FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN KASUS
NOVEMBER 2014
OLEH:
Efrem Hoesman C. H.
C111 10 137
SUPERVISOR:
Prof. Dr. dr. Peter Kabo, Ph.D. SpFK, Sp.JP(K),FIHA,FAsCC
LEMBAR PENGESAHAN
Efrem Hoesman C. H.
Stambuk
C111 10 137
Menyatakan bahwa telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan
klinik pada Bagian Kardiovaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
LAPORAN KASUS
I.
Identitas pasien
Nama
: Ny. SA
RM
: 685210
Umur
Kelamin
Tanggal MRS
II.
: 56 tahun
: perempuan
: 18-10-2014
Anamnesis Terpimpin
Keluhan utama: Nyeri dada.
Nyeri dada dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan di dada
bagian tengah seperti tertekan dan menjalar ke leher dan lengan kiri disertai dengan
keringat dingin. Nyeri dirasakan lebih dari 20 menit. Nyeri muncul tiba-tiba tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak membaik dengan istirahat. Pasien juga merasa
sesak terutama saat beraktivitas. Pasien tidak merasa sesak ketika tidur terlentang
Nyeri ulu hati tidak ada, muntah tidak ada
Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.
Riwayat nyeri dada sebelumnya tidak ada.
Riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat diabetes tidak ada.
Riwayat kolesterol ada.
Riwayat merokok tidak ada.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
III.
Faktor resiko
Dapat di modifikasi: Dislipidemia, inaktivitas
Tidak dapat di modifikasi
IV.
Pemeriksaan Fisis
Status generalis
Sakit sedang / gizi baik / sadar
Tanda vital
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi: 80 kali per menit
Pernapasan : 20 kali per menit
Suhu: 36,5 C
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata
: Anemis (-), ikterus (-)
Bibir
: Sianosis (-)
Leher
: JVP R+0cm H2O
Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi
: Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 4 kanan
Auskultasi : BP: bronkovesikular, bunyi tambahan: ronkhi -/-, wheezing -/Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis jantung tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis jantung tidak teraba
Perkusi
: Batas jantung kanan di garis parasternalis, dan batas jantung kiri di
linea midklavikularis kiri
Auskultasi : BJ: S I/II regular, murmur (-), gallop (-)
V.
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi
: Timpani (+)
Pemeriksaan Ekstremitas
Edema -/-
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
RESULT
NORMAL
WBC
13,0 [10^3/uL]
4.0-10.0
RBC
4.15 [10^6/uL]
4.00-5.00
HGB
12.2 [g/dL]
12.0-16.0
HCT
35.7 [%]
37.0-48.0
PLT
260[10^3/uL]
150-400
CK
5859 [U/L]
L(<190), P(<167)
CK-MB
635 [U/L]
<25
TROPONIN-T
>2
<0,05
CHOL. TOT
266
150-200
RESULT
NORMAL
HbA1C
5.0
4-6
GDP
86
UREUM
22
10-50
CREATININE
1.4
Foto thorax
L(<1.3), P(<1,1)
Interpretasi
Sinus Rhythm
QRS Rate
:
60 bpm
Regular
:
regular
PR interval
:
0,16 sec
Axis
:
-150 o
P Wave
:
0,08 sec
QRS complex :
0,08 sec
ST segment
:
elevated at V1-V6, AVL
QT interval
: 0,4 s
T wave : T inverted at lead V1-V6, AVL
Kesimpulan :
Sinus rhytme, HR 60 bpm, ERAD, STEMI Extensive anterior
Echokardiografi
Interpretasi:
VI.
VII.
Diagnosa
STEMI ekstensif anterior onset 5 jam KILLIP I
Terapi
Bed Rest
Diet rendah lemak
O2 2-4 Lpm
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/ 24 jam
Antiplatelet - aspirin (loading) 160mg lanjut 80 mg/24jam/oral
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung
dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner
tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi,oksigen dan mati.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spectrum
sindrom coroner akut (ACS) yang teridri dari angina pectoris tak stabil, MI tanpa elevasi ST
dan MI dengan elevasi ST.
B. PATOFISOLOGI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika thrombus arteri coroner terjadi secara cepat pada
lokasi
injuri
vascular,
dimana
injuri
ini
dicetuskan
oleh
factor-faktor
seperti
Pada lokasi rupture plak berbagai agonis (kolagen , ADP, epinefrin,serotonin) memicu
aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor lokal yang poten).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Factor VII dan X diaktivasi,mengakibatkan konversi prothrombin menjadi thrombin, yang
kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri coroner kemudian akan mengalami
oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.
C. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation Myocardial
Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG yang
menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Jika dilakukan pemeriksaan enzim
jantung dan hasil troponin T yang meningkat, maka semakin memperkuat diagnosis, namun
keputusan untuk memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
enzim, mengingat dalam tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan
adalah time is muscle dengan mengejar waktu agar prognosa lebih baik jika diberi terapi
trombolitik pada jangka waktu yang sesuai selepas serangan jantung.
Anamnesis
Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI :
Lokasi : substernal,retrosternal,dan perikordial
Sifat
nyeri
:
rasa
sakit
ditekan,terbakar,ditindih
benda
berat,
ditusuk,diperas,dipelintir.
Penjalaran : lengan kiri,leher, punggung, interskapula,perut
Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/ nitrat
Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat dingin,cemas,lemas.
Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri
napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan dari:
Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial
Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan keadaan
pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan
pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.
Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis
diperkirakan akibatgagal jantung kiri.
Lokasi
Anterior
Gambaran EKG
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
2
3
Anteroseptal
Anterolateral
V4/V5
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
Lateral
Inferolateral
dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
Inferior
Inferoseptal
dan aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
True posterior
aVF, V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
5
6
RV Infraction
D. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko
rendah ke ruang yang terpat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan
STEMI.
1. Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena.NTG intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.Tapi nitrat harus
dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistol <90mmHg atau pasien yang
dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, dan hipotensi).
2. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada
Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
a. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit
yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin dapat
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
b. Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Limabelas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping adalah
konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga dapat terjadi
pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan darah arteri. Efek
hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu
diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat
memberikan efek samping bradikardia, blok jantung derajat tiga, terutama pada
pasien dengan infark posterior. Namun hal ini dapat dicegah dengan pemberian
atropin 0,5 mg IV.
3. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi gagal jantung atau takiaritmia ventrikular maligna. Sasaran terapi
reperfusi pada pasien STEMI adlah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time
untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon
(atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Tapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih terapi reperfusi
ini, yaitu waktu onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya diberikan 2 jam pertama,
sedangkan PCI boleh setelah 2 jam), risiko mortalitas pasien STEMI, risiko perdarahan,
waktu & fasilitas di RS
a. Terapi Fibrinolitik
Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat membatasi
luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Ada
beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya Streptokinase (SK), Tissue Plasminogen
Activator (tPA), Reteplase (Retavase), dan Tenekteplase (TNKase). Di Indonesia
umumnya tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U,
dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.
b. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa
didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama Infark Miokard
Akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang
tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat
syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau
gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur
dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikin PCI lebih
mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana. Hanya ada di beberapa RS
Terapi Fibrinolisis
Onset < 3 jam
Tidak tersedia pilihan invasif terapi
Kontak doctor-baloon atau
door-baloon> 90 menit
(door-baloon) minus (door-
< 1 jam
Kontraindikasi fibrinolisis,
fibrinolisis
perdarahan intraserebral.
STEMI resiko tinggi (CHF, Killip
3)
Diagnosis STEMI diragukan.
E. KOMPLIKASI
a. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada AMI. Hal ini disebabkan perubahanperubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark atau pada daerah
perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif atau
keseimbangan elektrolit yang terganggu.
Aritmia ventrikel : ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada AMI. Takikardia
ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama kematian mendadak sebelum
mencapai coronary care unit.VES dapat merupakan pencetus timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan peringatan akan terjadinya VT atau VF adalah :
Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan VES
VES yang sering > 4/menit
Repetitif VES : couple, triple, quatriple
Bentuk multiple dari VES pada 1 sadapan
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial : atrial
takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada menyebabkan
gangguan/kemudian hemodinamik. Bradiaritmia akibat kerusakan nodus SA atau AV
sering terjadi pada IMA di dinding inferior.
b. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Tempat kongesti bergantung ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena pulmonalis. Sedangkan disfungsi ventrikel
kanan atau gagal jantung kanan menyebabkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada
kiri,
tetapi
jarang
terjadi
pada
penderita
infark
inferior
dan
sistemik (curah jantung) menjadi sangat berkurang, disertai dengan peningkatan kerja
ventrikel kanan dan kongesti paru-paru
F. PROGNOSIS
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :
a. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik
b. Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan
pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
c. TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi trombolitik.
Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Kelas
Defenisi
Mortalitas %
II
17
III
Edema paru
30-40
IV
Syok kardiogenik
60-80
Indeks kardiak
PCWP (mmHg)
Mortalitas %
(L/min/m2)
I
>2,2
<18
II
>2,2
>18
III
<2,2
<18
23
IV
<2,2
>18
51