Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“ANTI INFLAMASI”

DISUSUN UNTUK MEMENUHI LAPORAN


MATA KULIAH FARMAKOLOGI

Disusun Oleh :
Naura Thifal Baihaqi (6130019075)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021

A. LATAR BELAKANG
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses
inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-elemen darah, sel darah
putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi.
Tanda-tanda klinis inflamasi meliputi rubor (kemerahan), tumor (udem/pembengkakan), kolor
(panas), dolor (nyeri), dan functio lasea (kehilangan fungsi).
Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan
prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang. Pemberian
obat anti inflamasi dapat menghambat terjadinya inflamasi. Contoh obat-obat antiinflamasi
adalah obat antiinflamasi non steroid (AINS atau NSAID) dan steroid yang bekerjanya dengan
cara menghambat mediator-mediator kimia tersebut sehingga mengurangi proses inflamasi.
Praktikum ini bertujuan menguji efek anti inflamasi. Setelah menyelesaikan praktikum ini,
mahasiswa diharapkan mampu:
 Menjelaskan efek pemberian karagenin pada hewan percobaan
 Menjelaskan mekanisme terjadinya inflamasi Menjelaskan efek antiinflamasi dari
pemberian Na Diklofenac
 Membandingkan efek antiinflamasi indometasin dengan dosis yang berbeda

B. TINJAUAN PUSTAKA
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, Zat kimia yang merusak, atau zatzat mikrobiologik. Iflamasi
adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi tubuh atau . organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan
lengkap,proses peradangan biasanya reda. Namun, kadang kadang inflamasi tidak bisa
dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon
imun, seperti asma atau artistis rematoid. Pada kasus seperti ini, Reaksi pertahanan tubuh
mereka sendiri mungkin menyebabakan luka-luka jaringan progresif, dan obat-obat anti
iflamasi atau imunosupresi mungkin dipergunakan untuk memodulasi proses peradangan.
Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi
sel (Katzung, 2014).
Obat analgesic antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteorid merupakan suatu
kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia.
Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi
maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini
sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (Katzung, 2014).
Efek terapi maupun efek samping dari obat-obat anti-inflamasi ini tergantung dari
penghambatan biosintesis prostaglandin. Secara in vitro obatobat AINS menghambat
berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan efek analgesic, antipiretik dan anti-
inflamasinya belum jelas. Selin itu obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis
leukotrian, yang diketahui berperan dalam inflamasi (Katzung, 2014).
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara
berbeda (Katzung, 2014).
Efek anti inflamasi kebanyakan obat mirip aspirin terutama yang baru lebih
dimanfaatkan sebagai anti inflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti
arthritis rheumatoid, osteoarthritis dan spondilitisankilosa. Tetapi obat mirip aspirin hanya
meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara
simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada
kelainan muskulosketalini (Katzung, 2014).

C. ALAT
Alat yang dibutuhkan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
 Plethysmometer
 Spuit 1 cc
 Sonde
 Spidol
 Stop watch

D. BAHAN
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
 Larutan Karagenin 1%
 Aquadest 2.5ml/20gBB (kontrol)
 Na diclofenac 15 mg/kgBB
 Dexametason 0,2 mg/kg BB
E. PROSEDUR KERJA

F. DATA PENGAMATAN
Data sebelum pengamatan
Sebelum diberi karagenin
I 0,75
II 0,75
III 0,70
IV 0,71

Tabel volume oedema

No Menit 0 10 20 30
1. Kontrol 0,70 0,80 0,70 0,75
2. Na 0,75 3,2 4,0 2,7
diclonefak 5
mg/kgBB
3. Ibuprofen 5 0,85 8,0 6,2 4,0
mg/kgBB

Hasil perhitungan persen hambat inflamasi


1) Kontrol
Menit ke-10
𝑉 −𝑉
X10 = 10𝑉 0 x 100%
0
0,80−0,70
X10 = x 100%
0,70
0,1
X10 = 0,70
x 100%
X10 = 0,14 x 100%
X10 = 0,14%

Menit ke-20
𝑉20 −𝑉0
X20 = x 100%
𝑉0
0,70−0,70
X20 = 0,70
x 100%
0
X20 = x 100%
0,70
X20 = 0%

Menit ke-30
𝑉 −𝑉
X30 = 30𝑉 0 x 100%
0
0,75−0,70
X30 = x 100%
0,70
0,05
X30 = 0,70
x 100%
X30 = 0,7%

2) Na Diclofenak
Menit ke-10
𝑉 −𝑉
X10 = 10𝑉 0 x 100%
0
3,2−0,75
X10 = 0,75
x 100%
2,45
X10 = 0,75
x 100%
X10 = 3,3 x 100%
X10 = 3,3%

Menit ke-20
𝑉 −𝑉
X20 = 20𝑉 0 x 100%
0
4,0−0,75
X20 = 0,75
x 100%
3,25
X20 = 0,75
x 100%
X20 = 4,3%

Menit ke-30
𝑉 −𝑉
X30 = 30𝑉 0 x 100%
0
2,7−0,75
X30 = 0,75
x 100%
1,95
X30 = x 100%
0,75
X30 = 2,6%

3) Ibuprofen
Menit ke-10
𝑉 −𝑉
X10 = 10𝑉 0 x 100%
0
8,0−0,85
X10 = x 100%
0,85
7,15
X10 = 0,85
x 100%
X10 = 8,4%

Menit ke-20
𝑉 −𝑉
X20 = 20 0 x 100%
𝑉0
6,2−0,85
X20 = 0,85
x 100%
5,25
X20 = 0,85
x 100%
X20 = 6,3%

Menit ke-30
𝑉30 −𝑉0
X30 = x 100%
𝑉0
4,0−0,85
X30 = 0,85
x 100%
3,15
X30 = 0,85
x 100%
X30 = 3,7%

Grafik Data

G. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan percobaan obat antiinflamasi kepada hewan coba yaitu
mencit putih jantan dengan berat badan 20-25 gram. Sebelum dilakukan percobaan salah
satu kaki belakang hewan coba diberikan tanda menggunakan spidol dan dimasukkan
kedalam press tabung air raksa pada alat plethysmometer untuk memastikan kondisi area
yang akan disuntik. Kemudian setelah 5 menit masing-masing hewan coba diberikan
penginduksi oedem larutan karagenin 1% sebanyak 0,1 ml secara subcutan (SC).
Ibuprofen tersedia dalam bentuk tablet dengan potensi 200 hingga 800 mg. Dosis
biasa adalah 400 hingga 800 mg tiga kali sehari. Ibuprofen hampir tidak larut dalam air yang
memiliki pKa 5.3. Diabsorbsi dengan baik secara oral; konsentrasi serum puncak dicapai
dalam 1 sampai 2 jam setelah pemberian oral. Ini dengan cepat mengalami biotransformasi
dengan waktu paruh serum 1,8 hingga 2 jam. Obat tersebut dieliminasi seluruhnya dalam 24
jam setelah dosis terakhir dan dieliminasi melalui metabolisme. Obat ini lebih dari 99% terikat
protein, dimetabolisme secara ekstensif di hati dan sedikit diekskresikan tidak berubah.
Diklofenac adalah obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang terbukti dan sering
diresepkan yang memiliki sifat analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik, dan telah terbukti
efektif dalam mengobati berbagai nyeri akut dan kronis serta kondisi inflamasi. Seperti semua
NSAID, diklofenak mengerahkan aksinya melalui penghambatan sintesis prostaglandin
dengan menghambat siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) dengan
ekipotensi relatif. Namun, penelitian ekstensif menunjukkan aktivitas farmakologis diklofenak
melampaui penghambatan COX, dan mencakup multimodal dan, dalam beberapa kasus,
mekanisme aksi baru (MOA).
Obat Ibuprofen dan Na Diclofenak termasuk golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid
(OAINS) yang bekerja dengan cara menghambat produksi enzim COX-1 dan COX-2 sehingga
produksi prostaglandin sebagai substansi pro- inflamasi dapat berkurang dan mengurangi
efek inflamasi seperti rasa nyeri, oedem,dll.
H. KESIMPULAN
Obat Ibuprofen dan Na Diclofenak terbukti dapat memberikan efek anti inflamasi pada
hewan coba dengan adanya penurunan volume oedem pada kaki hewan coba yang telah diberi
larutan karagenin 1%. Jika diberikan pada manusia, efeknya kurang lebih akan sama dengan
efek yang ditunjukkan pada percobaan ini.

I. DAFTAR PUSTAKA
Handayani., Sufriana, H., Salim, H. M. (2017). Modul Praktikum FARMAKOLOGI. Surabaya:
UNUSA Press
Trevor, A. J., Katzung, B. G., Masters, S. B., & Kruidering-Hall, M. (2013). Pharmacology
examination & board review (pp. 121-132). New York, NY, USA: McGraw-Hill Medical.
Guyton A. C., Hall J. E. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 14. Jakarta : EGC. P. 208 –
212, 219 – 223, 277 – 282, 285 – 287.

Anda mungkin juga menyukai