Anda di halaman 1dari 3

PANDUAN PRAKTIK KLINIS PUSKESMAS PEJERUK

TATALAKSANA GAGAL JANTUNG AKUT DAN KRONIS

ICD-10 I50.9 Heart failure, unspecified


1. Pengertian Gagal jantung adalah kumpulan gejala yan
kompleks dimana seorang pasien harus memiliki
tampilan berupa : gejala gagal jantung, tanda
retensi cairan, dan adanya bukti objektif dari
gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istirahat.
2. Anamnesis 1. Sesak pada saat beraktifitas (dyspneu deffort)
2. Gangguan napas pada perubahan posisi
(ortopneu)
3. Sesak napas malam hari (paroxysmal nocturnal
dyspneu)
4. Keluhan tambahan: lemas, mual, muntah dan
gangguan mental pada orangtua
5. Faktor Risiko : hipertensi, dislipidemia, obesitas,
merokok, diabetes melitus, riwayat gangguan
jantung sebelumnya, riwayat infark miokard.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Peningkatan tekanan vena jugular
2. Frekuensi pernapasan meningkat
3. Kardiomegali
4. Gangguan bunyi jantung (gallop)
5. Ronki pada pemeriksaan paru
6. Hepatomegali
7. Asites
8. Edema perifer
4. Pemeriksaan Penunjang 1. EKG (tidak tersedia) : menilai adanya
hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi, perubahan
gelombang T, dan gambaran abnormal lain
2. X-ray thoraks (tidak tersedia) : untuk menilai
kardiomegali dan melihat gambaran edema paru
3. Darah perifer lengkap
5. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria
Framingham yaitu minimal 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor.
Kriteria Mayor:
1. Sesak napas tiba-tiba pada malam hari
(paroxysmal nocturnal dyspneu)
2. Distensi vena-vena leher
3. Peningkatan tekanan vena jugularis
4. Ronki basah basal
5. Kardiomegali
6. Edema paru akut
7. Gallop (S3)
8. Refluks hepatojugular positif
Kriteria Minor:
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam
3. Dyspneu deffort (sesak ketika beraktifitas)
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari
normal
7. Takikardi >120 kali per menit

6. Diagnosis Kerja Gagal jantung akut, gagal jantung kronik


7. Diagnosis banding 1. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma,
pneumonia, infeksi paru berat (ARDS), emboli
paru.
2. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom
nefrotik
3. Sirosis hepatik
4. Diabetes ketoasidosis
8. Tatalaksana 1. Modifikasi gaya hidup
a. Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter
(ringan), maksimal 1 liter (berat)
b. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol
2. Aktivitas fisik
a. Pada kondisi akut berat: tirah baring
b. Pada kondisi sedang atau ringan:batasi beban
kerja sampai 60% hingga 80% dari denyut
nadi maksimal (220/umur)
3. Penatalaksanaan farmakologi

Pada gagal jantung akut:


a. Terapi oksigen 2-4 liter per menit
b. Pemasangan iv line untuk akses dilanjutkan
dengan pemberian furosemid injeksi 20 s/d 40 mg
bolus dapat diulang tiap jam sampai dosis
maksimal 600 mg/hari.
c. Segera rujuk.

Pada gagal jantung kronik:


a. Diuretik: diutamakan loop diuretic (furosemid)
bila perlu dapat dikombinasikan Thiazid, bila
dalam 24 jam tidak ada respon rujuk ke layanan
sekunder.
b. ACE Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensine II
receptor blocker (ARB) mulai dari dosis terkecil
dan titrasi dosis sampai tercapai dosis yang
efektif dalam beberapa minggu. Bila pengobatan
sudah mencapai dosis maksimal dan target tidak
tercapai segera dirujuk.
9. Edukasi 1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko
penyakit gagal jantung kronik misalnya tidak
terkontrolnya tekanan darah, kadar lemak atau
kadar gula darah.
2. Pasien dan keluarga perlu diberitahu tanda-tanda
kegawatan kardiovaskular dan pentingnya untuk
kontrol kembali setelah pengobatan di rumah
sakit.
3. Patuh dalam pengobatan yang telah direncanakan.
4. Menjaga lingkungan sekitar kondusif untuk
pasien beraktivitas dan berinteraksi.
5. Melakukan konferensi keluarga untuk
mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan
penghambat penatalaksanaan pasien, serta
menyepakati bersama peran keluarga pada
masalah kesehatan pasien.
10. Prognosis Tergantung dari berat ringannya penyakit, komorbid
dan respon pengobatan.
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Kriteria Rujukan 1. Pasien dengan gagal jantung harus dirujuk ke
fasilitas peayanan kesehatan sekunder yang
memiliki dokter spesialis jantung atau spesialis
penyakit dalam untuk perawatan maupun
pemeriksaan lanjutan seperti ekokardiografi.
2. Pada kondisi akut, dimana kondisi klinis
mengalami perburukan dalam waktu cepat harus
segera dirujuk layanan sekunder atau layanan
tertier terdekat untuk dilakukan penanganan lebih
lanjut.
14. Tujuan Rujukan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah
15. Penelaah Kritis 1. Dr. Alfi Syahrin
2. Dr. Ni Wayan Diptaningsih
3. Dr. Dwi Fachrul
4. Dr. Risky Septiana
16. Indikator
17. Kepustakaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor Hk. 02.02/Menkes/514/2015 tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Anda mungkin juga menyukai