Anda di halaman 1dari 11

LITERATURE REVIEW

PENERAPAN OTOPSI VERBAL


DALAM SURVEILENS DATA KEMATIAN

KELOMPOK III :
Rifky Dwi Aditya Iryawan
Via Dwi Alfiana
Naura Thifal Baihaqi

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
DAFTAR ISI

Judul …………………………………………………………………. i
Abstract …………………………………………………………………. ii
Daftar Isi …………………………………………………………………. iii
Bab 1 PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
Bab 2 PEMBAHASAN …………………………………………………... 2
2.1 Autopsi Verbal …………………………………………………… 3
2.2 Surveilans ………………………………………………………… 5
2.3. Peran autopsi verbal pada surveilans data kematian ……………….

Bab 3 KESIMPULAN ……………………………………………………


DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
ABSTRACT

PENERAPAN OTOPSI VERBAL


DALAM SURVEILENS DATA KEMATIAN

Rifky Dwi Aditya Iryawa, Via Dwi Alfiana, Naura Thifal Baihaqi

Introduction :

Conclusion

Keyword : autopsy, verbal, surveillans, death


Bab 1
PENDAHULUAN

Tingkat Kesehatan suatu negara dilihat dari beberapa parameter antara lain kelahiran,
kematian ,imigrasi dan emigrasi. Sebagai suatu parameter yang harus dihitung, maka
diperlukan perhitungan angka kematian penduduk yang baik. Besarnnya angka kematian ini
dipakai sebagai salah satu pedoman untuk menentukan kebijakan di bidang Kesehatan
khususnya untuk mengetahui apa saja faktor resiko dan penyebab kematian yang
menyebabkan tingginya angka kematian. Penyebab kematian diperoleh dari hasil surveilans
data kematian yang dapat diperoleh dari laporan kematian (Amiruddin, 2012) baik secara
autopsi forensik, catatan laporan kematian dari sarana Kesehatan maupun dari hasil
wawancara dengan kerabat terdekat atau orang orang terdekat di sekeliling mendiang yang
dikenal sebagai autopsi verbal .
Autopsi merupakan salah satu cara untuk mengetahui penyebab kematian . Menurut
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2019) autopsi adalah pemeriksaan tubuh
mayat dengan cara melakukan pembedahan untuk mengetahui penyebab
terjadinya kematian, penyakit, dan sebagainya. Beberapa kelemahan kelemahan
prosedur otopsi menyebabkan banyak kendala untuk diterapkan di Indonesia. Antara lain
menyangkut biaya autopsi yang mana pada tahun 2011 di unit pelayanan autopsi
Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Soetomo Surabaya dikenai biaya sebesar Rp1.369.587,00 (Sulistyorini,et al., 2011) dan
RSUD Mataram Kota menerapkan biaya sebesar Rp5.000.000, pada tahun 2017. Biaya
yang dikeluarkan tergolong tinggi bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) nomor 6 tahun 2009 menyatakan bahwa autopsi dapat dilakukan
dengan syarat hal itu menjadi jalan keluar satu-satunya untuk mengetahui penyebab
kematian. Hal ini menambah sulitnya autopsi dilakukan mengingat persyaratan yang ada.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan selain proses autopsi secara bedah forensik
adalah autopsi verbal. (Pratiwi, 2018)
Tujuan pembuatan literature review ini adalah untuk mrngetahui sejauh mana peran
autopsi verbal dalam surveilans data kematian. Surveilans data kematian memberikan andil
yang cukup besar dalam penentuan kebijakan Kesehatan suatu negara. Pola penyakit yang
bagaimana atau kejadian apa yang menyebabkan tingginya angka kematian merupakan data
yang sangat dibutuhkan untuk pengendalian penyakit atau mencegah timbulnya bencana baik
dalam bentuk wabah, endemi dan bahkan kejadian pandemik agar dapat dicegah dan
ditangani dengan cepat dan tepat.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Otopsi Verbal

Otopsi verbal adalah cara pengumpulan informasi mengenai keadaan dan gejala
seseorang yang meninggal untuk mengetahui penyebab kematiana. Informas berupa
gambaran Kesehatan dan peristiwa yang terjadi sbelum kematian yang didapat dari hasil
wawancara dengan seseorang atau beberapa orang terdekat dengan almarhum atau
almarhumah dan dianalisis oleh tenaga professional Kesehatan atau secara komputerisasi
untuk menentukan penyebab kematian seseorang dalam suatu populasi. (Pratiwi,2018)

Otopsi verbal umumnya digunakan saat kematian tidak tercatat pada medical record
atau tanpa sertfikasi medis resmi sebagai penyebab kematian dari sarana Kesehatan dan
biasanya terjadi di negara yang sedang berkembang dimana banyak penduduknya memiliki
penghasilan rendah hingga menengah.(Pratiwi, 2018)

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun
2010 dan Nomor 162/Menkes/PB/I/2010, tentang pelaporan kematian dan penyebab
kematian, menjelaskan bahwa otopsi verbal adalah penelusuran peristiwa, kondisi, gejala, dan
tanda penyakit, yang mengarah pada kematian dengan mewawancarai keluarga atau pihak
lain yang mengetahui kondisi almarhum. Otopsi verbal dapat digunakan dalam surveilans dan
penelitian kematian berbasis komunitas. Setiap kematian yang terjadi di luar fasilitas
pelayanan kesehatan harus ditelusuri untuk mengidentifikasi penyebab kematian. (Aryanti,
2020) Otopsi verbal dapat memperkirakan penyebab kematian secara valid,

sehingga pencatatan kematian di fasilitas kesehatan dapat ditingkatkan.

(Permenkes,2014)

Otopsi verbal melibatkan wawancara dengan kerabat dekat, anggota keluarga, atau
pengasuh almarhum untuk mengumpulkan informasi tentang tanda dan gejala yang dialami
oleh almarhum sebelum kematian, setelah waktu berkabung yang dapat diterima secara
budaya. Informasi ini kemudian dianalisis, baik oleh dokter atau, lebih inovatif, dengan
algoritma komputer otomatis, untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab kematian yang
dapat dikodekan menurut standar ICD.4 Kunjungan rumah untuk melakukan otopsi verbal
biasanya dilakukan paling cepat 2 minggu setelah kematian terjadi karena biasanya
keluarganya masih berduka selama kurang dari 2 minggu sehingga menyulitkan untuk
melakukan wawancara. Pewawancara akan bertanya dan mengisi kuesioner mengenai
apakah kematian terjadi di rumah, di puskesmas, atau dalam perjalanan ke fasilitas kesehatan
(death on arrival/DoA). Pewawancara juga akan menanyai keluarga almarhum tentang gejala
dan riwayat penyakit almarhum selama hidupnya, riwayat medis, hasil pemeriksaan
penunjang, dan resume medis. Hasil wawancara akan menjadi dasar bagi dokter untuk
memasukkan penyebab kematian dalam bentuk sertifikasi penyebab kematian (dalam bahasa
Indonesia disebut surat keterangan penyebab kematian/FKPK). (Pratiwi, 2014; Aryanti,2020)

Akhir-akhir ini timbul pertumbuhan minat, penelitian, dan pengembangan terkait


dengan semua aspek otopsi verbal. Itu termasuk sistem pengumpulan data, isi dan format
kuesioner, target pada berbagai kelompok umur, proses identifikasi penyebab kematian,
pemanfaatan sistem kode dan tabulasi etiologi, dan validasi instrumen yang digunakan dalam
otopsi verbal.

WHO mempublikasikan standar autopsi verbal pada tahun 2007. Beberapa standard
yang disampaikan meliputi beberapa hal yaitu a) kuisioner otopsi verbal untuk 3 kelompok
umur untuk kelompok umur 4 minggu, lebih dari 4 minggu hingga 14 tahun dan lebih dari 15
tahun; b)sertifikat tentang penyebab kematian dan kode diagnostic yang digunakan secara
konsisten mengacu pada klasifikasi internasional penyakit dan masalah Kesehatan terkait
(ICD -10); c) yang terakhir adalah menyiapkan daftar penyebab kematian untuk autopsi
verbal menurut ICD-10 (Aryanti, 2020)

2.2. Surveillans Kesehatan

Dalam rangka meningkatkan kemampuan pengelolaan data dan informasi kesehatan,


diperlukan sistem Surveilans Kesehatan secara nasional agar tersedia data dan informasi
secara teratur, berkesinambungan, serta valid sebagai bagian dari proses pengambilan
keputusan dalam upaya kesehatan, baik lokal maupun nasional, serta memberikan kontribusi
terhadap komitmen global. (Permenkes,2014)
Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus
terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan
penanggulangan secara efektif dan efisien. (Permenkes, 2014; Greenberg, 2015)

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan merupakan prasyarat program kesehatan dan


bertujuan untuk 1) tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan aktor
risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
sebagai bahan pengambilan keputusan; 2)terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap
kemungkinan terjadinya KLB/Wabah dan dampaknya; 3)terselenggaranya investigasi dan
penanggulangan KLB/Wabah; dan 4) dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para
pihak yang berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan. Masalah Kesehatan yang
penting untuk dilakukan surveilans tercantum dalam tabel 1 (Amiruddin,2014).

Tabel 1.Kondisi Kesehatan yang diamati pada surveilans Kesehatan masyarakat. (Amiruddin,2014)

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan dilakukan melalui pengumpulan data, pengolahan


data, analisis data, dan diseminasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan untuk
menghasilkan informasi yang objektif, terukur, dapat diperbandingkan antar waktu, antar
wilayah, dan antar kelompok masyarakat sebagai bahan pengambilan keputusan.  Informasi
sebagaimana dimaksud digunakan sebagai pedoman untuk pengambilan keputusan, meliputi:
besaran masalah; factor risiko;endemisitas; patogenitas, virulensi dan mutasi; . status
KLB/Wabah; kualitas pelayanan; kinerja program; dan/atau dampak program.
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan harus mampu memberikan
gambaran epidemiologi yang tepat berdasarkan dimensi waktu, tempat dan
orang.

2.3 Survailans Kematian dan Peran Otopsi Verbal

Pengumpulan data kematian dilakukan dengan cara aktif dan pasif.  Pengumpulan data
secara aktif dilakukan dengan cara mendapatkan data secara langsung dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, melalui kegiatan Penyelidikan
Epidemiologi, surveilans aktif puskesmas/rumah sakit, survei khusus, dan kegiatan lainnya.
Adapun pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan cara menerima data dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku
register pasien, laporan data kesakitan/kematian, laporan kegiatan, laporan masyarakat dan
bentuk lainnya.

Pengolahan data dilakukan dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih
bentuk (transform) dan pengelompokan berdasarkan tempat, waktu, dan orang. Analisis data
dilakukan dengan metode epidemiologi deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan
informasi yang sesuai dengan tujuan surveilans yang ditetapkan.(Greenberg,2015).
Diseminasi dilakukan dengan cara:a.)menyampaikan informasi kepada unit yang
membutuhkan untuk dilaksanakan tindak lanjut; b).menyampaikan informasi
kepada Pengelola Program sebagai sumber data/laporan surveilans sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c).memberikan umpan
balik kepada sumber data dalam rangka perbaikan kualitas data. Surveilans
kematian harus dilakukan pada seluruh populasi dan wilayah yang ditentukan dengan
mengikutsertakan semua unit pengumpul data dari masyarakat, unit pelayanan kesehatan,
kabupaten/kota dan provinsi. (Permenkes 2014)

Perolehan data kematian di rumah sakit, dokter akan langsung menginput FKPK
berdasarkan rekam medis pasien. Selanjutnya akan dilakukan analisis deskriptif dengan
terlebih dahulu melakukan pengkodean penyakit penyebab kematian di FKPK dengan
menggunakan Buku Pedoman Pengkodean Penyakit ICD-10 (Volume 1,2,3). Data kematian
dikumpulkan oleh puskesmas (petugas pelayanan kesehatan masyarakat) akan diberi kode
oleh petugas kode dinas kesehatan, sedangkan data kematian dari suatu rumah sakit akan
diberi kode oleh petugas rekam medis rumah sakit. Kemudian data tersebut akan dikirim ke
Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI. Setelah dilakukan proses editing, entry dan
cleaning, data dianalisis dengan mengelompokkan dasar penyebab kematian berdasarkan
tabulasi 1 atau klasifikasi penyakit pada ICD-10.6

Secara keseluruhan hanya ada sepertiga dari penyebab kematian yang dapat terdaftar.
Kurangnya registrasi vital untuk menyediakan data yang representatif banyak ditemukan di
negara berkembang. Beberapa kuesioner untuk otopsi verbal dibuat untuk mengetahui
penyakit penyebab kematian yang diklasifikasikan menurut ICD-10. Tujuan utama otopsi
verbal adalah untuk mengidentifikasi tingkat dan penyebab kematian dalam suatu komunitas.
Kesimpulannya, dapat berfungsi sebagai solusi alternatif untuk meningkatkan kualitas sistem
pencatatan kematian di negara berkembang, khususnya Indonesia. Informasi data kematian
melalui otopsi verbal ini sangat penting dan berharga untuk membantu menentukan besaran
angka kematian sehingga dapat mengarahkan prioritas, kebijakan dan layanan Kesehatan
berdasarkan pola penyebab kematian yang dipeolah dari data otopsi verbal yang diperkirakan
sebagai penyumbang data terbesar pada penghitungan dan analisis surveilans kematian.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa ketidaklengkapan input item gejala yang


menyertai kematian dipengaruhi oleh kurangnya kehati-hatian beberapa perawat dalam
menyelesaikan setiap pertanyaan dalam kuesioner otopsi verbal. Informasi yang tidak
lengkap juga dapat menyebabkan ketidaklengkapan data kuesioner otopsi verbal. Misalnya,
orang yang meninggal karena stroke tidak menunjukkan gejala kelumpuhan pada anggota
tubuhnya. Namun, dalam ringkasan riwayat penyakit, seorang perawat menulis bahwa
almarhum tidak dapat bergerak sebelum kematiannya. Hal ini menunjukkan
ketidakkonsistenan saat memasukkan kuesioner otopsi verbal. Perlu pelatihan pewawancara
dalam pengisian kuesioner otopsi verbal sehingga data yang diperoleh akan valid. (Aryati,
2020)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Achmad dkk pada tahun menunjukkan bahwa
jumlah sertifikat kematian di fasilitas pelayanan kesehatan yang akurat sebesar 49,82%,
sedangkan data yang tidak akurat pada sertifikat kematian sebesar 50,18%. Data keakuratan
meliputi kelengkapan, keterbacaan dan ketepatan dalam penentuan UCOD. Hal ini
menunjukkan rendahnya keakuratan data penyebab kematian pasien dan mempengaruhi
statistik kematian di fasilitas pelayanan kesehatan. Pelatihan dan pendampingan kodifikasi
dalam penentuan UCOD pada sertifikat kematian harus diupayakan pada setiap fasilitas
pelayanan kesehatan serta penelitian selanjutnya guna meningkatkan keakuratan UCOD pada
sertifikat kematian (Rusdi,2022)

BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, R., 2012, Surveillans Kesehatan Masyarakat. IPB Press, Bogor, pp 10-15

Aryanti, E., Kartikasari, D., Kristanto,T., 2020. Tinjauan litrratur autopsy verbal, Jurnal
Kedokteran Indonesia, DOI: 10.20885/JKKI.Vol11.Iss1.art1 2 , pp80-84

Greenberg, R.S., 2015 Medical Surveillance in Medical Epidemiology Population Health and
Effective Health Care fifth edition, Mc. Graw Hill Education- Lange, New York, pp 45-64.

Permenkes_45, 2014. Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, pp 1-27

Pratiwi,AI., Moedarso, B., Soemartomo,C., Autopsi verbal pada kasus kematian mendadak di
Instalasi Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada 1-30 Nopember 2017. Qanun Medika
Vol 2 no 02 Juli 2018.

Rusdi, A.J.,.Prisusanti, R.A Ularan, R., 2022. Systematic Review Keakuratan Underlying
Cause of Death (UCOD) pada Sertifikat Kematian di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Indonesian of Health Information Management Journal (INOHIM) ISSN (Print) : 2354-8932
Vol.10, No.1, Juni 2022, p.57-65, DOI: 10.47007/inohim.v10i1.414

Anda mungkin juga menyukai