Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN MANDIRI

MODUL INTEGRATIF ORGAN

SKENARIO 1

DISUSUN OLEH:

Naura Thifal Baihaqi/61300190075

Tutor:

Hartatiek Nila Kamila, dr., Sp.OG

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2022
SKENARIO 1

Seorang laki-laki berusia 68 tahun datang ke klinik diantar oleh keluarganya dengan keluhan
sering lupa untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan dan memakai pakaian
STEP 1 (Seeking Information)
Kata Kunci :
1. Seorang laki-laki berusia 68 diantar oleh keluarganya
2. sering lupa untuk melakukan kegiatan sehari-hari
Diagnosis Banding :
1. Demensia Alzeimer
2. Demensia vascular
3. Penyakit Parkinson
4. Demensia Lewy Bodies
5. Delirium
STEP 2 DAN 3 (Define Problem and Digging Information)
Anamnesis
1. Apa keluhan yang sedang dirasakan? Keluhan lupa kegiatan sehari-hari
2. Keluhan dirasakan dirasakan berapa lama? 5 bulan yang lalu
3. Apakah ada gangguan komunikasi? Tidak ada data
4. Bisa diceritakan kronologis? Tidak ada data
5. Apakah keluhan tersebut semakin lama semakin memberat? Tidak ada data
6. Apakah keluhan lain? Pasien memiliki riwayat lumpuh pada lengan dan tungkai kanan
sejak 2 tahun yang lalu
7. Apakah ada riwayat trauma? Tidak ada data
8. Bagaimana pola hidup sehari-hari pasien? Tidak ada data
9. Apakah ada perubahan prilaku pasien? Tidak ada data
10. Apakah dalam sehari-hari untuk kegiatan apakah di bantu oleh orang lain? Tidak ada
data
11. Apakah mengonsumsi obat-obatan? Tidak ada data, ada riwayat hipertensi sejak 10
tahun yang lalu dan tidak rutin control.
12. Apakah dari kelurga ada yang memiliki riwayat hipertensi? Tidak ada data
13. Apakah mengonsumsi alcohol/merokok? Tidak ada data
14. Apakah pasien sering merasa gelisah? Tidak ada data
15. Sapakah sering berhalusianasi dan berbicara sendiri? Tidak ada data
16. Keluarga berencana meninggalkan pasien ke panti jompo karena kondisi seperti itu dan
meminta rekomendasi dokter
Pemeriksaan Fisik
1. GCS (tidak ada data)
2. Ttv:
Tekanan darah 150/90, nadi 96, term 36,5. RR 22kali
3. Pemeriksaan neurologis (motoric ekstremitas atas dan bawah +2/+4)
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lipid (tidak ada data)
2. Pemeriksaan darah lengkap (Hb: 12, Le: 5000, tro: 300.00)
3. MMSE (11)
Hipotesis awal
Laki-laki usia 68 tahun dengan keluhan sering lupa melakkan kegiatan sehari-hari sejak 5 bulan yang
lalu, mengalami lumpuh pada lengan dan tungkai kanan sejak 2 bulan yang lalu. Memiliki riwayat
hipertemsi 10 tahun yang lalu serta didapatkan hasi pemeriksaan fisik dengan tekanan darah 150/90
mmHg, nadi 96, term, 36,5 RR 22kali, pemeriksaan neurologis motoric ekstremitas atas dan bawah
+2/+4, pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 12, Le: 5000, tro: 300.00. diduga mengalami dimensia
vascular post stoke.
STEP 4: TPL-PPL
TPL PPL
Anamnesis:
1. Keluhan utama sering lupa pada kegiatan
sehari-hari sejak 5 bulan lalu 1. Demensia Alzeimer
2. memiliki riwayat lumpuh pada lengan dan 2. Demensia vascular
tungkai kanan sejak 2 tahun yang lalu 3. Penyakit Parkinson
3. riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu 4. Demensia Lewy Bodies
dan tidak rutin control. 5. Delirium
4. Keluarga berencana meninggalkan pasien ke
panti jompo karena kondisi seperti itu dan
meminta rekomendasi dokter
Pemeriksaan Fisik:
1. Vital Sign
Tekanan darah: 150/90 mmHg
HR: 96×/menit
Term: 36,5⁰C
RR: 22×/menit
2. Pemeriksaan neurologis: motoric ekstremitas
atas dan bawah +2/+4
Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan darah lengkap:
Hb: 12, Le: 5000, tro: 300.00
2. MMSE: 11
POMR

Initial assesment Planning


Pemeriksaan Tatalaksana Monitoring Edukasi
penunjang
 CT SCAN • ACE Inhibitor • Hipertensi  PHBS
kepala • Antagonis • Spasme otot  Mengurangi makanan
 Pemeriksaan Reseptor N. • MMSE tinggi lemak dan serat
Demensia vascular lipid Methyl  Diberikan kegiatan agar
post stoke EKG dispartate fungsi otak tetap terlatih
(NMDAR)  Control hipertensi (tekanan
darah) secara rutin
 Minum obat secara teratur
MIND MAPPING
STEP 6 (Define Learning Objective)

1. MMM Definisi, etiologic, Klasifikasi dari demensia


2. MMM Epidemiologi dan factor resiko dari demensia
3. MMM diagnosis dan manifestasi klinis demensia vascular
4. MMM Diagnosis banding demensia vaskular
5. MMM patofisiologi dari demensia vaskular
6. MMM pathogenesis dari demensia vaskuler
7. MMM komplikasi dan prognosis dari demensia vaskular
8. MMM Definisi, etiologic, Klasifikasi Stroke
9. MMM diagnosis dan manifestasi klinis stroke
10. MMM tatalaksana Demensia vascular
11. MMM tatalaksana Stroke
12. MMM aspek keislaman tentang penyakit pikun
13. MMM prinsip autonomi antara pasien dan dokter

JAWABAN LEARNING OBJECTIVE

1. MMM Definisi, etiologic, Klasifikasi dari demensia


Definisi Demensia

Demensia merupakan sindrom terjadinya penurunan memori, berpikir, perilaku,dan


kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari pada seseorang. Demensia merupakan
kumpulan gejala yang berlangsung secara progresif yang ditandai dengan perubahan
perilaku, penurunan memori, orientasi, kesulitan dalam berkomunikasi dan mengambil
keputusan sehingga mengakibatkan kegiatan sehari-harinya terganggu (WHO, 2016).

Etiologi Demensia
Ada beberapa faktor resiko penyebab demensia antara lain peningkatan usia
seseorang di atas 65 tahun, genetik, trauma kepala, kurangnya pendidikan, lingkungan
(keracunan alumunium), penyakitpenyakit tertentu (hipertensi sistolik, sindrom down,
stroke serta gangguan imunitas), tekanan darahtinggi, (Buss, 2013).
Menurut (Bambang, 2018) penyebab demensia dikelompokkan ke 3 kelompok
yaitu:
a. Degenerasi neuron otak meliputi Penyakit Alzaimer, Pick, Parkinson, Huntington
dan stroke
b. Gangguan otak bersifat akuisiter antara lain:Demensia Vaskular, Sklerosis Multiple,
Tumor Otak, Trauma, Hidrosefalus dll.
c. Kelompok lainnya meliputi gangguan metabolisme seperti intoksikasi bahan kimia,
intoksikasi obat-obatan, alkoholik, malnutrisi, lalu yang tergolong infeksi seperti HIV
(AIDS), neurosifilis, meningitis, ensefalitis, serta kelompok depresi mayor.

Klasifikasi Demensia
Merupakan sindrom akibat penyakit otak, bersifat kronik progresif, ditandai dengan
kemunduran fungsi kognitif multipel, yaitu fungsi memori, aphasia, apraksia, agnosia,
dan fungsi eksekutif. Kesadaran pada umumnya tidak terganggu. Adakalanya disertai
gangguan psikologik dan perilaku. Berdasarkan etiologinya Demensia dibedakan
menjadi:
a. demensia pada Penyakit Alzheimer
b. demensia Vaskular
c. demensia pada Penyakit Pick
d. demensia pada Penyakit Creutfeld-Jacob
e. demensia pada penyakit Huntington
f. demensia pada Penyakit Parkinson
g. demensia pada Penyakit HIV/AIDS Demensia tipe Alzheimer prevalensinya paling
besar (50-60%), disusul Demensia Vaskular (20-30%). (PPDGJ-III)

2. MMM Epidemiologi dan factor resiko dari demensia

Epidemiologi

Insiden demensia Alzheimer di seluruh dunia meningkat dengan cepat dan saat ini
diperkirakan mendekati 46,8 atau 50 juta orang yang didiagnosis dengan demensia di
dunia, 20,9 juta di Asia Pasifik (Alzheimer’s Disease International, World Health
Organization, 2017), ada sekitar 10 juta kasus baru setiap tahun. Di Indonesia sendiri,
diperkirakan ada sekitar 1.2 juta orang dengan demensia pada tahun 2016, yang akan
meningkat menjadi 2 juta di 2030 dan 4 juta orang pada tahun 2050 (WHO, 2017).

Faktor Risiko

Menurut (Andika, 2020) menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor risiko demensia
diantaranya:
a. Usia: Demensia umumnya terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun.
Risiko demensia meningkat secara signifikan seiring dengan bertambahnya usia.
b. Riwayat keluarga: Orang yang memiliki riwayat kesehatan keluarga yang
pernah menderita demensia memiliki faktor risiko yang lebih besar.
c. Jenis kelamin: Demensia lebih sering terjadi pada Wanita daripada laki-laki.
d. Gaya hidup: Orang yang menderita tekanan darah tinggi (hipertensi), kadar
kolesterol yang tinggi, penderita diabetes mellitus, Stroke, obesitas, depresi,
epilepsi, merokok, dan sering terkena polusi sehingga terjadi intoksikasi zat
kimia.
e. Gangguan kognitif: Orang dengan gangguan kognitif karena berbagai macam
gangguan atau faktor lainnya memiliki faktor risiko yang lebih tinggi terkena
demensia di tahun-tahun selanjutnya.
f. Tingkat pendidikan: Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan tingkat
pendidikan yang lebih rendah memiliki faktor risiko yang lebih tinggi terkena
demensia.

3. MMM diagnosis dan manifestasi klinis demensia vascular


DIAGNOSIS
a) Anamnesis:
 Riwayat kesehatan
 Ditanyakan faktor resiko demensia vaskular seperti hipertensi, Diabetes
melitus dan hiperlipidemia. Juga riwayat stroke atau adanya infeksi SSP.
 Riwayat obat-obatan dan alkohol Adakah penderita peminum alkohol
yang kronik atau pengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan
fungsi kognitif seperti obat tidur dan antidepresan golongan trisiklik.
 Riwayat keluarga Adakah keluarga yang mengalami demensia atau
riwayat penyakit serebrovaskular. (Aninda,2018)
b) Pemeriksaan fisik Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan
ekstrapiramidal ikut terlibat secara difus maka hemiparesis atau monoparesis
dan diplegia dapat melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi
gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi
organik yang mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal
dapat membangkitkan refleks-refleks. Refleks tersebut merupakan petanda
keadaan regresi atau kemunduran kualitas fungsi. (Aninda,2018)
 Refleks memegang (grasp reflex). Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa
diletakkan pada telapak tangan si penderita. Refleks memegang adalah
positif apabila jari si pemeriksa dipegang oleh tangan penderita
 Refleks glabela. Orang dengan demensia akan memejamkan matanya
tiap kali glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada
ketukan berkali-kali pada glabela hanya timbul dua tiga kali saja dan
selanjutnya tidak akan memejam lagi
 Refleks palmomental. Goresan pada kulit tenar membangkitkan
kontraksi otot mentalis ipsilateral pada penderita dengan demensia
 Refleks korneomandibular. Goresan kornea pada pasien dengan
demensia membangkitkan pemejaman mata ipsilateral yang disertai
oleh gerakan mandibula ke sisi kontralateral
 Snout reflex. Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau
bawah diketuk m. orbikularis oris berkontraksi
 Refleks menetek (suck reflex). Refleks menetek adalah positif apabila
bibir penderita dicucurkan secara reflektorik seolah-olah mau menetek
jika bibirnya tersentuh oleh sesuatu misalnya sebatang pensil g. Refleks
kaki tonik. Pada demensia, penggoresan pada telapak kaki
membangkitkan kontraksi tonik dari kaki berikut jari-jarinya.
c) Tes kognitif dan neurofisiologi pasien yang digunakan untuk diagnosis
demensia vaskular. Diantaranya adalah
 Kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth
edition, text revision (DSM-IV-TR). Kriteria ini mempunyai
sensitivitias yang baik tetapi spesifitas yang rendah Berikut adalah
kriteria DSM-IV
 ADDTC (State of California Alzheimer Disease Diagnostic and
Treatment Centers) dan NINDS-AIREN (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke and the Association Internationale
pour la Recherche at L’Enseignement en Neurosciences) yang sekarang
dipakai.
 Skor iskemik Hachinski Skor ini berguna untuk membedakan demensia
alzheimer dengan demensia vaskular. Berikut ini adalah skor iskemik
Hachinski

d) Pemeriksaan MMSE
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status mental
mini atau Mini-Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini berguna
untuk mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat,
kemampuan bahasa dan berhitung. (Aninda,2018)
4. MMM Diagnosis banding demensia vascular

Berdasarkan Emmady (2022) diagnosis banding dari demensia antara lain:


• Delirium
• Depresi
• Penggunaan obat
• Perubahan memori terkait usia normal
• Gangguan kognitif ringan
• Stress
• Kelainan struktur otak seperti hematoma subdural, tumor otak, dan hidrosefalus
tekanan normal
• Infeksi seperti HIV, neurosifilis
• Defisiensi tiamin
• Kekurangan vitamin B12
• Defisiensi asam folat
• Gangguan tiroid
• Kelainan dan gangguan metabolisme
• Induksi obat
• Kekurangan vitamin E
5. MMM patofisiologi dari demensia vaskular
Semua bentuk demensia adalah dampak dari kematian sel saraf dan/atau hilangnya
komunikasi antara sel-sel ini. Otak manusia sangat kompleks dan banyak faktor yang
dapat mengganggu fungsinya. Beberapa penelitian telah menemukan faktor-faktor ini
namun tidak dapat menggabungkan faktor ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas

bagaimana demensia terjadi.

Pada demensia vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek fokal atau difus pada
otak dan menyebabkan penurunan kognitif. Penyakit serebrovaskular fokal terjadi
sekunder dari oklusi vaskular emboli atau trombotik. Area otak yang berhubungan
dengan penurunan kognitif adalah substansia alba dari hemisfer serebral dan nuklei
abu-abu dalam, terutama striatum dan thalamus.

Mekanisme demensia vaskular yang paling banyak adalah infark kortikal multipel,
infark single strategi dan penyakit pembuluh darah kecil.
a) Demensia multi-infark: kombinasi efek dari infark yang berbeda
menghasilkan penurunan kognitif dengan menggangu jaringan neural.
b) Demensia infark single: lesi area otak yang berbeda menyebabkan
gangguan kognitif yang signifikan. Ini dapat diperhatikan pada kasus
infark arteri serebral anterior, lobus parietal, thalamus dan satu girus.
c) Penyakit pembuluh darah kecil menyebabkan 2 sindrom major,
penyakit Binswanger dan status lakunar. Penyakit pembuluh darah
kecil menyebabkan perubahan dinding arteri, pengembangan ruangan
Virchow-Robin dan gliosis parenkim perivaskular.
d) Penyakit lakunar disebabkan oleh oklusi pembuluh darah kecil dan
menghasilkan lesi kavitas kecil di otak akibat dari oklusi cabang arteri
penetrasi yang kecil. Lakunae ini ditemukan lebih sering di kapsula
interna, nuklei abu-abu dalam, dan substansia alba. Status lakunar
adalah kondisi dengan lakunae yang banyak, mengindikasikan adanya
penyakit pembuluh darah kecil yang berat dan menyebar.
e) Penyakit Binswanger (juga dikenal sebagai leukoencephalopati
subkortikal) disebabkan oleh penyakit substansia alba difus. Pada
penyakit ini, perubahan vaskular yang terjadi adalah fibrohialinosis
dari arteri kecil dan nekrosis fibrinoid dari pembuluh darah otak yang
lebih besar.

6. MMM pathogenesis dari demensia vaskuler

PATOGENESIS

Ada beberapa hal yang mendasari pathogenesis terjadinya demensia vaskuler :

1. Infark multiple

Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat
riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti
hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia. Computed tomography imaging (CT Scan)
otak menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang
disertai dilatasi ventrikel.

2. Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small
penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari
hipertensi Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila
menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack,
hemiparesis, atau ataksia. Bila junlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom
demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar
state. CT Scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat
juga tidak tampak pada CT Scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di
daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan
penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lacunar terutama di daerah
batang otak (pons).

3. Infark tunggal di daerah strategis

Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal
atau sub kortikal yang mempunyai fungi penting. Infark girus angularis menimbulkan
gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan
gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri-serebri posterior menimbulkan
gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan visual dan kebingungan.
Infark daerah distribusi arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan
apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku
yang disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri
paramedian thalamus menghasilkan thalamic dementia.

4. Sindrom Binswanger

Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif dengan


riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala
pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) da inkontinensia.
Faktor risikonya adalah small artery diseases (hipertensi, angiopati amiloid),
kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel
karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi,

5. Angiopati amiloid serebral


Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola serebral.
Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Kadang-kadang terjadi demensia
dengan onset mendadak

6. Hipoperfusi

Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung, hipotensi berat,
hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arter serebral,
kegagalan fungi pemafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi vaskular di
otak yang multipel.

7. Perdarahan

Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural kronik,
gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral. Hematoma multipel
berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau herediter.

8. Mekanisme lain

Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan pembuluh darah


inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa, limfomatoid granulomatosis, giant-
cell arteritis, dan sebagainya)

7. MMM komplikasi dan prognosis dari demensia vaskular


Komplikasi
Penderita demensia merasakan degenerasi fungsi kognitif, daya ingat, kemampuan
berpikir dan berbahasa secara bertahap. Pada akhirnya, mereka tidak akan bisa
mengurus diri sendiri dan sangat tergantung kepada orang lain, hingga hanya bisa
terbaring di tempat tidur. Orang dengan demensia berat tidak bisa memahami atau
berkomunikasi dengan orang lain, tidak bisa mengenali anggota keluarga, tidak bisa
melakukan kegiatan biasa sehari-hari, seperti makan dan mandi, kehilangan kendali
usus dan kandung kemih, mengalami kesulitan untuk menelan, berjalan, atau bahkan
hanya bisa terbaring di tempat tidur.
Prognosis
Demensia adalah penyakit parah dengan prognosis yang sering buruk. Risiko kematian
individu dengan demensia setidaknya dua kali lebih tinggi dari risiko kematian orang
tanpa demensia, dengan risiko yang lebih tinggi pada individu yang lebih muda (Van
De Vorst,dkk, 2016).

8. MMM Definisi, etiologic, Klasifikasi Stroke


• Definisi Stroke
Menurut World Health Organization (WHO) stroke merupakan gejala yang
didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung 24 jam atau
lebih (Nasution, 2013).

• Etiologi Stroke

Penyebab stroke dibagi menjadi 3, yaitu menurut Kimberly A. J. Bilotta et.al (2011)
adalah:

➢ Trombosis serebral
• Penyebab stroke paling sering
• Obstruksi pembuluh darah di pembuluh ekstraserebral
• Kemungkinan terjadi di area intraserebral
➢ Emboli serebral
• Penyebab utama stroke yang kedua
• Riwayat penyakit jantung reumatik
• Endokarditis
• Penyakit valvular pascatraumatik
• Aritmia jantung
• Pasca pembedahan jantung terbuka
➢ Perdarahan serebral
• Penyebab utama stroke yang ketiga
• Hipertensi kronis
• Aneurisma serebral
• Malformasi arteriovenosa (Nafi’ah, 2021).
• Klasifikasi Stroke

Secara patologi stroke dibedakan menjadi dua, sebagai berikut :

1. Stroke Iskemik (Non Hemorogik)

Infark iskemik serebri, sangat erat hubunganya dengan aterosklerosis


(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam- macam manifestasi klinik dengan cara :

a) Menyempitnya luen pembuluh darah dan mengakibatkan


insufisiensi aliran darah
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus
atau perdarahan aterom
c) Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas
sebagai emboli
d) Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.
(Nafi’ah, 2021).
2. Stroke Hemoragik

Menurut Nasution (2017), mekanisme pada stroke hemoragik yaitu


pemakaian kokain atau amfetmin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan
hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering
terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah
satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit
neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa
menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlaanan dari
letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula
interna (Nafi’ah, 2021).

9. MMM diagnosis dan manifestasi klinis stroke


Stroke adalah suatu penyakit deficit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan
cacat atau kematian. Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular
Disease (CVD). Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai
serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).

Diagnosis stroke yaitu terdiri dari:


a. Penemuan klinis
• Anamnesis : Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik
yang mendadak., Tanpa trauma kepala, dan adanya factor risiko
stroke.
• Pemeriksaan Fisik : Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan
faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan
pembuluh darah lainnya.
b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
• Pemeriksaan Neuro-Radiologik : Computerized Tomography
Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan
membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut.
Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu.
• Pemeriksaan lain-lain : Pemeriksaan untuk menemukan faktor risiko,
seperti : pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit),
hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah,
gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis secara umum dari stroke yaitu munculnya sakit kepala yang
hebat, afasia (gangguan bahasa), hemiparesis (kelemahan otot pada salah satu sisi tubuh)
dan facial palsy (kelemahan pada sebagian otot wajah). Manifestasi klinis yang timbul
pada pasien stroke iskemik, yaitu muntah, disfagia, kebutaan monokuler, afasia/gangguan
bahasa, gangguan sensorik dan motorik, hilangnya kesadaran, dan dapat mengganggu
fungsi serebelar.
Seseorang yang mengalami stroke hemoragik dapat timbul berbagai manifestasi
klinis, seperti nyeri kepala, tekanan darah meningkat, muntah, kejang, lesu, penurunan
kesadaran, bradikardi, kaku leher, kelumpuhan, kelumpuhan lapang pandang vertikal,
ptosis dan pupil tidak reaktif. Tanda-tanda meningismus seperti tanda Kernig (nyeri saat
meluruskan lutut saat paha ditekuk hingga 90o) dan tanda Brudzinski (fleksi panggul yang
tidak disengaja saat menekuk leher pasien positif (Unnithan & Mehta, 2021). Sebagian
besar perdarahan di IHT tidak bergejala. Namun, dapat juga terjadi perdarahan yang
simptomatis yaitu peningkatan 4 atau lebih skor National Institutes of Health Stroke Scale
(NIHSS) dibandingkan dengan skor pre angiography, dalam 36 jam setelah dimulainya
pengobatan dengan adanya indikasi perdarahan intrakranial dilihat dari CT-scan.
Manifestasi IHT dapat berupa kombinasi dari stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Diagnosis IHT hanya ditentukan dengan radiologi yang akan dikategorikan sebagai
hematoma parenkim (PH) atau infark hemoragik (HI). PH mengacu pada hematoma
intrakranial yang padat dan homogen dengan adanya gambaran massa. PH1
mendeskripsikan hiperdensitas homogen menempati < 30% zona infark dengan beberapa
gambaran massa dan PH2 mendeskripsikan hiperdensitas homogen yang menempati >
30% zona infark dengan gambaran massa yang signifikan. Sedangkan HI, menggambarkan
hiperdensitas heterogen yang menempati Sebagian wilayah iskemik tanpa efek massa. HI
terjadi lebih sering terjadi dibandingkan PH (Ilma Fahira Basyir, 2021).
1. Stroke Trombosis :
Gejala stroke infark yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran
darah.
a. Arteri Cerebri Anterior :
• Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
• Gangguan mental.
• Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
• Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
• Bisa terjadi kejang-kejang.

b. Arteri Cerebri Media :


• Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
• Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
• Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya kemampuan dalam
berbahasa (aphasia).

c. Arteri Karotis Interna :


• Buta mendadak (amaurosis fugaks).
• Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan.
• Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral)
dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.

d. Arteri Cerebri Posterior :


• Koma.
• Hemiparesis kontralateral
• Ketidakmampuan membaca (aleksia)
• Kelumpuhan saraf kranial ketiga.

e. Sistem Vertebrobasiler :
• Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
• Meningkatnya refleks tendon.
• Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
• Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala
berputar (vertigo).
• Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
• Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien
sulit bicara (disatria).
• Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya
ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
• Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah
bola mata yang tidak dikehendaki (nystagmus), penurunan kelopak mata
(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang
pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim)
• Gangguan pendengaran.
• Rasa kaku di wajah, mulut, atau lidah.
2. Stroke Emboli
• Defisit neurologis dalam waktu yang sangat singkat yakni < 5 menit (47-74%
kasus)
• Penurunan kesadaran pada saat onset dalam (19-31% kasus)
• Defisit hemisfer yang luas (kalau infarknya luas),
• Didapat Pasien penyebab berikut dan atau faktor risiko :
✓ Jantung (Arterial fibrilasi, kelainan katub dan lain-lain)
✓ Vascular (stenosis arteri klinis)
✓ Darah (hiperkoagulabilitas)
3. Stroke Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral berlaku secara mendadak. Setengah daripada jumlah
penderita mengeluh serangan dimulai dengan nyeri kepala yang berat dan sering
sewaktu melakukan aktivitas. Namun pada penderita yang usianya lebih lanjut nyeri
kepalanya lebih ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi menggambarkan perkembangan
yang terus memburuk daripada perdarahan. Gejala klinis stroke ICH meliputi
kelemahan atau kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa
setengah badan. Selain itu, setengah orang juga mengalami sulit berbicara atau bicara
pelo, mulutnya merot ke samping, merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah,
kejang dan kehilangan kesadaran secara umum.

Pemeriksaan fisik :
• Penurunan kesadaran.
• Gangguan bicara dan memahami (dysarthria & afasia).
• Tekanan darah meningkat.
Pemeriksaan Neurologi :
• Gangguan n.VII dan n. XII central
• Kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
• Hemihiparestesi
• Reflek fisiologis pada sisi lumpuh meningkat

4. Stroke Subaraknoid (SAH)


• Sakit kepala mendadak hebat.
• Defisit saraf kranialis.
• Hemiparese.
• Penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Fisik :
• Meningeal sign positif.
• Pemeriksaan funduskopi : perdarahan retina sub hyaloid
• Parese nervus kranialis (terutama N. occulomotorius)
• Kejang
• Kesadaran menurun
• Defisit neurologi fokal (motorik, sensorik)
• 40% tidak ada defisit lokal (Munir, 2015)

10. MMM tatalaksana Demensia vascular

Obat untuk penyakit Alzheimer yang memperbaiki fungsi kognitif dan gejala perilaku dapat
juga digunakan untuk pasien demensia vaskular. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mengurangi gejala pada dimnesia vaskular pasca stroke adalah:
a. Memperbaiki memori
The Heart and Stroke Foundation of Canada mengusulkan beberapa cara untuk
mengatasi defisit memori dengan lebih baik.
• Membawa nota untuk mencatat nama, tanggal, dan tugas yang perlu dilakukan. Dengan ini
stres dapat dikurangkan.
• Melatih otak dengan mengingat kembali kegiatan sepanjang hari sebelum tidur.
• Menjauhi distraksi seperti Tv/Radio jika mencoba berkonsentrasi.
• Tidak tergesa-gesa mengerjakan sesuatu hal baru.

b. Diet
Penelitian di Rotterdam mendapati terdapat peningkatan risiko demensia vascular
berhubungan dengan konsumsi lemak total.
➢ Diet DASH
Beberapa studi intervensi gizi, the Trials of Hypertension Prevention (TOHP) dan Dietary
Approach to Stop Hypertension (DASH) mendemostrasikan keberhasilan pencegahan
hipertensi dan menurunkan tekanan darah orang dengan tekanan darah normal-tinggi. Pada
studi TOHP, ditargetkan berat badan berkurang 4,5 kg atau juga dengan pembatasan sodium
(target harian 80 mmol atau 80 mEq) menurunkan insidensi hipertensi. Akan tetapi, perubahan
perilaku tidak dikaji lebih lanjut. Sementara penelitian dengan DASH menunjukkan bahwa diet
tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu nonlemak serta rendah rendah lemak total, dapat
menurunkan SBP rata-rata 6-11 mm Hg. Diet secara total lebih efektif daripada hanya diet
dengan penambahan sayur dan buah. Faktor hipertensi merupakan salah satu penyebab VaD
yang signifikan, sehingga memodifikasi hipertensi dapat memberikan efek yang cukup drastis
bagi penurunan insidensi demensia vaskular.

➢ Diet Mediteranian
Pola makan ala Mediterania bukan hanya mencegah penyakit kardiovaskular dan kanker tetapi
juga bisa mempertahankan fungsi daya ingat dan mengurangi risiko penyakit demensia yang
menyebabkan pikun.Pola makan ala Mediterania lebih mengutamakan makanan nabati,
minyak zaitun, serta asam lemak omega-3. Pola makan ini juga rendah lemak jenuh seperti
yang banyak ditemukan pada produk susu dan daging merah.
Selain itu, risiko demensia lebih tinggi di antara individu yang overweight dan obesitas. Ada
hubungan positif antara indeks massa tubuh pada orang dewasa dan munculnya AD dan VD di
kemudian hari dengan risiko 5 kali lipat lebih tinggi dari VD pada subjek obesitas dan dua kali
risiko di antara individu yang overweight, terlepas dari faktor vaskular.20

c. Efek Immunomodulator
Efek imunomodulator, termasuk imunisasi aktif menggunakan vaksin dan imunisasi
pasif dengan antibodi chimerik, juga telah dievaluasi sebagai strategi terapeutik pada
AD. Imunisasi aktif hingga saat ini termasuk penggunaan konjugat tau peptida atau
penggunaan sintetik prefibrillisasi (Aβ). Tau adalah fosfoprotein dengan 85 situs
fosforilasi. Penargetan yang selektif dari masing-masing situs dengan Tingkat folat,
vitamin B6 dan vitamin B12 yang rendah juga berhubungan dengan peningkatan
homosisteine yang merupakan faktor risiko stroke.

11. MMM tatalaksana Stroke


Penatalaksanaan stroke biasanya dimulai dengan penanganan akut dalam kondisi
emergensi dan dilanjutkan dengan rehabilitasi pasien jangka panjang. Selain itu,
pemilihan jenis terapi juga dilihat dari waktu masuk layanan kesehatan dan onset dari
stroke. Stroke memiliki jendela terapi 3-6 jam.

Beberapa hal yang harus dilakukan pada kasus stroke akut adalah:
Lakukan intubasi bila pasien tidak sadar atau Glasgow Coma Scale di bawah 8. Pastikan
jalan napas pasien aman jika intubasi tidak dapat dilakukan
Jika pasien mengalami hipoksia (saturasi oksigen di bawah 94%), berikan oksigen.
Mulai dari pemberian 2 liter per menit menggunakan nasal kanuldan tingkatkan hingga
4 liter per menit sesuai kondisi pasien
Dapat dilakukan elevasi kepala 30 derajat, tetapi penelitian terbaru mempertanyakan
posisi kepala mana yang lebih baik, apakah elevasi kepala atau tidak.

12. MMM aspek keislaman tentang penyakit pikun


Kata pikun dalam Al-Qur’an menggambarkan keterbatasan kognitif lansia yang
berdampak pada pisik dan psikis lansia. Artinya lansia merupakan individu yang sangat
membutuhkan perhatian dan pelayanan khusus karena keterbatasannya tersebut,
terutama dari anggota keluarga. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam
firmanNya; “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya,
jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia” (QS. Al-Ira’: 23).
Ayat di atas ini menjelaskan bahwa kewajiban anggota keluarga untuk
memberikan pelayanan yang baik dengan berinteraksi sosial yang santun. Hal ini
disebabkan lansia memiliki keterbatasan pisik dan rentan terhadap serangan berbagai
penyakit. Dari sisi pskologis lansia memiliki kelabilan emosi ditandai dengan sifat
sensisitif, mudah tersinggung, marah dan sedih. Ketika anggota keluarga dan orang lain
tidak memberikan pelayan yang baik, akan mendorong munculnya berbagai persoalan
psikologis. (Irman, 2019)

13. MMM prinsip autonomi antara pasien dan dokter

Otonomi (autonomy) berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti sendiri
dan “nomos” yang berarti peraturan atau pemerintahan atau hukum. Awalnya otonomi
dikaitkan dengan suatu wilayah dengan peraturan sendiri atau pemerintahan sendiri
atau hukum sendiri. Namun, otonomi juga digunakan pada suatu kondisi individu yang
maknanya bermacam-macam seperti memerintah sendiri, hak untuk bebas, pilihan
pribadi, kebebasan berkeinginan dan menjadi diri sendiri. Makna utama otonomi
individu adalah aturan pribadi atau perseorangan dari diri sendiri yang bebas, baik
bebas dari campur tangan orang lain maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi
pilihan yang benar, seperti karena pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang
dibatasi otonominya adalah seseorang yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang
yang tidak mampu bertindak sesuai dengan hasrat dan rencananya.
Terdapat berbagai pendapat tentang penerapan prinsip otonomi. Meskipun
demikian, secara umum ada beberapa cara menerapkan prinsip otonomi, khususnya
dalam praktek kedokteran.
Cara-cara tersebut antara lain :

1. Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the truth)


2. Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others)
3. Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential information)
4. Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap pasien (obtain
consent for interventions with patients)
5. Membantu orang lain membHal penting dalam menerapkan prinsip otonomi
adalah menilai kompetensi pasien. Para pakar meyakini belum ada satu definisi
kompetensi pasien yang dapat diterima semua pihak, sehingga begitu banyak
defnisi tentang kompetensi pasien. Salah satu definisi kompetensi pasien yang
dapat diterima adalah “kemampuan untuk melaksanakan atau perform suatu
tugas atau perintah” (Sofia, 2020)
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Medika Hutama Vol 01 No 02, Januari 2020. World Health Organization, 2015.
Alzheimer’s Disease International, World Health Organization, 2016
Buss, J. S. 2013. Buku Saku Patofisiologi menjadi sangat mudah. 8th ed. Jakarta;
EGC.Hartono, Bambang. 2018. Demensia (Tinjauan Aspek Definisi, Etiologi,
Demografi, Epidemiologi, dan Faktor Risiko). Semarang; Berkala NeuroSains.
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-V. Cetakan 2 - Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika
Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya

World Health Organization, 2015. Alzheimer’s Disease International, World Health


Organization, 2017
Buss, J. S. 2013. Buku Saku Patofisiologi menjadi sangat mudah. 8th ed. Jakarta;
EGC.Hartono, Bambang. 2018. Demensia (Tinjauan Aspek Definisi, Etiologi,
Demografi, Epidemiologi, dan Faktor Risiko). Semarang; Berkala NeuroSains.
Iemolo F, Givanni D, Caludia R, Laura C, Vladimir H, Calogero C. Review
Pathophysiology of Vascular Dementia. Biomed Central. Canada. 2009.Vol.6.
No.13.ppt:1-9.
Aninda Nur Kumalasari;dkk. 2018. Diagnosis dan Pencegahan Perburukan Demensia
Vaskular pada Pasien Pasca Stroke. Medula Volume 8 Nomor 1
Ilma Fahira Basyir, N. N. I. G. B. W. L., 2021. GAMBARAN RADIOLOGIS PADA
BIDANG NEUROLOGIS STROKE. Jurnal Syntax Fusion, I(10), p. 594.
Munir, B., 2015. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto.
Sofia, 2020. KAJIAN PENERAPAN ETIKA DOKTER PADA PEMBERIAN
PELAYANAN KESEHATAN DI ERA PANDEMI COVID-19. Jurnal Hukum
dan Pembangunan Ekonomi, VIII(2), pp. 20-21.
Kumalasari, Aninda Nur. Fidha R. Syahrul H. 2018. Diagnosis dan Pencegahan
Perburukan Demensia Vaskular pada Pasien Pasca Stroke. Medula, Vol. 8, No.
1. 25-32
G, Tangkudung. Muliawan E. Pertiwi Jm. Dompas A. 2020. Tatalaksana Stroke
Iskemik Akut Dengan Trombolisis Intravena: Suatu Serial Kasus. Jurnal Sinaps,
Vol. 3, No. 2. 1-12
Van De Vorst, IE, Koek, HL, De Vries, R., Bots, ML, Reitsma, JB, & Vaartjes, I.
(2016). Pengaruh faktor risiko vaskular dan penyakit pada kematian pada
individu dengan demensia: tinjauan sistematis dan meta-analisis. Jurnal
Masyarakat Geriatri Amerika , 64 (1), 37-46.
Emmady, P.D. and Tadi, P., 2022. Dementia. In StatPearls [Internet]. StatPearls
Publishing.
Irman, S.A., 2019. PERILAKU LANJUT USIA YANG MENGALAMI KESEPIAN
DAN IMPLIKASINYA PADA KONSELING ISLAM.

Anda mungkin juga menyukai