Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN A. Latar belakang Sistem syaraf disebut sistem koordinasi tubuh, artinya kemampuan dalam menerima dan mengubah rangsangan dari organ sensori menjadi energi listrik di organ efektor. Ada dua sel khusus dalam sistem syaraf, yakni sel neuron dan sel neuroglia. Sel neuron merupakan unit dasar sistem syaraf, sedangkan sel neuroglia adalah sel pendukung yang berada di antara neuron-neuron dari sistem syaraf pusat. Katak merupakan hewan coba yang memiliki sistem syaraf sederhana. Meskipun begitu, prinsip sistem syaraf pada katak sama dengan hewan coba lainnya. Sistem syaraf pusat katak terbagi atas 2 macam, yakni otak (encephalon) dan medula spinalis (sumsum tulang belakang). Otak dan medula spinalis katak dilindungi oleh tengkorak, ruas tulang belakang, dan dua selaput meningens. Otak atau encephalon terdiri dari tiga bagian, yaitu proencephalon, mesencepahalon, dan rhombencephalon. Proencephalon dibagi dualagi, yakni telencephalon (pleksus choroidia, bubus olfaktori, dan nuklei basal), dan diencephalon (thalamus, hipotalamus, dan epifise). Diencepahalon bertindak meneruskan rangsangan ke korteks cerebri dan banyak berperan dalam sistem syaraf otonom, terutama sekresi hormon dari hipofise. Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup yang digunakan untuk pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu penyakit. Obat dapat diaplikasikan ke hewan melalui parenteral/injeksi (intramuscular, intraperitoneal, intravena, subcutan,dan intracutan), peroral, perinhalasi, perectal, dan tropical. Aplikasi obat juga tergantung pada spesies hewan yang akan kita obati, dosis obat yang digunakan, dan jenis penyakit. B. Tujuan Mahasiswa mengetahui dan mempelajari tata cara handling dan pemberian obat pada hewan laboratorium, serta mengetahui fungsi cerebrum, cerebellum, medulla oblongata dan medulla spinalis terhadap fungsi fisiologis tubuh. C. Rumusan masalah 1. Apa yang terjadi saat katak diberi perlakuan terhadap bagian organ sistem saraf (otak, medulla oblongata, dan medulla spinalis? 2. Bagaimana cara pemberian obat pada hewan percobaan seperti tikus dan kelinci?

II.

TINJAUAN PUSTAKA Sistem saraf merupakan sistem pengatur semua fungsi kerja organ. Sistem saraf dibagi kedalam dua macam yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula oblongata bertanggung jawab terhadap integrasi informasi.Setiap bagian susunan saraf pusat mempunyai fungsi tertentu. Fungsi-fungsi tersebut dapat diketahui dengan merangsang (fasilitasi) atau menghambat (inhibisi) bagian-bagian tertentu dari otak dan kemudian mengamati reaksi-reaksi yang timbul (Court 1990). Fungsi yang paling penting dari sistem saraf adalah mengolah informasi yang masuk melalui beberapa jalan sehingga timbul respon motorik yang sesuai. Informasi sensorik penting untuk merangsang insting, informasi tersebut segera disalurkan ke saraf motorik otak integral yang sesuai sehingga dapat timbul respon yang diinginkan (Guyton 2008). Dalam pembagiannya, sistem saraf dibagi menjadi 2 bagian besar yakni sistem saraf pusat, dan sistem saraf tepi/perifer. Sistem saraf pusat terbagi menjadi otak dan medulla spinalis, sedangkan sistem saraf tepi dibagi menjadi susunan saraf otonom dan susunan saraf somatik. Selanjutnya sistem saraf otonom dibagi lagi menjadi sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Terdapat perbedaan antara sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi, antara lain, pada sistem saraf pusat kumpulan neuron disebut dengan nuclei, sedangkan pada sistem saraf tepi disebut dengan ganglion., dan pada sistem saraf pusat, kumpulan akson disebut dengan traktus sedangkan pada sistem saraf tepi kumpulan aksodisebut nervus (Astuti, 2007). Katak dibudidayakan untuk beberapa tujuan, misalnya sebagai sumber makanan, dan hewan laboratorium. Katak sebagai hewan laboratorium juga digunakan sebagai hewan model. Katak platanna (Xenopuslaevis), untuk pertama kali digunakan di laboratorium untuk tes kehamilan pada abad ke-20 (Roberts 2007). Tikus putih (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang cocok untuk berbagai macam penelitian sehingga dapat digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium hewan. Tikus putih cukup mudah dikembangbiakkan. Tikus putih juga tidak mempunyai refleks muntah karena berdasarkan anatominya oesofagus tikus putih bermuara ke dalam lambung serta tikus putih ini tidak mempunyai kantung empedu. Penggunaan tikus di laboratorium banyak bertujuan untuk penelitian tentang ketuaan, neoplasia, daya kerja obat,

toksikologi, caries gigi, metabolisme lemak, manfaat vitamin, tingkah laku, alkoholisme, dan lain-lain (Guyton 2008). Mencit (Mus musculus) hewan pengerat yang cepat berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetinya cukup besar, serta sifat anatomis dan fisisologisnya terkarakterisasi dengan baik. Sebagian besar mencit yang berasal dari peternakan hewan laboratorium digunakan dalam penelitian biomedis dan diagnosa, antara lain dalam bidang obat-obatan dan kosmetik, pengujian, dan pendidikan. Mencit juga digunakan sebagai model penyakit manusia.

III. PERCOBAAN 1 : KEADAAN UMUM KATAK NORMAL A. Alat dan bahan Katak, papan katak, sungkup gelas, sonde, dan asam encer (H2SO4 atau HCl 0.5 N) B. Metodologi Katak normal diletakkan bebas di atas papan katak atau di tempat yang memungkinkan katak bergerak secara bebas dan spontan. Keadaan dan sifat-sifat yang diamati adalah a. Sikap duduk katak b. Frekuensi denyut jantung dan frekuensi nafas c. Cara kembali ke posisi normal setelah dibaringkan d. Gerakan spontan (tanpa dirangsang) e. Cara melompat dan besarnya rangsangan yang diperlukan f. Cara berenang g. Refleks menghindar (keluar) dari dalam sungkup terbalik berisi air h. Reaksi ketika papan dimiringkan ke kanan, kiri, depan, dan belakang i. Reaksi ketika papan digerakkan dengan cepat ke atas dan bawah j. Reaksi ketika kulit dilukai dengan sonde kemudian ditetesi asam encer IV. PERCOBAAN 2 : PENEKANAN FUNGSI SUSUNAN SARAF PUSAT KATAK SECARA MEKANIS A. Alat dan bahan Katak, papan katak, gunting, sonde, dan asam encer B. Metodologi Penekanan fungsi susunan saraf pusat katak secara mekanis dilakukan dengan cara cerebrum, medulla oblongata, dan medulla spinalis dirusak secara bertahap dari cranial ke caudal dengan cara ditusuk dengan sonde kemudian diamati reaksi-reaksinya sama seperti percobaan pertama. 3

a. Perusakan cerebrum Cerebrum katak dirusak dengan cara bagian kepala di atas rongga mulut digunting secara melintang tepat di belakang mata, setelah itu katak dibiarkan selama 10 menit kemudian dilakukan percobaan seperti percobaan 1. b. Perusakan medulla oblongata Medulla oblongata dirusak dengan cara bagian saraf di caudal cerebrum ditusuk menggunakan sonde. Tanda bahwa bagian medulla oblongata telah dirusak adalah tidak ada lagi gerakan nafas di daerah thorax. Kemudian dilakukan percobaan seperti percobaan 1. c. Perusakan medulla spinalis Medulla oblongata dirusak dengan cara bagian saraf di caudal cerebrum ditusuk lebih jauh dari penusukan bagian medulla oblongata dengan sonde. Setelah itu dilakukan percobaan seperti percobaan 1. V. PERCOBAAN 3 : HANDLING DAN PEMBERIAN OBAT PADA TIKUS DAN KELINCI A. Alat dan bahan Kain lap, sonde lambung tikus, spoit, sonde lambung kelinci. B. Metodologi Handling dan pemberian obat pada tikus Tikus dikeluarkan dari kandang dengan cara diangkat ekornya, kemudian kepalanya ditutup dengan kain lap. Kemudian, dengan tetap memegang ekor, bagian tengkuk tikus difiksasi dengan jari telunjuk dan jari tengah yang membentuk huruf v. Dengan sonde lambung yang telah dipasangkan dengan spoit, obat dimasukan melalui mulut, ke esophagus, kemudian ke lambung. Sonde lambung harus dimasukkan secara perlahan dengan mengikuti gerak menelan. Jika pada tikus tersebut ada refleks batuk, berarti sonde masuk ke saluran pernafasan dan sonde harus segera ditarik keluar. Handling dan pemberian obat pada kelinci Pemberian obat pada kelinci dilakukan dengan perinjeksi intravena pada vena auricularis atau perinjeksi intraperitoneal. Bisa juga dilakukan dengan menggunakan sonde lambung yang dibantu dengan kayu.

VI. HASIL Tabel 1. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusakan susunan saraf pusat secara bertahap Sesudah perusakkan medulla Sesudah oblongata, perusakkan lobus medulla optikus, spinalis dan cerebellum -

Aktivitas katak

Normal

Sesudah perusakkan cerebrum

Kesadaran Gerakan spontan

+++ +++ Sudut antara tubuh katak dengan papan katak kurang dari 45 92 kali /menit

++ ++ Sudut antara tubuh katak dengan papan katak lebih dari 45 100 kali /menit 16 kali /menit ++

Posisi waktu istirahat

Sudut antara Sudut antara tubuh katak tubuh dengan dengan papan katak papan katak mendekati adalah 0 0 -

Frekuensi denyut jantung

Frekuensi 104 kali /menit pernapasan +++ Keseimbangan Reaksi terhadap asam +++ Tonus otot +++ Refleks-refleks

++ +++

+ +

VII. PEMBAHASAN Pada katak normal yang belum diberi perlakuan apapun di bagian susunan saraf pusatnya memiliki kesadaran, gerakan spontan, keseimbangan, tonus otot, dan refleks yang baik. Posisi tubuh ketika istirahat antara dinding abdomen katak dengan bidang papan katak membentuk sudut kurang dari 45 yang membuktikan bahwa tonus otot katak masih berfungsi dengan baik. Frekuensi denyut jantung 92 kali per menit dan frekuensi napas 104 kali per menit yang membuktikan bahwa pusat kardiovaskular (medulla oblongata) masih berfungsi dengan baik. Reaksi terhadap penetesan asam encer di luka yang dibuat terjadi cukup cepat, yaitu 2 detik. Hal tersebut membuktikan bahwa pusat rasa sakit (cortex cerebri) dan pusat refleks (medulla spinalis) juga masih berfungsi dengan baik.

Pada katak yang telah dirusak bagian cerebrumnya memiliki kesadaran, gerakan spontan, keseimbangan, tonus otot, dan refleks yang menurun jika dibandingkan dengan katak yang normal. Posisi tubuh ketika istirahat antara dinding abdomen katak dengan bidang papan katak membentuk sudut lebih dari 45 yang membuktikan bahwa tonus otot katak sudah menunjukkan penurunan fungsi. Hal tersebut disebabkan karena cerebrum sebagai pusat motorik, pusat kesadaran, dan pusat pengatur postur tubuh telah dirusak. Frekuensi denyut jantung 100 kali per menit dan frekuensi napas 16 kali per menit yang membuktikan bahwa pusat kardiovaskular (medulla oblongata) masih berfungsi dengan baik walaupun terjadi penurunan frekuensi napas secara signifikan. Reaksi terhadap penetesan asam encer di luka yang dibuat terjadi lebih lama dari katak normal, yaitu 3 detik. Hal tersebut membuktikan bahwa pusat rasa sakit (cortex cerebri) sudah mengalami kerusakan fungsi, tapi pusat refleks (medulla spinalis) masih berfungsi dengan baik. Pada katak yang telah dirusak bagian cerebrum, cerebellum, dan medulla oblongatanya sudah tidak lagi memiliki kesadaran, gerakan spontan, denyut jantung, napas, dan keseimbangan, sedangkan untuk tonus otot dan refleks terjadi penurunan. Posisi tubuh ketika istirahat antara dinding abdomen katak dengan bidang papan katak membentuk sudut hampir 0 yang membuktikan bahwa tonus otot katak sudah menunjukkan penurunan fungsi. Hal tersebut disebabkan karena cerebrum sebagai pusat motorik, pusat kesadaran, dan pusat pengatur postur tubuh telah dirusak. Denyut jantung dan napas tidak ada. Hal tersebut membuktikan bahwa pusat kardiovaskular (medulla oblongata) sudah tidak berfungsi dengan baik. Reaksi terhadap penetesan asam encer di luka yang dibuat terjadi lebih lama dari katak yang hanya dirusak cerebrumnya, yaitu 4 detik. Hal tersebut membuktikan bahwa pusat rasa sakit (cortex cerebri) sudah mengalami kerusakan fungsi, tapi pusat refleks (medulla spinalis) masih berfungsi dengan baik. Pada katak yang telah dirusak bagian cerebrum, cerebellum, medulla oblongata dan medulla spinalisnya sudah tidak lagi memiliki kesadaran, gerakan spontan, denyut jantung, napas, keseimbangan, tonus otot dan refleks. Posisi tubuh ketika istirahat antara dinding abdomen katak dengan bidang papan katak membentuk sudut 0 yang membuktikan bahwa tonus otot katak sudah tidak ada. Hal tersebut disebabkan karena cerebrum sebagai pusat motorik, pusat kesadaran, dan pusat pengatur postur tubuh telah dirusak. Denyut jantung dan napas tidak ada. Hal tersebut membuktikan bahwa pusat kardiovaskular (medulla oblongata) sudah tidak berfungsi dengan baik. Reaksi terhadap penetesan asam encer di luka yang dibuat tidak terjadi. Hal tersebut membuktikan bahwa pusat rasa sakit (cortex

cerebri) dan pusat refleks (medulla spinalis) sudah mengalami kerusakan fungsi. Mengetahui cara handling dan pemberian obat pada hewan coba merupakan hal yang sangat penting bagi seorang dokter hewan. Pemberian obat pada kelinci, mencit dan tikus dilakukan dengan memasukkan obat melalui sonde lambung yang dicekokkan melalui mulut ke esophagus kemudian masuk ke lambung. Pemberian obat pada kelinci juga bisa melalui vena auricularis yang terdapat pada telinga. Pengambilan darah pada hewan coba juga berbeda-beda lokasinya. Pada kelinci dapat dilakukan melalui vena auricularis marginal atau vena auricularis medial. Sedangkan pada tikus dapat dilakukan melalui veba coccygea. VIII. SIMPULAN Susunan saraf pusat yang terdiri dari otak dan medulla oblongata merupakn hal yang paling penting dalam mengatur proses kehidupan. Serebrum berfungsi sebagai pusat kesadaran dan pusat motorik, serebelum berfungsi sebagai pemelihara gerakan, keseimbangan dan postur, sedangkan medulla obolngata berfungsi sebagai kontrol pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah, dan medulla spinalis berfungsi sebagai refleks dan tonus otot. Perusakan salah satu organ tersebut menyebabkan fungsi diatas tidak berfungsi. Cara handling dan pemberian obat pada hewan bergantung pada jenis obat dan jenis penyakit yang diobati. IX. DAFTAR PUSTAKA Astuti, P. 2007. Sistem Saraf dan Otot. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Court MH. 1990. Anaesthesia And Central Nervous SystemDisease In Small Animals Part I: GeneralConsiderations. A Journal of Canada, C1a 4p3. Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Irawati Setiawan, penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Diterjemahkan dari Textbook of Medical Physiology, 11sted. Roberts A. 2007. Roles for inhibition: studies on networks controlling swimming in young frog tadpoles. A Journal of J Comp Physiol A (2008) 194:185193.

Anda mungkin juga menyukai