SKENARIO 3
DISUSUN OLEH:
TUTOR :
dr. Bambang Edi Suwito, M.Si.
Seorang wanita berusia 85 tahun datang dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak
kanan dan kesulitan wicara sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Kata Sulit:
Diagnosis Banding
• Stroke Infark
• Stroke hemoraghic
• TIA
1. Anamnesis
• Keluhan kelemahan sudah sejak kapan? 1 jam sebelum masuk RS
• Kronologi awal muncul keluhan? Mendadak setelah selesai menyiram
tanaman tiba” lemas bagian kanan dan ngomongnya pelo.
• Apakah ada keluhan penyerta? Tidak jatuh, tidak terbentur apapun.
• Apakah ada riwayat penyakit lainnya? DM 21 tahun yang lalu dan Atrial
Fibrilasi Persisten 5 th.
• Apakah mengkonsumsi obat secara rutin sebelumnya?
DM→ Novorepid 10 unit, insulin 10 unit
AF→ tidak rutin, antikoagulan
• Apakah memiliki riwayat hipertensi? Tensi sering tidak stabil
• Apakah ada riwayat sakit ini sebelumnya?
• Apakah ada riwayat trauma sebelumnya? -
• RPK? Tidak diketahui
• Apakah ada gangguan BAK&BAB? –
• Apakah ada riwayat konsumsi obat”an sebelumnya? Aspiled 1x80mg,
candesantan 1x4mg, atorfastatin 1x20 mg
• Apakah rutin periksa gula darah? rutin
• Apakah masih bekerja? Pensiunan dirumah
• Apakah pernah merokok atau minum alcohol? Tidak keduanya
2. Pemeriksaan Fisik
• TD → 160/80
• Nadi → 82x/menit irregular (menjawab AF nya)
• RR → 19x/menit regular
• Saturasi 99%
• GCS → compos mentis (456)
• Pem. kepala leher →Konjungtiva anemis, JVP meningkat
• Pem. Thorax → Paru : I→simetris, tidak memar
P→massa (-), nyeri (-), fremitus teraba normal
P→ lapang paru sonor kanan kiri
A→ vesikuler, Rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : I→ deformitas(-)(bentuk yang tidak normal)
P→normal
P→batas jantung normal
A→irreguler, murmur (-)
• Pem Abdomen→ I : pembesaran (-), disfensi (-), hiperemis (-)
A : bising usus normal
Pa : asites (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Pe : batas hepar normal
• Pem. Ekstremitas → - edema (-), tonus otot didapatkan hemiparese dextra,
kekuatan motoric pada sisi kanan 1, kiri 5
→ hiporefleks fisiologis di seluruh ekstremitas
→ Refleks patologis : belum ditemukan refleks patologis
→ sensibilitas : Baik
• Pem. Neurologis → GCS : compos mentis
→ Fungsi bahasa, orientasi, memori, emosi, kognisi : baik
• Pem. Nervus → paresis dextra tipe central pada N. XII
• Pem. Meningeal sign → (-)
• NIHSS → nilainya 9
3. Pemeriksaan penunjang
• DL
- Hb : 12,1
- Leukosit : 6900
- Trombosit : 127.000
• GDA → 148 mg/dL
• Profil Lipid :
- Kolesterol total → 223
- HDL → 41
- LDL → !40
- TG → 156
• Elektrolit → Normal
• Pem. Fungsi Ginjal → ureum 50, serum kreatinin 1,3
• EKG → irama ireguler dg kesan normoventrikuler respon atrialvibrilasi
• CT scan Kepala→ infark serebri multiple di area ganglia kepala basalis
bilateral terutama sisi kiri
STEP 4: TPL-PPL
TPL PPL
Anamnesis 1. Stroke iskemik
1. Keluhan kelemahan sudah sejak kapan? 1 jam - Anamnesis (1,2,4)
sebelum masuk RS - Pem. Fisik
2. Kronologi awal muncul keluhan? Mendadak setelah (17,18,19,21,22)
selesai menyiram tanaman tiba” lemas bagian - Pem. Penunjang (27,28)
kanan dan ngomongnya pelo. 2. Hipertensi
3. Apakah ada keluhan penyerta? Tidak jatuh, tidak - Anamnesis (6)
terbentur apapun. - Pem. Fisik (13)
4. Apakah ada riwayat penyakit lainnya? DM 21 3. Atrial fibrilasi
tahun yang lalu dan Atrial Fibrilasi Persisten 5 th. - Anamnesis (4,6)
5. Apakah mengkonsumsi obat secara rutin - Pem. Fisik (14,16)
sebelumnya? - Pem. Penunjang (27)
DM→ Novorepid 10 unit, insulin 10 unit
AF→ tidak rutin, antikoagulan
6. Apakah memiliki riwayat hipertensi? Tensi sering
tidak stabil
7. Apakah ada riwayat sakit ini sebelumnya?baru kali
ini
8. Apakah ada riwayat trauma sebelumnya? –
9. Apakah ada riwayat konsumsi obat”an
sebelumnya? Aspiled 1x80mg, candesantan 1x4mg,
atorfastatin 1x20 mg
10. Apakah rutin periksa gula darah? Rutin
11. Apakah masih bekerja? Pensiunan dirumah
12. Apakah pernah merokok atau minum alcohol?
Tidak keduanya
Pemeriksaan Fisik
13. TD → 160/80
14. Nadi → 82x/menit irregular (menjawab AF nya)
15. GCS → compos mentis (456)
16. RR: 19X per menit reguler.
17. Pem. kepala leher →Konjungtiva anemis, JVP
meningkat
18. Pem. Thorax Jantung : A→irreguler, murmur (-)
19. Pem. Ekstremitas → -tonus otot didapatkan
hemiparese dextra, kekuatan motoric pada sisi
kanan 1, kiri 5
-hiporefleks fisiologis di seluruh ekstremitas
20. Pem. Neurologis → GCS : compos mentis
21. Pem. Nervus → paresis dextra tipe central pada N.
XII
22. NIHSS → nilainya 9
4. Pemeriksaan penunjang
23. DL
- Hb : 12,1
- Leukosit : 6900
- Trombosit : 127.000
24. GDA → 148 mg/dL
24. Profil Lipid :
- Kolesterol total → 223 (naik)
- HDL → 41
- LDL → 140 (naik)
- TG → 156 (naik)
25. Elektrolit → Normal
26. Pem. Fungsi Ginjal → ureum 50, serum kreatinin
1,3
27. EKG → irama ireguler dg kesan normoventrikuler
respon atrialvibrilasi
28. CT scan Kepala→ infark serebri multiple di area
ganglia kepala basalis bilateral terutama sisi kiri
STEP 5: POMR
Planning
Initial
Pemeriksaan Tatalaksana Monitoring Edukasi
Assesment
Penunjang
1. EKG Non 1. TD & GDA 1. Menjelaskan
2. CT Scan medikamentosa 2. Diet harus terkait penyakit
kepala 1. Fisioterapi teratur pasien pada
selama 3. Obat usianya
perawatan 4. ESO 2. Rutin
2. Manajemen 5. Fisioterapi melakukan
pola makan 6. Pola tidur pemeriksaan
(diet rendah yang teratur Kesehatan di
garam, diet 7. Nilai NIHSS faskes terdekat
kardiovaskular 7 3. Pola hidup sekat
, diet diabetes dan rutin
Stroke mellitus), olahraga
prinsip 3J 4. Control GDA,
iskemik
(jumlah, jenis, TD, kolesterol
dengan AF 5. Berpartisipasi
jadwal)
aktif pada
Medikamentosa program terapi
1. Infus asering
20 tetes
permenit.
2. Neuroprotector
Citicoline
3. Statin:
siuastatin atau
vastatin
4. Anti hipertensi
ERB;
angiostensin B
5. Candesartan
1x8 mg
6. Insulin levemir
0-0-10 IU
subcutan (SC),
novorapid 10-
10-10 IU SC
bila kadar gula
darah sebelum
makan
>180mg/dL
Klasifikasi penyakit stroke secara garis besar dibagi dalam 2 tipe yaitu:
• Stroke Iskemik disebut juga infark atau nonhemorrhagic disebabkan oleh gumpalan
atau penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya sudah
mengalami proses aterosklerosis. Stroke iskemik terdiri dari tiga macam yaitu
embolic stroke, thrombotic stroke dan emboli stroke. Stroke Emboli merupakan
darah atau plak yang terbentuk di dalam jantung atau pembuluh arteri besar yang
terangkut menuju otak. Stroke Trombotik merupakan Bekuan darah atau plak yang
terbentuk di dalam pembuluh arteri yang mensuplai darah ke otak (Aji dkk, 2014).
• Tipe kedua adalah stroke hemorrhagic merupakan kerusakan atau "ledakan" dari
pembuluh darah di otak, perdarahan dapat disebabkan lamanya tekanan darah
tinggi dan aneurisma otak. Ada dua jenis stroke hemorrhagic: subarachnoid dan
intraserebral. Perdarahan Intraserebral yaitu Pecahnya pembuluh darah dan darah
masuk ke dalam jaringan yang menyebabkan sel-sel otak mati sehingga berdampak
pada kerja otak berhenti. Penyebab tersering adalah Hipertensi. Perdarahan
Subarachnoid yaitu Pecahnya pembuluh darah yang berdekatan dengan permukaan
otak dan darah bocor di antara otak dan tulang tengkorak. Penyebabnya bisa
berbeda-beda, tetapi biasanya karena pecahnya aneurisma (Aji dkk, 2014).
Supraventrikular takikardi adalah seluruh bentuk takikardi yang muncul dari berkas
HIS maupun di atas bifurkasi berkas HIS. Pada umumnya gejala yang timbul berupa
palpitasi, kepala terasa ringan, pusing, kehilangan kesadaran, nyeri dada, dan nafas
pendek. Gejala-gejala tersebut muncul secara tiba-tiba (sudden onset) dan berhenti
secara tiba-tiba (abrupt onset) (Ramatillah, 2022).
Klasifikasi SVT :
a) Sinus Takikardi
Sinus Takikardi adalah irama sinus dengan kecepatan denyut jantung >100x/menit.
Terdapat 2 jenis sinus takikardi, yaitu fisiologis dan non fisiologis. Sinus takikardi
fisiologis menggambarkan keadaan normal atau merupakan respon stress fisiologis
(aktivitas fisik, rasa cemas), kondisi patologis (demam, tirotoksikosis, anemia,
hipovolemia), atau stress farmakologis untuk menjaga curah jantung tetap stabil.
Sedangkan sinus takikardi non fisiologis terjadi akibat gangguan pada system vagal,
simpatik, atau pada nodus SA sendiri (Ramatillah, 2022).
b) Atrial Fibrilasi
Atrial Fibrilasi adalah bentuk aritmia yang paling sering terjadi. Pada atrial fibrilasi,
impuls listrik tidak dimulai dari nodus SA, melainkan dari bagian lain di atrium atau di
dekat vena pulmonalis. Hal ini akan menimbulkan impuls yang cepat dan tak beraturan
pula. Ketika impuls listrik sampai di nodus AV, nodus AV akan meneruskan impuls
tersebut walaupun tidak secepat impuls awalnya sehingga ventrikel juga akan berdenyut
cepat namun tidak secepat atrium. Oleh karena itu, atrium dan ventrikel tidak lagi
berdenyut bersamaan. Hal ini menyebabkan darah di atrium tidak terpompa menuju
ventrikel sebagaimana seharusnya. Resiko terjadinya atrial fibrilasi akan meningkat pada
keadaan hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit jantung rematik,
defek struktur jantung (contoh : Mitral Valve Prolapse), pericarditis, penyakit jantung
kongenital, hipertiroidisme, obesitas, diabetes, dan penyakit paru. Komplikasi yang dapat
ditimbulkan berupa stroke dan gagal jantung. Stroke terjadi akibat terlepasnya gumpalan
darah (trombus) di atrium yang kemudian menyumbat pembuluh darah otak. Gagal
jantung terjadi jika jantung tidak dapat memompa darah yang cukup sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Pada EKG didapatkan gambaran gelombang tidak teratur, komples
QRS sempit, dan kecepatan >300x/menit (Ramatillah, 2022).
c) Atrial Flutter
Atrial flutter dapat disebabkan karena adanya perlukaan pada jantung akibat penyakit jantung
atau prosedur operasi jantung. Namun atrial flutter dapat pula terjadi pada pasien tanpa
gangguan jantung. Kondisi ini disebut sebagai Lone Atrial Flutter . Pada atrial flutter impuls
listrik tidak dimulai dari nodus SA melainkan dari atrium kanan dan melibatkan sirkuit besar
yang meliputi daerah dekat katup trikuspid. Hal ini akan menyebabkan atrium berdenyut
cepat dan memacu ventrikel untuk berdenyut cepat pula. Atrial flutter pada umumnya terjadi
pada penderita penyakit jantung, seperti penyakit jantung kongestif, penyakit katup rematik,
penyakit jantung kongenital atau kondisi medis lainnya, seperti emfisema paru dan hipertensi.
Resiko terjadinya atrial flutter akan meningkat padapasien post operasi jantung akibat
terbentuknya perlukaan pada bagian atrium (Ramatillah, 2022).
Sumber : Kowalak, Jennifer Lynn
c) Atrial Ekstrasistol
Atrial ekstrasistol sering muncul pada jantung normal, namun pada umumnya
berhubungan dengan penyakit jantung struktural dan frekuensinya meningkat seiring
pertambahan usia. Pada gambaran EKG ditandai dengan adanya gelombang P yang
timbul sebelum gelombang P pada sinus normal muncul. Pada APC yang terjadi terlalu
dini dapat menyebabkan pemanjangan interval PR dan beberapa dapat pula tidak
dikonduksikan ke ventrikel sehingga denyut menjadi tidak teratur (Ramatillah, 2022).
2. Ventrikel Takikardi
Sumber : Khan, MG
3. Ventrikel Fibrilasi
Ventrikel fibrilasi merupakan jenis aritmia yang paling berbahaya .Jantung tidak lagi
berdenyut melainkan hanya bergetar sehingga jantung tidak dapat memompa darah
dengan efektif. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya henti jantung (cardiac arrest) .
Gejala yang timbul berupa tanggapan pasien berkurang, pasien sudah tidak bernafas
atau hanya gasping, henti jantung yang muncul secara tiba-tiba (Sudden Cardiac
Arrest) (Ramatillah, 2022).
Sumber : Wilkins LW
C. Epidemiologi
Di Indonesia, stroke menempati urutan ketiga penyakit terbanyak setelah penyakit
jantung koroner dan kanker. Tercatat 28,5% pasien stroke meninggal dunia dan
sisanya mengalami kelumpuhan sebagian atau bahkan total. Tercatat hanya 15%
yang bisa sembuh total dari stroke dan kecacatan ini. Jumlah penderita stroke di
Indonesia terus mengalami signifikansi. Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)
menunjukkan jumlah penderita stroke tahun 2007 berusia 45-54 tahun berkisar
8%. (Rusmeni, & Suryantoro, 2022)
Kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya usia, semakin tinggi usia
seseorang maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya stroke. Namun, jumlah
penderita stroke di bawah usia 45 tahun juga terus meningkat. WHO
memperkirakan kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian
akibat penyakit jantung dan kanker sekitar 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta
pada tahun 2030. (Rusmeni, & Suryantoro, 2022)
3. MMM patofisiologi Stroke dan AF
Patofisiologi Stroke
Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang terjadi pada
kasus stroke, maka otak akan mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen (Mozaffarian et al., 2015). Pembuluh darah yang paling sering
terkena adalah arteri serebral dan arteri karotis interna yang ada di leher (Guyton &
Hall, 2014). Adanya gangguan pada peredaran darah otak dapat mengakibatkan
cedera pada otak melalui beberapa mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbulkan
penyembitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang dapat mengakibatkan iskemik.
b. Pecahnya dinding pembuluh darah yang dapat menimbulkan hemoragik.
c. Pembesaran satu atau lebih pembuluh darah yang dapat menekan jaringan otak.
d. Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang interstitial
jaringan otak (Smeltzer & Bare, 2013).
Awalnya penyempitan pembuluh darah otak menyebabkan perubahan pada aliran
darah lalu setelah terjadi stenosis yang cukup hebat dan melampaui batas krisis maka
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Obtruksi suatu pembuluh darah
arteri di otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal
sekitarnya masih mempunyai peredaran darah yang baikbberusaha membantu suplai
darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang terjadi pada kortek
akibat oklusi pembuluh darah awalnya adalah gelapnya warna darah vena, penurunan
kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan arteriola (America Health Association.,
2015). Penyempitan atau penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik
(hemianestesia) kibat kerusakan girus lateral presentralis dan 2 postsentralis
(America Health Association., 2015).
Gangguan Elektrofisiologi
Awitan takiaritmia membutuhkan adanya pemicu (trigger) dan substrat. Mekanisme
elektrofisiologis atrial fibrilasi dapat dibedakan menjadi mekanisme fokal (karena
pemicu) dan mekanisme re-entry mikro (karena substrat) (Staerk et al., 2017).
Mekanisme Fokal
Adanya lepasan aktivitas elektrik fokal ektopik dapat menyebabkan atrial fibrilasi.
Biasanya mekanisme dengan pemicu berasal dari daerah-daerah tertentu, yaitu di vena
pulmonal (72%) dan tempat lain, seperti vena kava superior, dinding posterior atrium
kiri, atau sinus koronarius. Mekanisme seluler dari aktivitas fokal ini melibatkan
mekanisme triggered activity dan re-entry. Vena pulmonal memiliki periode refrakter
yang pendek sehingga memiliki potensi kuat untuk menyebabkan takiaritmia atrium (
Nesheiwat et al., 2022).
Re-entry membutuhkan adanya sifat jaringan yang mendukung, yaitu substrat yang
rentan. Substrat re-entry dapat timbul karena gangguan elektrik ataupun perubahan
struktur. Beberapa kondisi jantung dapat menyebabkan perubahan substrat struktural
untuk terjadinya re-entry, biasanya pada pembesaran dan fibrosis atrial. Sebuah
hipotesis menyatakan bahwa atrial fibrilasi terjadi oleh banyaknya wavelet yang
tersebar secara acak dan saling bertabrakan satu sama lain. Diperlukan setidaknya 4-
6 wavelet mandiri untuk memicu terjadinya atrial fibrilasi ( Nesheiwat et al., 2022).
Atrial Fibrilasi terjadi akibat dari aktivitas sel-sel otot jantung di atrium/miosit atrium
(atrial cardiac myocytes) meningkat oleh karena remodeling listrik yang terjadi akibat
cellular calcium overload atau beban kalsium yang berlebihan di dalam sel. Penutupan
jalan atau blok pada kanal kalsium tipe L akan menyebabkan pemendekan periode
refrakter efektif yang diinduksi oleh AF menjadi terhambat/terinhibisi, maka dari itu
pada pasien AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur hal ini dikarenakan
terdapatnya rangsangan berlebihan yang bersifat multifocal dan memiliki frekuensi
tinggi yang menyebabkan gangguan fungsi kontraktilitas, terjadi penurunan atrial
flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri, stasis berkaitan dengan
peningkatan risiko kejadian tromboemboli, dan memudahkan terbentuknya thrombus,
Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ),
fibrinogen, D-dimer, dan fragmen prothrombin (Rampengan, 2015).
Patogenesis stroke iskemik
Manifestasi
b) Stroke hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena.
1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran menempatkan
posisi.
2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan memori
3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan
4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi, fungsi fisik,
intelektual
• Stroke Mimic
Stroke mimics adalah kondisi nonvaskular yang memiliki kemiripan tanda dan gejala
dengan stroke. Stroke mimics diakibatkan oleh beberapa penyakit seperti migrain,
hipoglikemia, dan atypical posterior reversile encephalopathy. (Vilela P, 2017)
Transient ischemic attack (TIA) merupakan kelainan neurologis fokal yang dapat
kembali normal dalam waktu kurang dari 24 jam, tetapi tidak melibatkan infark
pada otak. TIA biasanya hilang dengan sendirinya dalam 60 menit. Penyebab TIA
dapat sama dengan stroke iskemik, akan tetapi tidak sampai merusak komponen
otak. (Vilela P, 2017)
Penatalaksanaan umum
b. Terapi farmakologi
• pemberian cairan hipertonis jika terjadi peninggian tekanan intra kranial akut tanpa
kerusakan sawar darah otak (Blood-brain Barrier)
• diuretika (asetazolamid atau furosemid) yang akan menekan produksi cairan
serebrospinal
• steroid (deksametason, prednison, dan metilprednisolon) yang dikatakan dapat
mengurangi produksi cairan serebrospinal dan mempunyai efek langsung pada sel
endotel (Affandi dan Reggy, 2016)
Pilihan pengobatan stroke dengan menggunakan obat yang biasa direkomendasi untuk
penderita stroke iskemik yaitu tissue plasminogen activator (tPA) yang diberikan
melalui intravena. Fungsi tPA ini yaitu melarutkan bekuan darah dan
meningkatkan aliran darah ke bagian otak yang kekurangan aliran darah (National
Stroke Association, 2016).
KOMPLIKASI
Pasien stroke rentan terhadap berbagai komplikasi medis. Pneumonia aspirasi, infeksi
saluran kemih, demam, nyeri, luka tekan, jatuh medis, dan tromboemboli (emboli
paru, trombosis vena dalam) dapat terjadi setelah stroke (Yoo, et al. 2019)
FAKTOR RESIKO
Risiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia dan berlipat ganda di atas usia 55
tahun pada pria dan wanita. Risiko meningkat lebih lanjut ketika seseorang memiliki
kondisi medis yang sudah ada seperti hipertensi, penyakit arteri koroner atau
hiperlipidemia. Hampir 60% stroke terjadi pada pasien dengan riwayat transient
ischemic attack (TIA). (Kuriakose et Xiao. 2020)
PROGNOSIS
Program Pemerintah yang sedang digalangkan saat ini adalah GERMAS yakni
program CERDIK dan PATUH yang senantiasa disosialisasikan kepada masyarakat.
CERDIK merupakan singkatan dari pemaparan Cek Kesehatan secara berkala,
kemudian E adalah Enyahkan asap rokok, dilanjutkan dengan R yakni Rajin olahraga,
kemudian D adalah Diet seimbang, diikuti dengan I yakni Istirahat cukup, dan
terakhir K yang artinya Kelola stress. CERDIK dianggap sebagai Langkah
pencegahan yang dilakukan untuk terhindar dari PTM, pada pengabdian masyarakat
ini difokuskan untuk pencegahan terjadinya stroke.
Definisi
Etiologi
Epidemiologi
• Atrial Fibrilasi
Manifestasi
• Lemas
• Pusing
• Jantung berdebar
• Nyeri dada
• Sesak napas
AF dapat berlangsung sesekali dalam hitungan menit sampai jam, atau terjadi
berulang-ulang selama seminggu. Gejala AF yang seperti ini masih bisa hilang,
baik menghilang dengan sendirinya atau dengan obat-obatan.
Akan tetapi, atrial fibrilasi juga bisa terjadi terus-menerus sampai lebih dari 1
tahun atau bahkan permanen. Kondisi ini memerlukan pengobatan jangka panjang
untuk mencegah stroke dan gagal jantung. (R. A. Bimandoko, 2016)
Atrial flutter merupakan salah satu bentuk aritmia yang disebabkan oleh
gangguan konduksi pada nodus atrioventrikular (AV). Pada anamnesis dapat
ditemukan keluhan yang hampir sama dengan atrial fibrilasi. Namun, pada
pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya denyut jantung sekitar 150
kali/menit dan irama regular atau sedikit ireguler. Temuan hasil EKG juga dapat
membedakan atrial flutter dengan atrial fibrilasi. (Goyal A, 2022)
• Atrial Takikardia
Atrial takikardia merupakan supraventrikular takikardia yang bisa terjadi pada
individu dengan kondisi jantung normal atau pada penyakit jantung kongenital.
Pada kondisi ini biasanya ditemukan tanpa keluhan atau adanya keluhan palpitasi
tiba-tiba, pusing, dyspnea, atau kelelahan umum. Temuan fisik yang bisa didapat
adanya denyut nadi yang cepat dan bisanya regular. Pada hasil EKG biasanya
ditemukan interval PR yang lebih pendek dibanding interval RP. (Rosenthal L,
2019)
Bleeding, Labile INR value, Elderly, dan antithrombotic Drugs and alcohol.
Evaluasi risiko perdarahan pada setiap pasien FA harus dilakukan dan jika skor HAS-
BLED ≥3 maka perlu perhatian khusus, pengawasan berkala dan upaya untuk
mengoreksi faktor-faktor risiko yang dapat diubah.
Terapi antitrombotik yang dipergunakan untuk prevensi stroke pada pasien FA meliputi
antikoagulan (antagonis vitamin K dan antikoagulan baru), dan antiplatelet.
Antagonis vitamin K (warfarin atau coumadin) adalah obat antikoagulan yang paling
banyak digunakan untuk pencegahan stroke pada FA.
Saat ini terdapat 3 jenis AKB yang bukan merupakan AVK di pasaran Indonesia, yaitu
dabigatran, rivaroxaban, dan apixaban. Dabigatran bekerja dengan cara menghambat
langsung trombin sedangkan rivaroxaban dan apixaban keduanya bekerja dengan
cara menghambat faktor Xa. FDA menyetujui dosis 150 mg b.i.d., dan dosis 75 mg
b.i.d. bila terjadi gangguan ginjal berat, sedangkan EMA menyetujui baik dosis 110
mg 2x/hari. maupun 150 mg 2x/hari. Pemberian rivaroxaban 20 mg o.d. (15 mg o.d.
bila kreatinin klirens hitung 30–49 mL/min) dibandingkan dengan warfarin. Subjek
pada studi ini mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk stroke dibandingkan studi
AKB lain tetapi rerata TTR hanya 55% yang lebih rendah dibanding semua studi
AKB lain. Pasien FA yang tidak cocok atau tidak ingin mendapat terapi AVK
diberikan apixaban [5 mg b.i.d. dengan penyesuaian dosis jadi 2,5 mg b.i.d. bila usia
≥80 tahun, berat badan ≤60kg atau kreatinin serum ≥1,5 mg/dL (133mmol/L)] atau
diberikan aspirin (81-324 mg/hari, dengan 91% minum ≤162 mg/hari). (Andika,
2021)
KOMPLIKASI
Atrial fibrilaion memiliki dua komplikasi utama berupa stroke dan gagal
jantung. Pada AF, terdapat darah menumpuk di atrium dan menyebabkan bekuan
darah. Jika gumpalan putus dan berjalan ke otak, bisa menyebabkan stroke. Gagal
jantung terjadi jika jantung tidak bisa memompa cukup darah untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Atrial fibrilation dapat menyebabkan gagal jantung karena ventrikel
berdetak sangat cepat dan tidak dapat sepenuhnya mengisi dengan darah. Dengan
demikian, mereka mungkin tidak dapat memompa cukup darah ke paru-paru dan
tubuh. (Andika, dkk. 2021)
FAKTOR RESIKO
a. Mengonsumsi makanan yang sehat untuk jantung serta membatasi asupan garam,
lemak, dan kolesterol
b. Menghentikan kebiasaan merokok
c. Membatasi konsumsi alkohol dan kafein.
d. Menjaga berat badan yang normal
e. Mengendalikan tekanan darah dan kadar kolesterol dalam darah (Kemenkes RI
2018)
KESIMPULAN
Seorang wanita berusia 85 tahun datang dengan Keluhan kelemahan pada anggota
gerak kanan Kesulitan wicara sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit Keluhan tersebut
terjadi mendadak terdapat riwayat Atrial Fibrilasi persisten sejak 5 tahun lalu tanpa
mengonsumsi terapi OAC rutin pada Pemeriksaan nervus kranialis menunjukkan
paresis nervus. XII dekstra tipe sentral. Pemeriksaan motorik berupa hemiparesis
dekstral dengan kekuatan motorik 1 pada sisi kanan dan kekuatan 5 pada sisi kiri.
Didapatkan hasil normotonus, eutrofi, dengan pergerakkan pasien terbatas. pada
ekstremitas dekstra. Pemeriksaan refleks fisiologis menunjukkan kondisi hiporefleks
pada seluruh ekstremitas tetapi belum ditemukan refleks patologis dengan Sensibilitas
pasien baik. Pada pemeriksaan penunjang dengan CT-Scan Menunjukkan infark serebri
multipel di daerah ganglia basalis bilateral terutama sisi kiri. Dari hasil pemeriksaan
diatas dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami stroke iskemik dengan atrial
fibrilasi.
MIND MAPPING
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, I.G. & Reggy, P. 2016. Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada Stroke. CDK-
238. Volume 43, Nomor 3 (Hlm. 180-184)
American Heart association (AHA). 2015. Health Care Research : Coronary Heart Disease.
Andika, A.G., dkk. 2021. Tatalaksana Aritmia: Fibrilasi Atrial. Medula. Volume 1, Nomor 3
Andika, G.A., Sukohar, A. and Yonata, A., 2021. Tatalaksana Aritmia: Fibrilasi
Atrial. Medical Profession Journal of Lampung, 11(3), pp.247-252.
Armyati, E. O., & Pravitasari, D. N. (2022). Gambaran Tingkat Kecemasan pada Lansia
Terhadap Penyakit Stroke Di Puskesmas Ponorogo Selatan. Jurnal Health Sains, 3(4),
556-564.
Azmi, A. B., Yanni, M., & Efrida, E. (2020). Profil Klinis Pasien Fibrilasi Atrium di RSUP
Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari–31 Desember 2017. Jurnal Kesehatan
Andalas, 9(1S), 1.
Dewi, N. L. P. T., 2022. Edukasi Metode CERDIK Dan PATUH Modifikasi Gaya Hidup
Sehat Dalam Upaya Mencegah Kejadian Stroke Berulang. JURNAL EMPATHY
Pengabdian Kepada Masyarakat, III(1), pp. 43-44.
Edwardson, M.A., Dromerick, A., Kasner, S.K. and Dashe, J., 2017. Ischemic stroke
prognosis in adults. Uptodate [accessed 15 Dec 2016] Available from: https://www.
uptodate. com/contents/ischemic-stroke-prognosis-in-adults.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC,
1022
Hald EM, Rinde LB, Løchen ML, et al. (2018) Atrial Fibrillation and Cause-Specific Risks of
Pulmonary Embolism and Ischemic Stroke. J Am Heart Assoc.
Kemenkes RI. 2018. “Bagaimana pencegahan Fibrilasi Atrium ?”,
http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-
pembuluh-darah/bagaimana-pencegahan-fibrilasi-atrium, diakses pada 06 November
2022 pukul 19.11
Ko, D., Rahman, F., Schnabel, R.B., Yin, X., Benjamin, E.J. and Christophersen, I.E., 2016.
Atrial fibrillation in women: epidemiology, pathophysiology, presentation, and
prognosis. Nature Reviews Cardiology, 13(6), pp.321-332.
Kumalasari, A. N., Rahmayani, F., & Hamidi, S. (2018). Diagnosis dan Pencegahan
Perburukan Demensia Vaskular pada Pasien Pasca Stroke. Jurnal Medula, 8(1), 25-32.
Kuriakose, D. and Xiao, Z., 2020. Pathophysiology and treatment of stroke: present status
and future perspectives. International journal of molecular sciences, 21(20), p.7609.
Kusumadewi, M. S., Darma, K. S. S., & Aryadana, W. (2020). Prevalensi Fibrilasi Atrium
Pada Pasien Hipertiroidisme Di Poliklinik Endokrin RSUP Sanglah. E-Jurnal Medika
Udayana, 9(7), 50-55.
Rahmawati, V. K., Wahyudi, M. S. S., & Sari, D. A. N. (2022). Atrial Fibrillation Detected
After Acute Ischemic Stroke. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 8(3),
127-133.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Staerk L, Sherer JA, Ko D, Benjamin EJ, Helm RH. Atrial Fibrillation: Epidemiology,
Pathophysiology, and Clinical Outcomes. Circ Res. 2017 Apr 28;120(9):1501-1517.
TEDYANTO, E. H., KAWILARANG, K. C., & TANJUNG, F. (2020). Infark Serebri Tipe
Kardioemboli pada Pasien dengan Fibrilasi Atrium. Hang Tuah Medical Journal, 17(2),
202-208.
Vilela P. Acute stroke differential diagnosis: Stroke mimics. European journal of radiology.
2017 Nov 1;96:133-44.
Yonata, A., & Pratama, A. S. P. (2016). Hipertensi sebagai faktor pencetus terjadinya stroke.
Jurnal Majority, 5(3), 17-21.
Yoo, M.C., Yoo, S.D., Chon, J., Han, Y.R. and Lee, S.A., 2019. Acute cholecystitis as a rare
and overlooked complication in stroke patients: A retrospective monocentric
study. Medicine, 98(9).