DISUSUN OLEH:
Kelompok 7
TUTOR:
Dr. Winawati Eka Putri, dr., SP.DV
Dosen Pembimbing
Pemeriksaan Fisik
1. GCS : Dalam batas normal
2. Vital sign: TD 150/90, HR 96x/menit, TEMP 36,5°C, RR 22x/menit
3. IMT : (-)
4. Kepala leher : (-)
5. Pemeriksaan ektremitas
- Ekstremitas atas +2/+4
- Ekstremitas bawah +2/+4
6. Pemeriksaan neurologis : (-)
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap :
- HB : 12 g/dl
- Leukosit : 5000
- Trombosit : 300.000
- MMSE : 11
Hipotesis
Pasien didiagnosis demensia vascular karena pasien tersebut memiliki Riwayat hipertensi 10
tahun yang lalu dan post stroke 2 tahun yang lalu
STEP 4: PERMASALAHAN DIDAPAT DARI TPL-PPL
TPL PPL
Anamnesis 1. Hipertensi
1. RPS 2. Post stroke
a. Keluhan utama : sering lupa untuk 3. demensia
melakukan kegiatan sehari-hari
b. Sejak kapan keluhan muncul : 5 bulan
lalu
2. RPD
a. Hipertensi : sejak 10 tahun lalu
b. Lumpuh : sejak 2 tahun lalu (pada lengan
dan tungkai kanan)
3. RPK
a. Keluarga berencana untuk menitipkan
pasien ke panti jompo
Pemeriksaan FIsik
1. GCS : normal
2. Vital sign: TD 150/90, HR 96x/menit,
TEMP 36,5°C, RR 22x/menit
3. Pemeriksaan ektremitas
- Ekstremitas atas +2/+4
- Ekstremitas bawah +2/+4
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap :
- HB : 12 g/dl
- Leukosit : 5000
- Trombosit : 300.000
- MMSE : 11
STEP 5: MENYUSUN POMR
Planning
PPL Initial assesment
Pemeriksaan penunjang Tatalaksana Monitoring Edukasi
1. Hipertensi - Demensia vaskular 1. CT Scan Suportif 1. Tekanan 1. PHBS
2. Post stroke 2. MMSE 1. Dukungan keluarga darah 2. kurangi makanan
3. demensia
3. DL Kuratif 2. Darah lengkap tinggi serat
4. EKG 2. Diberikan inhibitor 3. MMSE 3. Kurangi makanan
asetilkolinesterase tinggi lemak
(donepezil,galantamine, 4. Diberikan
rivastikmin) kegiatan agar
3. ACE inhibitor tidak
4. Antagonis reseptor N menganggur.
Methyl Daspartate Agar fungsi otak
(NMDAr) tetap terlatih
5. statin 5. Minum obat
secara teratur
6. Kurangi
konsumsi garam
7. Edukasi keluarga
terkait penyakit
yang diderita
pasien dan
memberikan
dukungan kepada
keluarga pasien
agar merawat dan
menjaga pasien
dengan baik dan
benar
STEP 6: LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa Mampu Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi demensia
2. Mahasiswa Mampu Mengetahui epidemiologi dan faktor resiko demensia
3. Mahasiswa Mampu Mengetahui patofisiologi dan pathogenesis demensia vascular
4. Mahasiswa Mampu Mengetahui manifestasi klinis dan penegakan diagnosis demensia
vascular
5. Mahasiswa Mampu Mengetahui tatalaksana (promotive, preventif, kuratif,
rehabilitative) demensia vascular
6. Mahasiswa Mampu Mengetahui komplikasi dan prognosis demensia vascular
7. Mahasiswa Mampu Mengetahui diagnosis banding demensia vascular
8. Mahasiswa Mampu Mengetahui definisi, klasifikasi, patofisiologi stroke
9. Mahasiswa Mampu Mengetahui tatalaksana rehabilitative post-stroke
10. Mahasiswa Mampu Mengetahui tatalaksana kuratif hipertensi
11. Mahasiswa Mampu Mengetahui pandangan islam dan KIE pikun
12. Mahasiswa Mampu Mengetahui prinsip autonomi dokter, pasien, dan keluarga
STEP 7: JAWABAN LEARNING OBJECTIVE
- DEFINISI :
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena adanya kelai
nan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai 11 dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti k
alkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terga
nggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan mo
tivasi. (WHO, 2014).
- ETIOLOGI :
Beberapa penyebab demensia anatara lain adanya tumor pada jaringan otak atau metastasis tumor
dari luar jaringan otak, mengalami trauma atau benturan yang mengakibatkan perdarahan dan terja
dinya infeksi kronis kelainan jantung dan pembuluh darah. Demensia juga disebabkan oleh kelainan
kongenital seperti penyakit huntington, dan penyakit Metschromatic leukodystrophy (kelainan dari b
agian putih jaringan otak) (Khusnul, 2018)
- KLASIFIKASI :
Demensia terbagi atas 2 dimensi menurut umur dan menurut level kortikal. Demensia menurut umu
r terbagi atas, demensia senilis lansia yang berumur > 65 tahun dan demensia menurut level kortikal
terbagi atas, demensia kortikal terjadi karena adanya gangguan fungsi luhur, afasia, agnosia, apraksi
a sedangkan dmensia subkortikal terjadi gangguan yaitu patis, forgetful,lamban, adanya gangguan ge
rak (khusnul 2018)
Epidemiologi
1. Internasional
-Demensia vaskular merupakan penyebab demensia yang kedua tertinggi di Amerika Serikat
dan Eropa, tetapi merupakan penyebab utama di beberapa bagian di Asia.
- Kadar prevalensi demensia vaskular 1,5% di negara Barat dan kurang lebih 2,2% di Jepang
- Di Jepang, 50% dari semua jenis demensia pada individu berumur lebih dari 65 tahun adala
h demensia vaskular.
- Di Eropa, demensia vaskular dan demensia kombinasi masing-masing 20% dan 40% dari ka
sus. Di Amerika Latin, 15% dari semua demensia adalah demensia vaskular
- Kadar prevalensi demensia adalah 9 kali lebih besar pada pasien yang telah mengalami stro
ke berbanding yang terkontrol. Setahun pasca stroke, 25% pasien mengalami demensia awita
n baru. Dalam waktu 4 tahun berikutnya, resiko relatif kejadian demensia adalah 5,5%. (Iemo
lo F. dkk, 2009)
2. Jenis kelamin
Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi ya
ng telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. (Indiyart R, 2004)
3. Umur
Insiden meningkat sesuai dengan peningkatan umur (Indiyart R, 2004)
Faktor resiko
1. Usia lanjut
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penggunaan alkohol kronis
5. Aterosklerosis
6. Hiperkolesterolemia
7. Homosistein plasma
8. Diabetes melitus
9. Penyakit kardiovaskular
10. Penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis dan HIV)
11. Pajanan kronis terhadap logam (keracunan merkuri, arsenik dan aluminium)
12. Penggunaan obat-obatan (termasuklah obat sedatif dan analgetik) jangka panjang
13. Tingkat pendidikan yang rendah
14. Riwayat keluarga mengalami demensia (Roh, JH., 2016)
3. Mahasiswa Mampu Mengetahui patofisiologi dan pathogenesis demensia vascular
A. PATOFISIOLOGI
Semua bentuk demensia adalah dampak dari kematian sel saraf dan/atau hilangny
a komunikasi antara sel-sel ini. Otak manusia sangat kompleks dan banyak faktor yang d
apat mengganggu fungsinya. Beberapa penelitian telah menemukan faktor-faktor ini nam
un tidak dapat menggabungkan faktor ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas bagai
mana demensia terjadi.
Pada demensia vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek fokal atau difus pa
da otak dan menyebabkan penurunan kognitif. Penyakit serebrovaskular fokal terjadi sek
under dari oklusi vaskular emboli atau trombotik. Area otak yang berhubungan dengan p
enurunan kognitif adalah substansia alba dari hemisfer serebral dan nuklei abu-abu dala
m, terutama striatum dan thalamus.
B. PATOGENESIS
1. Infark multiple
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat
riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti
hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia. Computed tomography imaging (CT
Scan) otak menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang
disertai dilatasi ventrikel.
2. Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small
penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari
hipertensi Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila
menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack,
hemiparesis, atau ataksia. Bila junlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom
demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar
state. CT Scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat
juga tidak tampak pada CT Scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di
daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan
pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lacunar
terutama di daerah batang otak (pons).
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal
atau sub kortikal yang mempunyai fungi penting. Infark girus angularis menimbulkan
gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan
gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri-serebri posterior menimbulkan
gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan visual dan kebingungan.
Infark daerah distribusi arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik
dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah
laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri
paramedian thalamus menghasilkan thalamic dementia.
4. Sindrom Binswanger
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola serebral.
Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Kadang-kadang terjadi demensia
dengan onset mendadak
6. Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung, hipotensi
berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arter
serebral, kegagalan fungi pemafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi
vaskular di otak yang multipel.
7. Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural kronik,
gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral. Hematoma
multipel berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau herediter.
8. Mekanisme lain
Manifestasi Klinis
Demensia vascular
Tanda dan gejala kognitif pada demensia vaskular selalu subkortikal, bervariasi dan b
iasanya menggambarkan peningkatan kesulitan dalam menjalankan aktivitas harian s
eperti makan, berpakaian, berbelanja dan sebagainya. Hampir semua kasus demensia
vaskular menunjukkan tanda dan simptom motorik.
Tanda dan gejala fisik :
1. Kehilangan memori, pelupa
2. Lambat berfikir (bradifrenia)
3. Pusing
4. Kelemahan fokal atau diskoordinasi satu atau lebih ekstremitas
5. Inersia
6. Langkah abnormal
7. Konsentrasi berkurang
8. Perubahan visuospasial
9. Penurunan tilikan
10. Defisit pada fungsi eksekutif seperti kebolehan untuk inisiasi, merencana dan
mengorganisasi
11. Sering atau Inkontinensia urin dan alvi. Inkontinensia urin terjadi akibat
kandung kencing yang hiperrefleksi
Tanda dan gejala perilaku:
1. Perbicaraan tidak jelas
2. Gangguan Bahasa
3. Depresi
4. Berhalusinasi
5. Tidak familiar dengan persekitaran
6. Berjalan tanpa arah yang jelas
7. Menangis dan ketawa yang tidak sesuai. Disfungsi serebral bilateral
menyebabkan inkontinensi emosional (juga dikenal sebagai afek
pseudobulbar)
8. Sukar menurut perintah
9. Bermasalah dalam menguruskan uang
Manifestasi klinis yang dapat dijumpai pada demensia vaskular adalah penurunan day
a ingat, gangguan orientasi, penurunan kemampuan berpikir secara konseptual, perubahan ke
pribadian dan tingkah laku. Gangguan daya ingat merupakan gejala utama dan umumnya bers
ifat permanen. Secara khas gangguan ini kurang atau tidak disadari, bahkan disangkal oleh pe
nderita. Sering terdapat emosi yang labil, agresif, suka bertengkar dan paranoid. Penderita tid
ak mampu mengenali orang dan berkomunikasi dengan baik. Tidak jarang terjadi kebingunga
n, terutama pada malam hari akibat terjadi gangguan orientasi waktu, penderita menjadi gelis
ah, panik, bingung atau cemas dan tidak lagi memperhatikan dirinya sendiri serta keluarga (R
ahmawati et al., 2020).
Riwayat pasien yang mendukung demensia vaskular adalah kerusakan bertahap sepert
i tangga (stepwise), kekeliruan nokturnal, depresi, mengeluh somatik, dan inkontinensi emosi
onal, stroke, dan tanda dan gejala fokal. Contoh kerusakan bertahap adalah kehilangan memo
ri dan kesukaran membuat keputusan diikuti oleh periode yang stabil dan kemudian akan men
urun lagi. Awitan dapat perlahan atau mendadak. Didapatkan bahwa TIA yang lama dapat me
nyebabkan penurunan memori yang perlahan sedangkan stroke menyebabkan gejala yang sert
a-merta (Asyrofi & Rokhmani, 2019).
Penegakan Diagnosis
Demensia vascular
1. Anamnesis (Asyrofi & Rokhmani, 2019).
a. Riwayat kesehatan
Ditanyakan faktor resiko demensia vaskular seperti hipertensi, Diabetes
melitus dan hiperlipidemia. Juga riwayat stroke atau adanya infeksi SSP.
b. Riwayat obat-obatan dan alkohol
Adakah penderita peminum alkohol yang kronik atau pengkonsumsi obat-
obatan yang dapat menurunkan fungsi kognitif seperti obat tidur dan
antidepresan golongan trisiklik.
c. Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat penyakit
serebrovaskular.
2. Pemeriksaan fisik
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat
secara difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat
melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks
piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik yang
mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal dapat
membangkitkan refleks-refleks. Refleks tersebut merupakan petanda keadaan
regresi atau kemunduran kualitas fungsi (Asyrofi & Rokhmani, 2019)..
a. Refleks memegang (grasp reflex).
Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si
penderita. Refleks memegang adalah positif apabila jari si pemeriksa
dipegang oleh tangan penderita
b. Refleks glabela.
Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali glabelanya
diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali
pada glabela hanya timbul dua tiga kali saja dan selanjutnya tidak akan
memejam lagi
c. Refleks palmomental.
Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi otot mentalis
ipsilateral pada penderita dengan demensia
d. Refleks korneomandibular.
Goresan kornea pada pasien dengan demensia membangkitkan
pemejaman mata ipsilateral yang disertai oleh gerakan mandibula ke sisi
kontralateral
e. Snout reflex.
Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau bawah diketuk
m. orbikularis oris berkontraksi
f. Refleks menetek (suck reflex).
Refleks menetek adalah positif apabila bibir penderita dicucurkan secara
reflektorik seolah-olah mau menetek jika bibirnya tersentuh oleh sesuatu
misalnya sebatang pensil
g. Refleks kaki tonik.
Pada demensia, penggoresan pada telapak kaki membangkitkan kontraksi
tonik dari kaki berikut jari-jarinya
3. Pemeriksaan MMSE
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status mental
mini atau Mini-Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini berguna
untuk mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat,
kemampuan bahasa dan berhitung. Defisit lokal ditemukan pada demensia
vaskular sedangkan defisit global pada penyakit Alzheimer.
Skoring: skor maksimum yang mungkin adalah 30. Umumnya skor yang
kurang dari 24 dianggap normal. Namun nilai batas tergantung pada tingkat
edukasi seseorang pasien. Oleh karena hasil untuk pemeriksaan ini dapat
berubah mengikut waktu, dan untuk beberapa inidividu dapat berubah pada
siang hari, rekamlah tanggal dan waktu pemeriksaan ini dilakukan (Asyrofi &
Rokhmani, 2019).
Promotif/Preventif
Pencegahan penyakit demensia vascular bisa berupa terapi mengobati stroke untuk menceg
ah penurunan fungsi kognitif. Memodifikasi atau mengontrol hipertensi sebagai factor resiko demen
sia vascular dan stroke, kontrol ini dapat menggunakan obat antihipertensi. Pasien merokok juga har
us berhenti merokok karena dapat membantu dalam perbaikan perfusi cerebral dan fungi kognitif. F
aktor diet juga dapat mempengaruhi karena hiperkolesteromia juga dapat berperan
Untuk megurangi gejala kehilangan memori pasien dapat melakukan aktivitas untuk mentim
ulasi kerja otak karena dapat mempengaruhi fungsi kognitif pasien, membawa catatan seperti nota
mencatat nama, tanggal, dan hal yang harus dilakukan serta menjahui distraksi jika mencoba berkon
sentrasi (Indiyart 2004)
Kuratif
Progres dimensia vaskular dapat diperlambat jika faktor risiko vaskular seperti hipertensi, hi
perkolesterolemia dan diabetes ditangani. Agen anti platlet berguna untuk mencegah stroke berulan
g. Aspirin mempunyai efek positif pada penurunan kognitif. Agen anti platelet yang lain adalah tioclo
dipine dan clopidogrel bisulfate.
Rehabilitatif
Pada pasien demensia yang memnunjukan perubahan perilaku seperti gelisah, agresif, berjal
an tanpa arah jelas, gangguan tidur dan perilaku seksual yang abnormal pada saat diobservasi. Sebai
knya pasien ditempatkan di institusi khusus apabila masalah perilaku tidak terkawal, aktivitas harian
sangat memerlukan bantuan atau penjaga tidak lagi mampu menjaga pasien.
Namun pasien juga dapat dirawat oleh anggota keluarga namun harus selalu melakukan che
ck up rutin untuk menilai kondisi umum pasien dan gejala kognitif. Pengobatan faktor resiko seperti
hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes melitus juga memerlukan perhatian khusus.
Orang dengan demensia vaskular akan mengalami gejala yang terus memburuk seiring waktu
dan akhirnya kehilangan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Demensia vaskular juga dapat memperpendek harapan hidup seseorang. Beberapa penelitian
telah menunjukkan harapan hidup demensia vaskular, rata-rata, sekitar tiga tahun setelah men
gembangkan demensia setelah stroke. Komplikasi lain termasuk:
Jika kondisi yang menyebabkan demensia vaskular tidak diobati, prognosisnya tidak baik. Se
seorang dengan demensia vaskular mungkin tampak membaik untuk jangka waktu tertentu sa
mpai stroke lain menghilangkan lebih banyak fungsi otak, memori, dan kemandirian. Akhirn
ya, demensia vaskular yang tidak diobati biasanya berakhir dengan kematian akibat stroke, pe
nyakit jantung, atau infeksi.
Meskipun demensia vaskular adalah kondisi serius, menangkapnya lebih awal dan mencegah
kerusakan lebih lanjut adalah obat terbaik. Orang dengan demensia vaskular dapat bekerja de
ngan dokter dan keluarga mereka untuk mendeteksi dan mengelola kondisi tersebut (Lee, 201
1)
7. Mahasiswa Mampu Mengetahui diagnosis banding demensia vascular
1. Penyakit Alzheimer
Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer
denganpemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama satu
periode waktu. Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak
ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada
demensia vaskular dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer, demikian juga faktor
risiko standar untuk penyakit serebrovaskular.
2. Penurunan kognitif akibat usia
Apabila usia meningkat, terjadi kemunduran memori yang ringan. Volume otak akan
berkurang dan beberapa sel saraf atau neurons akan hilang.
3. Depresi
Biasanya orang yang depresi akan pasif dan tidak berespon. Kadang-kadang keliru
dan pelupa.
4. Delirium
Adanya kekeliruan dan perubahan status mental yang cepat. Individu ini disorientasi,
pusing, inkoheren. Delirium disebabkan keracunan atau infeksi yang dapat diobati.
Biasanya sembuh sempurna setelah penyebab yang mendasari diatasi
5. Kehilangan memori
Antara penyebab kehilangan memori yang lain adalah:
Malnutrisi
Dehidrasi
Fatigue
Depresi
Efek samping obat
Gangguan metabolik
Trauma kepala
Tumor otak jinak
Infeksi bakteri atau virus
Parkinson (Moo, LR., 2011)
DEFINISI
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf akibat te
rhambatnya aliran darah ke otak secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 ja
m, karena adanya perdarahan ataupun sumbatan pada bagian otak yang dapat menyebabkan k
ematian (Emila dan Evarina, 2020).
KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI STROKE
Stroke umumnya dibagi dua macam yaitu stroke hemoragik disebabkan oleh pecahny
a pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke da
lam suatu daerah otak dan merusaknya sedangkan stroke non hemoragik atau iskemik meru
pakan stroke yang terjadi jika aliran darah ke otak terhambat atau tersumbat, sekitar 87% str
oke adalah infark iskemik (Dewi dan Isnaini, 2022).
Pada patofisiologi stroke iskemik Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan cer
ebral blood flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang. Jaringan serebr
ovaskular yang terjadi pada keadaan iskemia terdiri dari dua lapisan, yaitu:
Lapisan luar yang mengalami iskemia yang lebih ringan atau disebut dengan jaringan
penumbra, yang dapat diselamatkan dengan intervensi segera
Lapisan dalam yang mengakami iskemia berat yang telah mengalami nekrosis
Pada lapisan dalam yang mengalami nekrosis, nilai CBF sekitar 10-12 ml/100 gram/menit,
sedangkan lapisan iskemik yang dikelilingi oleh penumbra memiliki CBF sekitar 18-20 ml/1
00 gram/menit dan berisiko menjadi nekrosis dalam waktu beberapa jam. Jaringan penumbra
memiliki CBF sekitar 60 ml/100 gram/menit. Patofisiologi stroke iskemik dibagi menjadi dua
bagian, vaskular dan metabolisme. Iskemia terjadi disebabkan oleh oklusi vaskular. Oklusi va
skular yang menyebabkan iskemia ini dapat disebabkan oleh emboli, thrombus, plak, dan pen
yebab lain. Iskemia menyebabkan hipoksia dan akhirnya kematian jaringan otak. Tanda dan g
ejala pada stroke iskemik muncul berdasarkan lokasi terjadinya iskemia.
Oklusi iskemik terjadi karena adanya trombosis dan emboli pada otak. Pada thrombos
is, aliran darah terganggu akibat plak atesrosklerosis yang membuat sempit pembuluh darah.
Plak tersebut semakin lama akan membentuk sumbatan yang menyebabkan stroke trombotik.
Pada stroke emboli, penurunan aliran darah terjadi karena adanya emboli, yang menyebabkan
vaskularisasi otak menurun sehingga terjadi stres sehingga menyebabkan nekrosis sel.
Gangguan metabolisme terjadi pada tingkat selular, berupa kerusakan pompa natrium-
kalium yang meningkatkan kadar natrium dalam sel. Hal ini menyebabkan air tertarik masuk
ke dalam sel dan berujung pada kematian sel akibat edema sitotoksik. Selain pompa natrium-
kalium, pertukaran natrium dan kalsium juga terganggu. Gangguan ini menyebabkan influks
kalsium yang melepaskan berbagai neurotransmiter dan pelepasan glutamat yang memperpar
ah iskemia serta mengaktivasi enzim degradatif.
Kerusakan sawar darah otak juga terjadi, disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah
yang menyebabkan masuknya air ke dalam rongga ekstraselular yang berujung pada edema.
Setelah beberapa jam, sitokin terbentuk dan terjadi inflamasi. Hal ini terus berlanjut hingga te
rjadi kerusakan neuron yang dapat berkembang menjadi sekuele stroke, seperti demensia. Ak
umulasi asam laktat pada jaringan otak bersifat neurotoksik dan berperan dalam perluasan ker
usakan sel. Hal ini terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkata
n glikolisis dalam keadaan iskemia (Kuriakose & Xiao, 2020).
Sedangkan stroke hemoragik menyumbang sekitar 10-15% dari semua stroke dan me
miliki angka kematian yang tinggi. Patofisiologi stroke hemoragik adalah stres pada jaringan
otak dan cedera internal menyebabkan pecahnya pembuluh darah menghasilkan racun dan me
mpengaruhi sistem vaskular, mengakibatkan infark diklasifikasikan menjadi intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid. Infark intraserebral adalah ketika pembuluh darah pecah dan m
enyebabkan akumulasi darah yang tidak normal di dalam otak, penyebab utama unt
uk infark intraserebral adalah hipertensi, gangguan pembuluh darah, penggunaan antiko
agulan berlebihan dan agen trombolitik, sedangkan pada perdarahan subarachnoid a
dalah ketika darah menumpuk di ruang subarachnoid otak karena cedera kepala atau
aneurisma serebral, terdapat dua faktor yang dapat mencegah maupun memperberat stroke
yaitu: faktor-faktor yang dapat dimodifikasi yaitu : hipertensi, merokok, alkohol, narkoba, k
urang beraktifitas, hiperlipidaemia, diet, diabetes melitus, atrial fibrilation, genetik. Fakto
r yang tidak dapat diubah yaitu : Usia, jenis kelamin, Ras/ethnic, Transient ischaemic a
ttack (TIA) (Dewi dan Isnaini, 2022).
Neurorestorasi paska stroke adalah proses belajar untuk meningkatkan fungsi kontol motori
c, fungsi kognitif, keseimbangan, sensorik, agar terjadi gerakan kompensasi. Proses ini dilakukan seca
ra bertahap sesuai dengan kaidah pendekatan neurorestorasi akibat gangguan vaskuler Kemenkes.
Kombinasi dua obat dosis rendah direkomendasikan untuk kondisi TD >20/10 mmHg di atas t
arget dan tidak terkontrol dengan monoterapi. Secara fisiologis konsep kombinasi 2 obat (dual thera
py) cukup logis, karena respon terhadap obat tunggal sering dibatasi oleh mekanisme counter aktiva
si. Sebagai contoh kehilangan air dan sodium oleh thiazide akan dikompensasi oleh RAAS sehingga ak
an membatasi efektivitas thiazide dalam menurunkan tensi. Kombinasi 2 golongan obat dosis rendah
yang direkomendasikan adalah penghambat RAAS+diuretic dan penghambat RAAS+CCB. Penting har
us diingat jangan menggunakan kombinasi ACEI dan ARB pada 1 pasien yang sama. Jika target TD tid
ak bisa dicapai menggunakan 2 macam obat antihipertensi dalam rekomendasi di atas atau karena k
ontra indikasi atau dibutuhkan lebih dari 3 obat untuk mencapai target TD, obat antihipertensi dari k
elas lain dapat digunakan. Rujukan ke spesialis hipertensi dapat diindikasikan untuk pasien yang targ
et TD tidak dapat dicapai dengan menggunakan strategi di atas atau untuk pengelolaan pasien yang
kompleks yang memerlukan tambahan konsultasi.
Guideline JNC VIII merekomendasikan kombinasi ACE-inhibitor atau ARB dengan CCB dan ata
u thiazid. Konsep ini sama dengan guideline UK. yang pertama merekomendasikan kombinasi ACE-in
hibitor atau ARB dengan CCB (A+C).
11. Mahasiswa Mampu Mengetahui pandangan islam dan KIE pikun
KIE Pikun
Perlu diketahui, bahwa gejala awal pasien mungkin hanya lupa-lupa ringan, seperti lupa mena
ruh kunci mobil. Namun, lama-kelamaan pasien lupa bagaimana pulang ke rumah, lupa bagai
mana melakukan pekerjaan sehari-hari, juga lupa pada anggota keluarga. Karena itu, pasien d
emensia jelas membutuhkan dukungan keluarga. Keluarga harus memahami penyakit tersebut
agar siap dengan kondisi penderita yang akan semakin parah. Orang dengan demensia dapat k
ehilangan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan mengalami kelabilan emosi. Dukun
gan keluarga amat penting, terutama yang terkait dengan faktor keamanan. Karena kepikunan
nya, mereka mudah tersesat, melukai orang lain, juga mencelakakan diri sendiri. Mereka juga
harus dihindarkan dari pengambilan keputusan yang berdampak hukum merugikan (Kartinah,
2016).
Pandangan Islam
Kitab Suci Al-Qur’an sudah mengingatkan akan kemungkinan setiap orang berpotensi
mengidap penyakit ini. Allah SWT berfirman di dalam Q.S. Al-Nahl [16] ayat 70:
َوهللاُ خَ لَقَ ُك ْم ثُ َّم يَتَ َوفَّا ُك ْم َو ِم ْن ُك ْم َم ْن يُ َر ُّد ِإلَى َأرْ َذ ِل ْال ُع ُم ِر لِ َك ْي اَل يَ ْعلَ َم بَ ْع َد ِع ْل ٍم َش ْيًئا ِإ َّن هللاَ َعلِي ٌم قَ ِدي ٌر
“Allah menciptakan kalian, kemudian mewafatkan kalian. Dan di antara kalian ada yang
dikembalikan pada umur yang paling lemah (pikun), agar dia tidak mengetahui lagi sesuatu
pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
(Q.S. Al-Nahl [16]: 70)
Imam Fakhrudin al-Razi (w. 313 H), dalam Kitab Tafsir karyanya yang diberi nama Mafatih
al-Ghaib, Juz 20 halaman 239, berkata:
ن€€ س: وثانيها. سن النشوء والنماء: أولها: والعقالء ضبطوها في أربع مراتب،وهو إشارة إلى مراتب عمر اإلنسان
ن€€ سن االنحطاط الكبير وهو س: ورابعها. سن االنحطاط القليل وهو سن الكهولة: وثالثها.الوقوف وهو سن الشباب
الشيخوخة
“Ini adalah isyarat tentang tingkatan-tingkatan perkembangan usia manusia, dan orang yang
berakal memiliki empat tingkatan perkembangan. Pertama, usia pertumbuhan dan
perkembangan. Kedua, usia wuquf (kematangan), yaitu usia remaja/pemuda
(adolesence). Ketiga, usia dengan sedikit penurunan yaitu usia kuhulah (dewasa),
dan Keempat, usia dengan degradasi yang besar, yaitu usia tua.” Fakhru al-Din al-
Razi, Mafatih al-Ghaib, Kairo: Dar Ihya-i al-Turats al-Araby, tt, Juz 20, halaman 239).
Imam Baidlawi (w. 685 H), di dalam Tafsir Anwaru al-Tanzil wa Asraru al-Ta’wil,
Juz 3, halaman 233, menjelaskan:
[ليصير إلى حالة شبيهة بحالة الطفولية في النسيان وسوء الفهم: ﴿لِ َك ْي اَل يَ ْعلَ َم بَ ْع َد ِع ْل ٍم َش ْيًئا﴾ أي:معنى قوله تعالى
“Makna firman Allah li kaila ya‘lama ba‘da ‘ilmin syai’a (agar dia tidak mengetahui lagi
sesuatu pun yang pernah diketahuinya), maksudnya, adalah: supaya kembali kepada kondisi
yang serupa dengan kondisi masa kecil, baik dalam hal mudahnya lupa (pikun) dan buruknya
pemahaman.” (Al-Baidlawi (w. 685 H), Anwaru al-Tanzil wa Asraru al-Ta’wil, Kairo: Dar
Ihya-i al-Turats al-Araby, tt.,Juz 3, halaman 233)
Di dalam sebuah hadits, baginda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa dengan
meminta perlindungan dari mengidap penyakit pikun.
ب َ ِ َوَأعُو ُذ ب،ك َأ ْن ُأ َر َّد ِإلَى َأرْ َذ ِل ال ُع ُم ِر
ِ َذا€كَ ِم ْن َع€€ِو ُذ ب€€ َوَأ ُع،ك ِم ْن فِ ْتنَ ِة ال ُّد ْنيَا َ ِ َوَأعُو ُذ ب،اللَّهُ َّم ِإنِّي َأعُو ُذ بِكَ ِمنَ ال ُج ْب ِن
القَبْر
“Ya Allah, Aku berlindung kepadamu dari penyakit jubn, dan aku berlindung kepada-Mu dari
kembali pada usia yang paling lemah (pikun), dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah
dunia, serta aku berlindung kepadamu dari adzab qubur.” (HR. Bukhari dengan sanad dari
Amru bin Maimun al-Audi dari Sa’du dengan sanad yang diperoleh lewat tulisan)
Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa berdasar telaah literasi di atas, apabila kita hendak
mencari hukum-hukum yang berkaitan dengan sifat pikun (demensia), maka illat pencarianny
a adalah harus diqiyaskan dengan kondisi aghma’ (penyakit ayan). Sebab, pikun itu pada das
arnya bukan sakit, melainkan karena faktor usia yang sudah tua, sebagaimana disebutkan oleh
Syeikh Tajudin al-Subki (Syamsudin, 2020).
12. Mahasiswa Mampu Mengetahui prinsip autonomi dokter, pasien, dan keluarga
Demensia bisa melanda siapa saja. Bila itu terjadi pada orang tua atau keluarga, hendaknya
kita sebagai anak atau sanak keluarganya tetap memberikan perhatian. Demensia atau pikun b
ukan sekadar pelupa. Itu terjadi karena sel daraf otak berkurang jumlah dan fungsinya serta b
agian hippocampus yang mulai mengerut. Demensia atau pikun merupakan penurunan fungsi
kognitif yang disertai perubahan perilaku. Orang yang pikun akan terbata untuk mengungkap
kan bahasa, mengulang dan menceritakan hal yang sama, tiba-tiba kehilangan kegembiraan, e
nggan melakukan hobi dan menarik diri (Shatri et al., 2020).
Kita sebagai sanak keluarga harus mengajak anggota keluarga yang lain agar tidak membiark
an orang demensia. Pembiaran pada lansia yang pikun akan memperburuk keadaan. Lansia bi
sa mengalami depresi. Pada level yang ekstrem, demensia bisa diikuti dengan usaha melukai
diri dengan benda di sekitarnya, mering menuduh serta marah-marah pada orang lain. Orang
demensia justru sadar jika dirinya pikun, sehingga lebih terpicu untuk depresi (Shatri et al., 2
020).
Kendati tidak bisa disembuhkan, perhatian dari keluarga setidaknya memperlambat fu
ngsi kognitif secara progresif. Ada baiknya agar lansia yang pikun tidak dibawa ke panti jom
po. Pasalnya, stimulasi sosial supaya otak tetap bekerja lebih mudah dilakukan keluarga yang
sudah mengenalnya. Cara mencegah kepikunan bisa dilakukan dengan mengajak berbicara, b
ermain puzzle, bergurau, serta pelibatan dalam diskusi tentang isu yang disukai orangtua. Ber
beda kalau masuk komunitas baru seperti panti jompo, orang-orang di sana belum tentu paha
m karakteristik lansia ini (Shatri et al., 2020).
Keluarga juga perlu memberikan perlakuan tambahan misalnya dengan menempelkan
catatan mengenai aktivitas harian lansia. Selain itu, bisa juga dengan menyelipkan label nama,
alamat, dan no telepon yang bisa dihubungi. Jangan kaget dengan sikap lansia yang cenderun
g berubah. Keluarga harus bantu dan terima lansia yang pikun (Shatri et al., 2020).
Suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya dan meng
emukakan keinginannya sendiri. Jadi, secara hakiki prinsip otonomi berupaya untuk melindu
ngi penderita yang fungsional masih kapabel (sedangkan non-maleficence dan beneficence le
bih bersifat melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-o
lah memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari orang lain untuk me
mbuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah membuat keputusan bagi anaknya yang belu
m dewasa) (Shatri et al., 2020).
Pada kenyataannya prinsip otonomi pasien ini menciptakan kedudukan yang sejajar a
ntara dokter dan pasien, yang mana dokter dalam melakukan tindakan medis harus seizin dan
mendapat persetujuan pasien. Di lain sisi dokter berdasarkan sumpah jabatan dan kode etik pr
ofesi wajib melakukan tindakan medis demi kesembuhan pasien. Duty of care atau duty of co
ntract adalah konsep hubungan dokter pasien yang akan menjadi fokus kajian demi memperte
gas posisi dokter maupun posisi pasien dalam hukum di Indonesia (Aprilianto & Syahputra, 2
015).
Pola hubungan antara dokter dengan pasien hingga saat ini mengalami perubahan men
jadi hubungan yang selaras berasaskan pada kesepakatan yang harmonis. Perubahan tersebut
berdasarkan kepada autonomi pasien, yang mana setiap individu mempunyai kebebasan dan k
esamaan hak atas pelayanan dan perawatan kesehatan sebagaimana tertuang dalam konvensi i
nternational tahun 1948 (declaration of human right 1948). Hak tersebut adalah hak untuk me
nentukan nasib sendiri (the right to self determination), dan hak atas informasi (the right of in
formation). Kedua hak tersebut berawal dari hak atas pelayananan kesehatan (the right of hea
lth care) yang merupakan hak asasi setiap individu (individual human right). Hak berkenaan j
uga telah dijamin oleh Pemerintah Indonesia seperti mana Pasal 28A mengenai Hak Asasi M
anusia Undang-undang Dasar 1945 Negara RI, yaitu: Setiap orang berhak menentukan piliha
n sendiri. Selanjutnya dalam Pasal 28F menegaskan bahwa Setiap orang berhak atau mempun
yai hak untuk mendapatkan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kondis
i kesehatannya (Aprilianto & Syahputra, 2015).
Dokter sepatutnya tidak melakukan amalan maupun tindakan pengobatan kepada pasi
en tanpa persetujuan. Pasien mempunyai hak untuk mendapatkan pengobatan dan pilihan den
gan sesiapa hendak dilakukan pengobatannya. Oleh itu, Thiroux mengemukakan tiga pola hu
bungan antara dokter dengan pasien. Yaitu, pola hubungan yang bersifat paternalistik, pola h
ubungan individualisme dan pola hubungan yang bersaling (reciprocal collegial). Pola hubun
gan paternalistik adalah memberi kesan penguasaan satu pihak saja, yang mana dokter adalah
satu-satunya orang yang mengetahui tindakan paling baik bagi pasien. Pasien adalah orang bi
asa yang tidak mempunyai pengetahuan dan keupayaan mengenai tindakan yang akan dilaku
kan dokter. Pola seperti ini pada akhirnya menciptakansatu hubungan yang kurang harmonis
antara dokter dengan pasien. Sebaliknya, pandangan individualisme memberikan kesempatan
kepada pasien untuk menentukan apa yang terbaik dan apa yang diperlukan bagi dirinya send
iri. Pasien pada dasarnya mempunyai hak mutlak terhadap tubuhnya sendiri. Segala keputusa
n yang berkaitan dengan tindakan medis terhadapnya, termasuk mengenai pemberian informa
si pengobatan berada dipihak pasien. Pandangan ini memberi kesan bahwa otoritas tindakan
medis ada pada pasien. Namun demikian pasien bukanlah seseorang yang mempunyai keilmu
an kedokteran dan pengobatan selayaknya dokter. Pasien tidak mempunyai kapasita skeilmua
n yang cukup untuk melakukan pertimbangan model tindakan apa yang terbaik bagi dirinya s
endiri, Patient is a layman (Aprilianto & Syahputra, 2015).
Pola hubungan tersebut pada akhirnya akan membawa kerugian bagi pasien itu sendiri.
Pola hubungan yang seimbang atau sederajat merupakan hubungan yang berasaskan pada ker
jasama antara dokter dengan pasien. Dokter sebagai orang yang pakar bidang medis mempuy
ai kewajiban profesi untuk menolong pasien, sebaliknya pasien mempunyai otoritas atas tubu
hnya sendiri. Dalam kacamata pandangan ini, hak pasien tidak dilihat secara mutlak manakal
a hak pasien merupakan kewajiban dokter yang mesti dipenuhi oleh dokter. Namun begitu, pe
nerimaan mengenai kesesuaian pola hubungan dokter-pasien oleh masyarakat bergantung pad
a latar belakang budaya dan sistem penjagaan kesehatan yang berkuat kuasa dikawasan terseb
ut. Indonesia adalah negara yang berasaskan pada pancasila. Salah satu nilai luhur pancasila i
alah kesamaan dan keharmonisan. Oleh itu, pola hubungan bersaling merupakan satu pola hu
bungan yang identik dengan nilai luhur pancasila yang mengutamakan keseimbangan dalam
hubungan sesama manusia (Aprilianto & Syahputra, 2015).
STEP 8: MINDMAPPING
LANGKAH 9: KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Evasari, Gloria K. 2012. HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA VAS
KULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA (SKRIPSI).
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Iemolo F, Givanni D, Caludia R, Laura C, Vladimir H, Calogero C. Review Pathophysiology of Vasc
ular Dementia. Biomed Central. Canada. 2009.Vol.6. No.13.ppt:1-9.
Aprilianto, S., & Syahputra, A. D. 2015. Prinsip Otonomi Pasien dalam Hubungan Hukum D
oker dengan Pasien di Indonesia. In Sriwijaya Law Conference (Vol. 1, No. 1).
Shatri, H., Faisal, E., Putranto, R., & Sampurna, B. 2020. Advanced directives pada perawata
n paliatif. Jurnal penyakit dalam Indonesia, 7(2), 125-132.
Kartinah, E. 2016. Dukungan Untuk Si Pikun. https://mediaindonesia.com/humaniora/41395/
dukungan-untuk-si-pikun
Syamsudin, M. 2020. Tafsir Srah an-Nahl Ayat 70; Pikun dan Alzeimer dalam Kajian Al-Qu
r’an. https://bincangsyariah.com/khazanah/tafsir-surah-al-nahl-ayat-70-pikun-dan-alze
imer-dalam-kajian-al-quran/
WHO. Definition of an older or elderly person. Available from URL : htttp://www.who.int/whosis/ m
ds/mds _definition
Khotimah khusnul. 2018. FUNGSI KOGNITIF LANSIA DEMENSIA. Kediri : Journal of Holistic and Traditi
onal Medicine, Vol 03 No 01, Agustus 2018
Walker, H.K. dkk. Clinical Methods: The History, Physical and Laboratory Examinations, Third Edition.
J Neuorology. 1990
Lee, A. Y. (2011). Vascular dementia. The Behavioral and Cognitive Neurology of Stroke. V
ol. 47. pp. 66–71.
Widyaningsih, D. A. D., & Herawati, I. (2022). PERAN FISIOTERAPI DALAM MENINGKATKAN KEM
AMPUAN FUNGSIONALPADA KASUS POST STROKE HEMIPARRESE DEXTRA E. C NON HEMO
RAGIK (CASE STUDY). Journal of Innovation Research and Knowledge, 2(3), 797-804.
Amila, A., & Sembiring, E. (2020). Slow Stroke Back Massage (Ssbm) Dan Kecemasan Pasien Stroke.
Jurnal Teknologi Kesehatan Dan Ilmu Sosial (TEKESNOS), 2(2), 01-10.
Kuriakose D, Xiao Z. Pathophysiology and Treatment of Stroke: Present Status and Future P
erspectives. Int J Mol Sci. 2020 Oct 15;21(20):7609. doi: 10.3390/ijms21207609. PMID: 330
76218; PMCID: PMC7589849.
O'Donnell ME, Yuan JX. Pathophysiology of stroke: the many and varied contributions of bra
in microvasculature. Am J Physiol Cell Physiol. 2018 Sep 1;315(3):C341-C342. doi: 10.1152/
ajpcell.00328.2018. Epub 2018 Aug 15. PMID: 30110563; PMCID: PMC6171040.
Asyrofi, M. Z. A., & Rokhmani, C. F. (2019). Demensia Vaskular pada Perempuan Usia 76
Tahun: Laporan Kasus. Jurnal Majority, 8(2), 14-18.
Yonata, A., & Pratama, A. S. P. (2016). Hipertensi sebagai faktor pencetus terjadinya
stroke. Jurnal Majority, 5(3), 17-21.
Axanditya, B., Kustiowati, E., & Lestari P, D. (2014). Hubungan Faktor Risiko Stroke Non
Hemoragik dengan Fungsi Motorik (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine Diponegoro
University).
Rahmawati, W. T., An, A., & Raharjo, W. (2020). Gambaran Hipertensi dengan Kejadian Deme
nsia Vaskular pada Pasien Stroke Non Hemoragik di Poli Saraf RSUD Sultan Syarif Mohamad Alk
adrie Pontianak. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan : Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokter
an Universitas Sriwijaya, 7(2), 130–137. https://doi.org/10.32539/jkk.v7i2.11110