Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

Solusio Placenta

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

KEPANITERAAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

PENDAHULUAN

Plasenta merupakan bagian yang sangat penting bagi pertumbuhan dan


perkembangan janin. Plasenta memiliki peran sebagai tempat pertukaran zat,
penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, dan sebagai barier1. Melihat
pentingnya peranan plasenta, mkaka bila terjadi kelainan pada plasenta akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin ataupun mengganggu proses
persalinan. Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta,
gangguan implantasi plasenta, maupun pelepasan plasenta sebelum waktunya
yang disebut solusio plasenta2.

1
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni antara minggu 22 dan lahirnya anak1,2.
Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Frekuensi solusio
plasenta di Amerika Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Saat ini
kematian maternal akibat solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta
merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang memberikan
kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Pada tahun
1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 kali
lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju. Di negara berkembang,
penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas
adalah perdarahan, infeksi, pre-eklamsi/eklamsi. Selain itu kematian maternal juga
dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan, sosioekonomi, usia ibu hamil, dan paritas3.

Definisi Solusio Plasenta


Terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada sebelum waktunya yakni antara minggu 20 dan
lahirnya anak. Plasenta secara normal terlepas setelah bayi lahir 1,2,3,5.
Nama lain yang sering dipergunakan, yaitu abruptio placentae, ablatio
placentae, accidental haemorrhage, premature separation of the normally
implanted placenta3.

2
Gambar 2.1 Solusio Plasenta

Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis),
dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh
permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang
terjadi akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya
menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis
servikalis dan keluar melalui vagina, menyebabkan perdarahan eksternal
(revealed hemorrhage)2 (Gambar 2.2).

3
Gambar 2.2 Solusio Plasenta Dengan Perdarahan Eksternal

Yang lebih jarang, jika bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat
pada dinding rahim, darah tidak keluar dari uterus, tetapi tertahan di antara
plasenta yang terlepas dan uterus sehingga menyebabkan perdarahan tersembunyi
(concealed hemorrhage) yang dapat terjadi parsial (Gambar 2.3) atau total
(Gambar 2.4)4,5.

4
Gambar 2.3 Solusio Plasenta Parsial Disertai Perdarahan Tersembunyi

Solusio plasenta dengan perdarahan tertutup terjadi jika2:


1. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
2. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
3. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
4. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah
rahim.
Perdarahan yang tersembunyi biasanya menimbulkan bahaya yang lebih
besar bagi ibu, tidak saja karena kemungkinan koagulopati konsumptif tetapi juga
karena jumlah darah yang keluar sulit diperkirakan4.

5
Gambar 2.4 Solusio Plasenta Total Disertai Perdarahan Tersembunyi

Secara klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasneta yang terlepas, yaitu solusio plasenta
ringan, sedang, dan berat2.
a. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan
kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml.
Gejala-gejala sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang
kehitamam. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
b. Solusio Plasenta Sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, namun belum mencapai
separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi
belum mencapai 1000 ml. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti nyeri
pada perut yang terus-menerus, denyut janin menjadi cepat, hipotensi, dan
takikardi.

6
c. Solusio Plasenta Berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang
keluar melebihi 1000 ml. Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum disertai
syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan
gagal ginjal yang ditandai pada oligouri biasanya telah ada.

Prevalensi

Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Kejadiannya bervariasi


dari 1 di antara 75 sampai 830 persalinan. Frekuensi solusio plasenta di Amerika
Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Solusio plasenta merupakan salah
satu penyebab perdarahan antepartum yang memberikan kontribusi terhadap
kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Saat ini kematian maternal akibat
solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan penyebab 20-35%
kematian perinatal3,4.
Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-
100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju. Di negara
berkembang, penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan,
persalinan, nifas adalah perdarahan, infeksi, pre-eklamsi/eklamsi. Selain itu
kematian maternal juga dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan, sosioekonomi, usia
ibu hamil, dan paritas3.
Solusio plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya
tercatat sebesar 1 di antara 8 kehamilan 3. Namun, insidensi solusio plasenta
cenderung menurun dengan semakin baiknya perawatan antenatal sejalan dengan
semakin menurunnya jumlah ibu hamil usia dan paritas tinggi dan membaiknya
kesadaran masyarakat berperilaku lebih higienis2.

7
Etiologi

Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui , tetapi terdapat beberapa
keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai
solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko (Tabel 2.1), seperti hipertensi,
riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia ibu, dan paritas yang tinggi 2,4.

Faktor Risiko Hubungan dengan risiko

Meningkatnya usia dan paritas 1.3–1.5

Preeklampsia 2.1–4.0

Hipertensi kronik 1.8–3.0

Ketuban pecah dini 2.4–4.9

Kehamilan ganda 2.1

Hidroamnion 2.0

Wanita perokok 1.4–1.9

Trombofilia 3–7

Penggunaan kokain NA

Riwayat solusio plasenta 10–25

Mioma dibelakang plasenta 8 dari 14

Trauma abdomen dalam kehamilan Jarang

Tabel 2.1 Faktor Risiko Solusio Plasenta2

Seperti diperlihatkan di Grafik 2.1, insidensinya meningkat seiring dengan usia


ibu. Meski Prtichard dkk. (1991) juga memperlihatkan bahwa insiden lebih tinggi

8
pada wanita dengan paritas tinggi, Toohey dkk. (1995) tidak mendapatkan hal ini
pada wanita yang memiliki 5 anak atau lebih5.

Grafik 2.1 Insidensi Solusio Plasenta dan Plasenta Previa

Patofisiologi

Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari
suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu
patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas
karena robeknya pembuluh darah desidua2.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang
disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat
menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam
vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang
menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil
akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan
tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat

9
permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa
menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian
plasenta yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali
terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa
kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteria
spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian
nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma
yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak
sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput
ketuban dan miometrium dan selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina
(revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi
mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis
yang terputus. Walaupun jarang terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam
uterus (concealed hemorrhage)2,4.
Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa
menyebabkan iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti
infark, oksidatif stres, apoptosis, dan nekrosis, yang kesemuanya ini berpotensi
merusak hubungan uterus dengan plasenta yang berujung kepada solusio plasenta.
Dilaporkan merokok berperan pada 15% sampai 25% dari insidensi solusio
plasenta. Merokok satu bungkus perhari menaikkan insiden menjadi 40%2.

Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya
perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), nyeri perut dan
uterus tegang terus-menerus mirip his partus prematurus2.
Kurang lebih 30% penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit yang
menunjukkan gejala. Pada keadaaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali
hematom yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal
plasenta. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit,
sehingga belum keluar dari vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan
membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar berwarna

10
merah segar pada plasenta previa. Tanda vital ibu dan janin masih baik. Pada
inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa
nyeri lokal pada tempat terbentuknya hematom. Kadar fibrinogen darah dalam
batas normal yaitu 350 mg%. Walaupun belum memerlukan intervensi segera
keadaan ringan ini perlu dimonitor terus sebagai upaya mendeteksi keadaan
bertambah berat. Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk menyingkirkan
plasenta previa dan mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio terutama pada
solusio plasenta sedang atau berat2,4,5.
Gejala dan tanda pada solusio plasenta sedang seperti rasa nyeri pada perut
yang terus-menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat
janin, perdarahan yang keluar tampak lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit
dingin, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150-250 mg/100 ml,
dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai
ada. Rasa nyeri bersifat menetap, tidak hilang timbul seperti pada his yang
normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman. Pada pemantauan
keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu
dilakukan tes gangguan pembekuan darah2,4,5.
Pada solusio plasenta berat perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti
papan (defence musculare) disertai perdarahan berwarna hitam. Oleh karena itu,
palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi
daripada yang seharusnya karena telah terjadi penumpukan darah di dalam uterus
pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa observasi tinggi fundus
bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung. Pada inspeksi rahim
terlihat membulat dan kulit di atasnya kencang. Pada auskultasi denyut jantung
janin tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi plasenta. Keadaan
umum menjadi buruk disertai syok. Adakalanya keadaan umum ibu jauh lebih
buruk dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar dari vagina. Kadar
fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada
tromobositopenia2.

Diagnosis Klinik

11
Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan pada solusio
plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan
dengan KTG. Namun kadang pasien datang dengan gejala perdarahan tidak
banyak dengan perut tegangan tetapi janin telah meninggal. Diagnosis pasti
hanya bisa ditegakkan dengan melihat adanya perdarahan retroplasenta setelah
partus (Gambar 2.6)5.

Gambar 2.5 Perdarahan Retroplasenta

Ditekankan bahwa tanda dan gejala pada solusio plasenta dapat sangat
bervariasi. Sebagai contoh, pedarahan eksternal dapat deras, namun plasenta yang
terlepas tidak terlalu luas sehingga belum membahayakan janin secara langsung.
Walaupun jarang, mungkin tidak terjadi perdarahan eksternal tetapi plasenta
terlepas total dan sebagai akibatnya janin meninggal. Hurd dkk. (1983) dalam
sebuah penelitian prospektif yang relatif kecil tentang solusio plasenta,
mengidentifikasi frekuensi berbagai gejala dan tanda yang berhubungan (Tabel
2.2). Perdarahan dan nyeri abdomen adalah temuan tersering. Temuan lain yang
didapatkan adalah perdarahan serius, nyeri punggung, nyeri tekan uterus,
kontraksi uterus yang sering5.
12
Pada penelitian-penelitian lama, USG jarang mengkonfirmasi diagnosis solusio
plasenta. Sebagai contoh, Sholl (1987) memastikan diagnosis secara sonografis
hanya pada 25% wanita. Hal yang sama dikemukakan oleh Glantz dan Purnell
(2002), yang mengkalkulasi hanya 24% dari 149 wanita yang melakukan USG
dapat menyingkirkan kemungkinan adanya solusio plasenta. Yang penting,
temuan negatif pada pemeriksaan USG tidak menyingkirkan solusio plasenta5.

Gejala dan Tanda Frekuensi (%)

Perdarahan pervaginam 78

Uterus tegang atau nyeri pinggang 66

Gawat janin 60

Partus prematurus 22

Kontraksi yang terus menerus tinggi 17

Hipertonus 17

Kematian janin 15

Tabel 2.2 Gejala dan Tanda yang Terdapat pada 59 Wanita Solusio Plasenta5

Diagnosis Banding

Pada kasus solusio plasenta yang parah, diagnosis biasanya jelas. Bentuk-
bentuk solusio yang lebih ringan dan lebih sering terjadi sulit diketahui dengan
pasti dan diagnosis sering ditegakkan berdasarkan eksklusi. Karena itu, pada
kehamilan variabel dengan penyulit perdarahan pervaginam, perlu menyingkirkan
plasenta previa dan penyebab lain perdarahan dengan pemeriksaan klinis dan
evaluasi USG. Telah lama diajarkan, mungkin dengan beberapa pembenaran,
bahwa perdarahan uterus yang nyeri adalah solusio plasenta sementara perdarahan
uterus yang tidak nyeri mengindikasikan plasenta previa. Sayangnya, diagnosis

13
banding tidak sesederhana itu. Persalinan yang menyertai plasenta previa dapat
menimbulkan nyeri yang mengisyaratkan solusio plasenta5. Perbedaan solusio
plasenta dengan plasenta previa dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

Kriteria Solusio Plasenta Plasenta Previa

Perdarahan Merah tua s/d coklat hitam Merah segar, Berulang ,


Terus menerus Tidak nyeri
Disertai nyeri

Uterus Tegang, Bagian janin tak Tak tegang


teraba, Nyeri tekan Tak nyeri tekan

Jarang
Syok/Anemia Lebih sering
Sesuai dengan jumlah darah
Tidak sesuai dengan jumlah
yang keluar
darah yang keluar

40% fetus sudah mati


Fetus Biasanya fetus hidup
Tidak disertai kelainan letak
Disertai kelainan letak

Pemeriksaan
dalam Teraba plasenta atau
Ketuban menonjol
perabaan fornik ada bantalan
walaupun tidak his
antara bagian janin dengan
jari pemeriksaan

Tabel 2.3 Perbedaan Solusio Placenta dan Placenta Previa6

Komplikasi

14
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal
ginjal. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari
kematian setelah menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan
iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta2.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita
solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga sering
terjadi di mana proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpa
dijelang oleh persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut.
Hematoma retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan retroplasenta
berhenti ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat
perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin yang terbentuk dipakai untuk
mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan
utama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan
tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah
intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation) yang semakin
menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain2.
Curah jantung yang menurun dan kekakuan pembuluh darah ginjal akibat
tekanan intrauterina yang meninggi menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun
dan menyebabkan anoksia. Keadaan umum yang terjadi adalah nekrosis tubulus-
tubulus ginjal secara akut menyebabkan kegagalan fungsi ginjal2.
Mungkin terjadi ekstravasasi luas darah ke dalam otot uterus dan di bawah
lapisan serosa uterus yang disebut sebagai apopleksio uteroplasental ini, yang
pertama kalinya dilaporkan oleh Couvelaire pada awal tahun 1900-an, sekarang
sering disebut sebagai uterus couvelaire. Pada keadaan ini perdarahan
retroplasenta menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela serabut
miometrium dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan
pengikat ligamentum latum, ke dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai ke

15
rongga pernitonei. Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu
kontraksi uterus sehingga terjadi perdarahan postpartum berat dan bukan
merupakan indikasi untuk histerektomi2,5.

Penanganan

Terapi solusio plasenta akan berbeda-beda tergantung pada usia kehamilan


serta status ibu dan janin. Pada janin yang hidup dan matur, dan apabila persalinan
pervaginam tidak terjadi dalam waktu dekat, sebagian besar akan memilih seksio
sesaria darurat.

Solusio Plasenta Ringan


Solusio plasenta ringan jarang ditemukan di RS. Pada umumnya didiagnosis
secara kebetulan pada pemeriksaaan USG oleh karena tidak memberikan gejala
klinik yang khas. Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu dan perdarahan
kemudian berhenti, perut tidak menjadi nyeri, dan uterus tidak tegang, maka
penderita harus diobservasi dengan ketat. Apabila perdarahan berlangsung terus
dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau dengan pemeriksaan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas maka dilakukan terminasi kehamilan

Solusio Plasenta Sedang dan Berat


Pada solusio plasenta sedang sampai berat dilakukan perbaikan keadaan umum
terlebih dahulu dengan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila janin masih
hidup biasanya dalam keadaan gawat janin, dilakukan seksio sesarea, kecuali bila
pembukaan telah lengkap. Pada keadaan ini dilakukan amniotomi, drip oksitosin,
dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forcep. Apabila janin telah mati dilakukan
persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi, drip oksitosin. Bila
bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea.

Tokolitik

16
Hurd dkk. (1983) mendapatkan bahwa solusio berlangsung dalam waktu yang
lama dan membahayakan apabila diberikan tokolitik. Towers dkk. (1999)
memberikan magnesium sulfat, terbutalin, atau keduanya kepada 95 di antara 131
wanita dengan solusio plasenta yang didiagnosis sebelum minggu ke-36. Angka
kematian perinatal sebesar 5% dan tidak berbeda dari kelompok yang tidak
diterapi. Namun, penggunaan tokolitik pada penatalaksanaan solusio plasenta
masih kontroversial4.

Seksio Sesarea
Pelahiran secara cepat janin yang hidup tetapi mengalami gawat janin hampir
selalu berarti seksio sesarea. Kayani dkk. (2003) meneliti hubungan antara
cepatnya persalinan dan prognosis janinnya pada 33 wanita hamil dengan gejala
klinis berupa solusio plasenta dan bradikardi janin. 22 bayi secara neurologis
dapat selamat, 15 bayi dilahirkan dalam waktu 20 menit setelah keputusan akan
dilakukan operasi. 11 bayi meninggal atau berkembang menjadi Cerebral Palsy, 8
bayi dilahirkan di bawah 20 menit setelah pertimbangan waktu, sehingga cepatnya
respons adalah faktor yang penting bagi prognosis bayi ke depannya6. Seksio
sesarea pada saat ini besar kemungkinan dapat membahayakan ibu karena
mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif yang parah2.

Persalinan Pervaginam
Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parah sehingga menyebabkan janin
meninggal, lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya
sedemikian deras sehingga tidak dapat diatasi bahkan dengan penggantian darah
secara agresif, atau terdapat penyulit obstetri yang menghambat persalinan
pervaginam. Defek koagulasi berat kemungkinan besar dapat menimbulkan
kesulitan pada seksio sesarea. Insisi abdomen dan uterus rentan terhadap
perdarahan hebat apabila koagulasi terganggu. Dengan demikian, pada persalinan
pervaginam, stimulasi miometrium secara farmakologis atau dengan massage
uterus akan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah berkontraksi sehingga

17
perdarahan serius dapat dihindari walaupun defek koagulasinya masih ada. Lebih
lanjut, perdarahan yang sudah terjadi akan dikeluarkan melalui vagina.

Amniotomi
Pemecahan selaput ketuban sedini mungkin telah lama dianggap penting dalam
penatalaksanaan solusio plasenta. Alasan dilakukannya amniotomi ini adalah
bahwa keluarnnya cairan amnion dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin dan mungkin faktor-faktor
pembekuan aktif dari bekuan retroplasenta ke dalam sirkulasi ibu. Namun, tidak
ada bukti keduanya tercapai dengan amniotomi. Apabila janin sudah cukup matur,
pemecahan selaput ketuban dengan mempercepat persalinan. Apabila janin imatur,
ketuban yang utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong pembukaan serviks
daripada tekanan yang ditimbulkan bagian tubuh janin yang berukuran kecil dan
kurang menekan serviks5.

Oksitosin
Walaupun pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat terjadi
hipertonisitas yang mencirikan kerja miometrium, apabila tidak terjadi kontraksi
uterus yang ritmik, pasien diberi oksitosin dengan dosis standar. Stimulasi uterus
untuk menimbulkan persalinan pervaginam memberikan manfaat yang lebih besar
daripada risiko yang didapat. Pemakaian oksitosin pernah dipertanyakan
berdasarkan anggapan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu sehingga memacu atau memperparah
kaogulopati konsumtif atau sindroma emboli cairan amnion5.

Prognosis

Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan
lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio

18
plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena
tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang
mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena
mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi. Solusio plasenta berat mempunyai
prognosis yang paling buruk baik terhadap ibu terlebih terhadap janinnya2.

Perdarahan akibat solusio plasenta berhubungan erat dengan angka kematian bayi
dan mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya prematuritas dan pertumbuhan
janin terhambat. Penanganan dan prognosis solusio plasenta tergantung dari
derajat solusio plasenta.

Kesimpulan

Solusio placenta adalah terlepasnya seluruh atau sebagian placenta dari


tempat implantasinya, dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: ruptur sinus
marginalis, solusio placenta parsialis, solusio placenta totalis ditandai dengan
perdarahan dan nyeri tergantung berat ringannya solusio yang terjadi, begitu juga
terapinya tergantung berat ringanya solusio placenta dan komlikasi yang
mungkinterjadi adalah Anemia,kelahiran prematur, kematian janin

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman Sastrawinata. 1985. Obstetri Fisiologi. Bandung : Eleman. Hal


102-122.

2. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan


Persalinan; Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan
Bayi Baru Lahir (Masalah Ibu); Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ke-4.
Jakarta: Penerbit P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. h. 492-513.
3. Mose, Johanes C. 2004. Penyulit Kehamilan; Perdarahan Antepartum;
Dalam: Obstetri Patologi, edisi ke-2. Editor: Prof. Sulaiman Sastrawinata,
dr, SpOG(K), Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr, MPSH, SpOG(K),

20
Prof. Dr. Firman F. Wirakusumah, dr, SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC dan Padjadjaran Medical Press. h. 91-96
4. Suyono,Lulu,Gita,Harum,Endang. 2007. Hubungan Antara Umur Ibu
Hamil Dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta; Dalam: Cermin Dunia Kedokteran vol.34 no.5.h 233-238
5. Leveno, Kenneth J. MD; Cunningham, F. Gary MD; Alexander, James M.
MD; Bloom, Steven L. MD; Casey, Brian M. MD; Dashe, Jodi. S MD; et
al. 2007. Obstetrical Complications Section VII, Chapter 35. Obstetrical
Hemorrhage. In: Williams, 22nd edition. Editor: Anne Sydor, Marsha Loeb,
Peter J. Boyle. United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
6. Miller David A.. Obstretric Hemmorhage. February, 2009. from
http//www.obfocus.com/.../bleeding/hemorrhagepa.htm. Accessed April
28- 2019

21

Anda mungkin juga menyukai