Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI DI RUANG ICU

RSUD SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Kritis

Disusun Oleh :

AMBARWATI
203203005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XV


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2021

Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta


Telp (0274) 4342000
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI DI RUANG ICU
RSUD SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Kritis

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) ( ) ( Ambarwati )
A. Definisi
Atrial fibrilasi adalah takikardia supraventrikular dengan karakteristik aktivasi
atrium yang tidak terkoordinasi.
Atrial fibrilasi adalah gangguan irama jantung dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Ketidakteraturan interval RR yaitu tidak ada pola repetitive pada EKG.
2. Tidak ada gambaran gelombang P yang jelas pada EKG.
Siklus atrial (jika terlihat) yaitu interval di antara dua aktivasi atrial sangat bervariasi
(<200ms) atau > 300 kali permenit. (Yansen, Ignatius & Yoga Yuniadi, 2013)
Atrial fibrilasi adalah irama jantung yang tidak teratur dan sering kali cepat.
(Corwin, 2009)
Atrium fibrilasi adalah ritme jantung yang kacau dan tidak teratur di ruang
jantung bagian atas dan merupakan aritmia jantung yang paling umum. Bagi beberapa
pasien, penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi atau ketidakseimbangan
elektrolit, seperti magnesium dan kalium yang rendah. (Guarneri, Mimi, 2006)
Atrial fibrilasi adalah kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak
terkordinasi (Smeltzer, Suzanne & Bare, Brenda, 2001)
Klasifikasi Atrial Fibrilasi:
Secara klinis, terdapat 5 tipe AF yang dapat dibedakan berdasarkan presentasi dan durasi
aritmia:
1. First diagnosed AF: setiap pasien yang baru pertama kali terdiagnosis dengan AF
tanpa melihat durasi atau beratnya gejala yang ditimbulkan oleh AF tersebut.
2. Paraxysmal AF: AF yang biasanya hilang dengan sendirinya dalam 48 jam sampai 7
hari. Jika dalam 48 jam belum berubah ke irama sinus maka kemungkinan kecil untuk
dapat berubah ke irama sinus lagi sehingga perlu dipertimbangkan pemberian
antikoagulan.
3. Persistent AF: episode AF yang bertahan sampai lebih dari 7 hari dan membutuhkan
kardioversi untuk terminasi dengan obat atau dengan elektrik.
4. Long stadium persistent AF : episode AF yang berlangsung lebih dari 1 tahun dan
strategi yang diterapkan masih jontrol irama jantung (rhythm control).
5. Permanent AF: jika AF menetap dan secara klinis dapat dapat diterima oleh pasien
dan dokter sehingga strategi managemen adalah tata laksana control laju jantung (rate
control). (Yansen, Ignatius & Yoga Yuniadi, 2013)

B. Etiologi
Terdapat banyak penyebab AF , (Davey, 2005):
1. Jantung
- Hipertensi
- Penyakit jantung iskemik
- Penyakit jantung hipertensi (hipertrofi ventrikel kiri)
- Kelainan katup mitral (khusunya stenosis mitral)
- Perikarditis
- Kardiomiopati, gagal jantung (dengan penyebab apapun)
2. Sistem irama konduksi jantung
- Pembentukan spontan dari implus abnormal pada hampir semua lapang
- Jalur hantaran implus yang abnormal melalui jantung
- Irama abnormal jantung
- Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung
- Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewaktu mengantarkan implus melalui
jantung.
3. Metabolik
- Tirotoksikosis (hormone tiroid yang berlebihan)
- Alkohol (akut atau kronis)
4. Paru
- Emboli paru
- Pneumonia
- Penyakit Paru Obstruksi Kronis
- Kor pulmonal

C. Fatofisiologi
D. Tanda dan Gejala
Pada sebagian kasus penyebabnya tidak ditemukan idiopatik atau AF saja.
Insidensi AF meningkat dengan bertambahnya usia. Denyut nadi biasanya cepat ( 90
sampai > 150 kali permenit) dengan irregular. Pasien bisa asimtomatik, mengalami
palpitasi cepat, atau sesak napas, atau gagal jantung. (Davey, 2005)
Gambaran klinis:
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar dalam
dada)
2. Sesak napas
3. Kelemahan dan kesulitan berolahraga
4. Nyeri dada
5. Pusing
6. Kelelahan
7. Kebingungan

E. Pengkajian
1. Anamnesa
Keluhan utama
Keluhan utama diperoleh dengan menanyakan tentang gangguan yang paling dirasakan
klien hingga klien memerlukan pertolongan. Keluhan utama pada klien dengan gangguan
sistem kardiovaskuler secara umum antara lain sesak napas, batuk, nyeri dada, pingsan,
berdebar-debar, cepat lelah, edema ekstremitas.
Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang meliputi perjalanan penyakit sejak timbul
keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misalnya sejak kapan keluhan dirasakan,
berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifatdan berat
keluhan, keadaan apa yang memperberat atau meringankan keluhan, adakah usaha
mengatasi keluhan ni sebelum meminta pertolongan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Hal yang dikaj adalah penyakit-penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya.
Misalnya hipertensi, perikarditis, kardiomiopati, pneumonia, PPOK, dan lain-lain.
c. Pengobatan yang lalu dan riwayat alergi
Adakah obat yang diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan dengan
kondisinya saat ini. obat-obat tersebut meliputi kortikosteroid dan obatobat
antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan juga
alergi klien terhadap obat dan reaksi obat yang timbul.
d. Riwayat keluarga
Penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan
penyebab kematian. Tanyakan penyakit menurun yang dialami anggota keluarga.
e. Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Kebiasaan sosial: tanyakan kebiasaan dan pola hidup klien seperti minum alkohol
atau obat tertentu.
Kebiasaan merokok: tanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berpa lama, berapa
batang per hari.
2. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien: mengobservasi keadaan fisik tiap bagian tubuh, kesadaran
klien.
Tanda vital
1. Pemeriksaan nadi
Palpasi: frekuensi, irama, ciri denyutan, isi nadi, dan keadaan pembuluh darah.
Untuk pemeriksaan jantung awal atau bila irama nadi tidak teratur, maka
frekuensi jantung harus dihitung dengan melakukan auskultasi denyut apikal
selama satu menit penuh sambil meraba denyut nadi. Pada fibrilasi atrium defisit
nadi biasanya terjadi.
Frekuensi nadi: bradikardia,takikardia. Pada fibrilasi atrium biasanya denyut nadi
irreguler.
2. Tekanan darah
3. Pengukuran suhu tubuh
b. Pengkajian ekstremitas atas
1. Sianosis perifer: kulit tampak kebiruan, menunjukkan penurunan kecepatan aliran
darah ke perifer sehingga perlu waktu yang lebih lama bagi hemoglobin
mengalami desaturasi.
2. Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskular sistemik.
3. Waktu pengisian kapiler (capillary refill time) merupakan dasar untuk
memperkirakan kecepatan aliran darah perifer.
4. Suhu tubuh dan kelembaban tangan dikontrol oleh sistem saraf otonom. Pada
keadaan normal, tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan stres, tangan akan
terasa dingin dan lembab. Pada keadaan syok kardiogenik, tangan terasa sangat
dingin dan basah akibat stimulasi sistem saraf simpatis dan mengakibatkan
vasokonstriksi.
5. Edema
6. Jari gada (clubbing finger)
c. Breathing/pengkajian sistem pernapasan
1. Inspeksi: bentuk dada, kesimetrisan gerakan pernapasan
2. Palpasi: gerakan dinding toraks saat inspirasi dan ekspirasi, taktil fremitus
3. Perkusi: resonan, hiperresonan
4. Auskultasi, suara napas normal: trakeobronkhial, bronkovesikuler, vesikuler
d. Jantung
1. Inspeksi: menentukan bentuk prekordium dan denyut pada apeks jantung. Denyut
nadi pada dada dianggap sebagai denyut vena.
2. Palpasi: mendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi.
Palpasi denyut apeks:
Normal pada interkosta ke 5 (2-3 cm medial garis midklavikula). Dapat tidak
teraba bila klien gemuk, dinding toraks tebal, emfisema, dan lain-lain.
Meningkat bila curah jantung besar, misalnya pada insufisiensi aorta/mitral.
- Thrill: aliran darah yang turbulen menimbulkan murmur jantung saat
auskultasi, terkadang dapat teraba. Murmur yang teraba disebut thrill.
Palpasi arteri karotis: memberikan informasi mengenai bentuk gelombang denyut
aorta yang dipengaruhi oleh berbagai kelainan jantung.
- Tekanan vena jugularis: pengkajian tekanan vena jugularis memberikan
informasi mengenai fungsi atrium kanan dan ventrikel kanan.
3. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan adanya kardiomegali, efusi perikardium, dan
aneurisma aorta.
4. Auskultasi
Auskultasi bunyi jantung yang normal menunjukkan adanya dua bunyi yang
disebut bunyi jantung pertama (S1) dan bunyi jantung kedua (S2). Bunyi
abnormal jantung: gallop, snap dan klik, murmur
e. Brain
1. Pemeriksaan kepala dan leher: difokuskan untuk mengkaji bibir dan cuping
telingan untuk mengetahui adanya sianosis perifer atau kebiruan.
2. Pemeriksaan raut muka
- Bentuk muka: bulat, lonjong, dan sebagainya
- Ekspresi wajah tampak sesak, gelisah, kesakitan
- Tes saraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa fungsi
saraf VII
3. Pemeriksaan bibir: biru (sianosis), pucat (anemia)
4. Pemeriksaan mata
- Konjungtiva: pucat (anemia), ptekie (perdarahan di bawah kulit atau selaput
lendir) pada andokarditis bakterial)
- Sklera: kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati
- Kornea: arkus senilis (garis melingkar putih atau abu-abu di tepi kornea)
berhubungan dengan peningkatan kolesterol atau penyakit jantung koroner
- Funduskopi yaitu pemeriksaan fundus mata menggunakan opthalmoskop
untuk menilai kondisi pembuluh darah retina khususnya pada klien hipertensi.
5. Pemeriksaan neurosensori
Pengkajian neurosensori ditujukan terhadap adnya keluhan pusing, berdenyut
selama tidur, bangun, duduk, atau istirahat.
Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, perubahan postur tubuh,
menangis, merintih, meregang, menggeliat, menarik diri, dan kehilangan kontak
mata. Demikian pula dengan adanya respons otomatik, perubahan frekuensi atau
irama jantung, tekanan darah, pernapasan, warna kulit, kelembapan, dan tingkat
kesadaran.
f. Bladder
Penurunan haluaran urin merupakan temuan signifikan yang harus dikaji lebih
lanjut untuk menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi
urin (yang terjadi bila perfungsi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan klien
buang air kecil. Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap adanya massa oval dan
diperkusi terhadap adanya pekak yag menunjukkan kandung kemih yang penuh
(distensi kandung kemiha).
g. Bowel
Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada saat masuk rumah
sakit, dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. Kaji penurunan
turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah, dan perubahan berat badan.
Refluks hepatojugular
Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran darah balik vena yang
disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri
tekan, dan halus. Refluks hepatojugular dapat diperiksa dengan menekan hepar secara
kuat selama 30 sampai 60 detik dan akan terlihat peninggian tekanan vena jugularis
sebesar 1 cm. Peninggian ini menunjukkan ketidakmampuan sisi kanan jatung
merespons kenaikan volume.
h. Bone
Kebanyakan klien yang menderita gangguan pada sistem kardiovaskuler juga
mengalami penyakit vaskuler perifer atau edema perifer akibat gagal ventrikel kanan
oleh karena itu, pengkajian sirkulasi arteri perifer dan aliran darah balik vena
dilakukan pada semua klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. Selain itu,
tromboflebitis juga dapat terjadi akibat berbaring lama sehingga memerlukan
pemantauan yang seksama.
1. Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut da berdebar.
2. Keluhan sulit tidur (karena adanya ortopnea, dispnea, dispnea nokturnal
paroksimal, nokturia, keringat malam hari).
3. Istirahat tidur: kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam klien tidur dalam
24 jam dan apakan klien mengalami sulit tidur dan bagaimana perubahannya
setelah klien mengalami gangguan pada sistem kardiovaskuler.
4. Aktivitas: kaji aktvitas klien di rumah atau di rumah sakit. Apakah ada
kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas klien biasanya
berubah karena klien merasa sesak napas saat beraktivitas.
5. Personal hygiene: kaji kebersihan personal klien meliputi mandi: kebersihan
badan, gigi dan mulut, rambut, kuku, dan pakaian; dan kemampuan serta
kemandirian dalam melakukan kebersihan diri.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : hematokrit (anemia), TSH, enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia
jantung
2. Pemeriksaan EKG: dapat diketahui irama (verifikasi AF), hipertrofi ventrikel kiri.
Preeksitasi ventrikel kiri, sindroma preeksitasi (sindroma WPW), identifikasi adanya
iskemia. Kecepatan QRS biasanya cepat dan sangat tidak beraturan (irregular). Tidak
terdapat gelombang P ; garis dasar bisa datar atau menunjukan depolarisasi cepat dan
kecil. Gambaran diagnostic kuncinya adalah tidak ada irama jantung lain yang
irregularly irregular.
3. Rontgen Toraks: Menunjukkan bentuk jantung, mengidentifikasi pembesaran jantung
4. Ekokardiografi : melihat kelainan katup, ukuran atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel
kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE (Trans Esophageal
Echocardiography) untuk melihat thrombus di atrium kiri.
5. Pemeriksaan fungsi tiroid : Tirotoksikosis
6. Uji latih: identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama
jantung
G. Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan atrial fibrilasi adala mengontrol
ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme. (Davey, 2006)
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
atrial fibrilasiyang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan
denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2 yaitu pengobatan
farmakologis (pharmacological cardioversion) dan pengobatan elektrik (electrical
cardioversion).
1. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya
komplikasi dari atrial fibrilasi. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan
atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari
terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.
Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai
macam, diantaranya adalah :
a. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses
pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi. Warfarin
diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi
plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme
dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh
konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.
b. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit (COX2)
dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini adalah
menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit.
Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi,
penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat
sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.

2. Pengendalian denyut jantung


Menurunkan kecepatan ventrikel dengan mengurangi konduksi melalui nodus AV.
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan denyut
jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat tersebut bisa
digunakan secara individual ataupun kombinasi.
a. Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan menurunkan
denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih efisien. Disamping
itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke
ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi
atrium yang abnormal.
b. β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Saraf
simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas
jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
c. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung akibat
dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+ channel
yang terdapat pada membran sel.
3. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah
suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan
menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu
pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik
(Electrical Cardioversion).
a. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
1) Amiodarone
2) Dofetilide
3) Flecainide
4) Ibutilide
5) Propafenone
6) Quinidine
b. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam (bantalan)
ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah mengembalikan irama
jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm).
4. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan pada
daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utama hingga
masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi
menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya atrial
fibrilasi.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hampir sama dengan catheter ablation, tetapi pada maze
operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu
menormalisasikan sistem konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di jantung, yang
berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.

H. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Timbul


1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru
2. Nyeri akut b.d agen cedera biologi: penurunan asam laktat
3. Penurunan cardiac output b.d perubahan kontraktilitas miokard
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
5. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
6. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit
7. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar-kapiler

I. Rencana Tindakan Keperawatan

Dianosa Tujuan dan


No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Ketidakefektifan NOC NIC
pola nafas b.d  Respiratory Airway breathing
penurunan status : 1. Buka jalan napas
ekspansi paru ventilation 2. Posisikan klien untuk
 Respiratory memaksimalkan ventilasi
status airway 3. Monitor irama, frekuensi dan
patency kedalaman pernafasan
 Vital sign status 4. Monitoring pola nafas : bradipnea,
Setelah dilakukan takipnea, hiperventilasi
tindakan 5. Catat pergerakan dada,
keperawatan selama kesimetrisan dan penggunaan otot
3x24 jam, kriteria bantu pernafasan
hasil : 6. Palpasi ekspansi paru
1. Ekspansi paru 7. Auskultasi suara nafas
optimal simetris 8. Berikan pasien posisi semi fowler,
kanan dan kiri fowler
2. Menyatakan 9. Ajarkan cara napas dalam yang
tidak sesak benar
3. RR 16- 10. Lakukan chest fisioterapi
20x/menit 11. Monitor hasil rongent
4. Irama teratur
Oxigen Therapy
1. Berikan terapi oksigen nasal
kanul, simple mask, rebreathing
mask, non-rebreathing
2. Monitor aliran aliran oksigen
3. Monitor keefektifan terapi oksigen

Kolaborasi
1. Beri obat sesuai advis dokter
2. Lakukan pemeriksaan laboratorium
3. Lakukan pemeriksaan radiologi
2. Nyeri b.d agen NOC: Pain Management
cedera niologis :  Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
penumpukan asam  Pain Control secara komprehensif temasuk
laktat  Comfort Level lokasi, karakteristik, durasi,
Setelah dilakukkan frekuensi, kualitas dan factor
tindakan presipitasi
keperawatan selama 2. Observasi reaksi nonverbal dari
3x 24 jam, nyeri ketidaknyamanan
klien dapat teratasi. 3. Gunakan teknik komunikasi
Kriteria hasil: terapeutik untuk mengetahui
1. Klien mampu pengalaman nyeri pasien
mengontrol 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri (tahu respon nyeri
penyebab 5. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri dan masa lampau
teknik non 6. Evaluasi bersama pasien dan
farmakologi tim kesehatan lain tentang
untuk ketidakefektifan control nyeri
mengurangi masa lampau.
nyeri) 7. Bantu pasien dan keluarga
2. Klien untuk mencari dan menemukan
mengatakan dukungan
nyeri skala 0 8. Control lingkungan yang dapat
atau nyeri mempengaruhi nyeri seperti
berkurang suhu ruangan, pencahayaan dan
3. Klien kebisaingan
mengatakan 9. Kurangi factor presipitasi nyeri
rasa nyaman 10. Kaji tipe dan sumber nyeri
setelah nyeri untuk menentukan intervensi
berkurang 11. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
12. Evaluasi keefektifan control
nyeri
13. Tingkatkan istirahat

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgesik
3. Penurunan cardiac NOC : NIC
output b.d  Cardiac Pump Cardiac Care
perubahan Effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
kontraktilitas  Circulation (intensitas, lokasi, durasi)
miokard Status 2. Catat adanya tanda dan gejala
 Vital Sign Status penurunan cardiac ouput
Setelah dilakukan 3. Monitor status pernafasan yang
tindakan mendadak gagal jantung
keperawatan selama 4. Monitor adanya perubahan tekanan
3x24 jam diharapkan darah
masalah penurunan 5. Monitor respon klien terhadap efek
cardiac output klien pengobatab aritmia
dapat teratasi dengan
kriteria hasil : Vital Sign Monitoring
1. Tanda vital 1. Monitor tanda vital klien
dalam rentang 2. Monitor jumlah dan irama jantung
normal (tekanan 3. Monitor bunyi jantung
darah, nadi, RR) 4. Monitor suara paru
2. Dapat 5. Monitor sianosis dan akral dingin
mentoleransi
aktivitas, tidak
ada kelelahan
3. Tidak ada edema
paru, perifer dan
tidak ada asites
4. Tidak ada
penurunan
kesadaran
3 Intoleransi NOC NIC
aktivitas b.d  Energy Activity Therapy
ketidakseimbanga conservation 1. Bantu klien mengidentifikasi
n antara suplai dan  Activity aktivitas yang mampu dilakukan
kebutuhan oksigen tolerance 2. Bantu untuk mengidentifikasi
 Self care : ADLs aktivitas yang disukai
Setelah dilakukan 3. Bantu klien/keluarga untuk
tindakan mengidentifikasi kekurangan
keperawatan selama dalam beraktifitas
3x24 jam diharapkan 4. Beri reinforcement setelah berhasil
masalah intoleransi melakukan aktivitas
klien dapat teratasi 5. Monitor adanya sesak setelah
dengan kriteria beraktivitas
hasil : 6. Batasi aktivitas saat sesak nafas
1. Berpartisipasi 7. Ajarkan teknik mengontrol
dalam aktivitas pernafasan saat beraktivitas
fisik tanpa 8. Anjurkan batasi pengunjung
disertai 9. Edukasi tentang level aktivitas
peningkatan yang boleh dilakukan
tekanan darah, 10. Ajarkan aktivitas secara bertahap
nadi, RR
2. Mampu
melakukan
aktivitas sehari-
hari
(ADLs)secara
mandiri
3. Tanda-tanda
vital normal
4 Kelebihan volume NOC NIC
cairan b.d  Electrolit and Fluid management
gangguan acidnbase 1. Pertahankan catatan intake dan
mekanisme balance output yang akurat
regulasi  Fluid balance 2. Pasang urine kateter jika
 Hydration diperlukan
Setelah dilakukan 3. Monitor vital sign
tindakan 4. Monitor lokasi dan luas edema
keperawatan selama 5. Batasi diet yang menyebabkan
3x24 jam diharapkan retensi cairan
masalah kelebihan
volume cairan dapat Fluid monitoring
teratasi, dengan 1. Monitor tanda dan gejala dari
kriteria hasil : retensi
1. Terbebas dari
edema, efusi Kolaborasi
2. Bunyi nafas 1. Pemberian diuretik
bersih, tidak ada
dyspnea/
ortopnea
3. Terbebas dari
kelelahan,
kecemasan

5 Gangguan rasa NOC NIC


nyaman b.d gejala  Ansiety Anxiety Reduction
terkait penyakit  Fear level 1. Beri posisi nyaman
 Sleep 2. Monitor tanda-tanda vital
deprivation 3. Ajarkan teknik relaksasi
 Comfort, 4. Anjurkan klien untuk
readiness for mengungkapkan perasaan,
enchanced ketakutan, persepsi
Setelah dilakukan
tindakan Kolaborasi
keperawatan selama 1. Beri obat sesuai advis
3x24 jam diharapkan
masalah gangguan
rasa nyaman klien
dapat teratasi,
dengan criteria
hasil :
1. Mampu
mengontrol
kecemasan
2. Mengontrol
nyeri
3. Agresi
pengendalian
diri
4. Respon terhadap
pengobatan
5. Kontrol gejala
6. Dapat
mengontrol
ketakutan
6 Gangguan NOC NIC
pertukaran gas b.d  Respiratory Airway management
perubahan status : gas Airway breathing
membrane exchange 1. Buka jalan napas
alveolar-kapiler  Respiratory 2. Posisikan klien untuk
status : memaksimalkan ventilasi
ventilation 3. Monitor irama, frekuensi dan
 Vital sign status kedalaman pernafasan
Setelah dilakukan 4. Monitoring pola nafas : bradipnea,
tindakan takipnea, hiperventilasi
keperawatan selama 5. Catat pergerakan dada,
3x24 jam diharapkan kesimetrisan dan penggunaan otot
masalah gangguan bantu pernafasan
pertukaran gas klien 6. Palpasi ekspansi paru
dapat teratasi, 7. Auskultasi suara nafas
dengan kriteria 8. Berikan pasien posisi semi fowler,
hasil : fowler
1. Tanda-tanda vital 9. Ajarkan cara napas dalam yang
dalam batas benar
normal 10. Lakukan chest fisioterapi
2. Memelihara 11. Monitor hasil rongent
kebersihan paru-
paru dan bebas Respiratory monitoring
dari distress 1. Monitor rata-rata kedalaman, irama
pernafasan dan usaha respirasi
2. Catat pegerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot
bantu napas, retraksi
supraclevikular dan intercosta
3. Monitor suara napas seperti
mendengkur

Oxigen Therapy
1. Berikan terapi oksigen nasal kanul,
simple mask, rebreathing mask,
non-rebreathing
2. Monitor aliran aliran oksigen
3. Monitor keefektifan terapi oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC


Davey, Patrik. 2006. At Grace Medicine. Jakarta: Erlangga
Graber, Mark A., dkk. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga. Jakarta : EGC
Greener, M. (2010). The nurse’s Role in the Management of Atrial Fibrilation. Nurse
Prescribing. 8 (11), 532-537
Guarneri, Mimi. 2006. The Heart Speaks. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semestra
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medik
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA, NIC-NOC. Yagjakarta : MediAction
Smeltzer, Suzzane C & Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
% Suddart Edisi 8. Jakarta: EGC.
Yasen, Ignatinus & Yoga Yuniadi. (2013). Tata Laksana Fibrilasi Atrium: Kontrol Irama atau
Laju Jantung. CDK-202. Vol 40: 3.171-175

Anda mungkin juga menyukai