Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MEMBRAN EKSTRA EMBRIO (MEE) PADA REPTIL, AMFIBI DAN PISCES

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Struktur dan Perkembangan
Hewan yang diampu oleh :

Dr. Elsa Lisanti, M.Si

Disusun oleh :

Dinda Aisyah Fathia Rahma

1308619067

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020
ABSTRAKSI

Membran ekstraembrional (MEE) merupakan membran yang dibentuk saat


perkembangan embrio, berfungsi sebagai penutrisi, tempat pertukaran gas, ekskresi, dan
proteksi. MEE terdapat pada hewan vertebrata. Pada aves dan reptil terdapat oleh amnion,
sedangkan pada amfibi dan pisces tidak ditemukan amnion dan dinamakan anamniota.
Disusun oleh empat lapisan MEE, yaitu kantong yolk, amnion, korion, dan alantois yang
berbeda-beda fungsi. Pembentukan MEE terjadi saat proses organogenesis yang
membentuk arkenteron untuk berdiferensiasi menjadi membran di luar embrio. Pada
amfibi dan pisces tidak ditemukan amnion karena merupakan hewan perairan karena kadar
air yang diperlukan sudah terpenuhi, berbeda dengan hewan terresial seperti reptil yang
harus mendapatkan tingkat kelembapan yang cukup.
Kata Kunci : Membran ekstraembrional, embrio, amnion, vertebrata

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Segala puji bagi Allah SWT. atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga dapat
menuliskan sebuah makalah yang bertajuk ‘Membran Ekstra Embrio (MEE) pada Reptil,
Amfibi, dan Pisces’ demi memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Semester 112 yaitu
Struktur dan Perkembangan Hewan yang diampu oleh Dr. Elsa Lisanti, M.Si. Tak luput
ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bu Elsa secara khusus, serta kepada seluruh
pihak yang turut andil dalam penyelesaian makalah ini.

Harapannya, dibuatnya makalah ini menjadi pembelajaran tersendiri bagi penulis,


juga dapat memudahkan para pembaca untuk memahami materi Membran Ekstra Embrio
pada Reptil, Amfibi, dan Pisces pada Perkembangan Hewan dan bermanfaat secara luas.

Namun demikian, penulisan makalah ini tentunya tak luput dari kekurangan dan
kesalahan. Sekiranya ditemukan kesalahan dan kekurangan, kritik dan saran membangun
sangat diperlukan untuk perbaikan menuju kesempurnaan.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Penulis

3
DAFTAR ISI

ABSTRAKSI 2

KATA PENGANTAR 3

DAFTAR ISI 4

DAFTAR GAMBAR 5

BAB I

PENDAHULUAN 6

1.1 Latar Belakang 6

1.2 Tujuan Penulisan 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1 Membran Ekstraembrionik 8

2.2 Lapisan-Lapisan Membran Ekstraembrionik 12

2.3 Fungsi Lapisan Membran Ekstraembrionik 14

BAB III

PEMBAHASAN 18

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 20

4.1 Kesimpulan 20

4.2 Saran 22

4
BAB V

PENUTUP 23

5.1 Daftar Pustaka 23

5.2 Lampiran 25

Lampiran 1. Makalah Pembentukan Selaput Ekstra Embrio

Lampiran 2. Artikel Amniotic Membrane as a Potent Source of Stem Cells and a


Matrix for Engineering Heart Tissue.

Lampiran 3. Artikel Dehydrated Human Amnion/Chorion Membrane Allograft


Promotes Cardiac Repair Following Myocardial Infarction

Lampiran 4. Artikel Timing of Cranial Suture Closure in Placental ammals:


Phylogenetic Patterns, Intraspecific Variation, and Comparison With Marsupials

Lampiran 5 Artikel Distributional Shift of Urea Production Site From the


Extraembryonic Yolk Sac Membrane to the Embryonic Liver During the
Development of Cloudy Catshark (Scyliorhinus torazame)

Lampiran 6. Artikel Efektifitas Amniotic Membrane Sebagai Dressing


Penyembuhan Luka Bakar pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

5
DAFTAR ISI

Gambar 1 11

Gambar 2a 12

Gambar 2b 13

Gambar 3 15

6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada pembentukan sebuah organisme baru, khususnya pada hewan, salah


satu hal terpenting adalah adaptasi perkembangan sebagai cara untuk
mempertahankan kelembapan serta melindungi area di sekitar embrio. Secara
umum, setelah proses fertilisasi dan pembentukan zigot, akan terbentuk suasana
yang mendukung untuk melindungi dari lingkungan yang bebas kuman juga ramah
fisiologis. Ketika proses organogenesis awal, lapisan-lapisan germinal yang lateral
terhadap embrio akan membentuk membran-membran ekstraembrionik.

Pada saat proses embriogenesis itu ada lapisan selaput pada bagian luar
embrio. Selaput atau membran ini dikenal dengan nama membran embrionik.
Membran terbentuk selama perkembangan embrio dan bukan merupakan bagian
dari tubuh embrio dan letaknya di luar tubuh embrio. Memiliki fungsi sebagai
media perantara pertukaran zat serta perlindungan bagi embrio, pemberi nutrisi,
proteksi dan sekresi. (Cholifah dkk, 2017)

Pembahasan mengenai membran ekstraembrionik ini berfokus pada hewan


subfilum vertebrata, yaitu amfibi, reptil dan pisces dalam proses embriogenesis atau
perkembangan embrio pada organisme baru.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dituliskannya makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui struktur dan fungsi membran ekstraembrionik pada amfibi,


reptil, dan pisces
b. Mengetahui proses pembentukan membran ekstraembrionik pada amfibi,
reptil, dan pisces

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Membran Ekstraembrionik

Membran ekstraembrional adalah berupa membran atau selaput seluler yang


dibentuk bersamaan dengan perkembangan embrio dan memiliki peran yang
penting dalam perkembangan embrio. Membran ekstraembrional dibentuk dari
jaringan embrional tetapi tidak menjadi bagian tubuh organisme pada periode
setelah kelahiran ataupun penetasan. Membran ekstra embrional diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi embrio yang sedang berkembang (Balinsky, 1970).
Membran ekstraembrional berfungsi sebagai sarana untuk mengeluarkan sisa
metabolisme (ekskresi), memberikan nutrisi pada embrio yang sedang berkembang
(nutrisi), dan perlindungan dari berbagai macam faktor seperti faktor fisik, kemis,
atau biologis di lingkungan (proteksi). Hal ini dilakukan agar embrio dapat
berkembang dan tumbuh dengan baik. Tiga peranan utama membran ekstra
embrional adalah ekskresi, nutrisi dan proteksi. (Bradley, 1958).

Menurut Bradley (1958), chorion pada mamalia akan berdiferensiasi


menjadi bagian embrional yang menyusun plasenta. Plasenta merupakan jaringan
atau alat temporer tempat melekatkan embrio ke uterus chorion ini telah
berdiferensiasi menjadi plasenta. Pada mamalia kantung yolk ini tidak berkembang
melainkan terdegradasi dan fungsinya digantikan oleh plasenta. Mamalia memiliki
empat macam membran ekstraembrional yang diawali dari implantasi. Empat
macam membran ekstraembrional terbentuk selama perkembangan embrio
mamalia, yaitu chorion, amnion, yolk sac, dan allantois (Francisco et al., 2013).
Chorion pada mamalia
akan berkembang menjadi plasenta. Keempat membran tersebut homolog dengan
membran ekstraembrional burung dan reptilian (Djuanda, 1981).

Membran ekstraembrional pada aves ada juga yang terdapat pada mamalia,
yaitu amnion, chorion, allantois, kantung yolk. Namun, di aves chorion dan
kantung yolk tidak mengalami diferensiasi, tetap menjadi kantung yolk dan chorion
dan fungsinya pun tidak berubah. Kantung yolk mengalirkan nutrisi ke tubuh
embrio dan chorion mengalirkan nutrisi ke tubuh fetus. Perbedaan aves dengan

8
mamalia lainnya adalah selaput ekstra embrio dibentuk (sudah tampak bakalnya)
jauh lebih awal daripada Aves, yaitu pada tahap blastula–gastrula dan setelah
implantansi, pada trofoblas bakal chorion nanti menghasilkan hormon HCG (Ville,
1989).

Kantung amnion adalah suatu membran tipis yang berasal dari


somatoplura berbentuk suatu kantung yang menyelubungi embrio dan berisi 
cairan. Keberadaan selaput ini sangat khas pada reptil, burung, dan mamalia
sehingga kelompok hewan ini sering disebut sebagai kelompok amniota, sedangkan
ikan dan amphibi tidak memiliki amnion dan disebut sebagai kelompok an-
amniota. Lapisan penyusunnya adalah somatopleura yang tersusun atas ektoderm di
dalam dan mesoderm somatis di luar. Kantung amnion robek pada saat partus atau
menetas (Ville, 1989). Kantung amnion juga berfungsi sebagai sistem imun yang
juga mencegah inflamasi pada perkembangan embrio (Lim et al., 2017). Sebagai
sistem imun, amnion berperan untuk mengurangi populasi bakteri dan
meningkatkan respons imun lokal (Widyawati & Apritya, 2016).

Kelompok reptil dan aves mempunyai kantung yolk yang cukup besar
dengan kandungan yolk sangat banyak sedangkan embrio mamalia tidak
mempunyai yolk atau sangat sedikit, namun kantung yolk masih dipertahankan.
Kantung yolk berfungsi untuk membungkus kuning telur pada telur megalechital
dan mamalia bertelur (megatromata), tempat berjalannya pembuluh darah vitellin
untuk menyerap yolk (Takagi et al., 2017). Sementara pada amfibi dan pisces,
kantung yolk sangat berguna peranannya bagi pertumbuhan dan
perkembangan embrio. Berbeda dengan amfibi
dan pisces, pada monotremata atau mamalia, kantung yolk hanya sebagai
tempat berjalannya pembuluh darah. Awal perkembangan embrio ayam
menunjukkan bahwa splanknopleura dan somatopleura meluar ke luar dari tubuh
embrio hingga di atas yolk. Daerah di luar tubuh embrio dinamakan daerah ekstra
embrio. Mula-mula tubuh embrio aves tidak mempunyai batas sehingga lapisan-
lapisan ekstra embrio dan intra embrio saling berkelanjutan (Patten, 1971).

Kelas aves, allantois bersama-sama dengan chorion berperan dalam


respirasi melalui pembuluh darah allantois, juga berperan dalam penyerapan
kalsium sehingga cangkang kapur menjadi rapuh dan hal ini memudahkan

9
penetasan. Selain itu, pada reptil dan burung, kantung allantois sangat besar karena
telur merupakan suatu sistem yang tertutup, maka allantois harus memisahkan sisa-
sisa metabolisme nitrogen agar tidak menimbulkan efek toksik terhadap embrio.
Peran allantois pada mamalia erat hubungannya dengan efisiensi pertukaran yang
berlangsung pada perbatasan fetus induk. Allantois embrio babi misalnya memiliki
ukuran dan fungsi yang sama seperti pada burung dan hanya berperan sebagai
tempat lalunya pembuluh darah ke plasenta. Lapisan penyusun kantung allantois
sama dengan kantung yolk, yaitu splanknopleura yang terdiri atas endoderm di
dalam dan mesoderm splankik di luar. Pangkal allantois menjadi vesikula urinaria.
Allantois pada mamalia umumnya tidak berupa kantung, kecuali yang berkembang
adalah mesoderm splanknik bersama-sama dengan chorion membentuk plasenta.
Beberapa hewan dengan plasenta sederhana, misalnya babi, allantois berukuran
besar untuk menampung sisa metabolisme (Effendi, 2002).

Perbedaan lain juga terdapat pada struktur plasenta yang hanya ada pada
mamalia. Plasenta adalah suatu struktur yang dibentuk melalui pertautan antara
selaput-selaput ekstra embrio dengan endometrium untuk keperluan pertukaran
fisiologis (Rager et al., 2014). Secara struktural plasenta terdiri atas dua bagian,
yaitu plasenta fetal yang dibangun oleh selaput ekstra embrio dan
plasenta maternal, yaitu yang dibangun oleh endometrium uterus. Chorion pada
mamalia berasal dari trophoblas dan bersama-sama dengan allantois turut dalam
pembentukan plasenta bersama dengan endometrium induk. Chorion pada Aves
terletak di bawah cangkang dan bersama-sama dengan allantois berperan untuk
respirasi (Huettner, 1961).

Semua embrio vertebrata membutuhkan lingkungan berair untuk


perkembangan. Pada kasus ikan dan amfibi, sel telur biasanya diletakkan di laut
atau kolam sekitarnya dan tidak membutuhkan ruang khusus yang terisi air.
Pergerakan vertebrata ke darat hanya dapat terjadi setelah evolusi struktur-struktur
yang akan memungkinkan reproduksi di lingkungan-lingkungan yang kering. Dua
struktur semacam itu masih ada saat ini : (1) telur bercangkang dari burung dan
reptil yang lain, serta segelintir mamalia (monotrema), dan (2) uterus mamalia
marsupialia dan euteria. Di dalam cangkang atau uterus, embrio dari hewan-hewan
ini dikelilingi oleh cairan di dalam kantong yang terbentuk oleh sebuah membran

10
yang disebut amnion. Oleh sebab itu reptil (termasuk burung) dan mamalia disebut
amniota.

Pada reptil, burung, dan mamalia, perkembangan embrio sudah tergolong


maju-telur amniote. Hal ini memungkinkan perkembangan embrio terjadi di darat.
Perkembangan ini sangat signifikan pada reptil, burung, dan mamalia, oleh karena
itu dikelompokkan sebagai vertebrata amniote, atau amniotes. Untuk mengatasi
kerusakan embrio pada hewan darat yang termasuk vetebrata amniota, embrio
amniote menghasilkan empat membran ekstraembrionik sebagai bentuk adaptasi
terhadap lingkungannya. Dalam perkembangan hewan amniota, pada awalnya tidak
ada perbedaan antara embrio dan ekstraembryonik. Namun, saat tubuh embrio
terbentuk, epitel di perbatasan antara embrio dan daerah ekstraembrionik terbagi
secara tidak merata mengisolasi embrio dari kuning telur dan membagi daerah
mana yang embrio dan yang ekstraembrionik. (Cholifah dkk, 2017)

Bagian-bagian lapisan germinal yang terletak di luar embrio berkembang


menjadi empat membran ekstraembrionik, yang masing-masing lembaran sel
berasal dari dua lapisan germinal (Campbell, 2010) :

a. Korion (chorion), yang sepenuhnya mengelilingi embrio dan membran-


membran ekstraembrionik yang lain, berfungsi dalam pertukaran gas.
b. Amnion pada akhirnya menyelubungi embrio dalam rongga amnion pelindung
yang terisi cairan.
c. Kantong Kuning Telur (yolk sac) menyelubungi kuning telur di bawah embrio
yang sedang berkembang, menyediakan nutrien-nutrien hingga saatnya
menetas
d. Alantois (allantois) membuang produk-produk zat buangan dan berkontribusi
terhadap pertukaran gas.

Keempat membran ekstraembrionik ini menyediakan ‘sistem pendukung


kehidupan’ bagi perkembangan embrionik lebih lanjut di dalam cangkang telur atau
uterus dari seekor amniota.

11
Gambar 1. Empat Lapisan Membran Ekstraembrionik pada Telur Reptil
(Campbell, 2010)

2.2 Pembentukan Lapisan-Lapisan Membran Ekstraembrionik


Masing-masing dari empat membran utama yang menyokong embrio
merupakan lembaran sel-sel yang berkembang dari lembaran epithelium yang
berada di sisi luar proper embrio. Kantung kuning telur meluas di atas massa
kuning telur. Sel-sel kantung kuning telur akan mencerna kuning telur, dan
pembuluh darah yang berkembang di membran itu akan membawa nutrien ke
dalam embrio. Lipatan lateral jaringan ekstraembrionik menjulur di atas bagian atas
embrio itu dan menyatu untuk membentuk dua membran tambahan, yaitu amnion
dan korion, yang dipisahkan oleh perluasan ekstraembrionik selom. Amnion
membungkus embrio dalam kantung yang penuh cairan, yang melindungi embrio
dari kekeringan, dan bersama-sama dengan korion menyediakan bantalan bagi
embrio agar terlindung dari guncangan mekanis. Membran keempat, yaitu alantois,
berasal dari pelipatan ke luar perut belakang embrio. Alantois adalah kantung yang
memanjang ke dalam selom ekstraembrionik. Alantois berfungsi sebagai kantung
pembuangan untuk asam urat, yaitu limbah bernitrogen yang tidak larut dari
embrio. Sementara alantois terus mengembang, alantois menekan korion ke
membran vitelin, yaitu lapisan dalam cangkang sel telur. Bersama-sama, alantois
dan korion membentuk organ respirasi yang melayani embrio (Campbell, 2004).

12
Gambar 2a. Organogenesis Awal. Arkenteron terbentuk ketika lipatan lateral
menjauhkan embrio dari kuning telur. Embrio tetap terbuka pada kuning telur, yang
dilekatkan oleh tangkai kuning telur, di sekitar tengah-tengah panjangnya, seperti
yang ditunjukkan dalam irisan melintang ini. Notokord, tabung neural, dan somit
kemudian berkembang seperti pada katak. Lapisan-lapisan germinal yang lateral
terhadap embrio itu sendiri membentuk mebran-membran ekstraembrionik.
(Campbell, 2010)

Gambar 2b. Organogenesis akhir.


Rudimen dari sebagian besar organ utama telah terbentuk pada embrio ayam ini,
yang berumur sekitar 56 jam dan panjangnya sekitar 2-3 mm. Membran-membran
ekstraembrionik pada akhirnya disuplai oleh pembuluh-pembuluh darah yang
membentang dari embrio; beberapa pembuluh darah utama terlihat di sini.
(Campbell, 2010)

2.3 Fungsi Lapisan Membran Ekstraembrionik

13
Selaput ekstra embrionik atau selaput fetus berkembang dan berfungsi pada
kehidupan pra lahir. Selaput itu tidak menjadi bagian dari tubuh embrio dan
dikeluarkan dari tubuh pada waktu partus atau beberapa saat setelah partus. Selaput
tersebut terdiri dari kantung kuning telur, kantung amnion, allantois, dan chorion
(Yatim, 1982). Selaput ini berfungsi melindungi, memberi makan dan membungkus
embrio agar tidak mudah rusak akibat pengaruh dari luar (Yatim, 1990).

Kantong kuning telur berupa sebuah kantung berisi kuning telur. Kantung
kuning telur dihubungkan dengan tubuh embrio oleh tangkai kuning telur (Yatim,
1982). Pembuluh darah segera terbentuk di dalam kantong kuning telur dan
berfungsi sebagai penyalur bahan nutrisi yang diserap dari dinding uterus ke
dalam embrio sendiri. Kantung kuning telur ini sendiri berfungsi hanya singkat
saja dari terbentuknya, dan kemudian fungsinya digantikan oleh allantois. Dari
satu sisi embrio yaitu lapisan mesoderm dan lapisan ektoderm tumbuh dan
berkembang menuju bagian luar embrio menjadi selaput amnion. Lapisan ini
bertemu di bagian atas embrio dan membungkus embrio dalam 2 dinding kantong
yang dikenal sebagai amnion, kurang lebih timbul pada hari ke-18 dan juga sering
dikenal dengan sebutan water bag (Kusriningrum, 2001). Jumlah cairan amnion
pada hewan besar berkisar sampai 7 liter. Ada kalanya cairan amnion bercampur
urine atau mekonium (Yatim, 1990)

Pada saat permulaan blastocyst selaput luarnya berkembang menjadi


tropoblast. Tropoblast ini mempunyai kelanjutan germ disk dari lapisan sebelah
luar yang dibentuk dari ectoderm. Pada saat dibentuknya germ layers, lapisan
bagian luar ini memisahkan diri dari germ disk, kemudian disebut dengan
trophectoderm. Pada permulaannya tugas dari serosa adalah mengabsorbsi nutrisi,
selanjutnya serosa dan allantois bersama-sama membentuk chorion dan juga
sebagai penyalur nutrisi kedalam embrio (Kusriningrum, 2001).

Chorion dan amnion berkembang bersamaan sebagai lipatan dari selaput


ekstra embrionik somatopleura. Dinding chorion terdiri dari 2 lapis, lapis dalam
berasal dari mesoderm somatik dan lapisan luar dari tropoblast. Pada mamalia,
chorion berasal dari jaringan tropoblast. Pada proses pembentukan plasenta,
chorion merupakan bagian plasenta dari fetus. Chorion kaya dengan pembuluh
darah, sehingga bahan-bahan dari gas dapat melewati chorion masuk kedalam

14
peredaran darah induk dan fetus. Tetapi, bakteri tidak dapat melewati selaput
tersabut. Dinding allantois kaya dengan pembuluh darah. Meluasnya allantois,
dindingnya bersatu dengan chorion membentuk selaput chorio-allantois (Samik,
1989).

Masalah pertama yang dihadapi embrio hewan amniota darat adalah


kekeringan. Sel embrionik akan cepat mengering di luar lingkungan air. Untuk itu
harus ada cairan pelindung embrio agar tidak mengalami kekeringan. Oleh karena
embrio dilindungi oleh cairan amnion yang diproduksi oleh membran sel amnion.
Dengan demikian, embrio tidak mengalami kekeringan.

Masalah kedua dari embrio hewan amniota terestrial adalah pertukaran gas.
Pertukaran ini disediakan oleh chorion, membran terluar ekstraembrionik. Pada
burung dan reptil, membran ini melekat pada kulit, memungkinkan pertukaran gas
antara embrio dan lingkungan. Fungsi lain chorion adalah untuk menjaga agar
sistem imun induknya tidak menyerang embrio.

Gambar 3. Letak Amnion dan Chorion.

(medical-dictionary.thefreedictionary.com)

Allantois ini secara sempurna telah terbentuk pada umur kebuntingan 23


hari, dan dalam umur kebuntingan 26 hari membrane allantois ini telah membesar
dan berada pada titik disekitar sebelah bawah embrio, dan selanjutnya mengisi
ruangan diantara serosa dan amnion. Embrio ini dihubungkan oleh uracus kedalam
kantong allantois melewati chorda umbicilicalis (Yatim, 1990)

15
Adapun fungsi allantois antara lain : sebagai kantong urin ekstra embrional,
dimana cairan urin berasal dari sisa metabolism embrio yang berbentuk asam urat,
sebagai paru-paru ekstra embrional yang disebabkan dibagian luar dinding
allantois ada area vasculosa, yaitu daerah chorio-allantois, untuk mencerna
abumen pada sel telur kleidoik, seperti reptilian, burung dan mamalia bertelur dan
merupakan bagian plasenta fetus pada mamalia berplasenta (Kusriningrum, 2001).

Semakin meningkatnya ukuran embrio maka proses pemberian makanan


zigot menjadi tidak mencukupi untuk mempertahankan hidup dan meneruskan
pertumbuhannya. Membran ekstra embrional atau plasenta selanjutnya
berkembang sebagai sarana untuk mencukupi kebutuhan nutrisis embrio
selanjutnya yang lebih banyak (Frandson, 1991). Menurut Sumantadinata (1981),
fungsi dari membran ekstra embrional adalah sebagai berikut :

a. Amnion berfungsi untuk mencegah embrio dari kekeringan, mencegah


embrio melekat pada selaput ekstra embrionik, proteksi janin terhadap
goncangan, membantu proses kelahiran, homeostasis dan pada ayam untuk
menyerap albumen.
b. Yolk sac pada mencit hanya berfungsi sebagai tempat pembentukan seldarah
merah pertama dan menyalurkan bahan makanan (tropoblas tubuh embrio).
c. Chorion berfungsi sebagai transportasi nutrisi, gas dari induk kefetus (banyak
vaskularisasi) dan sebagai barrier terhadap agen asing :mikroorganisme, zat
kimia.
d. Allantois yaitu sebagai kantong urin ekstra embrionik (sisametabolit embrio /
asam urat), sebagai Paru-paru ekstra embrionik (dindingluar terdapat area
vaskulosa) dan untuk mencerna albumen pada reptil,aves dan mamalia
bertelur.
e. Plasenta yaitu sebagai paru-paru untuk tempat keluar masuk gas pernafasan,
sebagai usus untuk mengabsorbsi bahan makanan, sebagai ginjal untuk
membuang sisa metabolisme dan menghasilkan zat yang diperlukan
selama pertumbuhan janin/ embryo.
Evolusi membran ekstraembrionik pada amniota telah memungkinkan
pengembangan telur terestrial dan telah memfasilitasi besar variasi morfologi yang
berbeda yang mendasari pola reproduksi yang diamati pada Amniota. Informasi

16
tentang pengembangan dan hubungan topologi dari ekstraembrionik membran
terbatas dalam Reptilia, ada beberapa studi pada morfogenesis awal membran
ekstraembrionik dalam kelompok penting dari Reptilia (Archosauria,
Rynchocephalia, dan Testudines) dan pengetahuan saat ini didasarkan pada studi
yang dilakukan pada spesies dari Squamata, terutama pada spesies vivipar (Leal et
al., 2008).
Ikan tidak terdapat serosa dan amnion, namun fungsinya digantikan
dengan chorion. Allantois juga tidak terdapat pada embrio ikan, karena waktu
untuk proses gastrulasi sampai terbentuknya organogenesis dibutuhkan waktu
yang relatif singkat, sehingga langsung menjadi larva. Keempat membran ekstra
embrional ini terdapat pada embrio burung, reptilia dan mamalia. Membran ekstra
embrional pada mamalia dibentuk jauh lebih awal dari pada aves, yaitu pada
tahap blastula dan gastrula, setelah implantasi. Membran ekstra embrional pada
mamalia, kecuali untuk landak irian dan cungur bebek platipus yang langka,
membran – membran tersebut tidak berhubungan dengan telur berkulit. Telur
mamalia yang miskin akan kuning telur, setelah fertilisasi bertahan di dalam
saluran reproduksi. Membran - membran ekstra embrional ini menembus dinding
rahim. Setelah persediaan makanan yang sedikit itu dalam telur habis, makanan
tambahan didapatkan melalui pertukaran dengan sistem sistem sirkulasi induknya.
Pada semua mamalia lainnya membran ekstra embrional, membentuk suatu
plasenta dan tali pusar yang menghubungkan embrio pada uterus induk (Kimball,
1983).

17
BAB III

PEMBAHASAN

Pembentukan membran ekstraembrionik pada reptil sama seperti ayam atau yang
disebut dengan amniota. Amniota adalah organisme vertebrata yang memiliki jaringan
janin yang dikenal sebagai amnion. Amnion adalah membran yang berasal dari jaringan
janin yang mengelilingi dan melindungi janin. Amnion dapat ditemukan di dalam sel telur,
seperti pada kadal dan burung, atau amnion dapat dengan mudah membungkus janin di
dalam rahim.

Amniota meliputi sebagian besar vertebrata, tidak termasuk ikan dan amfibi. Ikan
dan amfibi adalah anamniota, artinya “tanpa amnion”. Telur-telur dari spesies ini sering
diletakkan di dalam air, yang melindungi mereka dari kerusakan atau kelimpahan.

Kebanyakan amniota, sebaliknya, adalah terestrial dan membutuhkan amnion untuk


melindungi janin yang sedang berkembang di bawah berat gravitasi. Satu-satunya
pengecualian untuk ini adalah paus, yang hidup sepenuhnya di perairan. Mereka
mengembangkan amnion sebelum leluhur mereka kembali ke laut. Beberapa kura-kura laut
juga suka di laut, tetapi kembali ke darat untuk bertelur, membuat amnion diperlukan.

Semua amniota memiliki tiga membran yang mengelilingi janin dari satu
keturunan. Membran ini adalah amnion, atau lapisan pelindung, lapisan korion atas, dan
alantois penyerap limbah. Lapisan-lapisan ini dapat dilihat pada gambar telur ayam, di
bawah ini.

Sementara amniota berbagi sejumlah karakteristik lain secara umum (menjadi


vertebrata, tetrapoda, dan lain-lain.). Mereka semua berkembang dari nenek moyang yang
sama yang mengembangkan karakter amnion. Amnion terlihat di dalam spesies yang
bertelur, seperti burung dan reptil, serta pada mamalia. Sementara telur manusia telah
kehilangan cangkang, dalam banyak hal mereka identik dengan telur ayam ketika mereka
berkembang di dalam rahim.

Contoh Hewan Dianggap Amniota

Amniota Sauropsida

18
Ada dua divisi utama amnion, amnion sauropsida dan amnion synapsida. Amniota
sauropsida termasuk reptil dan burung. Secara formal, ini merupakan banyak kelompok
yang berbeda, tetapi amnion sauropsida memiliki banyak karakteristik turunan yang
memisahkan mereka dari synapsida. Kedua kelompok ini berevolusi sekitar waktu yang
sama, dari leluhur bersama yang kemungkinan besar tidak terestrial.

Ini berarti bahwa synapsida dan sauropsida harus beradaptasi dengan lingkungan
terestrial yang baru dalam sejumlah cara yang berbeda. Perbedaan-perbedaan ini tercermin
di jantung, paru-paru, dan ginjal terutama. Pada sauropsida, biasanya akan ditemukan paru-
paru faveolar, yang berbeda dari paru-paru sinapsida.

Paru-paru faveolar memiliki ruang-ruang kecil yang terbuka untuk ruang bersama.
Jantung sauropsid tidak memiliki ventrikel yang terbagi secara permanen. Sementara
beberapa sauropsida (kura-kura dan buaya) telah mengembangkan hati yang hampir 4
bilik, mereka bukan jantung sinapsid dengan pemisahan fisik antara ventrikel.

Amniota sauropsida juga mengeluarkan limbah berbeda dari synapsida. Sauropsida


biasanya mengeluarkan asam urat (pasta putih di kotoran burung). Zat ini mengendap dari
urin di kloaka, di mana banyak air dapat diserap kembali. Ini membuat asam urat menjadi
cara yang lebih efisien dalam air untuk mengeluarkan limbah nitrogen, dibandingkan
dengan metode sinapsid. Sauropsid termasuk kura-kura, kadal, buaya, dan burung.
Biasanya, mereka bertelur meskipun ada beberapa pengecualian.

Amniota Synapsida

Amniota synapsida melakukan hal-hal yang sedikit berbeda, karena mereka


terpisah dari sauropsida jutaan tahun yang lalu. Strategi synapsid untuk membuang limbah,
misalnya, biasanya semua urea. Urea dapat terkonsentrasi di ginjal sinapsid, dan
diekskresikan dengan sedikit air. Meskipun ini mungkin tidak seefisien air seperti asam
urat, itu jauh lebih efisien daripada mengeluarkan amonia lurus, yang biasanya dilakukan
ikan dan amfibi.

Jantung synapsida adalah 4-bilik, dengan partisi yang jelas antara ventrikel. Ini
meningkatkan efisiensi oksigenasi darah, dengan mengasuransikan jalur terpisah untuk
darah masuk dan keluar dari jantung. Synapsida mengembangkan paru-paru yang berbeda

19
dari sauropsida. Paru sinapsida adalah paru aveolar. Alih-alih kantong kecil dari ruang
pusat, paru-paru aveolar memiliki banyak cabang trakea, masing-masing berakhir di
kantung aveolar.

Berikut adalah penjelasan mengenai bagian-bagian membran embrio :

1. Kantong Yolk (Kantong Kuning Telur)

Kantung kuning telur ini terbentuk oleh embrio dan tumbuh di ventral
midgut. Kantung telur ini adalah unsur dari usus primitif, namun tidak termasuk
dari bagian dari tubuh yang berasal dari embrio di mana telah membentuk usus.
Ketika embrio melipat, tangkai kuning telur berkembang secara memanjang di
bagian bawah menuju kantung kuning telur. Dan di saat itulah kuning telur
berperan dalam mencukupi kebutuhan nutrisi makanan pada embrio. Adapun
pertumbuhan dari kuning telur terjadi saat seluruh tubuh embrio menjorok ke
dorsal, kepala ke anterior dan ekor ke posterior kemudian terjadi peristiwa
pelipatan sphangling mesoderm dengan endoderm di daerah midgut
(Splangnopleura ). Sehingga terbentuk 2 daerah coelum. Daerah coelum tersebut
adalah coelum intra-embrional dan coelum extra embrional. Peran kantung kuning
telur ini tidak berlangsung lama pada embrio karena pada fase selanjutnya akan
dilanjutkan oleh bagian membran embrio lainnya yaitu alantois.

2. Amnion

Bagian ini asalnya dari sisi embrio kemudian membentuk sebuah lipatan
dari selapis mesoderm dan ectoderm. selanjutnya tumbuh dan meninggalkan
embrio. Lapisan-lapisan yang ada pada inti akan bersatu di bagian atas kemudian
membentuk sebuah kantung yang memiliki dinding 2 lapis di mana lapisan tersebut
yang menyelubungi embrio pada usia 18 hari usia kehamilan dan itulah yang
disebut amnion atau biasa juga disebut kantung air karena berisi cairan bening yang
bersifat merendam embrio. Adapun fungsi amnion yakni sebagai sebuah bantalan
yang dapat melindungi embrio pada guncangan dan tekanan dari luar berisi cairan
amnion yang asalnya dari bagian-bagian ginjal fetus, yang berfungsi sebagai
kelenjar mulut dan sebagai alat pernafasan sebagai tempat embrio untuk

20
mengambang, dan membantu embrio agar memungkinkan melakukan pergerakan 
tungkai dan tubuh pada embrio.

3. Korion

Korion terbentuk ketika telah terjadi pembentukan amnion. Pada bagian


yang disebut somatopleura akan melipat menuju dorsal kemudian bertemu di kiri
kanan maka terbentuklah sebuah kantung baru di luar amnion itu dan sekaligus di
luar kantung kuning telur. Adapun dindingnya merupakan somathopleura dan
memiliki somatik mesoderm yang letaknya di dalam ektoepidermis di sebelah luar.
Adapun fungsi korion yakni pada selaputnya paling luar  memiliki peran dalam
pertukaran gas dan air serta korion ini memiliki banyak pembuluh darah

4. Alantois

Alantois  berasal dari peristiwa pembentukan kantung luar usus di bagian


belakang. Ketika embrio berusia 23 hari maka embrio tersebut telah memiliki
allantois yang berkembang dengan baik sehingga perkembangan embrio menjadi
relatif lebih pendek. Selanjutnya allantois mengisi pada ruang antara amnion dan
serosa. Adapun pada Kantung air seni pada sistem ekskresi ia dapat berhubungan
dengan allantois dengan perantara urachus yang keluar dari simpul umbilicalis di
mana fungsinya sebagai tempat penampungan air seni oleh embrio. Allantois
berperan bersama serosa untuk membentuk korion dengan 4 lapis lalu lapisan itu
memiliki banyak pembuluh darah dan juga ia menyelubungi bagian embrio, amnion
dan ruang allantois secara keseluruhan.

Pada dasarnya perbedaan antara hewan akuatik dan hewan terrestrial pada 5
kelas hewan vertebrata adalah pisces dan amfibi yang notabene tinggal di
lingkungan perairan hanya mempunyai membran ekstra embrional berupa saccus
vitellinus atau yolk sac. Embrio pisces tidak mempunyai amnion dikarenakan
kebutuhan akan air sudah sangat dipenuhi oleh lingkungan, sehingga tidak perlu

21
lagi membentuk amnion untuk mencegah embrio dari dehidrasi. Selain itu pisces
juga tidak memiliki korion, karena fungsi korion pada ikan digantikan oleh zona
pelusida. Alantois berfungsi sebagai penampung sisa-sisa metabolisme yang
merupakan hasil ekskresi dari embrio. Pada embrio pisces sisa-sisa metabolisme
akan langsung dapat diekskresikan ke lingkungan perairan tanpa harus melalu
alantois. (Rismawati dkk, 2015)
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal :
a. Membran ekstraembrionik terdapat pada seluruh vertebrata, khususnya
pada reptil, amfibi dan pisces.
b. Membran ekstraembrionik pada reptil homolog degan ayam, yaitu amniota.
Hal yang menjadi perbedaan hanyalah waktu, kondisi lingkungan, dan
spesifikasi spesies. Sedangkan membran ekstraembrionik pada amfibi dan
pisces disebut amniota karena tidak memiliki amniota.
c. Secara keseluruhan ada empat lapisan membran ekstraembrionik, yaitu
kantong yolk, amnion, korion, dan alantois. Masing-masing lapisan
memiliki fungsi dan bentuk yang berbeda.
d. Pembentukan membran ekstraembrionik dimulai pada saat organogenesis
awal dan terus berkembang menjadi bagian dari embrio tetapi berada di
luar. Oleh karena itu dinamakan membran ekstraembrionik.
4.2 Saran
Penulis sangat berharap kajian atau penelitian mengenai membran ekstraembrionik
ini lebih banyak dilakukan dan dikembangkan karena pada proses penulisan
makalah ini sebagian besar kendala diakibatkan oleh minimnya sumber yang valid
dan mendetail tentang judul terkait.

22
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Balinsky, B. I., 1970. An Introduction to Embryology. London: WB Saunder Company.

Bradley, M., 1958. Dasar Embriologi. Jakarta: Depdikbud RI Pusat.

Cholifah, Livia Nur dkk. 2017. Pembentukan Selaput Ekstra Embrio. Malang: Universitas
Negeri Malang.1

Djuanda, T., 1981. Embriologi Perbandingan. Bandung: C.V. Armico.

Effendi, M. I., 2002. Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Nusatama.

Francisco, J. C., Ricardo C. C., Rossana B. S., Luiz C. G., Reginaldo J. F., Ana C.
I.,Carolina M. C. O. S., Garikipati V. N. S., Soniya N., Juan C. C., & KatherineA. T.,
2013. Amniotic Membrane as a Potent Source of Stem Cells and a Matrixfor
Engineering Heart Tissue. Journal Biomedical Science and Engineering, 6(1), pp. 1178-
1185.2

Frandson, R.D. 1991. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.

Huettner, F.A. 1961. Fundamentas of Comparatives Embryology of the Vertebrates. New


York: The Macxillan Company.

Kimball, J. W. 1983. Biologi edisi kelima. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Kusriningrum. 2001. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap.
Universitas Airlangga. Surabaya. 18, 98-100.

Leal, Francisca and M. P. Ramírez-Pinilla. 2008. Evolution and Development Of The


Extraembryonic Membranes in Lizards: Heterochronies And Placentotrophy.
Herpetological Conservation and Biology 5(2):297-310.

Lim, J. J., James F., & Thomas J. K., 2017. Dehydrated Human Amnion/Chorion
Membrane Allograft Promotes Cardiac Repair Following Myocardial Infarction.
Journal of Cardiology and Cardiovascular Therapy, 2(5), pp. 1-6.3

Patten, B.M. 1971. Foundations of Embriology. New Delhi: Mc Graw-Hill Inc.


23
Rager, L., Lionel H., Analia F., Anjali G. & Marcelo R. S., 2014. Timing of Cranial Suture
Closure in Placental ammals: Phylogenetic Patterns, Intraspecific Variation, and
Comparison With Marsupials. Journal of Morphology, 275(1), pp. 125-140.4

Rismawati, Lis Arafah dkk. 2015. Membran Ekstra Embrional Pisces elasmobranchii.
Purwekerto: Universitas Jenderal Soedirman.5

Samik, A. 1989. Hubungan Umur Sapi, Bulan Laktasi dan Produksi Susu dengan Kadar
Total Protein, Albumin, Total Globulin dan Gama Globulin Serum Darah Sapi Frisan
Holstein. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Hal
25-32.6

Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Pemeliharaan di Indonesia. Sastra


Budaya, Bogor.

Takagi, W., Makiko K., Hironori T., Kumi H., Shuntaro O., & Susumu H., 2017.
Distributional Shift of Urea Production Site From the Extraembryonic Yolk Sac
Membrane to the Embryonic Liver During the Development of Cloudy Catshark
(Scyliorhinus torazame). Comparative Biochemistry and Pysiology, Part A, 211(1),
pp. 7-16.7

Ville. 1988. General Zoology. Philadelphia: W. B. Saunders Company.

Widyawati, R., & Desty A., 2016. Efektifitas Amniotic Membrane Sebagai Dressing
Penyembuhan Luka Bakar pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Jurnal Kajian
Veteriner, 4(2), pp. 10-208

Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung.

Yatim, W. 1984. Embriologi. Tarsito, Bandung.


Yatim, W. 1990. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito : Bandung.

24
LAMPIRAN

1
Lampiran 1. Makalah Pembentukan Selaput Ekstra Embrio

2
Lampiran 2. Artikel Amniotic Membrane as a Potent Source of Stem Cells and a
Matrixfor Engineering Heart Tissue.

3
Lampiran 3. Artikel Dehydrated Human Amnion/Chorion Membrane Allograft Promotes
Cardiac Repair Following Myocardial Infarction

4
Lampiran 4. Artikel Timing of Cranial Suture Closure in Placental ammals: Phylogenetic
Patterns, Intraspecific Variation, and Comparison With Marsupials

7
Lampiran 5. Artikel Distributional Shift of Urea Production Site From the
Extraembryonic Yolk Sac Membrane to the Embryonic Liver During the Development of
Cloudy Catshark (Scyliorhinus torazame)

8
Lampiran 6. Artikel Efektifitas Amniotic Membrane Sebagai Dressing Penyembuhan
Luka Bakar pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

25

Anda mungkin juga menyukai