitas gerak reflex pada katak jika
diberikan rangsangan berupa kimiawi. Bahan kimia yang kami gunakan
adalah asam cuka atau asama asetat. Asam asetat merupakan asam lemah
yang termasuk dalam elektrolit kuat yang dapat menghantarkan listrik. Fungsi
dari asam asetat dalam praktikum kali ini adalah untuk memberikan
rangsangan kimiawi sehingga menimbulkan gerak refleks. Yang akan diukur
pada kegiatan kali ini adalah mengamati terjadinya gerak refleks yang
hasilkan oleh katak ketika menarik tungkai belakang dari larutan asam cuka
serta refleks penghapusan asam cuka dari tungkai belakang ketika di
masukkan ke dalam aquades. Fungsi akuades di dalam kegiatan ini adalah
untuk memberikan gerak refleks menghapus asam cuka karena akuades
bersifat netral.

Perlakuan pertama merupakan control, sehingga katak masih


dalam keadaan normal. Saat tungkai belakang di masukkan
kedalam asam asetat terjadi gerak refleks yang sangat cepat.
Gerak refleks ini terjadi karena asam cuka menimbulkan efek
yang menyakitkan bagi katak sehingga katak secara refleks akan
menarik tungkai belakang untuk menghindari asam cuka. Saat di
celupkan ke dalam akuades, terjadi gerak refleks menghapus
relative cepat dan berulang kali. Gerakan menghapus ini seperti
mengelap tungkai satu dengan yang lain. Refleks ini berhenti
sampai asam asetat benar benar hilang dari tungkai belakang
katak. Pada perlakuan pertama semua gerak reflek masih
memiliki alat keseimbangan dan sumsum tulang belakang
sebagai pusat sarat, sehingga terjadi refleks yang sangat cepat.

Perlakuan kedua, katak di dirusak system saraf otaknya


menggunakan jarum pentul. Daerah otak yang dirusak adalah
bagian kepala agak kebelakang, daerah yang cekung. Hal ini
bertujuan untuk merusak saraf spinal pada katak, Dimana pada
daerah tersebut merupakan pangkal saraf spinal katak sehingga

penusukan tersebut bertujuan agar saraf spinal katak sebagian


akan rusak sehingga dapat mengetahui respon yang dilakukan
dari rangsangan yang kita buat setelah saraf spinalnya rusak
sebagian. Lalu tungkai belakang katak dimasukkan ke dalam
larutan asam asetat. waktu yang dibutuhkan untuk menarik
tungkai belakang dari asam asetat cukup lama dibandingkan dari
perlakuan pertama. Begitu juga saat refleks penghapusan
menggnakan akuades.
Hal ini terjadi karena Pada katak yang diperlakuan dengan
merusak sistem saraf otaknya, maka respon yang dihasilkan tetap
ada namun katak merespon stimulus sangat lama. Hal ini
dikarenakan sistem saraf pada otaknya telah mengalami
kerusakan pada saat penusukan dengan jarum pentul. Karena
gerak refleks berpusat pada medulla spinalis bukan pada otak.
Selain itu, pada perlakuan kali ini bagian yang rusak adalah otak
dan pangkal medulla spinalis.

Pada perlakuan ketiga, katak dirusak medulla spinalis dengan


cara menusuknya dengan jarum pentul kira kira sedalam 1 cm.
lalu tungkai belakang katak dimasukkan ke asam asetat lalu di
masukkan ke dalam akuades. Gerak refleks yang dihasilkan saat
tungkai belakang untuk mengangkat dari larutan asam asetat
maupun menghapus larutan asam asetat saat di celupkan ke
dalam akuades. Hal ini menunjukkan bahwa medulla spinalis yang
merupakan pusat syaraf juga telah dirusak maka secara langsung
tidak akan terjadi gerak refleks. Perlakuan pertama dengan
merusak satu ruas sumsung tulang belakang saja sudah tidak ada
respon dari katak tersebut, apalagi dengan merusak lagi ruas
sumsum tulangnya lagi, juga pasti tidak ada respon dari katak
tersebut. Hal ini sesuai dengan teori menurut Sari (2010)
mengemukakan bahwa Semakin lebar kerusakan sumsum tulang
belakang, responnya akan semakin melemah.

LAMPIRAN FOTO

Perlakuan 1. Katak kontrol saat diberi perlakuan

Perlakuan 2. Otak

katak dirusak
cubitan dengan penjepit, katak masih

menyebabkan respon

rangsang
merespon dengan normal dan cepat

melemah

Perlakuan 3. Katak tidak dapat membalikan tubuh


kembali saat otak dan sumsum tulang
belakang dirusak

C. KESIMPULAN

Pada keadaan normal, gerak reflex pada tungkai katak yang diberi
rangsang mekanik dengan memberikan cubitan dari pelan saja sudah
terdapat respon reflex darikatak. Lalu ketika otak katak dirusak
sebagian, maka reflex pada tungkai katak mendapatkan respon yang
membutuhkan waktuagak lama denganrangsangcubitan yang
agakkeras. Namun ketika medulla oblongata dirusak, maka tak terdapat
lagi reflex dari tungkai katak walaupun sudah diberi rangsang cubitan
sangat keras. Hal ini dipengaruhi Karena pusat gerak reflex berada pada
medulla oblongata, sehingga bila medulla oblongata telah dirusak maka
tak akan ada lagi gerak reflex.

Pada keadaan normal, gerak reflex pada tungkai katak yang diberi
rangsang kimiawi dengan mencelupkan tungkai pada asam cuka
selanjutnya dicelupkan kedalam air, maka langsung terdapat respon
reflex dari katak. Lalu ketika otak dirusak sebagian, bila diberi rangsang
yang sama maka membutuhkan waktu yang agak lama untuk
mendapatkan gerak reflex pada katak. Namun ketika medulla oblongata
dirusak, maka sudah tidak ada lagi reflex dari katak. Fungsi dari asam
cuka adalah untuk mendapatkan reflex yang cepat karena asam cuka
adalah asam lemah yang memiliki sifat elektrolit kuat, sehingga dapat
melukai kulit dari katak. Lalu air berfungsi untuk memberikan gerak
reflex menghapusluka yang diberikan asam cuka. Walaupun telah
diberikan rangsang tersebut, tapi ketika medulla oblongata telah
dirusak maka tak akan adalagi gerak reflex dari katak karena medulla
oblongata adalah pusat gerak reflex.

D. SARAN

Pilihlah katak yang gemuk, masih aktif bergerak dan masih hidup
Ketika untuk merusak otaknya, janganlah merusak sepenuhnya namun
hanya sebagian saja agar katak tidak langsung mati

Ketika sudah dirusak otaknya jangan dibiarkan diam terlalu lama,


karena akan menyebabkan tingkat keaktifan geraknya menjadi
berkurang.
Ketika diberikan rangsangan kimiawi, janganlah mencelupkan seluruh
tubuh katak pada asam cuka tapi hanya bagian tungkai nya saja.
Setelah dicelupkan asam cuka, lalu tungkai dicelupkan ke air jangan
terlalu lama agar molekul yang ada dalam asam cuka tidak hilang,
sehingga menyebabkan tak ada reflex menghapus dari katak.

F. EVALUASI
1. Rangsangan apa yang ditanggapi lebih cepat? Berikan Alasannya!
-Menurut kami ialah rangsangan kimiawi, karena saat diberikan rangsangan
ini, kulit katak menjadi iritasi sehingga reflex dapat berlangsung secara cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, D. R. 1984. Biology an Introduction. New York : The Benjamin
Cummings Publishing Co.Inc.
Junqueira, L. Carlos and Luiz C. 1995. Basic Histology. London : McGraw Hill
Higher Education.
Kimbal, J. W. 1988. Biologi II. Erlangga, Jakarta.
Juwita, Lela, Riski Sulistyanti, Eka Puspitasari, dan Lia Indrianita. 2010.
Fisiologi pada Sistem Saraf Otak. FMIPA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA.
Rafael. 2011. Kontraksi Otot Jantung Ikan. Bandung: Universitas Gunadarma.
Timang, Y., Sitti, R. A., dan Rispa, Y. A. 2010. Sistem Sirkulasi dan Jantung.
Makassar : Universitas Hasanuddin.
E. REFERENSI JURNAL
FISIOLOGI SISTEM SARAF PADA KATAK
Lela Juwita Sari (3415080205), Riski Sulistyani (3415080207), Eka
Puspita Sari (3415080209) dan Lia Indrianita (3415083256)
ABSTRAK
Sistem saraf adalah suatu sistem tubuh yang merupakan adaptasi tubuh
terhadap rangsangan yang diterima dari luar tubuh. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui fisiologi sistem saraf pada katak. Penelitian ini
dilaksanakan pada hari Senin, 6 Desember 2010 yang bertempat di
Laboratorium Fisiologi FMIPA UNJ. Pada pengamatan gerak refleks pada katak
diperoleh hasil yakni medulla spinalis merupakan pusat gerak refleks katak,
karena saat medulla spinalis dirusak maka katak tidak dapat memberikan

respon terhadap rangsangan yang diberikan. Sedangkan pada pengamatan


biolistrik pada katak diperoleh hasil berupa arus listrik yang dapat
menghasilkan potensial aksi yang kemudian berakibat pada respon terhadap
impuls. Ketika saraf diblokir dengan menggunakan alkohol 70% maka alkohol
berdifusi kedalam akson saraf dan bercampur dengan cairan intraseluler
didalam sel saraf yang mengandung ion ion negatif- positif dan
mengganggu proses perambatan sehingga impuls yang merambat dalam
akson harus bekerja keras untuk melewatinya.
Kata Kunci : Biolistrik, Gerak Refleks, Katak, Medula Spinalis, Saraf
Mahasiswa Pendidikan Biologi Reguler 2008
Cellular Mechanisms of Nociception in the Frog
D. P. KUFFLER,2 A. LYFENKO,1 L. VYKLICKY , 1 AND V. VLACHOVA 1 1 Institute
of Physiology, Academy of Sciences, Prague 4, Vdenska 1083, Czech
Republic; and 2 Institute of Neurobiology, Unite Propre de Recherche, San
Juan, Puerto Rico 00901 Received 19 March 2002; accepted in final form 19
June 2002 Kuffler, D. P., A. Lyfenko, L. Vyklicky, and V. Vlachova.

ABSTRACT
Cellular mechanisms of nociception in the frog. J Neurophysiol 88: 1843
1850, 2002; 10.1152/jn.00204.2002. Cellular mechanisms underlying defense
reactions induced by noxious heat and acids were studied in frogs (Rana
pipiens) by measuring whole cell membrane currents in cultured dorsal root
ganglion (DRG) neurons. Seventyeight of 82 DRG neurons exposed to 3-s
ramps of increasing temperature to 48C exhibited an inward current (IHEAT)
of 490 70 pA at 70 mV. IHEAT exhibited reversal at 10 mV with a pronounced
outward rectification, suggesting opening of nonselective cation channels. In
frogs, in contrast to mammals, IHEAT was not influenced by capsaicin (5 M),
capsazepine (10 M), or ruthenium red (10 M). In a large proportion (80%) of
heat-sensitive DRG neurons, acids produced a large slowly inactivating
sodium carried current (IACID) with average pH50 5.7. IACID was blocked by 1
mM amiloride (to 22%) and was absent if extracellular Na was substituted by
Cs. Elevating temperature to 38C increased IACID, whereas temperatures
40C profoundly inhibited it (by 82 2%; n 42). The inhibition was long-lasting

(30 s) but fully reversible. Phorbol ester myristate acetate (PMA, 1 M) and
forskolin (1 M) inhibited IACID to 37 5% (n 5) and 78 8% (n 4), respectively.
It is suggested that IHEAT in frog DRG neurons is carried through capsaicininsensitive nonselective cation channels distinct from vanilloid receptor in
mammals, whereas IACID is carried through amiloride-sensitive sodium
channels that are strongly inhibited by noxious heat, possibly due to
activation of the intracellular messenger systems.

GERAK REFLEKS

Kelompok

:2

Anggota

: Assyifa Al Khansa
Farrah Meuthia
RR Nurul Wardhani
Wahyu Nugroho

Jurusan/Prodi
2013

: Biologi / PendidikanBiologi Bilingual

Tanggal Praktikum

: 18 03 2015

NilaiLaporan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015 - 2015

Anda mungkin juga menyukai