Anda di halaman 1dari 12

REFLEKS SPINAL PADA KATAK

Nama : Kayla Aisyi Humaira


NIM : B1A021011
Rombongan : VI
Kelompok :2
Asisten : Isti Fauroh

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2022
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tiga jenis katak umum dijumpai di habitat persawahan dataran rendah, yaitu
Fejervarya cancrivora, F. limnocharis dan Occidozyga lima. Dari ketiga jenis
tersebut, jenis Fejervarya cancrivora paling banyak diburu untuk diambil daging
bagian paha yang diperuntukkan sebagai konsumsi dan juga sebagai komoditi ekspor,
karena panjang tubuh katak ini paling besar dibandingkan dua jenis lainnya, yaitu
dapat mencapai 120 mm. Jenis katak Fejervarya cancrivora dikenal dengan nama
Katak Hijau atau Katak Sawah. Ciri utamanya adalah bentuk timpanum bulat utuh
tanpa ada lapisan kulit yang menutupi. Diameter timpanum sekitar separuh diameter
mata (Kurniati & Sulistyadi, 2017).

Tubuh katak sawah terbagi menjadi kepala dan badan (tidak ada leher).
Terdapat dua pasang apendiks lokomotor (yang belakang sangat panjang). Kulit
lunak, tidak bersisik. Lubang hidung antori-dorsal, mata dorsal, besar, membran
timpaniv, dorsal berada di belakang dekat mata dan mulut sangat lebar. Tiap tangan
mempunyai 4 jari, jari kelima rudimeter. Tiap kaki mempunyai 5 buah jari dengan
selaput antar jari-jari. Kulit katak sawah memiliki kelenjar yang dapat mengeluarkan
lendir yang licin. Warna kulit katak dapat berubah sesuai dengan cahaya yang
ditangkap oleh tubuh untuk dapat berubah. Perubahan warna kulit katak dilakukan
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk melindungi diri dari perhatian
hewan pemangsa. Kulit katak juga berfungsi dalam pertukaran gas (Omar, 2013).

Semua penyebab terjadinya perubahan dalam tubuh atau bagian tubuh disebut
rangsang. Alat yang mampu menerima rangsang dinamakan Indera (Reseptor).
Rangsangan dapat berasal dari luar tubuh, misalnya berupa bau, rasa, sentuhan,
cahaya, suhu, tekanan ataupun gaya berat. Indera yang mampu meneriman ya disebut
reseptor luar (ekteroseptor). Rangsangan dari dalam tubuh sendiri antara lain dapat
berupa rasa lapar, kenyang, nyeri dan kelelahan. Indera penerimanya disebut reseptor
dalam (Interoseptor). Jadi reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel
lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari
dalam tubuh. Rangsangan yang diterima oleh reseptor akan dihantarkan ke system
saraf pusat oleh neuron sensori dan tanggapan akan disampaikan oleh neuron motor
ke efektor, misalnya otot dan kelenjar. Jadi efektor adalah sel atau organ yang
menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan (Rafael, 2011).

Sistem saraf pada Amphibi dibedakan menjadi sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sumsum tulang belakang
(Medula spinalis). Pada amphibi, Otak dan sumsum tulang belakang dilindungi oleh
tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang juga dibungkus oleh 2 lapisan selaput yaitu
durameter yang berbatasan dengan tulang dan pipiamater yang batasan dengan
jaringan saraf. Diantara dua lapisan tersebut terdapat spatium subdurale dan terdapat
cairan cerebrospinalis. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang
yang disebut meningitis. Sistem saraf amphibi terdiri dari otak. Pada amphibi, otak
tengah sebagai pusat penglihatan berkembang lebih baik sehingga amphibi memiliki
penglihatan yang baik. Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai
materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian
luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang
belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan
bagian korteks berupa materi putih (Andi, 2011).

Berdasarkan fungsinya, sel neuron dapat dibedakan menjadi 4 bagian: a)


neuron sensorik (nouron aferen) yauitu sel saraf yang bertugas menyampaikan
rangsangan dari reseptor ke pusat susunan saraf. Neuron memiliki dendrit yang
berhubungan dengan reseptor (penerima rangsangan) dan neurit yang berhubungan
dengan sel saraf lainnya, b) neuron motorik (nouronaferen), yaitu sel saraf yang
berfungsi untuk menyampaikan impuls motorik dari susunan saraf pusat ke saraf
efektor. Dendrit menerima impuls dari akson neoron lain sedangkan aksonnya
berhubungan dengan efektor, c) neuron konektor adalah sel saraf yang bertugas
menghubungkan antara neuron yang satu dengan yang lainnya, 4) neuron ajustor,
yaitu sel saraf yang bertugas menghubungkan neuron sensorik dan neuron motorik
yang terdapat dalam sumsum tulang belakang atau di otak (Rafael, 2011).

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi
tanpa di sadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang,
yaitu dari reseptor ke saraf sensori di bawa ke otak. Selanjutnya diolah otak
kemudian hasil olahan oleh otak berupa tanggapan yang di bawa oleh saraf motor
sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. Sedangkan gerak refleks
berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan,
tanpa memerlukan kontrol dari otak (Annisa, 2019).

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui refleks spinal pada Katak
Sawah (Fejervarya cancrivora).
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah jarum penusuk, pinset,
beaker glass, dan baki preparat.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Katak Sawah


(Fejervarya cancrivora), dan larutan H2SO4 1% (asam sulfat 1%).

B. Cara Kerja

1. Katak dipegang, kepala ditundukkan ke arah ventral (perut).

2. Otak katak dirusak dengan jarum penusuk.

3. Katak diberi rangsangan stimulus berupa pembalikkan tubuh, penarikan kaki


depan, penarikan kaki belakang dan pencelupan kaki kedalam larutan H2SO4.
Diamati responnya.

4. Dilanjutkan perusakkan untuk 1⁄4, 1⁄2, 3⁄4 dan total dari medulla spinalis.

5. Langkah ketiga diulangi.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1.1. data pengamatan reflek spinal katak (Fejervarya cancrivora)


Perusakan atau Penarikan Pencelupan
Pembalikan Penarikan
rangsang kaki
No tubuh kaki depan H2SO4 1%
Stimulus belakang

1 Otak +++ +++ +++ +++

¼ medulla
2 ++ +++ ++ ++
spinalis

½ medulla
3 - +++ - -
spinalis

¾ medulla
4 - ++ - -
spinalis

5 Total - + - -

Keterangan:
+++ : Refleks cepat
++ : Refleks sedang
+ : Refleks lambat
- : Tidak ada repons
B. Pembahasan

Medula spinalis berada didalam tulang belakang dan memiliki struktur serta
jaringan kompleks yang berfungsi untuk menyalurkan informasi dan instruksi dari
otak ke berbagai bagian tubuh dan sebaliknya. Struktur dari tulang belakang terdiri
atas 7 tulang servikal, 12 tulang torakal, 5 tulang lumbar, 5 tulang sacrum, 5 tulang
coccygea. Setiap tulang belakang akan mengalirkan sejumlah serabut saraf yang
berfungsi secara neurologis yang mengatur dalam setiap fungsi sensorik dan motorik
sesuai dengan dermatom. Sekitar 55% kejadian SCI terjadi pada bagian servikal dan
diikuti oleh torakal (15%), torakolumbal (15%), dan lumbosakral (15%) (Dinata,
2021).

Rangsangan yang dapat menyebabkan gerakan refleks pada katak diantaranya


rangsangan panas, listrik dan kimia. Praktikum kali ini menggunakan H2SO4 sebagai
suatu rangsangan kimia. Sifat dari H2SO4 yang pekat menyebabkan saraf-saraf
sensorik cepat bereaksi dan karena membahayakan sehingga katak melakukan
gerakan refleks untuk menghindari H2SO4 dan kaki yang satu melakukan gerak
refleks untuk menghapuskan H2SO4 yang menempel pada kaki satunya (Duellman &
Trueb, 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal salah satunya adalah harus


ada stimulus atau rangsangan, khususnya rangsangan dari luar, seperti derivat
temperatur, kelembaban, sinar, tekanan, bahan atau zat kimia dan sebagainya.
Beberapa rangsangan langsung bereaksi pada sel atau jaringan, tetapi kebanyakan
hewan-hewan mempunyai reseptor yang spesial untuk organ yang mempunyai
kepekaan. Refleks spinal somato sensori dimasukkan dalam urat spinal sampai pada
bagian dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor yang berbeda memberikan
pengaruh pada saraf spinal, sehingga terjadi refleks spinal (Gordon, 1977).
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya refleks spinal adalah masih
berfungsinya sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang mempunyai dua
fungsi penting yaitu mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks.
Pasangan saraf spinal dan kranial dengan adanya sumsum tulang belakang akan
menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respon. Tali-
tali spinal sebagai jalur saraf akan rusak dan tidak ada lagi yang menunjukkan respon
terhadap stimulus apabila sumsum tulang belakangnya telah rusak total (Ville et al,
1988). Faktor lain yang mempengaruhi refleks spinal menurut Subowo (1992), yaitu
adanya refleks spinal dari katak berupa respon dengan menarik kaki depan atau kaki
belakang saat perusakan sumsum tulang belakang disebabkan karena masih terjadi
interkoneksi dari satu sisi korda spinalis ke sisi yang lain.
Hasil dari praktikum kelompok 2 yang telah dilakukan, perusakan otak katak
memberikan respon positif (+ + +) pada perlakuan pembalikan tubuh, penarikan kaki
depan, penarikan kaki belakang dan pada saat dicelupkan kedalam larutan H2SO4.
Hasil tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Gordon (1972), yaitu pembentukan
refleks sudah tidak ada dengan rusaknya otak, karena hubungan antara alat-alat
vesicular dengan sumsum tulang belakang sudah tidak lengkap, namun hasil tersebut
sesuai dengan pernyataan Ville et al (1988), yang berpendapat meskipun otak telah
dirusak, gerakan refleks masih bisa terjadi karena aktivitas caudal tidak memerlukan
kontrol kesadaran, tetapi hanya karena corda spinalis, jadi tidak berhubungan lagi
dengan otak. Hasil tersebut diperkuat dari penelitian sebelumnya oleh Djuhanda
(1982), yang menyatakan bahwa perusakan otak tidak berakibat langsung terhadap
respon gerak refleks yang diberikan oleh suatu hewan, ketika otak dirusak serabut-
serabut saraf penghubung yang berada di sumsum tulang belakang masih terhubung
sehingga masih dapat menghantarkan impuls untuk memberikan respon dari
perlakuan yang diberikan. Gerak refleks merupakan respons sel saraf motorik,
sensorik, interneuron, efektor, dan organ-organ sensor secara cepat dalam waktu
bersamaan. Gerak refleks berada di dalam jalur saraf tepi di bawah kendali sistem
saraf somatik yang bekerja dalam kondisi tak sadar. Jalur penghantaran impuls pada
gerak refleks dipersingkat sehingga tidak perlu ada regulasi dari sistem saraf di otak.
Perusakan seperempat (¼) medulla spinalis memberikan respon positif agak
cepat atau sedang (+ +) pada perlakuan pembalikan tubuh, dan penarikan kaki
belakang serta pencelupan kaki kedalam larutan asam sulfat (H2SO4). Sementara itu,
pada perlakuan penarikan kaki depan masih memberikan respon positif cepat (+ + +).
Perusakan berikutnya setengah (½) medulla spinalis tidak memberikan respon sama
sekali atau respon negatif (-) pada perlakuan pembalikan tubuh, penarikan kaki
belakang dan pencelupan kaki kedalam larutan asam sulfat (H2SO4). Sementara itu,
pada perlakuan penarikan kaki depan masih memberikan respon positif cepat (+ + +).
Perusakan ¾ medulla spinalis diperoleh hasil yaitu katak tersebut tidak memberikan
respon sama sekali atau respon negatif (-) pada perlakuan pembalikan tubuh,
penarikan kaki belakang dan pencelupan kaki kedalam larutan asam sulfat (H2SO4).
Sementara itu, pada perlakuan penarikan kaki depan masih memberikan respon
positif agak cepat atau sedang (+ +). Pada perusakan total medulla spinalis katak juga
sudah tidak mampu memberikan respon atau respons negatif (-) terhadap perlakuan
pencelupan kaki kedalam larutan asam sulfat (H2SO4), perlakuan pembalikan tubuh,
dan penarikan kaki belakang. Sedangkan pada penarikan kaki depan katak masih
memberikan respon positif lambat (+).
Hasil percobaan sesuai dengan penelitian Pearce (1989), yang menyatakan
bahwa sumsum tulang belakang merupakan pusat gerak refleks, sehingga semakin
tinggi tingkat perusakan sumsum tulang belakang maka semakin lemah respon yang
diberikan. Hal ini yang akan menyebabkan refleks pembalikkan tubuh, penarikkan
kaki depan dan kaki belakang serta pencelupan ke dalam larutan H2SO4 semakin
melemah seiring dengan tingkat perusakan. Fungsi dari larutan H2SO4 itu sendiri
adalah untuk mempercepat rangsang saraf spinal. Perusakan tulang belakang juga
merusak tali spinal sebagai jalur saraf, namun dengan adanya respon refleks yang
sederhana dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali spinal meskipun adanya
perusakkan sumsum tulang belakang. Menurut Saltiel et al. (2017) metode yang
digunakan adalah stimulasi mikro listrik langsung dari wilayah perantara sumsum
tulang belakang lumbal pada katak tulang belakang. Modular organisasi ditemukan,
di mana hanya satu set kekuatan terbatas arah dapat dihasilkan, dengan arah gaya
menengah diperoleh dengan co-stimulasi situs sumsum tulang belakang.
Frandson (1992), berpendapat masih adanya gerakan refleks karena masih
adanya hubungan antara interneuron dalam sumsum tulang belakang. Perusakan
total dari medulla spinalisnya sudah tidak terjadi respon pada semua perlakuan,
namun pada perusakan tiga perempat (¾) gerak refleks masih terjadi tetapi responnya
sudah lambat. Menurut pendapat Djuhanda (1988), bahwa apabila seluruh sumsum
tulang belakang dirusak, maka seluruh sistem saraf yang menyebabkan refleks spinal
akan kehilangan respon, sebab tonus otot sudah tidak ada lagi dan tubuh hewan
(katak) menggantung lemah. Pearce (1989), menambahkan bahwa perusakan tulang
belakang ternyata juga merusakkan tali-tali spinal sebagian jalur saraf. Tali-tali
spinal sendiri terdiri dari saraf sensorik dan motorik, sehingga bila saraf tersebut
rusak maka respon terhadap stimulus tidak terjadi.
Menurut Djuhanda (1982), mengatakan bahwa sumsum tulang belakang yang
dirusak dengan menusukan jarum ¾ ke sumsum tulang belakang atau columna
vertebralis, maka refleks pada kaki depan masih ada, begitu pula kaki belakang. Hal
ini dikarenakan kerusakan neuron motorik atas atau dimana otot sebenarnya bukan
lumpuh tetapi lemah dan kehilangan kontrol, disamping itu sudah tidak adanya
hubungan antara interneuron dengan sumsum tulang belakang, kemudian juga sudah
tidak ada refleks pembalikan badan meskipun ada tetapi sudah lambat, namun masih
ada saraf terhadap rangsang asam sulfat yang dinamakan refleks melarikan diri.
Perusakan total sumsum tulang belakang secara otomatis berakibat ke seluruh sistem
saraf yang menyebabkan refleks spinal akan kehilangan respon, sebab tonus otot
sudah tidak ada lagi dan tubuh hewan (katak) menggantung lemah berakibat respon
negatif terhadap semua perlakuan yang diuji, baik itu respon pembalikan badan,
respon kaki depan, respon kaki belakang ataupun respon terhadap larutan H2SO4. Hal
ini terjadi karena refleks spinal sudah tidak ada lagi.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


refleks spinal pada katak menunjukkan respon yang semakin lambat dan sampai tidak
memberikan respon terhadap stimulus atau rangsangan setelah perusakan total
medulla spinalis.
DAFTAR PUSTAKA

Andi, E. 2011. Perbedaan Kontraksi Otot Jantung lkan Nila (Oreochromis niloticus)
dan Ikan Mas (Cyprinus carpio). Indralaya: Universitas Brawijaya Press.
Annisa, Aulianur A, Luthfiyah F, & Mahdi A. 2019. Tomat Bike (Automatic Bike)
untuk Stimulasi pada Gangguan Sistem Gerak. Padang: Universitas Negeri
Padang Press.

Dinata, S. 2021. The Overview of Spinal Cord Injury. Ganesha Medicina Journal. Vol
1 (2) 2021, pp. 103-113.

Djuhanda, T. 1988. Anatomi Perbandingan Vertebrata II. Bandung: Amico.

Duellmann,W. E.& L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. Mc Raw Hill Book. New
York: Company.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Gordon, M. S. 1972. Animal Physiology Principles and Adaptation. New York: Mac
Milan Publishing Co. Inc.
Gordon, M. S. 1977. Animal Physiology. New York: Mc Millan Publishing Company
Ltd.

Kurniati H, & Sulistyadi, E. 2017. Kepadatan Populasi Kodok Fejervarya


cancrivora di Persawahan Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Jurnal Biologi
Indonesia. Vol 13 (1) 2017, pp. 71-83.

Omar, S. A. 2011. Iktiolog. Makassar: Universitas Hasanuddin Press.


Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Rafael. 2011. Kontraksi Otot Jantung Ikan. Bandung: Universitas Gunadarma Press.
Saltiel P., Wyler-Duda K., d’Avella A., Tresch MC., & Bizzi E. 2017. Critical Points
and Traveling Wave in Locomotion: Experimental Evidence and Some
Theoretical Considerations. Journal Neurophysiol. Vol. 11 (98) 2017, pp.
567-798.
Subowo. 1992. Histologi Umum. Bandung: ITB Press.
Ville, C. A., W. F Walker & Barnes, R. D. 1988. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai