Anda di halaman 1dari 19

119

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

GAGAL JANTUNG KRONIK


ICD 10. I.25

1. Pengertian Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak


(definisi) sanggup memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolik, meskipun darah yang kembali dari vena (venous
return) adalah normal dan mekanisme kompensasi jantung
telah dipergunakan.

2. Anamnesa Lemas, anoreksia dan mual, gangguan mental pada usia


tua

3. Pemeriksaan Takikardia, gallop bunyi jantung ke tiga,


Fisik peningkatan/ekstensi vena jugularis, refluks hepatojugular,
pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah halus di basal
paru dan bisa meluas di kedua lapang paru bila gagal
jantung berat, edema pretibial pada pasien yang rawat jalan,
edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura lebih
sering pada paru kanan daripada paru kiri. Asites sering
terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral dan
perikarditis konstriktif, hepatomegali, nyeri tekan, dapat
diraba pulsasi hati yang berhubungahn dengan hipertensi
vena sistemik, ikterus, berhubungan dengan peningkatan
kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin, pucat dan
berkeringat.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sendikit satu
kriteria mayor dan dua kriteria minor
Kriteria Mayor :
- Paroxysmal nocturnal dispnea
- Distensi vena – vena leher
- Peningkatan vena jugularis
- Ronki
- Kardiomegali
- Edema paru akut
- Gallop bunyi jantung III
- Refluks hepatojugular positif
Kriteria Minor :
- Edema ekstremitas
- Batuk malam
- Sesak pada kativitas
- Gepatomegali
- Efusi pluera
- Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
- Takikardial (>120 denyut per menit)
5. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
- Laboratorium
- Elektrokardiografi
- Foto dada
- Ekokardiografi
- Angiografi, dll.
Diagnosis gagal jantung meliputi:
- Etiologi
- Anatomi
- Fisiologi
120

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

6. Diagnosis  Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi


Banding akut, infeksi paru berat
 Penyakit ginjal : gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
 Penyakit hati : sirosis hepatis

7. Pemeriksaan 1. Foto rontgen dada


Penunjang 2. Elektrokardiografi
3. Laboratoratorium
4. Ekokardiografi

8. Terapi 1. Non farmakologi


2. Farmakologi

9. Edukasi

10. Prognosis Prognosis gagal jantung ditentukan oleh status jantung


(cardiac status):
Cardiac status: Prognosis:
Uncompromised Baik
Slightely compromised Baik dengan pengobatan
Moderately compromised Gagal dengan pengobatan
Severe compromised Quard e derpite therapy
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis

14. Indikator Medis

15. Lama Perawatan

16. Kepustakaan 1. Panggabean MM, Suryadipraja RM, Gagal Jantung Akut


dan Gagal Jantung Kronik. In: Simadibrata M, Setiati S,
Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI :.p. 140-54
2. ACC/ AHA. Guidelines For The Evaluation And
Management Of Choric Heart Failure In Adult : Executive
Summary. A. Report of American College of Cardiology/
American Heart Association Task Force on Practive
Guidelines. Circulation 2001 ; 104;2995-3007

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ketua. Divisi Kardiologi

Dr. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH, Prof. dr. Ali Ghanie, SpPDK-KV
NIP. 195206061979051001 MIP. 194510281973031001
121

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

EDEMA PARU AKUT


Kode : ICD 10. I.50

1. Pengertian Edema paru akut adalah akumulasi cairan di paru-paru


(Definisi) secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskuler

2. Anamnesis Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu


singkat (jam atau hari) disertai gelisah, batuk dengan
sputum berbusa kemerahan

3. Pemeriksaan Fisik  Sianosis sentral


 Sesak nafas dengan bunyi nafas seperti mukus
berbuih
 Ronki basah nyaring di basal paru kemudian
memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang-
kandang disertai ronki kering dan ekspirasi
memanjang akibat bronkospasme, dahulu dikenal
dengan asma kardiale
 Takikardia dengan gallop S3
 Murmur bila ada kelainan katup

Elektrokardiografi
 Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri
atau fibirilasi atrium, tergantung penyebab gagal
jantung
 Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri aatau aritmia
bisa ditemukan.

Laboratorium
 Darah rutin, urinalisis, ureum/kreatinin, elektrolit
 Analisis gas darah
 Enzim jantung (CPK, CKMB, troponin T) dapat
meningkat jika penyebabnya infark miokard

Foto Toraks
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian dapat
meluas ke arah apeks paru. Kadang-kadang ditemukan
efusi pleura
Ekokardiografi
Dapat menggambarkan penyebab gagal jantung:
kelainan katup, hipertrofi ventrikel kiri (hipertensi),
segmental wall motion abnormality (penyakit jantung
koroner). Pada umumnya ditemukan dilatasi ventrikel
dan atrium kiri.

4. Kriteria diagnosis
5. Diagnosis
6. Diagnosis  Edema paru akut non kardiak
Banding  Emboli paru
 Asma bronkial
122

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

7. Pemeriksaan Darah rutin, ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit,


Penunjang uranalisis, foto toraks, EKG, Enzim jantung(CK-CKMB,
Troponin), ekokardiografi, transtorakal, angiografi koroner.

8. Terapi  Posisi ½ duduk


 Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit, bila perlu
dengan msker. Jika memburuk: pasiem semakin
sesak, takipnu, ronki bertambah, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat: dilakukan
intubasi endotrakeal, suction dan ventilator/bipep
 Infus emergensi
 Monitor tekanan darah, EKG, oksimetri bila ada
 Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit
sampai total dosis 15 mg
 Diuretik: furosemid 40-80 mg iv bolus dapat diulangi
atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan
drip kontinyu sampai dicapai produksi urin 1
ml/kgBB/jam
 Bila perlu (tekanan darah turun/terdapat tanda-tanda
hipoperfusi): drip dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau
dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit atau kombinasi
keduanya, utuk menstabilkan hemodinamik.
 Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark
miokard akut
 Atasi aritmia atau gangguan konduksi

9. Edukasi

10. Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respon terapi

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis

14. Indikator Medis

15. Lama Perawatan

16. Kepustakaan 1. Panggabean MM, Suryadipraja RM, Gagal Jantung


Akut dan Gagal Jantung Kronik. In: Simadibrata M,
Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,
eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam, Jakarta : Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI :.p.
140-54

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ketua. Divisi Kardiologi

Dr. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH, Prof. dr. Ali Ghanie, SpPDK-KV
NIP. 195206061979051001 MIP. 194510281973031001
123

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

ENDOKARDITIS INFEKTIF
Kode : ICD 10. I.38
1. Pengertian Endokarditis infektif adalah infeksi mikroorganisme pada
(Definisi) endokard atau katup jantung
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria diagnosis
5. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya bentuk klinik
seperti di atas, laboratorium, ECG, Foto dada dan
Ekokardiografi.
Kriteria klinis Duke untuk endokarditis infektif (EI) :
El Definite
 Kriteria Patologis
Mikroorganisme: ditemukan dengan kultur atau
histologi dalam vegetasi yang mengalami emboli atau
dalam suatu abses intrakardiak
 Kriteria klinis
Menggunakan definisi spesifik, yaitu : dua kriteria
mayor atau satu kriteria mayor dan tiga krteria minor
atau lima krteria minor
Kriteria Mayor:
1. Kultur darah positif untuk endokarditis infektif (EI)
A. Mikroorganisme khas konsisten untuk EI dari dua
kultur darah terpisah seperti di bawah ini:
1) Streptococci viridas, streptococcus bovis atau
grup HACEK atau
2) Community acquired staphylococcus aureus
atau enterococci tanpa ada fokus primer atau
B. Mikroorganisme konsisten dengan EI dari kultur
darah positif persisten, didefinisikann sebagai :
1) ≥ 2 kultur dari sampel darah yang diambil
terpisah > 12 jam atau
2) Semua dari 3 atau mayoritas dari ≥ 4 kultur
darah terpisah (dengan sampel awal dan
akhir diambil terpisah ≥ 1 jam)
2. Bukti keterlibatan endokardial
A. Ekokardiografi positif untuk EI didefinisikan
sebagai:
1) Massa intrakardiak oscilating pada katup dan
struktur yang menyokong, di aliran jet
regurgitasi atau pada material yang
diimplikasikan tanpa ada alternatif anatomi
yang dapat menerangkan atau
2) Abses, atau
3) Tonjolan baru pada katup prostetik atau
B. Regurgitasi katup yang baru terjadi (memburuk
atau berubah dari murmur yang ada sebelumnya)
Kriteria Minor:
1. Predisposisi: pengguna obat intravena
2. Demam: suhu ≥ 38 OC
3. Fenomena vaskuler: emboli arteri besar, infark
pulmonal septik, aneurisma mikotik, perdarahan
intrakaardial, perdarahan konjungtiva, dan lesi
Janeway.
124

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

1. Fenomena immunologis: glomerulonefritis, Osler’s


nodes, Roth spot, dan faktor reumatoid positif
2. Bukti mikrobiologis: kultur darah positif tetapi
tidak memnuhi kriteria mayor seperti tertulis di
atas atau bukti serologis infektif aktif oleh
mikroorganisme konsisten dengan EI
3. Temuan kardiografi: konsisten dengan
endokarditis infektif tetapi tidak memenuhi
kriteria seperti di atas.

EI possible
Temuan konsisten dengan EI turun dari kriteria
definite tetapi tidak memnuhi kriteria rejected

EI rejected
Diagnosis alternatif tidak memenuhi manifestasi
endokarditis atau resolusi manifestasi endokarditis
dengan terapi antibiotik selama< 4 hari atau
Tidak ditemukan bukti patologis EI pada saat operasi
atau otopsi setelah terapi antibiotik > 4 hari.

6. Diagnosis Deman alternatif akut dengan karditis, sepsis tuberkulosis


Banding milier, lupus eritematosus sistemik, glomerulonefritis pasca
streptokokus, pielenefritis, poliarteritis nodosa, reaksi obat.

7. Pemeriksaan Darah rutin, EKG, foto toraks, ekokardiografi,


Penunjang transesofageae ekokardiografi, kultur darah.

8. Terapi Pemilihan obat sesuai dengan uji resistensi. Endokarditis


yang disebabkan oleh S.viridans sensitif terhadap penisilin
G 12-28 juta unit/hari iv kontinu atau 6 dosis terbagi terbagi
selama 4 minggu, seftriakson 2 gram iv sekali sehari selama
4 minggu , kombinasi penisilin G dengan gentamisin sulfat 1
mg/kgBB iv tiap 8 jam selama 2 minggu, Vancomisin HCL
30mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak melebihi 2
gram/24 jam keculai kadar serum dipantau selama 4 mingu.
Jamur dapat diberikan Amfoterisin B 0,5-1,2
gram/KgBB/hari IV dan Flusitosin 150 mg/KgBB/hari oral.
Selain mengobati infeksi, juga perlu diperhatikan penyakit
yang menyertai endokarditis seperti gagal jantung. Juga
perlu dijaga keseimbangan air dan elektrolit, diet yang
cukup kalori dan vitamin
9. Edukasi
125

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

10. Prognosis Dengan adanya antibiotika, kematian karena penyakit ini


dapat diturunkan dari 100% menjadi 25%.
Prognosis lebih buruk bilamana ada:
1. Payah jantuing
2. Mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotika
3. Pengobatan yang terlambat
4. Infeksi yang terjadi setelah pemasangan katub
prostetik
5. Orang tua dan keadaan umum yang buruk
6. Adanya komplikasi seperti emboli otak, gagal ginjal
dan lain-lain
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis

14. Indikator Medis

15. Lama Perawatan

16. Kepustakaan Alwi I. Diagnosis dan Penatalaksanaan Endokarditis Infektif


pada Penyalah guna obat Intravena. In setiati S, Sudoyo
AW, Alwi I, Bawazier LA, Soejono CH, Lydia A, et al, editors
Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit
Dalam 2000, Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2000.p.187-86

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ketua. Divisi Kardiologi

Dr. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH, Prof. dr. Ali Ghanie, SpPDK-KV
NIP. 195206061979051001 MIP. 194510281973031001
126

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

ANGINA PEKTORIS
Kode : ICD.10. I.28

1. Pengertian Merupakan simptom komplek yang secara klasik berupa


(Definisi) nyeri dada seperti dicekik atau diperas berlangsung 1-10
menit yang biasanya timbul pada saat latihan dan
menghilang pada saat istirahat. Pada keadaan tertentu
dapat terjadi pada keadaan istirahat dan dicetuskan oleh
faktor emosi. Ada beberapa angina pectoris yang kita kenal
seperti angina pektoris stabil, tidak stabil, variant yang
penting dibedakan oleh karena prosedur diagnosis,
pengobatan dan prognosis yang berbeda.
2. Anamnesis

3. Pemeriksaan Fisik Dapat saja normal, atau tergantung adanya faktor resiko
seperti hipertensi, infark jantung atau kelainan katub.

4. Kriteria diagnosis

5. Diagnosis

6. Diagnosis 
Banding
7. Pemeriksaan - Foto thorak biasanya normal, kecuali pada beberapa
Penunjang keadaan yang mendasari.
- Elektrokardiogram, dapat normal pada 50% pasien.
Perubahan EKG berupa depresi segmen ST , atau
elevasi pada kejadian infark atau angina variant.
- EKG latihan dengan treadmill, bila EKG istirahat tidak
menunjang.
- Ekhokardiografi, melihat gangguan gerakan secara
segmental, dapat dilakukan pada saat latihan.
- Skintigrafi thalium pada saat latihan.
- Kateterisasi/angiografi.

8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosis - Tergantung jumlah buluh koroner yang terlibat
- Adanya komplikasi
- Adanya faktor resiko
- Frewensi serangan iskemia

11. Tingkat Evidens

12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
127

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

14. Indikator Medis

15. Lama Perawatan

16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ketua. Divisi Kardiologi

Dr. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH, Prof. dr. Ali Ghanie, SpPDK-KV
NIP. 195206061979051001 MIP. 194510281973031001
128

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

SINDROMA KORONER AKUT (SKA)


Kode : ICD.I.28

1. Pengertian Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi


(Definisi) klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala
lain sebagai akibat iskemia miokard.
Sindroma koroner akut mencakup:
 Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
(STEMI)
 Infark miokard akut tanpa selevasi segmen ST
(NSTEMI)
 Angina Pektoris tak stabil (unstable angina pectoris,
UAP)

2. Anamnesis Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal,


restrosternal dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindah
benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan
dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri,mandibula,
gigi, punggung/interskapula, dan dpat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat,
atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stress emosi,
udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai gejala
mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, dan lemas.
3. Pemeriksaan Fisik Dapat saja normal, kadang-kadang ditemui rangsangan
simpatis berupa ansietas, gelisah, takikardi, hipertensi.
Dapat disertai tangan dingin, keringat banyak terutama pada
infark yang luas dan gangguan fungsi ventrikel kiri. Dapat
juga demam derajat rendah karena nekrosis miokard.
Suara jantung bisa melemah, S3, dapat terjadi murmur
sistolik oleh karena ruptur khorda atau septum, dan friksi
perikard oleh karena inflamasi perikard. Adanya gagal
jantung kongestif tanpa sakit dada dapat terjadi pada infark
dengan penderita diabetes malitus.

Pemeriksaan radiologis :
Foto torak dapat membantu melihat adanya edema
paru.
Elektrokardiogram :
Berupa elevasi segmen ST yang diikuti dengan inversi
gelom,bang T dan terbentuknya gelombang Q. Dapat
juga disertai perubahan yang khas berupa depresi ST
atai Inversi T tanpa adanya Q.
Laboratorium :
Adanya kenaikan enzym jantung serum, yaitu CKMB,
LDH, alpha HBDH dan SGOT.

4. Kriteria diagnosis
5. Diagnosis
6. Diagnosis ● Angina pektoris tak stabil : infark miokard akut
Banding ● Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis akut,
emboli paru akut, penyakit dinding dada, Sidrom Tietze,
gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks
esofagistis, spasma atau ruptur esofagus, kolesistitis akut,
tukak lambung dan pankreatitis akut.
129

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

7. Pemeriksaan  EKG
Penunjang  Foto rontgen dada
 Petanda biokimia : darah rutin, CK, CKMB, TroponimT,dll
 Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin
 Ekokardiografi
 Tes treadmill (untuk strafikasi setelah infark miokard)
 Angiografi koroner

8. Terapi - Tirah baring total (ICCU), monitor ECG, tekanan darah,


oksimetri
- Infus darurat
- Oksigen
- Bila sakit sekali morphin sulfat 2-5 mg IV dapat diulang
10 menit sampai rasa nyeri hilang. Dapat pula diberikan
Meperidin Hcl 25-50 mg IV setiap 15 menit bila perlu.
- Diet: puasa hingga bebas nyeri, kemudian diberikan diet
jantung I-II dalam 24 jam pertama
- Berikan pelunak feses, laktulosa (laxadin) 2 x 15 ml
- Dapat diberikan tranquilizer minor.
Khusus :
- Aspirin 160-345 mg sehari
- Bila alergi aspirin, intoleransi atau tidak resposif dapat
diberikan tiklopidin atau klopidogrel
- Nitrogliserin/isosorbid dinitrat sublingual, bila perlu
intravena dalam 1-2 hari.
- Trombolisis: streptokinase 1,5 juta unit dalam 1 jam jika
elevasi segmen ST >0.1 mV pada dua atau lebih
sandapan ekstremitas berdampingan, atau >0,2 mV
pada dua atau lebih sandapan prekordial berdampingan,
waktu mulai nyari dada < 12 jam, usia < 75 tahun
- Penyekat beta dapat diberikan jika tidak ada
kontraindikasi
- Penghambat ACE diberikan bila keadaan mengizinkan
terutama pada infark miokard akut yang luas, atau
anterior, gagal jantung tanpa hipotensi
- Antangonis kalsium: verapamil untuk infark miokard
NSTEMI atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak
teratasi
- Antikoagulan:

9. Edukasi

10. Prognosis Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala,


ada tidaknya komplikasi

11. Tingkat Evidens

12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
130

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

14. Indikator Medis


15. Lama Perawatan
16. Kepustakaan 1. Harun S Mansjoer H,Diagnosis dan Penatalaksanaan
Sindrom Koroner Akut. In: Bawazier LA, Alwi I, Syam
AF, Gustaviani R, Mansjoer A, editors, Prosiding
Simposium Pendekatan Holistik Penyakit
Kardiovaskular, Jakarta : Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001. p
.32-42
2. Harun S. Alwi I, Rasyidi K, Infark Miokard Akut, In:
Simadibrata M,Setiati S. Alwi I. Maryantoro, Gani RA,
Mansjoer A, editors Pedoman Diagnosis dan Terapi di
bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI :
1999.p.165-72
3. Santoso T, tatalaksanaan Infark Miokard Akut, In :
Subekti I, Lydia A, Rumende CM, Syam AF, Mansjoer
A, Suprohaita, editors, Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI;2000.p.1-10

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ketua. Divisi Kardiologi

Dr. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH, Prof. dr. Ali Ghanie, SpPDK-KV
NIP. 195206061979051001 MIP. 194510281973031001
131

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

ARITMIA
Kode : ICD. 10.I.49

1. Pengertian Aritmia adalah keadaan gangguan irama dengut jantung


(Definisi) yang ditimbulkan akibat gangguan sistem pacu (pacemaker)
dan konduksi listrik jantung, baik akibat rangsangan ektopik
maupun reentry.
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria diagnosis –
5. Diagnosis PEMBAGIAN DIAGNOSIS SECARA KLINIS & EKG
(MONITOR)
a. Aritmia Supraventrikel: SVES< SVT< PAT< AF<
Atrial Flutter, Irama Nodal, Sindrom WPW
– Aritmia Ventrikel: VES,VT, VF, Ventricular
Flutter, Torsades des Pointes
b. Gangguan Konduksi
– Tingkat Supraventrikel: sinus arrest, SA block,
sinus bradikardia, Sick Sinus Syndrome, Asistol
(dengan atau tanpa escape beat/escape rhythm)
– Tingkat AV Node: AV Block (derajat I, derajat II
= Moebitz I/tipe Wenckebach, Moebitz II, 2:1 AV
Block, 3:1 AV Block, derajat III = Total AV Block)
– Tingkat Ventrikel (Berkas His): RBBB, LBBB,
LAHB, LPHB, bifascular/trifascular block,
idioventricular rhythm.

6. Diagnosis 
Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Terapi Prinsip pengobatan aritmia ialah hanya simptomatis,
sepanjang tidak ada keluhan atau komplikasi yang
membahayakan, aritmia tidak diterapi. Terapi terutama
ditujukan kepada penyebabnya, baru kemudian mengatasi
dampak/komplikasi yang akan atau telah terjadi (syok
kardiogenik, gagal jantung dan sebagainya) untuk
penyelamatan hidup seseorang.
Berikut adalah beberapa patokan terapi standard untuk
beberapa jenis aritmia yang sering dijumpa :

a. Ekstrasistol Supraventrikel (SVES, Premature Atrial


Contraction)
SVES biasanya tidak diterapi kecuali simptomatis
misalnya dengan sedatif (diazepam) dan kalau perlu
dengan sulfaschinidin atau disopiramid.
132

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

b. Fibrilasi Atrium (AF)


Klinis ditandai dengan temuan khas yaitu pulsus defisit.
Indikasi perawatan ialah AF dengan respons ventrikel
yang cepat (lebih dari 100 x per menit) atau AF yang
timbul baru berkenaan dengan SKA. Terapi AF perlu
dilihat dari dua sudut pandang, yaitu mengembalikan
ke irama sinus (konversi) dan mencegah respons
ventrikel yang cepat (perlambatan respons ventrikel).
Konversi hanya diusahakan untuk mencegah terjadinya
fenomena tromboemboli dan biasanya dilakukan pada
AF yang baru terjadi (6-8 minggu) misalnya pada SKA
atau sesudah operasi/koreksi katup mitral. Konversi
dilakukan dengan sulfas chinidin dari dosis awal 3-4 x
100 mg sampai maksimum 2000 mg/hari. Alternatif lain
dapat dipakai disopiramid 3-4 x 100 mg/hari. Konversi
peroral ini dapat dilakukan secara rawat jalan, dilihat
hasilnya dalam dua minggu. Bila tidak berhasil
dilakukan defibrilasi (DC Shock) dengan dosis 75-100
Joule beberaqpa kali. Bila AF sudah berlangsung lama
tidak perlu dikonversi namun perlu dicegah terjadinya
fenomena tromboemboli dengan anti agregasi
trombosit seperti asetosal dosis rendah. Perlambatan
respon ventrikel ditujukan untuk mencegah terjadinya
gagal jantung dilakukan dengan digitalis atau penyekat
beta (propanolol, atenolol atau metoprolol).

c. Takikardia Supraventrikel Paroksismal (PSVT)


Penderita biasanya dirawat. PSVT diobati untuk
mencegah terjadinya gagal jantung dan segera
dilakukan penekanan bola mata (eye ball pressure)
atau massage sinus karotikus. Bila tidak berhasil dapat
diberikan verapamil injeksi bolus i.v. 10-20 mg. obat
lain yang dapat dipakai: adenosin, digitalis, diltiazem
atau penyekat beta secara intravena. Bila obat-obatan
tidak berhasil mengembalikan ke irama sinus dan
terdapat gangguan hemodinamik, dapat dilakukan
defibrilasi 100-150 Joule.

d. Sindrom WPW
Ditandai dengan adanya interval PR yang memendek,
gelombang delta dan melebarnya QRS. Bila terjadi AF
atau PSVT tidak boleh diberikan terapi seperti di atas
(verapamil, penyekat beta atau digitalis) melainkan
diberikan disopiramid atau defibrilasi. Ini disebabkan
karena dengan obat golongan tersebut impuls fisiologis
melalui AV Node dapat ditekan tetapi sebagai
kompensasinya, impuls dapat melalui jalur asesoris
yang patologis sehingga sampai di ventrikel
menimbulkan takikardi ventrikel yang ganas. Penderita
dengan sindrom WPW yang tenang tidak dirawat.
.
133

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

e. Sick Sinus Syndrome


Sick Sinis Syndrome (SSS) dikarenakan degenerasi SA
Node sehingga
Impuls tidak dapat diharapkan lagi timbul secara
adekuat, maka untuk membangkitkan kontraksi
ventrikel biasanya dicoba dengan pemberian sulfas
atropine dari dosis ringan 0,25-2 mg sesering mungkin
sampai respons denyut jantung yang wajar (> 50x per
menit), bila gagal perlu dipasang pacu jantung
permanent. Penderita yang sering mengalami sinkop
perlu dirawat.

f. Ekstrasistol Ventrikel (VES, Premature Ventriculer


Contraction)
Ekstrasistol ventrikel merupakan kelainan irama
jantung yang paling sering ditemukan dan dapat timbul
pada jantung yang normal. VES yang ganas dapat
disebabkan oleh iskemia miokard, infark miokard akut,
gagal jantung, sindroma QT memanjang, prolaps katup
mitral, CVA, keracunan digitalis, hipokalemia,
miokarditis, kardiomiopati. Kriteria VES ganas: bila VES
> 10 x per menit , jenisnya multifokal, atau unifokal
tetapi berupa kuplet, triplet, salvo atau sudah menjadi
VT paroksismal, unifokal tetapi tipe R on T, bigemini
atau trigemini dan VES yang berasal dari ventrikel kiri.
Pengobatan diperlukan segera untuk mencegah
berubahnya VES menjadi VT atau VF yang fatal itu.
Penderita dengan VES ganas perlu dirawat. Obat yang
paling sering digunakan adalah xilokain intravena
dengan dosis 1-2 mg/kgBB bolus, dilanjukan dengan
infus 1-2 mg per menit. Dosis dapat dinaikkan sampai 4
mg per menit. Obat lain yang dapat dipakai: amiodaron,
meksiletin, dilantin.

g. Takikardi Ventrikel (VT) dan Fibrilasi Ventrikel (VF)


VT dan VF harus cepat ditangani (gawat darurat)
karena dapat menimbulkan henti jantung. Segera
diberikan bolus lidokain i.v. 50-100 mg dan drip dalam
dextrose 5% 2 mg/menit sampai minimal 2 hari
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan meksiletin
sampai maksimal 6 bulan. Bolus dan drip bisa juga
dilakukan dengan meksiletin atau disopiramid. Untuk
pemeliharaan dapat juga dipakai obat golongan
penyekat beta seperti atenolol atau metoprololl (50-200
mg/hari) sampai beberapa bulan. Bila dengan cara di
atas belum juga berhasil atau dalam keadaan umum
yang kritis, segera harus dilakukan defibrilasi 200-300
Joule beberapa kali. Untuk VF disetel defibrilasi
unsynchronized. Bila terjadi komplikasi syok
kardiogenik maka diberikan drip Dopamin 2-10
mikrogram/Kg BB/menit.
134

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

h. Takikardi Ventrikel (VT) dan Fibrilasi Ventrikel (VF)


VT dan VF harus cepat ditangani (gawat darurat)
karena dapat menimbulkan henti jantung. Segera
diberikan bolus lidokain i.v. 50-100 mg dan drip dalam
dextrose 5% 2 mg/menit sampai minimal 2 hari
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan meksiletin
sampai maksimal 6 bulan. Bolus dan drip bisa juga
dilakukan dengan meksiletin atau disopiramid. Untuk
pemeliharaan dapat juga dipakai obat golongan
penyekat beta seperti atenolol atau metoprololl (50-200
mg/hari) sampai beberapa bulan. Bila dengan cara di
atas belum juga berhasil atau dalam keadaan umum
yang kritis, segera harus dilakukan defibrilasi 200-300
Joule beberapa kali. Untuk VF disetel defibrilasi
unsynchronized. Bila terjadi komplikasi syok
kardiogenik maka diberikan drip Dopamin 2-10
mikrogram/Kg BB/menit.

i. Torsades des Pointes


Torsades des Pointes merupakan aritmia ventrikel yang
ganas yang justru tidak diobati dengan anti aritmia dan
harus segera diberantas denga MgSO4 sedangkan anti
aritmia yang sedang diberikan harus dihentikan.

j. Blok AV Total
Pada Blok AV total impuls dari simpul SA dan AV tidak
dapat diteruskan ke berkas His sehingga ventrikel
membuat otomatisasinya sendiri dengan akibat tidak
adekuatnya sistem kardiovaskuler. Bila keadaan
hemodinamik masih dapat ditoleransi, masih
diusahakan perangsangan simpul SA dengan sulfas
atropine 0,50-2,00 mg i.v. sesering mungkin sampai
dapat dipasang alat pacu jantung temporer kemudian
permanen. Penderitanya dirawat bila dalam konteks
IMA atau sering mengalami sinkop.

9. Edukasi
10. Prognosis Dubia ad bonam bila ditangani secara tuntas
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Lama Perawatan
16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ketua. Divisi Kardiologi

Dr. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH, Prof. dr. Ali Ghanie, SpPDK-KV
NIP. 195206061979051001 MIP. 194510281973031001
135

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PENYAKIT JANTUNG KATUP


Kode : ICD.10. I.08

1. Pengertian Penyakit jantung katup ialah kelompok penyakit pada katup


(Definisi) jantung yang berupa penyempitan (stenosis) atau
kebocoran (regurgitasi = insufisiensi) baik secara anatomik
maupun fungsional.

2. Anamnesis

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria diagnosis

5. Diagnosis
6. Diagnosis 
Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Terapi Penyakit jantung katup diobati bila penderita dalam
fungsional NYHA kelas II ke atas. Pengobatan biasanya
untuk mencegah/mengobati gagal jantung seperti diuretik,
digitalis, vasodilator, venodilator, dsb. (lihat pengobatan
gagal jantung). Komplikasi aritmia diobati dengan anti
aritmia (lihat pengobatan aritmia). Pengobatan
medikamentosa ini diberikan seumur hidup sebelum
pengobatan definitif dapat diberikan. Untuk lebih
memastikan jenis tindakan yang akan diambil sebagai
pengobatan definitif diperlukan pemeriksaan final secara
invasif yaitu kateterisasi jantung. Pengobatan yang definitif
ialah secara invasif dengan baloon valvuloplasty atau
operatif dengan valvuloplasty/valvulotomi/penggantian katub
dengan prostetik. Akan tetapi terapi definitif ini baru
dilakukan bila perjalanan penyakit masih belum terlambat.
Bila fungsi ventrikel kiri sudah sedemikian buruk dan
hipertensi pulmonal sudah sedemikian tingginya maka terapi
invasif atau bedah tidak perlu dilakukan lagi.

9. Edukasi

10. Prognosis Dubia ad bonam menurut tepatnya pengobatan dan


komplikasi yang terjadi

11. Tingkat Evidens

12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
136

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

14. Indikator Medis

15. Lama Perawatan

16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ketua. Divisi Kardiologi

Dr. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH, Prof. dr. Ali Ghanie, SpPDK-KV
NIP. 195206061979051001 MIP. 194510281973031001
137

Anda mungkin juga menyukai