Anda di halaman 1dari 11

REFLEKS SPINAL PADA KATAK

Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Nuraini
: B1J012033
: VI
:1
: Tenda Arganata Dewantara

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Gunawan (2002) saraf berfungsi dengan mekanisme depolarisasi dan
repolarisasi. Kedua mekanisme tersebut berkaitan dengan transportsi ion menembus
membran (trans membran), ada hewan tingkat tinggi, komunikasi intrasel yang
kompleks dan amat cepat itu ditengahi oleh impuls-impuls saraf. Neuron-neuron (selsel saraf) secara elektrik menghantar sinyal (impuls) melalui bagian saraf yang terjulur
memanjang (sekitar 1 mm pada hewan berukuran besar). Impuls tersebut berupa
gelombang-gelombang berjalan yang berbentuk arus-arus ion. Transmisi sinyal antara
neuron-neuron dan antara neuronotot (juga neuron kelenjar) seringkali dimediasi
secara kimiawi oleh neurotransmitter (penghantar impuls saraf).
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai penerima
dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya memberikan
tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Maka, jaringan saraf merupakan jaringan
komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan khusus yang berhubungan
dengan seluruh bagian tubuh (Campbell, 2000).
Sistem saraf adalah suatu sistem organ yang terdiri dari sel-sel saraf atau
neuron. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat yang meliputi otak dan batang
spinal, dan sistem saraf perifer yang meliputi saraf kranial, saraf spinal, dan trunkus
simpatikus. Kedua sistem ini bekerja saling menunjang. Sistem saraf pusat berguna
sebagai pusat koordinasi untuk aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan
sistem saraf perifer berfungsi memberikan informasi kepada sistem saraf pusat
tentang adanya stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon
(Johnson, 1984).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi
reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon tubuh yang
sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem syaraf pusat, yaitu otak dan
sum-sum tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah penghantaran
sinyal dari pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut dihantarkan oleh saraf
(nerve), berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran neuron yang terbungkus dengan
ketat dalam jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan sinyal motoris dan sensoris
antara sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain secara bersamaan disebut sistem saraf
tepi (Kimball, 1998).

Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat satu pasang saraf perifer. Pada
sebagian besar saraf spinal, neuron aferen dan eferen terletak berdekatan, tetapi sumsum tulang belakang saraf terbagi menjadi akar dorsal dan akar ventral dan neuronnya
terpisah. Dalam akar dorsal terdapat neuron aferen dan mempunyai suatu
pembesaran yaitu ganglion akar dorsal, yang mengandung badan sel-selnya sendiri.
Badan sel neuron aferen hampir selamanya terletak dalam ganglion pada saraf kranial
dan saraf spinal spinal. Neuron aferen masuk ke dalam sum-sum tulang belakang dan
berakhir pada sinapsis dengan dendrit atau badan sel dari interneuron. Saraf spinal
semua vertebrata pada dasarnya sama, meskipun pada vertebrata yang paling primitif
akar-akar itu di perifer tidak bargabung dan beberapa neuron aferen keluar dari sumsum maelalui akar dorsal (Villee, 1988).

1.2 Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui terjadinya reflek spinal pada
katak.

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum refleks spinal pada katak ini adalah katak
(Rana sp), dan larutan H2SO4 1%.
Alat yang digunakan berupa jarum, gunting bedah, bak preparat, serta pinset.

2.2 Cara Kerja


1. 1 ekor katak diambil, lalu dirusak pada bagian otaknya dengan jarum preparat.
2. Gerak reflek dari katak diamati, seperti pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan
kaki belakang, serta pencelupan kaki belakang pada larutan asam sulfat (H2SO4) 1%.
3. Perusakan dilakukan kembali pada bagian medula spinalisnya, pada , , , serta
pada seluruh bagian medula spinalisnya, lalu diamati gerak refleks yang terjadi,
seperti pada point ke 2.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Tabel Pengamatan Respon Gerak Refleks Spinal Katak
Perusakan bagian/
struktur
otak
1/4 medula spinalis
1/2 medula spinalis
3/4 medula spinalis
total medula spinalis
Keterangan :
+ : Respon
- : Tidak merespon

Pembalikan
Tubuh
+
+
+
-

Penarikan kaki
depan
+
+
+
-

Penarikan kaki
belakang
+
+
+
+
-

Pencelupan
H2SO
+
+
+
+
-

3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah diakukan, dapat diperoleh hasil bahwa
pada perusakan yang dilakukan pada bagian otak dan medula spinalis, ternyata katak
masih dapat melakukan refleks dalam merespon semua parameter yang diberikan,
seperti pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan kaki belakang, serta pencelupan
kaki pada larutan H2SO4, Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Kimball (1998), yang
menyatakan bahwa rusaknya otak menyebabkan hubungan antara alat-alat vastibuler
dengan sum-sum tulang belakang yang rusak.
Perusakan tulang belakang mendapat respon negatif pada pembalikan tubuh,
tetapi masih memberikan respon terhadap penarikan kaki depan dan belakang, serta
pemberian larutan H2SO4. Perusakan tulang belakang seperti halnya pada saat
perusakan otak katak masih mampu membalikkan tubuh, menarik kaki belakang, dan
ketika kaki katak dicelupkan ke dalam H2SO4 masih memberikan respon yang positif,
namun tidak memberikan respon pada penarikan kaki depan. Perlakuan yang terakhir
yaitu dengan melakukan perusakan total pada medula spinalis, dan hasil yang diperoleh
yaitu sudah tidak adanya respon pembalikan tubuh pada katak, dan penarikan kaki
depan, dan kaki belakang serta pemberian H2SO4. Hal ini sesuai dengan pendapat
Djuhanda (1988), yang menyatakan bahwa apabila seluruh sumsum tulang belakang
dirusak, maka seluruh sistem saraf yang menyebabkan refleks spinal akan kehilangan
respon, sebab tonus otot sudah tidak ada lagi dan tubuh hewan (katak) menggantung
lemah. Pearce (1989), menambahkan bahwa perusakan tulang belakang ternyata juga
merusakkan tali-tali spinal sebagian jalur saraf. Tali-tali spinal sendiri terdiri dari saraf
sensori dan motorik, sehingga bila saraf tersebut rusak maka respon terhadap stimulus
tidak terjadi.
Pearce (1989) menyatakan bahwa sum-sum tulang belakang merupakan pusat
gerak refleks, sehingga semakin tinggi tingkat perusakan sumsum tulang belakang maka
semakin lemah respon yang diberikan. Hal ini yang akan menyebabkan refleks
pembalikkan tubuh, penarikkan kaki depan dan kaki belakang serta pencelupan ke
dalam larutan H2SO4 makin melemah seiring dengan tingkat perusakan. Perusakan
tulang belakang juga merusak tali spinal sebagai jalur syaraf, namun dengan adanya
respon refleks yang sederhana dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali spinal
meskipun adanya perusakkan sumsum tulang belakang.
Berdasarkan fungsinya, Idel,antoni (2000:211), membagi sel neuron menjadi 4
Bagian yaitu:

1. Neuron sensorik ( neuron aferen) yaitu sel syaraf yang bertugas menyampaikan
rangsangan dari reseptor ke pusat susuna syaraf. Neuron memiliki dendrit yang
berhubungan dengan reseptor (penerima rangsang) dan neurit yang berhubungan
dengan sel syaraf lainnya.
2. Neuron Motorik (nouron aferen), yaitu sel saraf yang berfungsi untuk menyampaikan
impuls motorik dari susunan saraf pusat ke saraf efektor. Dendrit menerima impuls
dari akson neuron lain sedangkan aksonnya berhubungan dengan efektor.
3. Neuron konektor merupakan sel syaraf yang bertugas menghubungkan antara
neuron yang satu dengan yang lainnya.
4. Neuron ajustor, yaitu sel saraf yang bertugas menghubungkan neuron sensorik dan
neuron motorik yang terdapat di dalam sum-sum tulang belakang atau di otak.
Praktikum kali ini menggunakan larutan H2SO4 yang merupakan asam kuat dan
berbahaya apabila terkena tubuh. Kaki katak yang dicelupkan ke dalam larutan H2SO4
akan mengakibatkan katak sebisa mungkin akan menarik kakinya dari larutan itu karena
berbahaya bagi tubuhnya, ini merupakan salah satu gerakan untuk perlindungan
tubuhnya dari zat-zat kimia yang berbahaya. Percobaan ini membuktikan bahwa dalam
suatu sistem refleks diperlukan sum-sum tulang belakang sebagai pusat koordinasi dan
pengaturan gerak refleks.
Pada percobaan ini menggunakan hewan uji berupa seekor katak, karena
beberapa alasan yaitu : harga katak relatif murah dibandingkan dengan hewan-hewan
percobaan lainnya, mudah diperoleh, serta meskipun susunan syaraf katak lebih
sederhana dibandingkan dengan mamalia, tetapi prinsip-prinsip dasar susunan syaraf
pusat dapat dipelajari dengan menggunakan katak. Seperti halnya pada hewan
berderajat tinggi, susunan syaraf pusat katak dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu prosensepalon, mesensefalon, rombensefalon, dan medulla spinalis. Lebih lanjut
prosensefalon

dapat

dibagi

lagi

menjadi

dua,

yaitu

telensefalon

dan

diensefalon. Telensefalon setelah masa embriona akan berubah menjadi serebrum.


Daerah serebrum merubah pangkal dari saraf otak I (nervus olfaktorius) dan saraf otot II
(nervus optikus).
Refleks adalah suatu respon organ efektor (otot atau pun kelenjar) yang bersifat
otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu stimulus tertentu. Respon tersebut
melibatkan suatu rantai yang terdiri atas sekurang-kurangnya dua neuron, yang
membentuk suatu busur refleks. Dua neuron yang penting dalam suatu busur refleks
adalah neuron afferen, sensoris, atau penghubung (inter neuron) yang terletak diantara
neuron reseptor dan neuron efektor. Refleks spinal yang khas adalah refleks rentang

yang digambarkan dengan refleks pemukulan ligamentum partela, sehingga


menyebabkan otot lutut terentang, (Frandson, 1992).
Kontraksi reflex umumnya kembali jika sumsum tulang belakang distal masih utuh
dan hanya terisolasi dari pusat yang lebih tinggi. Namun kekuatan dan durasi seperti
paksa kontraksi meningkat dengan waktu. Ini menghasilkan paksa biasanya void dengan
lengkap pengosongan kandung kemih. spinal shock umumnya berlangsung selama 6
sampai 12 minggu secara lengkap lesi sumsum tulang belakang suprasacral
bagaimanapun juga terakhir upto 1 sampai 2 tahun. Dalam lengkap lesi suprasacral
mungkin berlangsung beberapa hari saja (Maj,2007).
Rangsangan yang datang dari luar diterima oleh saraf sensorik yang diteruskan
oleh saraf spinal ke tulang belakang, lalu dari tulang belakang diteruskan ke saraf
motorik hingga menjadi suatu gerak. Gerakan ini tidak disadari karena tidak melalui otak
yang disebut gerak refleks (Weichert, 1959). Refleks dapat melibatkan berbagai bagian
otak dan sistem saraf otonom, refleks yang paling sederhana adalah refleks spinal. Gerak
refleks spinal diatur oleh saraf-saraf yang terdapat di dalam medula spinalis. Medula
spinalis atau sumsum tulang belakang terdapat di dalam kanalis vertebratalis
berhubungan dengan otak melalui fragmen magnum. Sumsum ini terbungkus oleh
badan lemak dan dilindungi oleh sentrum serta lengkung neural, kecuali cyclostoma
(Djuhanda, 1988).
Katak memiliki sistem saraf yang mana saraf-saraf tersebut dapat menghantarkan
stimulus ke otak hingga menimbulkan respon. Respon akan ditanggapi oleh neuron
dengan mengubah potensial yang ada antara permukaan luar dan dalam dari membran.
Sel-sel dengan sifat ini disebut dapat dirangsang (excitable) dan dapat diganggu
(irritable). Neuron ini segera bereaksi tehadap stimulus, dan dimodifikasi potensial listrik
dapat terbatas pada tempat yang menerima stimulus atau dapat disebarkan ke seluruh
bagian neuron oleh membran. Penyebaran ini disebut potensial aksi atau impuls saraf,
mampu melintasi jarak yang jauh impuls saraf menerima informasi keneuron lain, baik
otot maupun kelenjar (Junqueira, 1995).
Mekanisme refleks dimulai jika reseptor-reseptor dirangsang dan menimbulkan
impuls dalam neuron afferent. Neuron ini merupakan bagian dari suatu saraf spinal dan
menjulur ke dalam sumsum tulang belakang dan membawa impuls itu kembali melalui
saraf spinal ke sekelompok otot ekstensor (Ville et al, 1988). Diagram mekanisme refleks
menurut Mitchell (1956) : stimulus reseptor neuron afferent mengalami integrasi
neuron efferent efektor respon. Menurut Karmana (1984) urutan gerak sadar
adalah : reseptor yaraf sensori syaraf pusat syaraf motoris efektor.

Faktor yang mempengaruhi refleks spinal menurut Subowo (1992), yaitu adanya
refleks spinal dari katak berupa respon dengan menarik kaki depan atau kaki belakang
saat perusakan sum-sum tulang belakang disebabkan karena masih terjadi interkoneksi
dari satu sisi korda spinalis ke sisi yang lain. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
refleks spinal adalah masih berfungsinya sum-sum tulang belakang. Sumsum tulang
belakang mempunyai dua fungsi penting yaitu mengatur impuls dari dan ke otak dan
sebagai pusat refleks. Adanya sumsum tulang belakang, pasangan saraf spinal dan
cranial akan menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi
respon. Apabila sumsum tulang belakangnya telah rusak total maka tali-tali spinal
sebagai jalur syaraf akan rusak dan tidak ada lagi yang menunjukkan respon terhadap
stimulus (Ville et al., 1988).

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :


1. Kerusakan pada tulang belakang tidak selalu menyebabkan refleks pada tubuh katak.
2. Mekanisme refleks berawal dari reseptor yang diterima neuron sensoris dilanjutkan ke
sumsum tulang belakang kemudian ke neuron motorik dan berakhir ke efektor.
3. Perusakan awal menyebabkan terjadinya gerak refleks pada katak, dan perusakan yang
bertingkat menyebabkan sedikit demi sedikit lemahnya kemampuan katak untuk
melakukan gerak refleks dan menyebabkan hubungan antara satu sisi dengan sisi yang
lain dari korda spinal terputus.
4. Perusakan terhadap spinal yang salah menghasilkan respon positif tarhadap gerak
refleks.
5. Perusakan total pada medula spinal menyebakan katak tidak dapat merespon setiap
rangsangan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. edisi 5. jilid 3. Alih
Bahasa: Wasman manalu. Erlangga: Jakarta.
Djuhanda, T. 1988. Anatomi Perbandingan Vertebrata II. Armico: Bandung.
Franson. F. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Hewan Ternak. Edisi 4. Penerjemah: Srigandono.
Gadjah mada university press: Yogyakarta.
Gunawan, Adi, M. S. 2002. Mekanisme Penghantaran dalam Neuron (Neurotransmisi).
Integral, vol. 7 no. 1.
Idel, Antoni. 2000. Biologi Dalam Kehidupan Sehari-hari. Gita Media Press: Jakarta.
Johnson, W.5. H. 1984. General Biolgy. Holt, Richart and Winson Inc: USA.
Junqueira, Carlos. 1995. Basic Histology. McGraw-Hill. Boston.
Karmana, J. W. 198. Biologi. Ganeca Exact: Bandung.
Kimball, J. W. 1988. Biologi. Erlangga: Jakarta.
Maj Gen P Madhusoodanan M Ch VSM. 2007. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT), Vol. 4,
No. 2, pp. 75-78. Continence issues in the patient with neurotrauma. Senior
Consultant Surgery, Armed Forces Medical Services.
Mitchell, P. H. 1956. A Textbook of General Physiology. McGraw-Hill Book Co.Inc: London.
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia: Jakarta.
Subowo. 1992. Histologi Umum. ITB Press: Bandung.
Ville, C. A. W. F Walker, R. D Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga: Jakarta.
Weichert, C. K. 1959. Element of Chordate Anatomy. McGraw-Hill Book Co: New York.

Anda mungkin juga menyukai