Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN TUTORIAL

MODUL INTEGRATIF SISTEM ORGAN I


SKENARIO 1

DISUSUN OLEH:
Kelompok 5

TUTOR:
dr. Dewi Masithah, M.kes

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
KELOMPOK PENYUSUN

Ketua : NUZLAN NUARI 6130019047


Sekretaris 1 : NILAM KUSUMAWARDHANI 6130019045
Sekretaris 2 : TEGAR NARINDRA PUTRA 6130019050
Anggota : 1. VIANDA DIVA ISLAMIYAH 6130019045
2. VIA DWI ALFIANA 6130019044
3. VERLINA RAHMAWATI 6130019046
4. NAILA FARAH HILDA 6130019049
5. NUR HIDAYAH 6130019051
LEMBAR PENGESAHAN DAN PENILAIAN
Kelompok: 4
No Materi yang dinilai Presentase Nilai
1 Ketepatan pemilihan kata kunci dalam peta konsep 25%
2 Kesesuaian hubungan kata kunci dalam peta konsep 25%
3 Kesesuaian jawaban learning objective dengan kasus skenario 25%
4 Pemilihan daftar pustaka dan sitasi 25%

Dosen Pembimbing

dr. Dewi Masithah, M.kes


SKENARIO 1 “Tidak bisa tidur nyenyak”
Seorang laki-laki berusia 68 tahun datang ke klinik diantar oleh keluarganya dengan keluhan
sering lupa untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti makan dan memakai pakaian.

STEP 1:
● Kunci
1. Laki laki 68 tahun
2. Sering lupa melakukan kegiatan sehari-hari
● Menentukan Diagnosis
1. Demensia Alzheimer
2. Vascular demensia
3. Demensia with lewy bodies
4. Penyakit Parkinson

STEP 2 DAN 3: MENGGALI MASALAH


● Anamnesis
1. Keluhan sering lupa sejak kapan?
- 5 Bulan yang lalu.
2. Bisa diceritakan kronologis?
- Tidak ada keterangan.
3. Apakah keluhan sering lupa memberat?
- Tidak ada keterangan
4. Apakah ada gangguan komunikasi?
- Tidak ada keterangan
5. Apakah ada keluhan lain selain sering lupa?
- Riwayat Hipertensi 20 tahun yang lalu, dan tidak terkontrol.
- Lumpuh setengah lengan kanan dan tungkai kanan kanan.
6. Apakah pasien ada penyakit komormid/trauma?
- Tidak ada keterangan
7. Keluarga ada keluhan yg sama?
- Tidak ada keterangan
8. Apakah mengkonsumsi obat2an?
- Tidak ada keterangan
9. Pola hidup sehari – hari?
- Tidak ada keterangan
10. Apakah dalam sehari-hari untuk kegiatan apakah di bantu oleh orang lain?
- Tidak ada keterangan
11. Apakah ada riw. Merokok dan alcohol?
- Tidak ada keterangan
12. Pekerjaan pasien?
- Tidak ada keterangan
13. Ada faktor memperberat dan memperingan?

1
- Tidak ada keterangan

● Pemeriksaan Fisik
1. TTV :
- TD : 150/90
- RR : 22x/menit
- HR : 96x/menit
- T : 36,5C
2. GCS :
- Tidak ada keterangan
3. Pem. Kepala Leher :
- Tidak ada keterangan
4. Pem. Neurologis :
- Motorik ektremitas kiri atas +4
- Motorik ektremitas kiri bawah +2
- Motorik ektremitas kiri atas +4
- Motorik ektremitas kiri atas +2
5. IMT
- Tidak ada keterangan.
● Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Lengkap :
- Hb : 12
- Leukosit : 5.000
- Trombosit : 300.000
2. MMSE : 11
3. GD
- Tidak ada keterangan
4. Profil lipid
- Tidak ada keterangan
5. Fungsi ginjal
- Tidak ada keterangan
6. CT SCAN / MRI kepala
- Tidak ada keterangan
● Data Tambahan
Tidak ada keterangan.
● Hipotesis 🡪
Laki-laki usia 68 tahun dengan keluhan sering lupa melakkan kegiatan sehari-hari sejak 5 bulan
yang lalu, mengalami lumpuh pada lengan dan tungkai kanan sejak 2 bulan yang lalu. Memiliki
riwayat hipertemsi 10 tahun yang lalu serta didapatkan hasi pemeriksaan fisik dengan tekanan darah
150/90 mmHg, nadi 96, term, 36,5 RR 22kali, pemeriksaan neurologis motoric ekstremitas atas dan

2
bawah +2/+4, pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 12, Le: 5000, tro: 300.00. diduga mengalami
dimensia vascular post stroke.

STEP 4: PERMASALAHAN DIDAPAT DARI TPL-PPL


TPL PPL
ANAMNESIS 1. Demensia Vaskular : 2, 3, 5a, 7d
1. Laki laki 68 tahun 2. Hipertensi : 3, 5a
2. Sering lupa melakukan kegiatan sehari-hari 3. Post stroke : 4, 6b
sejak 5 bulan yang lalu
3. Riwayat hipertensi tidak terkontrol 10 tahun
4. Riwayat lumpuh pada lengan dan tungkai
kanan 2 tahun yang lalu

5. PEMERIKSAAN FISIK
a. TD : 130/80 mmHg
b. RR : 20x/mnt
c. HR : 88x/mnt
d. Suhu : 36,5C

6. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Motorik :
a. Ektremitas kiri atas dan bawah +4
b. Ektremitas kanan atas dan bawah +2

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap :
a. Hb : 12
b. Leukosit : 5.000
c. Trombosit : 300.000
d. MMSE : 11

3
STEP 5: MENYUSUN POMR
Planning
Initial
TPL PPL Pemeriksaan
assesment Tatalaksana Monitoring Edukasi
penunjang

● Anamnesis ● Mini-Mental ● Pemberian inhibitor ● Tekanan ● Berolahraga


State asetilkolinesterase darah secara teratur
● Keluhan utama ? Examination (donepezi;, ● Profil lipid minimal sehari
Mudah lupa (MMSE) galantamin, ● MMSE 30 menit
● EKG rivastigmin) (Mini- ● Hidup sehat
● Sejak kapan ● CT Scan kepala ● Pemberian antagonis Mental fisik dan
keluhan muncul ● Pemeriksaan N-methyl D- Examinati rohani
fisik motori aspartatel/NMDA on) ● Terlibat dalam
? 5 bulan yang (memantin) ● IMT kegiatan yang
lalu ● Antipsikotik ● Kadar merangsang
(risperidon) Gula pikiran
● Keluhannya Demensia ● Antidepresan SSRI Darah ● Peningkatan
mendadak atau Hipertensi Demensia (citalopram) kualitas hidup
● ACE inhibitor seperti
perlahan – lahan Stroke ● ACHE inhibitor bersosialisasi,
? Tidak ada o Donepezil 🡪 berfikir
dosis awal 5 positif,
keterangan mg/hari, bersyukur dan
● Apakah ada ggn setelah 4-6 mendekatkan
minggu jadi diri pada
komunikasi ? 10 mg Tuhan
Sering lupa o Galantamine ● Melakukan
🡪 dosis awal stimulasi otak
melakukan 8 mg/hari, agar tetap
kegiatan sehari – setiap bulan aktif dengan
dinaikkan 8 bermain game,

4
hari seperti mg/hari shg membaca,
dosis max 24 bernyanyi atau
makan dan
mg/hari bermain alat
memakai o Rivastigmine musik
🡪 dosis awal ● Mengkonsums
pakaian
2x1.5 i makanan
● Factor mg/hari. tinggi serat,
Setiap bulan rendah lemak,
memperberaat ?
dinaikkan gula dan
tidak ada 2x1.5 garam
mg/hari ● Minum obat
keterangan
hingga max secara teratur
● Apakah 2x6 mg/hari (Muliatie et
(Kumalasari al., 2021)
sebelumnya
et al., 2018).
pernah berobat?
Tidak ada
● NMDA
keterangan (memantine) 🡪
dosis awal 5
● Apakah ada
mg/hari, setelah 1
keluhan lain? minggu dosis
dinaikkan menjadi
Riwayat ht 10
2x5 mg/hari hingga
tahun lalu tidak max 2x10 mg/hari
(Kumalasari et al.,
control rutin
2018).
● Riwayat
keluarga ? tidak
ada keterangan

5
● Pola hidup
sehari hari ?
tidak ada
keterangan
● Pekerjaan pasien
? tidak ada
keterangan
● Apakah ada
konsumsi rokok
dan minum
alcohol ? tidak
ada keterangan
● Apakah ada
riwayat penyakit
stroke ? lumpuh
tangan kanan
dan kaki kanan
sejak 2 tahun
yang lalu
● Apakah ada
riwayat penyakit

6
diabetes ? tidak
ada keterangan

● Hitung ● Nifedipine monitoring 1. Melakukan


● Pemeriksaan darah 10mg 3x1 penyuluhan dengan
tekanan darah
lengkap ● Vitamine B pemberian materi
Fisik
● Kimia Complex Edukasi mengenai
● GCS : tidak ada darah 1x1 definisi,penyebab,
Perubahan gaya
● Elektrolit faktor resiko dan
keterangan
● Urin hidup Bila selama gejala Hipertensi
● TTV( ● Radiologi 2. Melakukan
satu (1) bulan
EKG pemeriksaan
TD,RR,HR,
tidak tercapai kesehatan ( cek tensi)
Suhu) : TD : 3. Menyebarkan
tekanan darah
poster dan leaflet
180/90 mmHg,
normal, maka pada masyarakat yang
Nadi : berisi pencegahan
Hipertensi terapi obat
hipertensi yaitu :
96x/menit, suhu
diberikan. ● Mengurang
: 36,8 c, RR : i konsumsi
garam
22x/menit
(jangan
● IMT : tidak ada melebihi 1
sendok teh
keterangan
per hari)
● Pemeriksaan ● Melakukan
aktivitas
Kepala leher :
fisik teratur
tidak ada (seperti
jalan kaki 3
keterangan
km/
olahraga 3

7
● Pemeriksaan 0 menit per
hari
Neurologis :
minimal
MMSE 5x/minggu)
● Tidak
● Pemeriksaan
merokok
Thorax : tidak dan
menghindar
ada keterangan
i asap
5. Pemeriksaan rokok
● Diet
ekstremitas :
dengan
- esktremitas Gizi
Seimbang
atas : kanan
● Mempertah
(+2) tidak ankan berat
badan ideal
bisa melawan
● Menghinda
gravitasi, kiri ri minum
alkohol
(+4) -
(Kemenkes,
ektremitas 2020)
bawah :
kanan (+2),
kiri (+4)
● Terapi Antiplatelet ● GCS Stroke dapat dicegah
Tes darah
● Aspirin 50 – 325 mg ● TTV
Stroke dengan pengendalian
Untuk mengetahui kadar sehari ● Kadar

gula darah, infeksi dalam ● Klopidogrel 75 mg xGula perilaku yang berisiko
darah, dan kecepatan sehari darah
seperti penggunaan
pembekuan darah. serta

8
dapat dilakukan untuk ● Aspirin 25 mg + tembakau, diet yang
memeriksa dipiridamol 200 mg
tidak sehat dan
keseimbangan 2x/hr
elektrolit dalam darah. obesitas, kurang
CT Scan aktivitas fisik serta
Merupakan pemeriksaan
penggunaan alkhohol.
gold standart untuk
membedakan stroke
iskemik dengan stroke
hemoragik. Pada stroke
karena infark, gambaran
CT scan secara umum
adalah gambaran
hipodens, sedangkan
pada stroke hemoragik
menunjukkan gambaran
hiperdens. CT scan dapat
membedakan lokasi lesi,
ukuran lesi, dan
membedakan dengan lesi
nonvaskuler.
MRI
Untuk menentukan
adanya lesi di batang
otak, dan sumsum tulang
belakang. MRI juga
digunakan pada pasien
yang tidak dapat
menjalani CT scan,
misalnya ibu hamil.

Elektrokardiografi

9
Untuk mengetahui
aktivitas listrik pada
jantung. Pemeriksaan ini
dapat mendeteksi adanya
gangguan irama jantung
atau penyakit jantung
koroner yang mungkin
menyertai stroke.
USG Karotis
Untuk memeriksa arteri
karotis di leher dan
aliran darah yang
terdapat di sana.
Pemeriksaan ini dapat
memeriksa apakah
terdapat plak
arterosklerosis pada
arteri karotis.

Pungsi Lumbal
Pada stroke hemoragik
intrakranial didapatkan
gambaran cairan
serebrospinal seperti
bening atau berwarna
kekuningan
(xanthokromia)/ Pada
stroke iskemik, tidak
didapatkan perdarahan
(jernih). Pungsi lumbal
juga bisa membedakan
stroke dari infeksi sistem

10
saraf pusat seperti
meningitis dan
ensefalitis.

STEP 6: LEARNING OBJECTIVE


1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi demensia
2. Mahasiswa mampu mengetahui faktor risiko, diagnosis banding, klasifikasi demensia
3. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis demensia
4. Mahasiswa mampu mengetahui penegakan diagnosis demensia vascular
5. Mahasiswa mampu mengetahui pathogenesis dan patofisiologi demensia vascular
6. Mahasiswa mampu mengetahui Komplikasi dan prognosis demensia vascular
7. Mahasiswa mampu mengetahui tatalaksana (farmako dan non-farmako) demensia vascular
8. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dan klasifikasi stroke
9. Mahasiswa mampu mengetahui rehabilitative stroke
10. Mahasiswa mampu mengetahui tatalaksana promotive dan preventif stroke
11. Mahasiswa mampu mengetahui aspek keislaman tentang demensia
12. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip otonom dokter, pasien, dan keluarga

11
STEP 7 : JAWABAN LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi demensia
● Definisi
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul
karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai 11 dengan
gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan
mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi
kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.
(WHO, 2014).

● Etiologi
Beberapa penyebab demensia anatara lain adanya tumor pada jaringan otak atau
metastasis tumor dari luar jaringan otak, mengalami trauma atau benturan yang
mengakibatkan perdarahan dan terjadinya infeksi kronis kelainan jantung dan
pembuluh darah. Demensia juga disebabkan oleh kelainan kongenital seperti penyakit
huntington, dan penyakit Metschromatic leukodystrophy (kelainan dari bagian putih
jaringan otak). (Khusnul, 2018)

● Epidemiologi
- Demensia vaskular merupakan penyebab demensia yang kedua tertinggi di Amerika
Serikat dan Eropa, tetapi merupakan penyebab utama di beberapa bagian di Asia.
- Kadar prevalensi demensia vaskular 1,5% di negara Barat dan kurang lebih 2,2% di
Jepang
- Di Jepang, 50% dari semua jenis demensia pada individu berumur lebih dari 65 tahun
adalah demensia vaskular.
- Di Eropa, demensia vaskular dan demensia kombinasi masing-masing 20% dan 40%
dari kasus. Di Amerika Latin, 15% dari semua demensia adalah demensia vaskular
- Kadar prevalensi demensia adalah 9 kali lebih besar pada pasien yang telah
mengalami stroke berbanding yang terkontrol. Setahun pasca stroke, 25% pasien
mengalami demensia awitan baru. Dalam waktu 4 tahun berikutnya, resiko relatif
kejadian demensia adalah 5,5%. (Iemolo F. dkk, 2009)

2. Mahasiswa mampu mengetahui faktor risiko, diagnosis banding, klasifikasi demensia

12
● Faktor Resiko
Faktor risiko untuk demensia vaskular termasuk usia, hipertensi, diabetes, dan merokok
(Rahmawati & Raharjo, 2020).

● Diagnosis Banding
Dalam mendiagnosis demensia terdapat gambaran klinis yang serupa dengan
penyakit lainnya sehingga perlu mempertimbangkannya. Berikut adalah diagnosis
banding demensi:

1. Gangguan depresi, yang mungkin menunjukkan banyak ciri-ciri gangguan demensia


dini, terutama gangguan memori, pemikiran yang lambat, apatis dan kurangnya
spontanitas.
2. Delirium, yang biasanya akut dengan awitan kesadaran berkabut, derajatnya
berfluktuasi.
3. Retardasi mental ringan atau sedang.
4. Keadaan fungsi kognitif subnormal yang disebabkan oleh gangguan yang parah
lingkungan sosial yang miskin dan pendidikan yang terbatas.
5. Gangguan jiwa iatrogenik akibat pengobatan. (Mario Maj and Norman Sartorius,
2002)
Menurut (Liza dan Loebis, 2015) yang memiliki contoh kasus dengan riwayat
hipertensi dan stroke yang lama. Diikuti dengan gejala psikotik sehingga diagnosis
bandingnya adalah gangguan psikotik akibat stroke Iskemik dan demensia vascular.

● Klasifikasi
Demensia terbagi atas 2 dimensi menurut umur dan menurut level kortikal.
Demensia menurut umur terbagi atas, demensia senilis lansia yang berumur > 65 tahun
dan demensia menurut level kortikal terbagi atas, demensia kortikal terjadi
karena adanya gangguan fungsi luhur, afasia, agnosia, apraksia sedangkan
dmensia subkortikal terjadi gangguan yaitu patis, forgetful,lamban, adanya gangguan
gerak (Khotimah, 2018). Sindrom demensia dapat terjadi pada orang yang paling umum
adalah penyakit Alzheimer (AD) kemudian diikuti oleh demensia vaskuler, demensia
campuran, demensia Lewy body dan kemudian demensia fronto-temporal.

a. Demensia pada Penyakit Alzheimer (AD)

13
Sampai sekitar tahun 1970, AD dianggap sebagai demensia langka yang
mempengaruhi orang di bawah 65. Pada saat itu, senile demensia (demensia pikun)
yang umum pada orang tua diyakini karena arteriosklerosis menyebabkan
terhambatnya suplai darah ke otak. Namun, mengikuti neuropatologi penting studi
Tomlinson et al, ditetapkan bahwa orang dengan pikun demensia (senile dementia)
memiliki perubahan otak yang sama seperti pada AD. Sehingga ``senile dementia of
the Alzheimer type'' (SDAT) sering digunakan untuk menggambarkan kasus lansia
dengan perubahan otak Alzheimer. Namun, baru-baru ini bertahun-tahun istilah
``penyakit Alzheimer'' telah digunakan untuk merujuk pada semua kasus, tanpa
memandang usia. Akun berikut ini didasarkan pada Clinical Description and
Diagnostic Guidelines of the ICD-10. AD memiliki karakter yang khas pada
neuropatologis dan neurokimianya. Diabiasanya berbahaya dalam onset dan
berkembang perlahan tapi pasti selama periode bertahun-tahun. Onsetnya bisa pada
usia dewasa pertengahan atau bahkan lebih awal (AD dengan onset awal), tetapi
insiden lebih tinggi di kemudian hari (AD dengan onset lambat). Dalam kasus dengan
onset sebelum usia 65 ± 70, ada kemungkinan riwayat keluarga demensia yang sama,
perjalanan yang lebih cepat, dan ciri-ciri yang menonjol dari kerusakan lobus
temporal dan parietal, termasuk disfasia atau dispraksia. Di kasus dengan onset yang
lebih lambat, perjalanannya cenderung lebih lambat dan bersifat disebabkan oleh
gangguan yang lebih umum dari fungsi kortikal yang lebih tinggi. McKhann dkk juga
telah memberikan pedoman untuk diagnosis klinis AD. Demensia di AD saat ini tidak
dapat diubah. Perubahan di otak yang diungkapkan oleh magnetic resonance imaging
(MRI). Ini menunjukkan bagian koronal MRI tertimbang T1 dari otak dua orang: di
sebelah kiri normal; di sebelah kanan, seorang pria berusia 75 tahun dengan AD
sedang. Fitur yang perlu diperhatikan dalam yang terakhir adalah yang digeneralisasi
pelebaran sulkus, ditandai 1. pembesaran yang cukup besar dari lateral ventrikel,
bertanda 2. dan, yang paling menonjol dari semuanya, bilateral yang diucapkan atrofi
hipokampus, ditandai 3. Atrofi hipokampus adalah fitur awal dan sensitif AD,
hippocampus menjadi penting untuk fungsi memori (Mario Maj and Norman
Sartorius, 2002).
b. Demensia Vaskular

14
Vascular dementia merupakan kerusakan daya kognitif yang disebabkan oleh
rusaknya pembuluh darah pada otak. Penyebabnya dapat berupa stroke, atau
beberapa serangan otak yang terjadi selama beberapa waktu. Gejala Vascular
dementia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah suatu serangan otak, atau perlahan saat
terdapat penyakit pada pembuluh darah yang bertambah parah. (Hidayati, 2020)
Kelompok demensia ini disebabkan oleh stroke yang menghancurkan area otak yang
tunduk pada memori dan kecerdasan. Menurut (Ratna, 2011) penderita stroke non
hemoragik/iskemik memiliki risiko tinggi untuk mengalami gangguan fungsi
kognitif. Hal ini disebabkan rupturnya plak arteri yang dapat menimbulkan trombus,
sehingga aliran darah menuju otak menurun. Penurunan aliran darah otak yang
berlangsung lama mengakibatkan gangguan kognitif pada penderita karena rusaknya
jaringan otak. Berbagai kondisi yang dapat meningkatkan risiko stroke non
hemoragik seperti hipertensi, riwayat diabetes melitus serta kurangnya kesadaran
untuk melakukan pola hidup yang sehat serta pemeriksaan kesehatan secara
teraturSecara garis besar stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke hemorragik dan
stroke non hemoragik. Stroke hemorragik merupakan stroke karena pecahnya
pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya, dan stroke non hemoragik
merupakan stroke yang terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti (Nopia, D. dan
Huzaifah, Z. 2020). Peristiwa ini bisa akut, atau bisa berlangsung lebih bertahap dan
kumulatif. Demensia dapat mengikuti beberapa stroke kecil (demensia multi-infark),
atau infark tunggal atau tidak memadai aliran darah (iskemia) ke area otak yang kritis.
Pada pembuluh darah subkortikal demensia, perubahan iskemik terjadi di materi
putih dalam belahan otak. Dimana demielinasi difus dari materi putih terjadi, itu
disebut ensefalopati Binswanger.

15
(Mario Maj and Norman Sartorius, 2002)

Demensia vaskular dibedakan dari demensia pada DA berdasarkan riwayatnya


onset, gambaran klinis dan perjalanan selanjutnya. Biasanya, ada riwayat serangan
iskemik transien dengan gangguan kesadaran singkat, cepat berlalu parese, atau
kehilangan penglihatan. Demensia juga dapat mengikuti suksesi akut kecelakaan
serebrovaskular, atau, lebih jarang, satu stroke besar. Beberapa gangguan memori
dan berpikir kemudian menjadi jelas. Onset, yang biasanya di kemudian hari, bisa
tiba-tiba, mengikuti satu iskemik tertentu episode, atau mungkin ada kemunculan
yang lebih bertahap. Demensia biasanya hasil infark otak karena penyakit pembuluh
darah, termasuk: penyakit serebrovaskular hipertensi. Infark biasanya kecil tapi
kumulatif dalam efeknya.

Demensia vaskular didiagnosis ketika seseorang menunjukkan bukti demensia,


sebagai berikut:
● Defisit pada fungsi kognitif yang lebih tinggi tidak terdistribusi secara merata,
dengan beberapa fungsi terpengaruh dan yang lain relatif terhindar. Jadi, memori
mungkin sangat terpengaruh, sementara berpikir, penalaran dan pemrosesan
informasi hanya menunjukkan penurunan ringan.

16
● Ada bukti klinis kerusakan otak fokal, bermanifestasi sebagai setidaknya satu dari
berikut ini: kelemahan kejang unilateral pada tungkai; sepihak peningkatan refleks
tendon; respon plantar ekstensor; atau kelumpuhan pseudobulbar.
● Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan atau tes yang signifikan penyakit
serebrovaskular, yang secara wajar dapat dinilai sebagai etiologi terkait dengan
demensia (misalnya riwayat stroke atau bukti infark serebral). (Mario Maj and
Norman Sartorius, 2002)

Klasifikasi demensia vascular terdiri dari tiga subtype:


● DVa pasca stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-
infark, dan stroke perdarahan. Biasanya memiliki korelasi waktu yang jelas antara
stroke dengan terjadinya demensia.
● DVa subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan
kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor
resiko vaskuler.
● Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam
kombinasi dengan AD (demensia Alzheimer)

Sedangkan klasifikasi demensia vascular secara klinis adalah:


● DVa pasca stroke
Demensia infark strategis yaitu lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain,
teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior. Multiple Infark
Dementia (MID) perdarahan intraserebral.
● DVa Subkortikal Lesi iskemik
Substansia alba infark lakuner subkortikal infark non-lakuner subkortikal
(Prakosa, A. Lapsus Demensia Vaskular)

c. Demensia Campuran

Hal ini cukup umum untuk fitur dari kedua AD dan demensia vaskular menjadi
hadir pada orang yang sama pada waktu yang sama, dan mungkin sulit untuk
menentukan mana yang lebih dulu. Hofman et al telah menunjukkan bahwa vaskular,
berperan penting dalam pengembangan AD. (Mario Maj and Norman Sartorius,
2002)

17
d. Demensia dengan Badan Lewy

Demensia tubuh Lewy adalah tambahan yang relatif baru untuk jenis demensia, tetapi
mungkin lebih umum daripada yang diperkirakan sebelumnya, mungkin terhitung 10
- 15% dari semua demensia. Hal ini ditandai dengan kursus progresif. Sebagai
tambahan, ada variabilitas dalam perhatian dan kewaspadaan, halusinasi visual dan
parkinsonisme. Kriteria diagnostik pertama kali diusulkan oleh McKeith et al.
Mungkin ada jatuh atau kehilangan kesadaran sementara, delusi dan sensitivitas
terhadap obat neuroleptik. Yang terakhir termasuk antipsikotik atipikal yang lebih
baru. Pekerjaan selanjutnya telah menunjukkan bahwa kriteria diagnostik diperlukan
sensitivitas yang lebih baik. McKeith et al, sekarang telah menghasilkan peningkatan
kriteria, dicapai dengan konsensus internasional. Ikhtisar singkat dari yang terbaru
informasi tentang demensia tubuh Lewy oleh McKeith et al, menekankan pada
kepentingan klinis untuk membuat diagnosis dengan benar. Ini karena
memungkinkan identifikasi pasien yang berisiko mengalami reaksi merugikan yang
parah untuk neuroleptik, tetapi siapa yang mungkin mendapat manfaat besar dari obat
yang meningkatkan neurotransmisi kolinergik. (Mario Maj and Norman Sartorius,
2002)

e. Penyebab Demensia Lainnya

Penyebab demensia yang kurang umum termasuk penyakit Parkinson,


penyalahgunaan alkohol, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Huntington, penyakit
Pick dan demensia lobus frontal atau fronto-temporal yang semakin dikenal. Pada
kelompok lobus frontal, gambaran khasnya adalah progresif lambat demensia pada
awalnya didominasi oleh kepribadian dan perubahan perilaku dengan disinhibisi,
apatis, stereotip dan kurangnya wawasan. Memori dan fungsi spasial relatif terhindar.
(Mario Maj and Norman Sartorius, 2002)

f. Demensia Karena AIDS

Sebuah sindrom demensia dapat berkembang pada orang yang menderita AIDS. Ini
biasanya dimulai pada tahap akhir penyakit, berkembang dengan cepat selama
beberapa minggu atau bulan sampai mati. Demensia dari AIDS ditemukan hampir

18
eksklusif pada orang dewasa muda daripada orang tua(Mario Maj and Norman
Sartorius, 2002).

3. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis demensia vascular

Manifestasi Klinis

· Demensia vascular

Tanda dan gejala kognitif pada demensia vaskular selalu subkortikal, bervariasi dan
biasanya menggambarkan peningkatan kesulitan dalam menjalankan aktivitas harian
seperti makan, berpakaian, berbelanja dan sebagainya. Hampir semua kasus demensia
vaskular menunjukkan tanda dan simptom motorik.

Tanda dan gejala fisik :

1. Kehilangan memori, pelupa

2. Lambat berfikir (bradifrenia)

3. Pusing

4. Kelemahan fokal atau diskoordinasi satu atau lebih ekstremitas

5. Inersia

6. Langkah abnormal

7. Konsentrasi berkurang

8. Perubahan visuospasial

9. Penurunan tilikan

10. Defisit pada fungsi eksekutif seperti kebolehan untuk inisiasi, merencana dan
mengorganisasi

11. Sering atau Inkontinensia urin dan alvi. Inkontinensia urin terjadi akibat
kandung kencing yang hiperrefleksi

Tanda dan gejala perilaku:

1. Perbicaraan tidak jelas

19
2. Gangguan Bahasa

3. Depresi

4. Berhalusinasi

5. Tidak familiar dengan persekitaran

6. Berjalan tanpa arah yang jelas

7. Menangis dan ketawa yang tidak sesuai. Disfungsi serebral bilateral


menyebabkan inkontinensi emosional (juga dikenal sebagai afek
pseudobulbar)

8. Sukar menurut perintah

9. Bermasalah dalam menguruskan uang

Manifestasi klinis yang dapat dijumpai pada demensia vaskular adalah penurunan
daya ingat, gangguan orientasi, penurunan kemampuan berpikir secara konseptual,
perubahan kepribadian dan tingkah laku. Gangguan daya ingat merupakan gejala utama
dan umumnya bersifat permanen. Secara khas gangguan ini kurang atau tidak disadari,
bahkan disangkal oleh penderita. Sering terdapat emosi yang labil, agresif, suka bertengkar
dan paranoid. Penderita tidak mampu mengenali orang dan berkomunikasi dengan baik.
Tidak jarang terjadi kebingungan, terutama pada malam hari akibat terjadi gangguan
orientasi waktu, penderita menjadi gelisah, panik, bingung atau cemas dan tidak lagi
memperhatikan dirinya sendiri serta keluarga (Rahmawati et al., 2020).

Riwayat pasien yang mendukung demensia vaskular adalah kerusakan bertahap


seperti tangga (stepwise), kekeliruan nokturnal, depresi, mengeluh somatik, dan
inkontinensi emosional, stroke, dan tanda dan gejala fokal. Contoh kerusakan bertahap
adalah kehilangan memori dan kesukaran membuat keputusan diikuti oleh periode yang
stabil dan kemudian akan menurun lagi. Awitan dapat perlahan atau mendadak. Didapatkan
bahwa TIA yang lama dapat menyebabkan penurunan memori yang perlahan sedangkan
stroke menyebabkan gejala yang serta-merta (Asyrofi & Rokhmani, 2019).

20
4. Mahasiswa mampu mengetahui penegakan diagnosis demensia vascular

Demensia vascular

1. Anamnesis (Asyrofi & Rokhmani, 2019).


1. Riwayat kesehatan
Ditanyakan faktor resiko demensia vaskular seperti hipertensi, Diabetes melitus dan
hiperlipidemia. Juga riwayat stroke atau adanya infeksi SSP.
2. Riwayat obat-obatan dan alkohol
Adakah penderita peminum alkohol yang kronik atau pengkonsumsi obat- obatan
yang dapat menurunkan fungsi kognitif seperti obat tidur dan antidepresan
golongan trisiklik.
3. Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat penyakit serebrovaskular.
2. Pemeriksaan fisik
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat secara
difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat melengkapkan sindrom
demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak
nyata, tanda-tanda lesi organik yang mencerminkan gangguan pada korteks premotorik
atau prefrontal dapat membangkitkan refleks-refleks. Refleks tersebut merupakan
petanda keadaan regresi atau kemunduran kualitas fungsi (Asyrofi & Rokhmani,
2019)..
a. Refleks memegang (grasp reflex).
Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si penderita.
Refleks memegang adalah positif apabila jari si pemeriksa dipegang oleh tangan
penderita
b. Refleks glabela.
Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali glabelanya diketuk.
Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali pada glabela hanya
timbul dua tiga kali saja dan selanjutnya tidak akan memejam lagi
c. Refleks palmomental.
Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi otot mentalis ipsilateral pada
penderita dengan demensia

21
d. Refleks korneomandibular.
Goresan kornea pada pasien dengan demensia membangkitkan pemejaman mata
ipsilateral yang disertai oleh gerakan mandibula ke sisi kontralateral
e. Snout reflex.
Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau bawah diketuk m.
orbikularis oris berkontraksi
f. Refleks menetek (suck reflex).
Refleks menetek adalah positif apabila bibir penderita dicucurkan secara
reflektorik seolah-olah mau menetek jika bibirnya tersentuh oleh sesuatu misalnya
sebatang pensil
g. Refleks kaki tonik.
Pada demensia, penggoresan pada telapak kaki membangkitkan kontraksi tonik
dari kaki berikut jari-jarinya

3. Pemeriksaan MMSE
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status mental mini
atau Mini-Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini berguna untuk
mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemampuan
bahasa dan berhitung. Defisit lokal ditemukan pada demensia vaskular sedangkan
defisit global pada penyakit Alzheimer.
Skoring: skor maksimum yang mungkin adalah 30. Umumnya skor yang kurang
dari 24 dianggap normal. Namun nilai batas tergantung pada tingkat edukasi seseorang
pasien. Oleh karena hasil untuk pemeriksaan ini dapat berubah mengikut waktu, dan
untuk beberapa inidividu dapat berubah pada siang hari, rekamlah tanggal dan waktu
pemeriksaan ini dilakukan (Asyrofi & Rokhmani, 2019).

5. Mahasiswa mampu mengetahui pathogenesis dan patofisiologi demensia vascular


Patofisiologi
Semua bentuk demensia adalah dampak dari kematian sel saraf dan/atau hilangnya
komunikasi antara sel-sel ini. Otak manusia sangat kompleks dan banyak faktor yang dapat
mengganggu fungsinya. Beberapa penelitian telah menemukan faktor-faktor ini namun

22
tidak dapat menggabungkan faktor ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana
demensia terjadi.

Pada demensia vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek fokal atau difus pada
otak dan menyebabkan penurunan kognitif. Penyakit serebrovaskular fokal terjadi
sekunder dari oklusi vaskular emboli atau trombotik. Area otak yang berhubungan dengan
penurunan kognitif adalah substansia alba dari hemisfer serebral dan nuklei abu-abu dalam,
terutama striatum dan thalamus.

Patogenesis
Ada beberapa hal yang mendasari pathogenesis terjadinya demensia vaskuler :
1. Infark multiple
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat
riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti
hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia. Computed tomography imaging (CT
Scan) otak menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang
disertai dilatasi ventrikel.
2. Infark lakunar

23
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small
penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari
hipertensi Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila
menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack,
hemiparesis, atau ataksia. Bila junlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom
demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar
state. CT Scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat
juga tidak tampak pada CT Scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di
daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan
penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lacunar terutama di daerah
batang otak (pons).
3. Infark tunggal di daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal
atau sub kortikal yang mempunyai fungi penting. Infark girus angularis menimbulkan
gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan
gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri-serebri posterior menimbulkan
gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan visual dan kebingungan.
Infark daerah distribusi arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan
apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku
yang disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri
paramedian thalamus menghasilkan thalamic dementia.
4. Sindrom Binswanger
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif dengan
riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala
pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) da inkontinensia.
Faktor risikonya adalah small artery diseases (hipertensi, angiopati amiloid),
kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel
karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi,
5. Angiopati amiloid serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola serebral.
Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Kadang-kadang terjadi demensia
dengan onset mendadak

24
6. Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung, hipotensi
berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arter
serebral, kegagalan fungi pemafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi
vaskular di otak yang multipel.
7. Perdarahan

Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural kronik,
gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral. Hematoma multipel
berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau herediter.
8. Mekanisme lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan pembuluh darah
inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa, limfomatoid granulomatosis, giant-
cell arteritis, dan sebagainya)

6. Mahasiswa mampu mengetahui Komplikasi dan prognosis demensia vascular


Komplikasi
Orang dengan demensia ascular akan mengalami gejala yang terus memburuk seiring
waktu dan akhirnya kehilangan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri. Demensia ascular juga dapat memperpendek harapan hidup seseorang.
Beberapa penelitian telah menunjukkan harapan hidup demensia ascular, rata-rata,
sekitar tiga tahun setelah mengembangkan demensia setelah stroke. Komplikasi lain
termasuk:
• Lebih banyak stroke atau penyakit jantung
• Kehilangan keterampilan sosial dan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain,
yang dapat berkontribusi pada depresi
• Pneumonia, infeksi saluran kemih, dan infeksi kulit
• Luka karena kehilangan mobilitas dan gaya hidup tidak aktif
• Trauma akibat jatuh berhubungan dengan disorientasi, pusing, kehilangan
keseimbangan, dan kelainan gaya berjalan (Lee, 2011).
Prognosis

25
Pada pasien dengan demensia yang pernah mengalami stroke, peningkatan mortalitas cukup
signifikan. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah 39% untuk pasien dengan demensia
vaskular dibandingkan dengan 75% untuk kontrol dengan usia yang sama (Alagiakrishnan,
2018).
Studi tentang penyebab kematian pada pasien dengan demensia menunjukkan bahwa
gangguan sistem peredaran darah (misalnya, penyakit jantung iskemik) adalah penyebab
langsung paling umum kematian pada demensia vaskular, diikuti oleh penyakit sistem
pernapasan (misalnya, pneumonia) (Alagiakrishnan, 2018).

Sebuah studi tentang tingkat rawat inap pada pasien dengan demensia menunjukkan
bahwa yang termasuk demensia vaskular, ditemukan memiliki peningkatan risiko rawat
inap, termasuk rawat inap untuk kondisi rawat jalan yang sensitive (Alagiakrishnan, 2018).

Menurut beberapa penelitian, demensia vaskular memperpendek harapan hidup sekitar


50% pada pria, pada orang dengan pendidikan rendah, dan pada orang yang melakukan tes
neuropsikologis lebih buruk (Alagiakrishnan, 2018).

Penyebab kematiannya adalah karena komplikasi demensia, penyakit kardiovaskular, dan


berbagai faktor, termasuk keganasan (Alagiakrishnan, 2018).

7. Mahasiswa mampu mengetahui tatalaksana (farmako dan non-farmako) demensia


vascular
Prevention/ Pencegahan
Pencegahan penyakit demensia vaskular dapat dilakukan dengan memodifikasi faktor
resiko yang terjadi seperti diabetes, merokok, hipetensi dan hiperlipidemia, namun faktor
terpenting yang harus diubah yakni hipertensi. Mneurut beberapa penelitian oabat
antihipertensi dapat mengurangi efek samping dari resiko demensia vascular. Pada kasus
demensia vaskuler yang terdapat penyakit jantung coroner, fibrilasi atrium dan jantung
iskemik perlu ditangani dengan tepat. (Omici and Kalish, 2022)
Pada apsien yang menunjukkan gejlana dini dari gangguan kognisinya atau memiliki
bukti MRI atau CT stroke atau penyakit arteri karotis, dengan melakukan pencegahan
menggunakan melalui perwatan menggunakan endarterektomi carotis, agen antiplatelet,
warfarin, atau melalui pelatihan fisik untuk memperlambat perkembangan penyakit (Omici
and Kalish, 2022).

26
Evaluasi
Pada kasus demensia vascular bilamana didapati kecurigaan, maka ada baiknya
dilakukan tes kognitif pada pasien. Hal ini memungkinkan agar dapat menilai deficit dari
kognitif pasien. Kemudian menyingkirkan penyebab sekunder terkait penurunan kognitif
seperti gangguan tiroid, depresi, penggunaan obat-obatan (benzodiazepine, atau
antikolinergik), penyebab infeksi (neurosifilis atau HIV), dan pennyalahgunaan alkohol
(Omici and Kalish, 2022).
Pemeriksaan laboratorium yang dapat direkomendasikan dalam demensia vaskuler
yakni penghitungan darah lengkap, basic metabolic panel (BMP), Pemeriksaan kadar
hormone tiroid,, pemriksanan rapid plasma regain (RPR), dan vitamin B12. Adapun dalam
penilaina depresi dapat menggunakan skala depersi geriatri (untuk validasi demensia
ringan) atau PHQ-9.jika pada kasus terjadi sebuah gambaran, misalnya seperti terjadi
deficit neurologis fokal maka dapat menggunakan MRI tanpa kontra dalam
menggambarkan hal tersebut (Omici and Kalish, 2022).
Pada saat ini diagnosis demensia vaskuler dapat menggunakan kriteria DSM 5,
klasifikasi penyakit internasional, kriteria edisi kesepuluh, kriteria diagnosis dan perawatan
penyakit Alzheimer, kriteria, Institut Nasional Gangguan Neurologis dan Asosiasi Stroke-
Association Internationale pour la Recherche di L’Enseignement en Neurosciences
(NINDS-AIREN) dan menggunakan skor iskemik hachinski (Omici and Kalish, 2022).
Pengobatan Medikamentosa
Progres dimensia vaskular dapat diperlambat jika faktor risiko vaskular seperti
hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes ditangani. Agen anti platlet berguna untuk
mencegah stroke berulang. Aspirin mempunyai efek positif pada penurunan kognitif.
Agen anti platelet yang lain adalah tioclodipine dan clopidogrel bisulfate.

● Aspirin: mencegah platelet-aggregating thromboxane A2 dengan memblokir aksi


prostaglandin sintetase yang seterusnya mencegah sintesis prostaglandin
● Tioclodipine: digunakan untuk pasien yang tidak toleransi terhadap terapi aspirin atau
gagal dengan terapi aspirin.
● Clopidogrel bisulfate: obat antiplatlet yang menginhibisi ikatan ADP ke reseptor
platlet secara direk.

27
Agen hemorheologik meningkatkan kualitas darah dengan menurunkan viskositas,
meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat agregasi platelet dan formasi trombus
serta supresi adhesi leukosit.( Kannayiram 2012)

Obat penyakit demensia. (Walker 1990)

Nama Obat Golongan Indikasi Dosis Efeksamping


Donepezil Penghambat Demensia Dosis awal 5 mg/hr, Mual, muntah,
kolinesterase ringan- setelah 4-6 minggu diare, dan
sedang menjadi 10 mg/hr insomnia
Galantamine Penghambat Demensia Dosis awal 8 mg Mual, muntah,
kolinesterase ringan- mg/hr, setiap bulan diare, dan
sedang dinaikan 8 mg/hr anorekisa
sehingga dosis
maksimal 24 mg/hr
Rivastigmine Penghambat Demensia Dosis awal 2 x 1,5 Mual, muntah,
kolinesterase ringan- mg/hr. Setiap bulan diare, pusing, dan
sedang dinaikan 2 x 1,5 mg/hr anoreksia
hingga dosis maksimal
2 x 6 mg/hr
Memantine Penghambat Demensia Dosis awal 5 mg/hr, Pusing, nyeri
reseptor sedang- setelah 1 minggu dosis kepala,
NMDA berat naik menjadi 2 x 5 konstipasi
mg/hr hingga
maksimal 2 x 10 mg/hr

Pengobatan dalam demensia vaskular melalui dua pendekatan: (1) pengelolaan


perkembangan dan perilaku dan (2) pencegahan dengan memodifikasi faktor risiko.
Golongan inhibitor kolinesterase sebagai medikamentosa berfungsi dalam memperlambat
perkembangan penurunan kognitif. Pengobatan medikamentosa melalui inhibitor
kolinesterase menggunakan memantine, antagonis NMDA. Penggunaan memantine telah
mendapatkan persetujuan FDA dalam pengobatan demensia sedang hingga berat untuk
meningkatkan fungsional pasien dan mengurangi ketergantungan perawatan pasien.
Namun perlu untuk mendikusikan lebih lanjut terkait penggunaan obat-obatan ini
dikarenakan perlu adanya menimbang terkait manfaat dan efek samping yang disebabkan
oleh pengobatan serta menyesuikan dengan kondisi dan tujuan perawatan pasien (Omici
and Kalish, 2022).
Penatalaksanaan secara medikamentosa perlu menimbang terkait pengobatan yang
dibutuhkan pasien atau tidak dengan mengeliminasinya atau berpotensi memperburuk

28
keadaan pasien (contoh: antikolinergik). Mengidentifikasi dan mengoptimalkan terkait
komorbid pasien sperti hiperlipidemia, hipetensi, diabetes mellitus, dapat membantu dalam
penurunan faktor resiko pasien demensia vaskule terakait efek koginitfnya (Omici and
Kalish, 2022).
Pada kasus demensia vascular perlu adanya edukasi kepada pasien untuk mendorong
pasien untuk berhenti dalam merokok pada pasien perokok, pengurangan konsumsi alkohol
serta melakukan penilaian potensi terjadinya sindrom geriatric pada pasien yang terkena
deprsi , jatuh dan gangguan pada saluran kemih (Omici and Kalish, 2022).
Pengobatan Non Medikamentosa
Pengoabatan demensia vascular secara non medikamentosa dapat melalui
monitoring pola makan yang sehat yakni mencakup konsumsi banyak buah-buahan,
kacang-kacangan, sayuran, ikan, dan biji-bijian, serta mengurangi konsumsi daging merah.
Menurut penelitian bahwa perilaku diet dapat menurunkan dari peningkatan gangguan
kognitid dan resiko Alzheimer, serta olahraga teratur (≥ 30 menit selama ≥ 3 kali per
minggu) hal ini menunjukkan adanya progresivitas penurunan perkembanagan dari gejala
kognitif pada demensia vakular dan Alzheimer, menjadi aktivitas sehari-hari dan
meningkatakan kemandirian pasien. Dukungan psikologis dan sosial sangatlah penting
dalam pengobatan non-medikamentosa mencakup keluaga yang harus peduli terhadap
hilangnya kemandiran pasien demensia vaskuler (Chahyani and Hastuti, 2021).

8. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dan klasifikasi stroke


● Definisi
Stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak terganggu atau sangat berkurang,
sehingga jaringan otak kekurangan oksigen dan makanan. Dalam beberapa menit, sel-sel
otak mulai mati.
Kata stroke merupakan istilah inggris yang berarti pukulan, pada istilah kedokteran
stroke sendiri digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat
lesi vascular yang bisa muncul dalam beberapa detik sampai hari, tergantung dari jenis
penyakit kausanya. Sebagaimana dijelaskan bahwa terdapat bagian otak yang secara tiba-
tiba tidak mendapat jatah darah lagi karena arteri yang menyuplai daerah itu mengalami

29
sumbatan atau terputus. Penyumbatan itu bisa terjadi secara mendadak, secara berangsur-
angsur ataupun tiba-tiba namun berlangsung hanya sementara.
Menurut WHO, stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau
secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal
otak yang terganggu.
● Klasifikasi
A. Pembagian stroke berdasar gambaran manifestasi klinis :
● TIA (Transient Ischemic Attack)
Gambaran defisit neurologis secara tiba-tiba, defisit tersebut hanya berlangsung
sementara (tidak lebih dari 24 jam) dan disfungsi fokalnya bersifat reversibel.
● Stroke in Evolution
Menggambarkan perkembangan defisit neurologis yang berlangsung secara
bertahap dan berangsur-angsur dalam beberapa jam sampai 1 hari.
● RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Disfungsi fokal yang reversibel dalam waktu lebih dari 24 jam.
● Completed Stroke
Dibagi menjadi dua yaitu hemoragik dan non-hemoragik.
Merupakan kasus hemiplegia yang disajikan pada tahap dimana tubuh penderita
sudah mengalami kelumpuhan sesisi yang tidak memperlihatkan progresi lagi.
B. Pembagian stroke berdasar sifat gangguan aliran darah :
● Non Hemoragik (iskemik)
Dibagi menjadi dua yaitu thrombosis dan emboli.
● Hemoragik
Dibagi menjadi dua yaitu subarachnoidal dan intraserebral.

9. Mahasiswa mampu mengetahui rehabilitative stroke


Rehabilitasi dapat dipandang sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita stroke. Pada dasarnya, rehabilitasi merupakan suatu upaya untuk
mengembalikan seseorang ke kondisinya semula atau ke kondisi yang lebih baik daripada
kondisinya sekarang. Dalam bidang medis dan kesehatan, tujuan utama rehabilitasi adalah
memulihkan sebagian atau seluruh kapabilitas fisik, sensorik atau mental pasien yang

30
berkurang atau hilang akibat suatu penyakit atau cedera. Melalui upaya rehabilitasi,
diharapkan kemampuan motorik, kognitif, visual dan koordinasi para penderita stroke
dapat pulih sehingga tingkat kemandirian mereka pun secara berangsur meningkat. Dengan
demikian, seiring dengan meningkatnya kemampuan dan tingkat kemandirian mereka,
kualitas hidup penderita stroke akan meningkat pula. (Hariandja, 2013)
Di samping upaya medikasi melalui obat, latihan fisik secara rutin merupakan upaya
terapi rehabilitasi yang umumnya dianjurkan untuk dilakukan pasca stroke. Terapi fisik
yang umumnya dilakukan berupa latihan duduk sendiri, berdiri dari tempat duduk dan
berjalan. Terapi fisik lainnya meliputi latihan kegiatan melakukan kegiatan sehari-hari
(activities of daily living/ADL) seperti mandi, makan, buang air, berpakaian dan
berdandan, serta latihan kegiatan yang bersifat hobi seperti memasak dan berkebun.
Beberapa studi menunjukkan hasil yang benefisial diperoleh para penderita stroke yang
melakukan latihan terapi fisik secara rutin seperti meningkatnya kemampuan anggota
gerak bawah (lower limb), mobilitas fungsional (keseimbangan dan berjalan) dan kualitas
hidup. (Hariandja, 2013)

10. Mahasiswa mampu mengetahui tatalaksana promotive dan preventif stroke


Promotif
Mengenali gejala-gejala dan tanda-tanda stroke dengan slogan “SeGeRa Ke RS”, maksud
dari slogan ini adalah:
a. Se : Senyum tidak simetris (mencong ke satu sisi), tersedak, sulit menelan air minum
secara tiba-tiba
b. Ge : Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba
c. Ra : bicaRa pelo/tidak mengerti kata-kata/bicara tidak nyambung
d. Ke : Kebas atau kesemutan separuh tubuh
e. R : Rabun/ pandangan satu mata kabur tiba-tiba
f. S : Sakit kepala hebat tiba-tiba yng tidak pernah dirasakan sebelumnya, gangguan
fungsi keseimbangan atau koordinasi. (kemkes, 2017)

Preventif
a. Peningkatan gaya hidup sehat dengan perilaku “CERDIK”, yaitu:
b. Cek Kesehatan secara berkala

31
c. Enyahkan asap rokok
d. Rajin aktifitas fisik
e. Diet sehat dengan gizi seimbang
f. Istirahat yang cukup
g. Kelola stress. (kemkes, 2017)
Meningkatkat kesadaran bagi penyandang stroke untuk “PATUH”, arti patuh adalah;
a. Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
b. Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
c. Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
d. Upayakan beraktivitas fisik denga naman
e. Hindari rokok, alkhol dan zat karsigenik lainnya. (kemkes, 2017)

11. Mahasiswa mampu mengetahui aspek keislaman tentang demensia


Dalam Islam, penuaan sebagai tanda dan simbol pengalaman dan ilmu. Para lansia
memiliki kedudukan tinggi di masyarakat, khususnya, dari sisi bahwa mereka adalah harta
dari ilmu dan pengalaman, serta informasi dan pemikiran. Oleh sebab itu, mereka harus
dihormati, dicintai dan diperhatikan serta pengalaman-pengalamannya harus
dimanfaatkan. Nabi Muhammad Saw bersabda, hormatilah orangorang yang lebih tua dari
kalian dan cintai serta kasihilah orang-orang yang lebih muda dari kalian. Firman Allah
dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra : 23-24 Artinya : Dan tuhanmu telah memerintahkan agar
kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah berbuat baik ibu bapakmu. Jika salah
seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai usia lanjut dalam pemeliharaan,
maka jangan sekali-sekali engkau mengatakan kepada ke duanya perkataan “Ah” dan
janganlah engkau membentak mereka dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang
baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah “ wahai tuhanku sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku diwaktu kecil”.
Demensia dalam Islam merupakan simbol kebesaran Allah, menunjukkan bahwa
manusia memiliki begitu banyak kekurangan dan kelemahan dan tidak dapat dibandingkan
dengan Allah, yang Maha Mengetahui segala sesuatu dan Maha Kuasa. Seperti firman
Allah dalam Qur’an Surat An Nahl/16:70 “Allah menciptakan kamu, kemudian

32
mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling
lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” Kata Ardhal yang digunakan
dalam ayat tersebut bermakna kelemahan yang tidak dapat kembali, berupa melemahnya
indra, serta kemampuan berbicara dan berpikir yang dialami orang yang sudah tua.
(Anggraini, 2020)
Di ayat yang lain, Qur’an Surat Yasin/36:68 Allah berfirman “Dan barangsiapa yang
Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya) Maka
apakah mereka tidak memikirkan?”. Yang dimaksud dengan kembali kepada kejadiannya,
adalah kembali menjadi lemah dan kurang akal. Sebagaimana gejala dari demensia sendiri
adalah hilangnya memori dan berkurangnya kemampuan kognitif secara bertahap, hingga
menjadi tidak tahu apa-apa setelah dulunya mengetahui banyak hal. Hal ini berbeda dengan
kondisi saat orang lupa sesuatu tapi akan mengingatnya kembali, pasien demensia
sangatlah jarang mengingat apa yang telah dilupakan.Tidak hanya lupa, pasien demensia
hampir tidak bisa lagi melakukan kegiatan sehari-hari yang dulu mudah dilakukan. Maka
disebutkan di ayat tersebut kembali ke kejadiannya, seperti bayi yang tidak bisa melakukan
apa-apa.
Berdasarkan penelitian seorang neuroscientist muslim, menghafal Al Qur’an juga
melibatkan berbagai bagian otak dan menghubungkannya. Stimulasi secara umum ke lobus
parietal mampu meningkatkan kemampuan otak untuk berpikir dan belajar berbagai hal.
Lobus frontal otak berperan dalam working memory, memanggil kembali memori,
perencanaan, bahkan juga berpengaruh ke perilaku sosial juga teraktivasi saat mempelajari
Al Qur’an. Jadi, secara keseluruhan menghafal Al Qur’an dapat meningkatkan kecerdasan
seseorang, baik dalam kecerdasan akademik, emosional, dan juga spiritual. (Anggraini,
2020)
Allah berfirman dalam Qur’an Surat Al-Isra/17:82 yang artinya “Dan Kami turunkan
dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman..” Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali juga menurunkan penawar atau
obatnya. Al Qur’an merupakan salah satu obat yang paling mujarab yang disediakan Allah
bagi manusia. Al Qur’an merupakan kalam Allah yang menghubungkan seorang hamba

33
dengan Rabbnya. Tidak hanya untuk demensia, terkadang beberapa penyakit yang dikira
tidak dapat sembuh dengan kuasaNya dapat sembuh jika kita memiliki keyakinan akan itu.
Rasullullah SAW menyebut, jika penyakit pikun merupakan penyakit yang berbahaya.
Dalam hadist yang diriwayatkan, Rasulullah SAW berdoa memohon perlindungan
terhadap Allah SWT dari pikun. “ Ya Allah kau berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut,
dan aku berlindung kepada-Mu dari sikap serendah-rendahnya usia (pikun), aku berlindung
kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur,” (HR
Bukhori). Penyakit pikun ini pun bisa diatasi. Mereka yang mengalami pikun, akan terobati
dengan selalu mengingat Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Dan ingatlah kepada
tuhanmu jika kamu lupa,” (Al-Kahfi :24)

12. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip otonom dokter, pasien, dan keluarga
Informed consent dan prinsip otonomi
Walaupun moralitas tindakan dari tenaga medis sangat dipengaruhi oleh etos, kode-
kode etik dan keyakinan agama yang dianutnya, namun moralitas tindakannya terutama
ditentukan oleh keputusan hati nuraninya. Dengan keputusan hati nurani dimaksudkan
keputusan yang bersumber dalam pusat kepribadian yang mewajibkannya untuk bertindak
pada saat itu demi kepentingan terbaik pasien. Dalam hubungan ini muncul apa yang biasa
dikenal dengan ”otonomi moral” dan ”otonomi klinis”. Etika mengajarkan bahwa setiap
pribadi mempunyai ”otonomi moral”, artinya ia mempunyai hak dan kewajiban untuk
menentukan sendiri Tindakan tindakannya (self-determination) dan
mempertanggungjawabkannya. Otonomi menekankan kreativitas dan produktivitas, serta
menolak konformitas. Otonomi menuntut bahwa kita sendiri menentukan siapakah kita ini
dan bersedia bertanggung jawab atas pilihan itu. Selain itu tenaga medis juga memiliki
”otonomi klinis”, yaitu hak dan kewajiban tenaga medis untuk bertanggung jawab dalam
pengambilan keputusan klinis yang mempengaruhi kesehatan pasiennya. Pihak lain mana
pun tidak boleh memaksakan kehendak atas diri tenaga medis. Tenaga medis dalam banyak
hal wajib mendengarkan pendapat pihak-pihak lain, tetapi tidak boleh bertindak
sematamata karena terpaksa mengikuti pendapat lain tersebut. Keputusan terakhir berada
dalam tanggung jawab dokter. Oleh karena otonomi moral yang dimiliki pasien, maka

34
dokter berkewajiban memberikan informasi untuk mendapatkan persetujuan, namun tidak
boleh memaksakan persetujuan tersebut.
Fungsi-fungsi informed consent adalah melindungi dan meningkatkan otonomi
pasien, melindungi pasien dan subyek peserta penelitian, mencegah tindakan manipulatif
dan pemaksaan, meningkatkan sikap mawas diri dari tim medis, meningkatkan
pengambilan keputusan rasional, dan melibatkan publik dalam pengembangan otonomi
sebagai nilai sosial dan kontrol terhadap penelitian biomedis. Fungsi-fungsi ini dibuat
berdasarkan beberapa prinsip moral, yaitu prinsip autonomi, beneficentia, nonmaleficentia,
dan utilitas. Prinsip autonomi adalah melindungi dan meningkatkan otonomi individu.
Hubungan baik antara dokter dan pasien akan mencegah terjadinya ketidaktahuan yang
justru menghambat otonomi pasien dan/atau keluarga untuk memutuskan, ketidaktahuan
mana dapat berasal dari kekurangan informasi atau karena kurang paham. Prinsip
beneficentia adalah melindungi pasien serta subyek peserta penelitian, sedangkan prinsip
nonmaleficentia mencegah timbulnya kerugian atas pasien, terutama pasien tidak sadar,
anak-anak, mental terbelakang, dan sebagainya. Dalam hal ini, orang tua atau keluarga
pasien atau orang lain yang secara legal dapat diterima untuk mewakili pasien, dapat
memberi persetujuan. Prinsip utilitas adalah meningkatkan sikap mawas diri tim medis
dalam melakukan tindakan yang menguntungkan setiap orang dalam masyarakat, termasuk
tenaga kesehatan sendiri, pasien-pasien dan para peneliti sehingga dapat tetap terbina sikap
saling percaya.
Prinsip Autonomy
Otonomi (Autonomy) berasal dari bahasa Yunani ”autos” yang berarti sendiri dan
”nomos” yang berarti peraturan atau pemerintahan atau hukum. Awalnya otonomi
dikaitkan dengan suatu wilayah dengan peraturan sendiri atau pemerintahan sendiri atau
hukum sendiri. Namun kemudian, otonomi juga digunakan pada suatu kondisi individu
yang maknanya bermacam-macam seperti memerintah sendiri, hak untuk bebas, pilihan
pribadi, kebebasan berkeinginan dan menjadi diri sendiri. Makna utama otonomi individu
adalah aturan pribadi atau perseorangan dari diri sendiri yang bebas, baik bebas dari
campur tangan orang lain maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi pilihan yang
benar, seperti karena pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang dibatasi otonominya
adalah seseorang yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang tidak mampu

35
bertindak sesuai dengan hasrat dan rencananya. Terdapat berbagai pendapat tentang
penerapan prinsip otonomi. Meskipun demikian, secara umum ada beberapa cara
menerapkan prinsip otonomi, khususnya dalam praktek kedokteran. Cara-cara tersebut
antara lain:
1. Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the truth)
2. Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others)
3. Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential information)
4. Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap pasien (obtain consent
for interventions with patients)
5. Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when ask, help others
make important decision)
Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai kompetensi pasien.
Para pakar meyakini belum ada satu definisi kompetensi pasien yang dapat diterima semua
pihak, sehingga begitu banyak defnisi tentang kompetensi pasien. Salah satu definisi
kompetensi pasien yang dapat diterima adalah ”kemampuan untuk melaksanakan atau
perform suatu tugas atau perintah”

36
STEP 8: MINDMAPPING

37
LANGKAH 9: KESIMPULAN

Laki-laki usia 68 tahun dengan keluhan sering lupa melakkan kegiatan sehari-hari sejak 5 bulan
yang lalu, mengalami lumpuh pada lengan dan tungkai kanan sejak 2 bulan yang lalu. Memiliki
riwayat hipertemsi 10 tahun yang lalu serta didapatkan hasi pemeriksaan fisik dengan tekanan
darah 150/90 mmHg, nadi 96, term, 36,5 RR 22kali, pemeriksaan neurologis motoric ekstremitas
atas dan bawah +2/+4, pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 12, Le: 5000, tro: 300.00. diduga
mengalami dimensia vascular post stroke. demensia menurut WHO adalah sindrom
neurodegeneratif yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai
11 dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan
mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif
biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi. Demensia vasculer
terjadi karena adanya faktor risiko yang menyertai yaitu gangguan kardiovaskuler seperti riwayat
hipertensi, penyakit jantung koroner, dll. Pasien dengan demensia vaskuler akan terus
menunjukkan penurunan kualitas hidup dan menimbulkan berbagai macam komplikasi apabila
tidak segera dilakukan tatalaksana. Tatalaksana pada demensia vaskuler dapat dilakukan secara
medikamentosa dan non-medikamentosa. Secara medikamentosa dapat diberikan obat-obat
antihipertensi dan anti platelet dapat mengobati gangguan kardiovaskular yang memperburuk
kondisi pasien. Pemberian kolinesterase inhibitor juga dapat diberikan untuk memperlambat
penurunan fungsi kognitif pasien demensia vaskuler. Pasien dengan demensia vaskuler perlu untuk
melakukan rangsangan kognitif seperti permainan yang mengasah otak, merangsang ingatan
pasien dan lain lain. Peningkatan kualitas hidup pasien demensia vaskuler perlu dilakukan dengan
pendampingan dari keluarga dan orang terdekat. Maka dokter perlu untuk melakukan edukasi
kepada keluarga pasien agar pasien tidak diserahkan ke panti jompo, namun dokter tidak boleh
memaksa kehendak keluarga agar tidak melanggar prinsip etik kedokteran yaitu memberikan hak
kepada pasien dan keluarga untuk menentukan tindakan atau rencana yang akan dilakukan (prinsip
autonomy).

38
DAFTAR PUSTAKA
Alagiakrishnan, K. (2018, Maret 26). Vascular Dementia. Diambil kembali dari Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/292105
Anggraini, L. (2020). PANDANGAN ISLAM TERHADAP LANSIA SERTA BERBAGAI
KESEHATAN LANSIA YANG PERLU DIPERHATIKAN.
Arie Yunanto, Helmi. Hukum Pidana Kelalaian Medik, Tinjauandan Pandangan Medikolegal.
Yogyakarta: Andi Publisher. 2010.
Asyrofi, M. Z. A., & Rokhmani, C. F. (2019). Demensia Vaskular pada Perempuan Usia 76 Tahun:
Laporan Kasus. Jurnal Majority, 8(2), 14-18.
Hariandja. 2013. Identifikasi Kebutuhan Akan Sistem Rehabilitasi Berbasis Teknologi Terjangkau
Untuk Penderita Stroke Di Indonesia. Jurnal ilmu kesehatan. Vol 3 No. 2
Immanuel Kant.(2011). Ground Work of Methaphysics Of Moral, Agerman-English Edition,
Editedand Translated By Mary Gregor and Jens Timmermann. Cambridge University Press
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI
INDONESIA (kemkes.go.id)
Khotimah khusnul. 2018. FUNGSI KOGNITIF LANSIA DEMENSIA. Kediri : Journal of Holistic
and Traditional Medicine, Vol 03 No 01, Agustus 2018
Liza, R. G dan Loebis, B. 2015. Laporan kasus Gangguan Psikotik Akibat Stroke Iskemik. Jurnal
Kesehatan Andalas.
Maj, M. & Sartorius, N. 2002. Dementia, Second Edition Edited by Mario Maj and Norman
Sartorius. John Wiley & Sons Ltd. ISBN: 0-470-84963-0
Iemolo F, Givanni D, Caludia R, Laura C, Vladimir H, Calogero C. Review Pathophysiology of
Vascular Dementia. Biomed Central. Canada. 2009.Vol.6. No.13.ppt:1-9
Prakosa, Ardani. Laporan Kasus Demensia Vaskular.
https://www.academia.edu/6125911/LAPSUS_DEMENSIA_VASKULER
Rahmawati, W. T., An, A., & Raharjo, W. (2020). Gambaran Hipertensi dengan Kejadian
Demensia Vaskular pada Pasien Stroke Non Hemoragik di Poli Saraf RSUD Sultan Syarif
Mohamad Alkadrie Pontianak. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan : Publikasi Ilmiah
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 7(2), 130–137.
https://doi.org/10.32539/jkk.v7i2.11110
SAPUTRA, Y.E., 2022. Penerapan Reduksi Luka Tekan Terhadap Penurunan Risiko Luka Tekan
Pasien Stroke (Doctoral dissertation, Universitas Widya Husada Semarang).
Uwagbai, O. and Kalish, V.B., 2022. Vascular dementia. In StatPearls [Internet]. StatPearls
Publishing.
WHO. Definition of an older or elderly person. Available from URL : htttp://www.who.int/whosis/
mds/mds _definition

39
Wulan, A. J., & Zafirah, N. H. (2016). Hipertensi dan Diabetes Melitus sebagai Faktor Risiko
Demensia Vaskular. Majority, 5(1), 68–75

40

Anda mungkin juga menyukai