Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN KARDIOVASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS
NOVEMBER 2014

STEMI EXTENSIVE ANTERIOR WALL ONSET 5 HOURS KILLIP I

OLEH:
Efrem Hoesman C. H.
C111 10 137

SUPERVISOR:
Prof. Dr. dr. Peter Kabo, Ph.D. SpFK, Sp.JP(K),FIHA,FAsCC

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOVASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama

Efrem Hoesman C. H.

Stambuk

C111 10 137

Menyatakan bahwa telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan
klinik pada Bagian Kardiovaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, November 2014


Mengetahui,

Prof. Dr. dr. Peter Kabo, Ph.D. SpFK, Sp.JP(K),FIHA,FAsCC

LAPORAN KASUS
I.

Identitas pasien
Nama
: Ny. SA
RM
: 685210

Umur
Kelamin
Tanggal MRS
II.

: 56 tahun
: perempuan
: 18-10-2014

Anamnesis Terpimpin
Keluhan utama: Nyeri dada.
Nyeri dada dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan di dada
bagian tengah seperti tertekan dan menjalar ke leher dan lengan kiri disertai dengan
keringat dingin. Nyeri dirasakan lebih dari 20 menit. Nyeri muncul tiba-tiba tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak membaik dengan istirahat. Pasien juga merasa
sesak terutama saat beraktivitas. Pasien tidak merasa sesak ketika tidur terlentang
Nyeri ulu hati tidak ada, muntah tidak ada
Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.
Riwayat nyeri dada sebelumnya tidak ada.
Riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat diabetes tidak ada.
Riwayat kolesterol ada.
Riwayat merokok tidak ada.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.

III.

Faktor resiko
Dapat di modifikasi: Dislipidemia, inaktivitas
Tidak dapat di modifikasi

IV.

Jenis kelamin : perempuan


Umur : 56 tahun

Pemeriksaan Fisis
Status generalis
Sakit sedang / gizi baik / sadar
Tanda vital
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi: 80 kali per menit
Pernapasan : 20 kali per menit
Suhu: 36,5 C
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata
: Anemis (-), ikterus (-)
Bibir
: Sianosis (-)
Leher
: JVP R+0cm H2O
Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi
: Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 4 kanan

Auskultasi : BP: bronkovesikular, bunyi tambahan: ronkhi -/-, wheezing -/Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis jantung tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis jantung tidak teraba
Perkusi
: Batas jantung kanan di garis parasternalis, dan batas jantung kiri di
linea midklavikularis kiri
Auskultasi : BJ: S I/II regular, murmur (-), gallop (-)

V.

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi
: Timpani (+)
Pemeriksaan Ekstremitas
Edema -/-

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
RESULT

NORMAL

WBC

13,0 [10^3/uL]

4.0-10.0

RBC

4.15 [10^6/uL]

4.00-5.00

HGB

12.2 [g/dL]

12.0-16.0

HCT

35.7 [%]

37.0-48.0

PLT

260[10^3/uL]

150-400

CK

5859 [U/L]

L(<190), P(<167)

CK-MB

635 [U/L]

<25

TROPONIN-T

>2

<0,05

CHOL. TOT

266

150-200

RESULT

NORMAL

HbA1C

5.0

4-6

GDP

86

UREUM

22

10-50

CREATININE

1.4

Foto thorax

Kesan: Dalam batas normal


EKG

L(<1.3), P(<1,1)

Interpretasi
Sinus Rhythm
QRS Rate
:
60 bpm
Regular
:
regular
PR interval
:
0,16 sec
Axis
:
-150 o
P Wave
:
0,08 sec
QRS complex :
0,08 sec
ST segment
:
elevated at V1-V6, AVL
QT interval
: 0,4 s
T wave : T inverted at lead V1-V6, AVL
Kesimpulan :
Sinus rhytme, HR 60 bpm, ERAD, STEMI Extensive anterior
Echokardiografi

Interpretasi:

VI.
VII.

Disfungsi sistolik dan diastolik Ventrikel kiri


Ejeksi fraksi 51%
Akinetik mid anterior dan anterio;ateral. Hipokinetik mid anteroseptal.

Diagnosa
STEMI ekstensif anterior onset 5 jam KILLIP I
Terapi
Bed Rest
Diet rendah lemak
O2 2-4 Lpm
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/ 24 jam
Antiplatelet - aspirin (loading) 160mg lanjut 80 mg/24jam/oral

Antiplatelet clopidogrel (loading) 300mg lanjut 75mg/24jam/oral


Captopril 12,5mg/8jam/oral
Isosorbid dinitrat 2mg/jam/Syringe pump
Morfin 2mcg/bolus intravena bila nyeri dada
Alprazolam 0,5mg/12jam/oral
Laxadine 0,6cc/24jam/oral

PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung
dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner
tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi,oksigen dan mati.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spectrum
sindrom coroner akut (ACS) yang teridri dari angina pectoris tak stabil, MI tanpa elevasi ST
dan MI dengan elevasi ST.
B. PATOFISOLOGI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika thrombus arteri coroner terjadi secara cepat pada
lokasi

injuri

vascular,

dimana

injuri

ini

dicetuskan

oleh

factor-faktor

seperti

merokok,hipertensi,dan akumulasi lipid.


Penelitian histologi menunjukan plak koronre cenderung mengalami rupture jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologis
klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Pada lokasi rupture plak berbagai agonis (kolagen , ADP, epinefrin,serotonin) memicu
aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor lokal yang poten).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Factor VII dan X diaktivasi,mengakibatkan konversi prothrombin menjadi thrombin, yang
kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri coroner kemudian akan mengalami
oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.
C. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation Myocardial
Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG yang
menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Jika dilakukan pemeriksaan enzim
jantung dan hasil troponin T yang meningkat, maka semakin memperkuat diagnosis, namun
keputusan untuk memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
enzim, mengingat dalam tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan
adalah time is muscle dengan mengejar waktu agar prognosa lebih baik jika diberi terapi
trombolitik pada jangka waktu yang sesuai selepas serangan jantung.
Anamnesis
Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI :
Lokasi : substernal,retrosternal,dan perikordial
Sifat
nyeri
:
rasa
sakit
ditekan,terbakar,ditindih

benda

berat,

ditusuk,diperas,dipelintir.
Penjalaran : lengan kiri,leher, punggung, interskapula,perut
Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/ nitrat
Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat dingin,cemas,lemas.
Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri

napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan dari:
Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial
Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan keadaan

hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna hipoksia.


Penyakit deformitas dinding toraks
Sakit otot pernapasan
Obesitas
Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang

mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema

pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan
pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.
Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis
diperkirakan akibatgagal jantung kiri.

Gradasi sesak napas akibat gagal jantung kiri

dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah :


Dyspnea on Effort (DOE)
Orthopnea
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
Dyspnea at rest
Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal jantung kiri
adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu normal beban latihan
berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri yang makin berat, intensitas latihan
yang menyebabkan dispneu yang tidak terjadi sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri
merupakan akibat dari desaturasi arteri, hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.
Pemeriksaan Fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bias istirahat,seringkali ekstremitas pucat dan
keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya STEMI.
EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10
menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan
keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis Infark Miokard Gelombang
Q. Sebagian kecil tetap menetap menjadi Infark Miokard Non Gelombang Q. jika
obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya
mengalami angina pektoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa
elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.

Gambar 1. Hasil pemeriksaan EKG pada pasien STEMI

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG


No
1

Lokasi
Anterior

Gambaran EKG
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-

2
3

Anteroseptal
Anterolateral

V4/V5
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6

Lateral

dan I dan aVL


Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I

Inferolateral

dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

Inferior

aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).


Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

Inferoseptal

dan aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

True posterior

aVF, V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST

5
6

RV Infraction

depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2


Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.

Biomarker kerusakan jantung

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac


Spesific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot miokard,
karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan
Elevasi ST dan gejala AMI (Infark Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera
mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada
nekrosis jantung (miokard infark).
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis,

dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan CKMB


cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

D. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko
rendah ke ruang yang terpat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan
STEMI.
1. Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena.NTG intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.Tapi nitrat harus
dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistol <90mmHg atau pasien yang
dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, dan hipotensi).
2. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada

Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
a. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit
yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin dapat
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
b. Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Limabelas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping adalah
konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga dapat terjadi
pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan darah arteri. Efek
hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu
diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat
memberikan efek samping bradikardia, blok jantung derajat tiga, terutama pada
pasien dengan infark posterior. Namun hal ini dapat dicegah dengan pemberian
atropin 0,5 mg IV.
3. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi gagal jantung atau takiaritmia ventrikular maligna. Sasaran terapi
reperfusi pada pasien STEMI adlah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time
untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon
(atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Tapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih terapi reperfusi
ini, yaitu waktu onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya diberikan 2 jam pertama,

sedangkan PCI boleh setelah 2 jam), risiko mortalitas pasien STEMI, risiko perdarahan,
waktu & fasilitas di RS
a. Terapi Fibrinolitik
Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat membatasi
luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Ada
beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya Streptokinase (SK), Tissue Plasminogen
Activator (tPA), Reteplase (Retavase), dan Tenekteplase (TNKase). Di Indonesia
umumnya tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U,
dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.
b. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa
didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama Infark Miokard
Akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang
tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat
syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau
gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur
dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikin PCI lebih
mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana. Hanya ada di beberapa RS

Terapi Fibrinolisis
Onset < 3 jam
Tidak tersedia pilihan invasif terapi
Kontak doctor-baloon atau

door-baloon> 90 menit
(door-baloon) minus (door-

needle) lebih dari 1 jam.


Tidak terdapat kontraindikasi

Terapi Invasif (PCI)


Onset > 3 jam
Tersedia ahli PCI
Kontak doctor-baloon atau door

balloon < 90 menit


Doorbaloon) minus (door-needle)

< 1 jam
Kontraindikasi fibrinolisis,

fibrinolisis

termasuk resiko perdarahan dan

perdarahan intraserebral.
STEMI resiko tinggi (CHF, Killip

3)
Diagnosis STEMI diragukan.

E. KOMPLIKASI
a. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada AMI. Hal ini disebabkan perubahanperubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark atau pada daerah
perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif atau
keseimbangan elektrolit yang terganggu.
Aritmia ventrikel : ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada AMI. Takikardia
ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama kematian mendadak sebelum
mencapai coronary care unit.VES dapat merupakan pencetus timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan peringatan akan terjadinya VT atau VF adalah :
Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan VES
VES yang sering > 4/menit
Repetitif VES : couple, triple, quatriple
Bentuk multiple dari VES pada 1 sadapan
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial : atrial
takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada menyebabkan
gangguan/kemudian hemodinamik. Bradiaritmia akibat kerusakan nodus SA atau AV
sering terjadi pada IMA di dinding inferior.
b. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Tempat kongesti bergantung ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena pulmonalis. Sedangkan disfungsi ventrikel
kanan atau gagal jantung kanan menyebabkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada

kedua ventrikel disebut kegagalan biventrikular. Gagal jantung kiri merupakan


komplikasi mekanis yang paling seding terjadi setelah Infark Miokard.
c. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami
infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Selain pengobatan
awal dan keberhasilan revaskularisasi primer melalui PTCA di beberapa RS, syok
kardiogenik tetap merupakan penyebab kematian utama pada pasien rawat inap yang
menderita infark miokardium.Syok kardiogenik merupakan lingkaran maut dengan
perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel, dimana terjadi penurunan
perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, dan peningkatan kongesti paru. Bila terjadi
hipotensi, asidosis metabolik dan hipoksemia selanjutnya akan semakin menekan fungsi
miokardium. Insidensi syok kardiogenik adalah 10-15% kasus sedangkan kematiannya
mencapai 68% jika tidak segera diobati. Terapinya menggunakan obat trombolitik,
pompa balon intra-aorta (IAPB) dan revaskularisasi awal dengan angioplasti atau
cangkok pintas arteria koronaria (CABG) dapat menurunkan mortalitas.
d. Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam 10% kasus
(terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior). EKG 2 dimensi
memperlihatkan sekitar sepertiga penderita infark anterior memiliki trombi dalam
ventrikel

kiri,

tetapi

jarang

terjadi

pada

penderita

infark

inferior

dan

posterior.Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang berperan dalam


kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah dirawat inap. Emboli arteri
berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan dapat menyebabkan stroke bila
terdapat dalam sirkulasi serebral. Sebagian besar emboli paru terjadi di vena tungkai dan
terbatasnya aliran darah ke jaringan menyebabkan meningkatnya risiko.
e. Defek Septum Ventrikel (VSD)
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.Septum mendapatkan aliran darah ganda (yaitu
dari arteria yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus
interventrikularis) sehingga ruptura septum menunjukkan adanya penyakit arteria
koronaria yang cukup berat, yang mengenai lebih dari satu arteri.Pada hakekatnya,
ruptur membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel
maka aliran terpecah dua, yaitu melalui aorta dan defek septum ventrikel.Tekanan
jantung kiri jauh lebih besar dari jantung kanan sehingga darah dipirau melalui defek
dari kiri ke kanan (dari tekanan lebih besar ke tekanan lebih rendah). Darah yang
dipindahkan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga darah yang menuju

sistemik (curah jantung) menjadi sangat berkurang, disertai dengan peningkatan kerja
ventrikel kanan dan kongesti paru-paru
F. PROGNOSIS
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :
a. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik
b. Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan
pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
c. TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi trombolitik.
Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Kelas

Defenisi

Mortalitas %

Tak ada tanda gagal jantung kongestif

II

+ S3 dan atau ronki basah

17

III

Edema paru

30-40

IV

Syok kardiogenik

60-80

Tabel 2. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut


Kelas

Indeks kardiak

PCWP (mmHg)

Mortalitas %

(L/min/m2)
I

>2,2

<18

II

>2,2

>18

III

<2,2

<18

23

IV

<2,2

>18

51

Anda mungkin juga menyukai