Anda di halaman 1dari 12

FUNGSI KEMORESEPTOR PADA LOBSTER

Oleh :
Nama : Miranti Oviani
NIM : B1A015050
Rombongan : VIII
Kelompok :4
Asisten : Sutri Handayani

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reseptor adalah neuron atau sel-sel epitelium yang terspesialisasi dan terdiri
dari sel itu sendiri atau dalam kelompok dengan jenis sel lain di dalam organ,
seperti organ sensori (mata dan telinga). Reseptor mendeteksi perubahan
beberapa variabel lingkungan internal hewan dalam setiap kontrol homeostasis.
Sel-sel reseptor mengubah energi stimulus menjadi perubahan dalam potensial
membran, kemudian menghantarkan sinyal ke sistem saraf (Ville et al. 1988).
Kemoreseptor merupakan organ indera yang distimulasi oleh berbagai ion atau
molekul kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Organ indera yang
distimulasi meliputi indera penciuman, perasa dan juga reseptor yang memantau
konsentrasi oksigen dan karbondioksida.
Hewan mengembangkan kemoreseptor untuk menanggapi rangsang dalam
adaptasi ekologis, misalnya menemukan makanan, kawin dan mengetahui
teritori serta menghindari toksin dan predator (Gardiner et al., 2008). Antennula
merupakan salah satu kemoreseptor yang terdapat di sekitar mulut Crustacea
yang biasanya ditutupi oleh rambut-rambut halus yang berfungsi sebagai alat
penciuman (Gordon, 1982). Menurut Ville et al., (1988), kemampuan untuk
mendeteksi dan mengetahui lokasi sumber makanan dengan rangsangan kimia
dari jarak jauh merupakan proses yang penting untuk kehidupan bentik seperti
udang. Devine & Jelley (1982) berpendapat bahwa udang mempunyai 3 organ
kemoreseptor utama, yaitu antennula bagian medial, antennula bagian lateral dan
segmen dactylus probandial dari kaki jalan yang secara fisiologis hampir sama.
Organ tersebut dapat berfungsi untuk membau dan merasa. Dua pasang kaki
jalan pertama dan reseptor bagian antennula lateral tidak dilengkapi bulu
aesthetase yang mempunyai fungsi dalam orientasi secara kimia.
Faktor yang mempengaruhi udang mendekati pakan antara lain rangsang
cahaya, osmotik, mekanik dan adanya chemoreaktant yang dikeluarkan oleh
pelet atau pakan. Chemostimulan yang dimasukkan pada lingkungan yang
terkontrol untuk beberapa spesies Crustaceae mampu memacu perilaku makan
dan dalam kondisi alami udang menunjukkan respon rangsangan pada campuran
kimia yang sangat sinergis (Storer, 1975).
B. Tujuan

Praktikum fungsi kemoreseptor pada udang bertujuan untuk mengetahui


fungsi-fungsi kemoreseptor pada udang.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum fungsi kemoreseptor pada udang


adalah akuarium, stopwatch, senter, saringan, gunting, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah Udang air tawar (Macrobrachium sp), pakan
berupa pelet dan tubifex.

B. Cara Kerja

1. Akuarium diisi dengan air bersih. Udang dimasukkan sebanyak 1 ekor per
akuarium.
2. Ablasi dilakukan pada mata untuk udang I, antennula untuk udang II, total
(antennula dan mata) untuk udang III, dan satu udang sebagai kontrol.
3. Pakan dimasukkan setelah lampu dimatikan. Pencahayaan diberikan dengan
menggunakan senter.
4. Udang diamati dan waktu setiap gerakan yang ditunjukkan udang meliputi
flicking, withdraw, wipping, rotation, dan gerakan mendekati pakan dicatat.
5. Pengamatan dilakukan selama 2 x 10 menit.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1 Pengamatan Gerakan Antennula Lobster (Cheraxquadricarinatus)


sebagai Respon Terhadap Pakan Tubifex sp.

Perlakuan Waktu Flicking Withdrow Wiping Rotasi Mendekati Feeding


pakan

Ablasi 10’ (I) - - - - - -


antenulla
10’ (II) - - - - - 8’25’’
(1)
Normal 10’ (I) 1’35’’ (5) 1’50’’ (11) 7’59’’ 2’17’’ 4’45’’ (3) 5’06’’
(2) (2) (5)
10’ (II) 4’02’’ (9) 0’40’’ (20) 3’06’’ 3’06’’ 2’34’’ (5) 2’45’’
(2) (2) (2)
Ablasi 10’ (I) 2’ (13) 2’ (10) 3’ (9) 2’ (21) - 3’ (10)
mata
10’ (II) 5’ (6) 5’ (4) 1’ (27) - - 1’ (52)

Ablasi 10’ (I) - - - - - -


total 10’ (II) - - - - - -

Tabel 3.1 Pengamatan Gerakan Antennula Lobster (Cheraxquadricarinatus)


sebagai Respon Terhadap Berupa Pelet

Perlakuan Waktu Flicking Withdrow Wiping Rotasi Mendekati Feeding


pakan

Ablasi 10’ (I) 0’16’’ (3) 0’8’’ (2) 0’7’’ 7’’ (1) - 0’4’’ (1)
antenulla (1)
10’ (II) 0’7’’(3) 0’9’’ (1) 0’9’’ 0’9’’ - 0’10’’
(3) (3) (1)
Normal 10’ (I) 0’04’’(11) 4’37’’ (7) - - 1’40’’ (2) -
10’ (II) 0’11’’ (27) 0’39’’ (19) - - 1’56’’ (3) -
Ablasi 10’ (I) 0’45’’ (6) 1’ (1) 1’19’’ 1’19’’ - -
mata (1) (11)
10’ (II) 10’’ (5) 10’35’’ (3) 0’47’’ 0’47’’ - 13’39’’
(12) (12) (5)
Ablasi 10’ (I) - - - - - 2’50’’
total (3)
10’ (II) - - - - - 5’50’’
(3)
B. Pembahasan

Reseptor atau alat penerima rangsangan merupakan suatu struktur yang yang
mampu mendeteksi rasangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam
tubuh. Macam-macam reseptor berdasarkan tipe stimulusnya antara lain
chemoreceptor, mechanoreceptor dan photoreceptor.
a. Chemoreceptor yaitu indera yang distimulisasi oleh berbagai ion atau
molekul kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Reseptor yang
distimulasi meliputi indera penciuman, perasa dan juga reseptor yang
memantau konsentrasi oksigen dan karbondioksida.
b. Mechanoreceptor adalah organ indera yang distimulasi oleh suatu energi
kinetik (Mellon, 2007). Organ-organ indera yang termasuk dalam kategori
ini adalah organ yang memantau fungsi-fungsi internal seperti tensi otot
atau posisi sendi dan juga indera peraba, keseimbangan serta pendengaran.
c. Photoreceptor adalah indera yang merespon energi elektromagnetik dan
bentuk foton. Indera yang termasuk dalam respon photoreceptor yaitu organ
penglihatan (Devine & Jelley, 1982).
Kemoreseptor berfungsi untuk mendekati dan mengetahui tempat hidupnya.
Kemoreseptor juga digunakan untuk mengenal keberadaan sesamanya dan
hewan lain, serta menunjukkan tingkah laku matang kelamin. Fungsi
chemoreceptor pada udang (crustacea), adalah sebagai berikut : Sebagai indera
pembau, berperan dalam mencari dan menemukan makanan, untuk mengetahui
posisi tubuh, sebagai media komunikasi antar hewan yaitu menangkap stimulus
kimia berupa feromon dari hewan lawan jenis. Frekuensi flicking dipengaruhi
oleh keadaan fisiologis udang seperti, parameter sensori berupa kimia, cahaya
osmotik dan rangsangan mekanik. Frekuensi flicking, pelecutan dipengaruhi
oleh keadaan fisiologis udang seperti parameter sensori berupa kimia, cahaya,
osmotik dan tekanan mekanik. Rotasi antennula berupa pergerakan dari bagian
proximal ke bagian medial. Antennula mengarah ke sisi yang sama.
Pembersihan antennula berfungsi untuk chemoreceptor yang digunakan untuk
mendeteksi senyawa kimia (Surya, 2010).
Kemoreseptor merupakan organ indera yang distimulasi oleh berbagai ion
atau molekul kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Ini meliputi indera.
Antenulla merupakan salah satu chemoreceptor yang terdapat disekitar mulut
udang yang biasanya ditutupi oleh rambut-rambut halus yang berfungsi sebagai
alat penciuman. penciuman, perasa dan juga reseptor yang memantau
konsentrasi oksigen dan karbondioksida. Kemoreseptor dikenal ada dua macam,
yaitu untuk mengenal stimulus yang berasal dari sumber yang jauh dari tubuh,
berupa rambut- rambut pada antenulla dengan nilai ambang yang sangat rendah.
Stimulus cukup berupa gas dengan konsentrasi rendah dan untuk mengenal
stimulus yang datang dari sumber yang dekat dengan tubuh terdapat pada palpus
maxillaris dan sering pada torsi dengan nilai ambang tinggi. Kemampuan saraf
untuk menanggapi rangsang, mempunyai peran sangat penting dalam adaptasi
ekologis. Misalnya menemukan makanan, kawin dan mengetahui tempat atau
keluarganya dan menghindari toksin dan predator. Hewan mengembangkan
chemoreseptor yaitu alat indera yang distimulasi oleh berbagai ion atau molekul
kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan meliputi penciuman dan perasa
sebagai alat untuk berinteraksi dengan dunia luar dan dalam pengubahan
penciuman dan sensitivitas perasa (rasa), sering juga sebagai petunjuk (Wibowo,
2005). Udang air tawar adalah spesies yang digunakan untuk agrikultur yang
memiliki fekunditas yang tinggi, reproduksi yang mudah dan toleran terhadap
parameter air yang kritis (Jeutner et al., 2016). Chemoreceptor pada udang
terdapat pada bagian antennulanya. Antennula tersusun dari 4 segmen dan
terbagi pada bagian distal yang bercabang menjadi flagellum lateral dan
flagellum medial. Setiap flagellum tersusun dari antennula yang
menghubungkan antara chemosensory dan mechanosensory. Fungsi terpenting
dari antennula adalah mendeteksi ada tidaknya pakan atau merespon kehadiran
pakan yang memiliki aroma khas. Antennula pada Crustacea memiliki fungsi
untuk mencari makanan, diantaranya adalah menangkap stimulus kimia dan
sebagai indera pembau. Antennula juga berfungsi untuk mengenali lawan jenis,
menghindari dari serangan atau gangguan yang diakibatkan oleh organisme lain
(predator) dan mempertahankan daerah teritorialnya (Ville et al., 1988). Udang
dapat mendeteksi makanan dengan penglihatan dan bau melalui organ antenulla
yang dimilikinya yang merupakan kemoreseptor pada udang yang merupakan
organ yang berupa bulu-bulu yang terletak di permukaan antenna utama, bagian
mulut dan kaki jalannya. Selain itu, udang juga sensitif dengan cahaya karena
cahaya merupakan suatu tanda bagi udang mengenai keberadaan pakan sehingga
udang cenderung akan mendekati cahaya (Jayanto et al., 2015).
Berdasarkan pengamatan pada 10 menit pertama dan 10 menit kedua,
diperoleh hasil udang lebih responsif pada pengamatan 10 menit kedua. Udang
yang diablasi antennulanya sudah masih dapat melakukan flicking, wipping,
withdraw, rotation dan mendekati pakan dengan frekuensi yang jarang. Hal ini
membuktikan bahwa antennula penting dalam respon terhadap aktivitas. Udang
dengan perlakuan ablasi mata masih bisa melakukan gerakan seperti flipping,
wipping, withdraw, rotation tetapi tidak bisa mendekati pakan. Udang dengan
ablasi total masih dapat mendekati pakan dapat melakukan flicking, wipping,
withdraw, rotation dan mendekati pakan dengan frekuensi yang jarang. Menurut
Radiopoetro (1977), pada perlakuan ablasi total dan antennula, tidak terjadi
gerakan karena organ yang berfungsi sebagai reseptor telah hilang. Storer (1975)
menyatakan bahwa antennula pada udang merupakan struktur sensor yang dapat
bergerak untuklo mencari perlindungan, makan, dan mencari pasangan serta
menghindari predator, oleh karena itu udang yang tidak diberi perlakuan ablasi
antennula akan memberikan respon terhadap pakan, karena fungsi dari antennula
tersebut akan hilang jika dilakukan ablasi atau pemotongan. Teknik ablasi cukup
efektif dalam merangsang perkembangan gonad, tetapi penghilangan organ
penghasil hormon akan mengganggu sistem endokrin dalam tubuh Crustacea,
misalnya udang. Ablasi unilateral menyebabkan kerusakan permanen pada mata
dan menurunkan 50% sintesis neurohormon oleh kelenjar sinus (Tarsim et al.,
2007). Pemberian pakan berupa pakan alami (Tubifex sp.) dan pakan buatan
(pelet) dilakukan untuk mengetahui perbedaan respon antennula udang terhadap
jenis pakan yang diberikan. Percobaan menunjukkan bahwa pemberian pakan
alami menghasilkan respon lebih baik dibandingkan pelet. Hal ini karena pakan
alami akan mengeluarkan senyawa feromon. Senyawa ini akan berdifusi lebih
cepat dibandingkan dengan kandungan zat kimia yang terdapat pada pelet untuk
dapat merangsang antennula udang segera melakukan flicking, wipping,
withdraw, rotation dan mendekati pakan. Ion-ion yang terurai dalam air akan
ditangkap oleh antennula udang, dilanjutkan ke kemoreseptor, kemudian dibawa
ke neuron eferen dan selanjutnya ke efektor (Priyadi & Ginanjar, 2012).
Menurut Gordon et al. (1982), udang akan melakukan beberapa gerakan
seperti:
1. Flicking, yaitu gerakan dimana udang melakukan pelucutan antennula ke
depan, dan gerakan tersebut berfungsi dalam mencari atau mendekati pakan.
2. Wipping, yaitu gerakan pembersihan yang dilakukan oleh antennula, dimana
gerakan tersebut berfungsi dalam pembersihan setelah mendapatkan makanan
atau setelah memakan pakan.
3. Withdraw, yaitu gerakan dimana udang melakukan pelucutan antennula ke
belakang. Gerakan tersebut berfungsi untuk melawan atau menghindari musuh
yang akan mendekatinya.
4. Rotation, yaitu gerakan pemutaran antennula yang berfungsi untuk mencari
sensor kimia.

Dari hasil dapat dilihat bahwa pada udang yang matanya diablasi total
sekalipun masih memiliki kemampuan untuk mendekati pakan. Menurut literatur
surya (2010), yang menjelaskan bahwa mata pada udang tidak berfungsi untuk
mengenal bentuk, tetapi untuk mengenal sesuatu yang bergerak. Pakan yang
diberikan berpengaruh terhadap cepat lambatnya respon. Semakin banyak pakan
semakin cepat molekul kimia pakan berdifusi, sehingga semakin cepat stimulus
tersebut direspon udang. Antenula udang sangat sensitif terhadap aroma dari
molekul kimiawi yang dikeluarkan pakan. Dari hasil pengamatan praktikum
dapat lihat juga pergerakan memanjang dan memendek antenullus dari udang
control dan udang yang matanya diablasi sebagai hasil dari respon terhadap
pemberian pakan. Menurut literatur Surya (2010), yang menjelaskan bahwa
antennula pendek dan antennula panjang adalah struktur gerakan sensoris yang
berfungsi untuk menguji dan menerima rangsang dari lingkungan. Rahang
bawah yang kuat untuk menghancurkan makanan. Antena tidak memiliki setae
chemosensory khusus, sedangkan antennula dengan fungsinya yang lebih
kompleks memiliki deret-deret setae chemosensory khusus yang berguna untuk
mencari jejak sinyal kimia dari makanan lawan jenis dan lingkungannnya.
Antennula merupakan alat peraba yang digunakan untuk mendeteksi makanan
dan merupakan organ yang paling penting dalam fungsi chemoreseptor pada
udang. Kemoreseptor adalah organ vital bagi semua hewan, namun hanya sedikit
yang diketahui tentang mekanisme genetik pada organisme akuatik. Udang
kontrol waktu bertahan hidup lebih lama serta gerakan lebih aktif bila
dibandingkan dengan perlakuan udang yang diablasi antenullus dan matanya.
Udang melakukan berbagai gerakan-gerakan sebagai respon terhadap kondisi
lingkungannya. Menurut literatur Wibowo (2005), yang menjelaskan bahwa
berbagai gerakan udang untuk merespon pakan yang diberikan yaitu gerakan
flicking, gerakan wipping, gerakan withdraw, dan gerakan rotation. Frekuensi
flicking, dipengaruhi oleh keadaan fisiologis udang seperti parameter sensori
berupa kimia, cahaya, osmotik dan tekanan mekanik. Rotasi antennula berupa
pergerakan dari bagian proximal ke bagian medial. Antennula mengarah ke sisi
yang sama. Pembersihan antennula berfungsi untuk kemoreseptor yang
digunakan untuk mendeteksi senyawa kimia.
Cepat lambatnya deteksi pakan dipengaruhi oleh keadaan fisiologi udang,
keadaan lingkungan, faktor kimia, tekanan osmosis, dan cahaya. Mata pada
udang berfungsi untuk mengenal bentuk ,tetapi untuk mengenal sesuatu yang
bergerak. Pakan yang diberikan berpengaruh terhadap cepat lambatnya respon.
Semakin banyak pakan semakin cepat juga molekul kimia pakan yang berdifusi,
sehingga semakin cepat stimulus tersebut di respon oleh udang. Antennula
udang sangat sensitif terhadap aroma dari molekul kimiawi yang dikeluarkan
pakan. Rangsang yang berupa aroma pakan diterima antennula yang didalamnya
terdapat rambut-rambut sensori yang berfungsi sebagai reseptor. Resptor akan
menerima dan mengirimkan rangsangan melalui urat saraf dan tanggapan akan
diberikan oleh alat tubuh yang disebut efektor (Radiopoetro, 1997).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa


kemoreseptor pada udang berfungsi untuk mendeteksi dan mengetahui adanya pakan
dan tempat hidupnya, mengenal satu sama lain dengan menunjukkan tingkah laku
masak kelamin, serta mendeteksi adanya musuh.
DAFTAR PUSTAKA

Devine, D.V. & A. Jelley., 1982. Function of Chemoreceptor Organs in Spartial


Orientation of Lobster. Boston: Boston University Marine Program.
Gordon, M. S.,  G. A. Bartholomeno,  A. D. Grinele,  C. Barker & N.W. Fred.,
1982.  Animal Physiology.  New York: Mac Millan Publishing Co  Ltd.
Jayanto, B. B., Abdul, R., Herry, B., dan Faik, K., 2015. Pengaruh Pemberian Warna
pada Bingkai dan Badan Jaring Krendet Terhadap Hasil Tangkapan Lobster
di Perairan Wonogiri. Jurnal Saintek Perikanan, 10(2), pp. 68-73.
Jeutner, M., Laura, K., and Sven, W., 2016. Is Growth Inhibition in Reclaw Crayfish
Cherax quadricarinatus Regulated by Chemical Communication. Journal of
Aquaculture. 1-5.
Mellon, D., 2007. Combining Dissimilar Senses: Central Processing of
Hydrodynamic and Chemosensory Inputs in Aquatic Crustaceans. Biol. Bull,
213, pp. 1–11.
Priyadi, A., & Ginanjar, R., 2012. Pendederan Ikan Hias Sumatera Albino (Puntius
Tetrazona) yang diberi Kombinasi Pakan Alami (Tubifex sp.) dan Pakan
Buatan (Pelet) terhadap Pertumbuhan dan Sintasan. Depok: Loka Riset
Budidaya Ikan Hias Air Tawar.
Radiopoetro., 1977. Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Storer, T.I., 1975. General Zoology. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Surya, H., 2010. Fungsi Chemoreseptor pada Udang (Macrobrachium rosenbergil).
Fakultas FMIPA. Jurusan Biologi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Tarsim, M. Zairin. Jr., E. Riani., 2007. Rangsangan Ovari Udang Putih (Litopenaeus
vanname) dengan Penyuntikan Estradiol-17. Ilmu Kelautan, 12(2), pp. 111-
118.
Ville, C.A, W.F. Walter & R.D. Barnes., 1988. General Zoology. London: WB.
Saunders Company, Inc.

Wibowo, L., 2005. Fungsi Chemoreseptor pada Lobster. Makkasar: Universitas


Hasanuddin.

Gardner. M., Bertranpetit. J., & Comas. D., 2008. Worldwide genetic variation and
tagSNP transferability in dopamine and serotonin pathway genes. American
Journal of Medical Genetics Part B: Neuropsychiatric Genetics. 14(7). pp.
1070-1075.

Anda mungkin juga menyukai