Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

DIAGNOSA ANGINA PECTORIS di RUANG MINA


RSI-ASSYIFA

DISUSUN OLEH :
Sri Bano Angel Lestari (214111104)

PROGRAM D III KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
Jl. R. Syamsudin, S.H. No. 50, Cikole, Kec. Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43113
A. Pengertian
Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai Iskemia miokardium yang
dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan miokardium akan oksigen seperti
latihan fisik, dan hilang dalam beberapa menit dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin. Anggi na pektoris adalah suatu Sindroma klinik yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai aliran arteri koroner.
Angina pektoris atau uap disebut juga angina pektoris tidak stabil yaitu bila
nyeri timbul untuk pertama kali sakit dada tiba tiba terasa pada waktu istirahat atau
aktivitas minimal yang terjadi lebih berat secara mendadak atau bila angina pectoris
sudah ada sebelumnya namun terjadi lebih berat biasanya dicetuskan oleh faktor yang
lebih ringan dibanding sebelumnya .
Anggi na pektoris adalah nyeri dada akibat penyakit jantung koroner. Angin
duduk atau angina pektoris terjadi ketika otot jantung tidak dapat suplai darah yang
cukup akibat penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah di arteri jantung.
Angina Pectoris adalah kumpulan gejala klinis berupa serangan nyeri dada
yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke
lengan kiri. Adapun gejala dari penyakit ini antara lain adanya nyeri dada yang khas
meliputi lokasi yang berada di dada dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri
sampai dengan jari-jari, punggung / pundak kiri. Kualitas nyeri biasanya merupakan
nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/ berat di dada, maupun rasa desakan yang
kuat dari dalam atau dari bawah diafragma. Berhubungan dengan aktivitas biasanya
nyeri dada angina timbul pada waktu melakukan aktivitas misalnya berjalan cepat dan
tergesa-gesa. Angina pectoris disebabkan karena suplai oksigen yang tidak mencukupi
ke sel-sel otot-otot jantung dibandingkan kebutuhan, bahan lemak terkumpul di
bawah lapisan sebelah dalam dari dinding srteri (aterosklerosis), spasme arteri
koroner, anemia berat dan peradangan pada satu atau lebih persendian (artritis).

B. Etiologi
Secara prinsip, ketidakseimbangan kebutuhan dan pasokan oksigen di
kardiomiosit merupakan etiologi angina pektoris. Pada aterosklerosis koroner, aliran
darah koroner terganggu sehingga angina pektoris terjadi di tengah peningkatan
kebutuhan oksigen. Namun, aliran darah koroner dapat pula terganggu walaupun tidak
terdapat suatu penyakit jantung koroner epikardial. Hal ini dapat ditemui pada kasus
penyakit katup aorta berat disertai hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi sistemik,
kardiomiopati dilatasi idiopatik, dan kardiomiopati hipertrofik. Pada pasien dengan
hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy/LVH), iskemia terjadi akibat
kurangnya kepadatan kapiler, perubahan patologis pada arteri dan arteriol
intramiokard, penurunan cadangan aliran koroner, serta peningkatan tekanan diastolik
di lapisan subendokardium. Penyakit jantung koroner epikardial non obstruktif yang
disertai disfungsi endotel dan gangguan cadangan aliran koroner juga dapat
menyebabkan angina mikrovaskuler.
Pada kondisi anemia berat atau hemoglobinopati, pasokan oksigen secara
kronik menurun. Situasi semacam ini dapat menyebabkan iskemia atau jejas miokard
serta manifestasi angina pektoris yang dipengaruhi oleh penurunan ambang iskemia
C. Pathway
D. Manifestasi Klinis
Angina pectoris paling sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung koroner terjadi akibat adanya penumpukkan plak di arteri
(aterosklerosis). Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya penyakit
jantung koroner yang kemudian dapat menyebabkan angina adalah:

1. Kebiasaan merokok
2. Riwayat tekanan darah tinggi atau hipertensi
3. Kadar kolestrol jahat (LDL) dan trigliserida yang tinggi
4. Diabetes
5. Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga
6. Jarang berolahraga dan tidak aktif bergerak
7. Obesitas
8. Usia di atas 45 tahun untuk laki-laki dan di atas 55 tahun untuk wanita

E. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG perlu dilakukan pada waktu serangan Angina bila EKG istirahat formal,
stress test adalah menilai sakit dada apakah berasal dari jantung atau tidak, dan
menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah
utama akan memberi hasil positif kuat. Gambaran EKG penderita ATS dapat
berupa depresi segmen ST, depresi segmen ST disertai inversi gelombang T.
2. ECHO Jantung untuk menemukan letak kerusakan otot jantung dan area
jantung yang tidak mendapatkan cukup darah
3. EKG treadmill (stres test), yang tujuannya sama dengan EKG, tetapi
dilakukan saat pasien sedang beraktivitas
4. Rontgen dada, untuk memeriksa kemungkinan terjadinya pembesaran jantung
5. Kateterisasi jantung, untuk melihat penyempitan pada pembuluh darah jantung
dengan bantuan kateter, zat pewarna khusus (kontras), dan foto Rontgen
6. Pemindaian jantung dengan CT scan atau pemeriksaan nuklir, untuk
memeriksa bagian pembuluh jantung yang tersumbat dan bagian jantung yang
tidak mendapatkan aliran darah
7. Tes darah, untuk mendeteksi keberadaan enzim jantung, yang kadarnya di
dalam darah dapat meningkat saat jantung tidak mendapatkan suplai darah
yang cukup.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan angina pektoris bertujuan untuk mengurangi gejala dan
memperbaiki prognosis. Penatalaksanaan komprehensif pasien dengan angina pektoris
mencakup terapi farmakologi terhadap iskemia, pencegahan infark miokard dan
kematian, dan revaskularisasi koroner.
a. Terapi Farmakologi terhadap Iskemia
Terapi farmakologi terhadap iskemia pada pasien dengan angina
pektoris bertujuan untuk meredakan gejala angina serta mencegah kejadian
kardiovaskuler. Penggunaan nitrogliserin kerja cepat sublingual mampu
meredakan gejala nyeri dada yang sedang muncul dan mencegah episode
angina berikutnya. Pencegahan kejadian kardiovaskuler seperti thrombosis
koroner dan disfungsi ventrikel dapat dicapai dengan terapi farmakologi yang
diarahkan pada penundaan progresivitas plak aterosklerosis, stabilisasi plak,
dan pencegahan thrombosis apabila plak mengalami ruptur dan erosi.
Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian meningkatkan
kuantitas hidup. Mengurangi symptom dan frekwensi serta beratnya ischemia, dengan
demikian meningkatkan kualitas hidup. Prinsip penatalaksanaan angina pectoris
adalah: meningkatkan pemberian oksigen (dengan meningkatkan aliran darah
koroner) dan menurunkan kebutuhan oksigen (dengan mengurangi kerja jantung).
G. Pengkajian Keperawatan
Pemeriksaan dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penanganan
pada pemeriksaan. Diagnosa menginap Torres terutama didapatkan dari anamnesa
mengenai riwayat penyakit, karena diagnosa pada angina sering kali berdasarkan
adanya keluhan sakit ada yang punya ciri khas sebagai berikut :
1. Letak seringkali pasien merasakan adanya sakit dada di daerah sternum atau di
bawah sternum atau dada sebelah kiri dan kadang kadang menjalar ke lengan
kiri, punggung, rahang atau leher. Sakit dada juga dapat ditimbulkan di tempat
lain seperti di daerah epigastrium gigi dan bahu.
2. Kualitas sakit dada pada angina, Sakit dada biasanya seperti tertekan benda
berat, diperas, rasa panas, kadang kadang hanya perasaan tidak enak di dada.
Karena pasien tidak dapat menjelaskan sakit dada tersebut dengan baik lebih
lebih bila pendidikan pasien rendah.
3. Hubungan dengan aktivitas sakit dada pada anginan pektoris biasanya timbul
pada waktu melakukan aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat,
Tergesa-gesa, atau sedang menaiki tangga. Aktivitas ringan seperti mandi,
menggosok gigi, makan terlalu kenyang atau emosi juga dapat menimbulkan
angina pektoris. Sakit dada tersebut segera hilang dilepaskan menghentikan
aktivitasnya. Serangan angin apek Torres dapat timbul pada waktu istirahat
atau pada waktu tidur malam.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan Angina pectoris perlu dikaji adanya keluarga yang
mempunyai riwayat hipertensi, atau menderita penyakit jantung lainnya.
5. Pola nutrisi
Biasanya klien akan mengalami mual sehingga kesulitan
makan,sehingga klien kekurangan nafsu makan.
6. pola eliminasi
Biasanya klien akan mengalami penurunan produksi urin karena
perpindahan cairan melalui proses evaporasi akibat adanya demam.
7. Pola istirahat – tidur
Klien akan mengalami kesulitan tidur karena terganggu sesak napas
dan nyeri uluh hati.
8. Pola konsep diri
persepsi diri Klien akan mengalami kegelisahan, terutama bagi lansia
akan lebih merasa takut akan penyakit tersebut.

9. Keadaan umum
Perawat perlu mengkaji kesadaran klien, adanya detak jantung yang
abnormal, riwayat merokok, riwayat hipertensi,riwayat kelainan jantung.
alergi obat, stres emosional, peningkatan aktivitas fisik yang berlebihan,
riwayat penyakit jantung, hipertensi. tidak nafsu makan, penurunan berat
badan, serta kelemahan. Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa
diminum klien.
10. Tanda-tanda Vital (TTV)
Suhu meningkat berkisar 39 °C Pemeriksaan nadi dapat didapatkan
penurunan frekuensi nadi (bradikardi relatif). ataupun adanya peningkatan
(takikardi)
11. Kepala dan leher
kepala simetris, rambut lurus bersih, mata cekung, konjungtiva tidak
anemis, skelera normal. telinga bersih tidak ada benjolan, Hidung bersih.
12. Dada dan Toraks
a. Infeksi : Klien biasanya mengalami peningkatan usaha nafas dan
frekuensi nafas. hasil pengkajian lainnya pasien mengalami nyeri di
uluh hati. nyeri dibagian kiri bisa merambat ke lengan kiri dan sesak
dibagian dada.
b. Palpasi : pasien merasa nyeri ketika ditekan bagian seblah kiri
abdomen.
c. perkusi : Biasanya akan terdengar suara Ronkhi
d. Auskultasi : suara jantung bisa melemah atau lebih cepat.
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul ;

1. Nyeri Akut b/d agen pencedera Fisiologis


2. Penurunan Curah Jantung
3. Intoleransi Aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
I. Perencanaan

Standar Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


Keperawatan Indonesia Indonesia (SIKI)
(SDKI) (SLKI)

Manajemen Nyeri ;
Nyeri Akut b/d agen Setelah dilakukan Asuhan
pencedera Fisiologis keperawatan 1X24 jam diharapkan : ● Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
● Keluhan nyeri menurun nyeri
● Merigis menurun ● Identifikasi skala nyeri
● Sikap protektif menurun ● Identifikasi respon nyeri non verbal
● Gelisah dan kesulitan tidur ● Identifikasi faktor yang memperberat
menurun dan memperingan nyeri
● Anoreksia, mual, muntah ● Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
● Ketegangan otot dan pupil ● Identifikasi pengaruh budaya
dilatasi menurun terhadap respon nyeri
● Pola napas dan tekanan ● Identifikasi pengaruh nyeri pada
darah membaik kualitas hidup
● Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
● Monitor efek samping penggunaan
analgetik
● Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)

Penurunan Curah Jantung


Setelah dilakukan Asuhan ● Identifikasi karakteristik nyeri dada
keperawatan 1X24 jam diharapkan : (meliputi faktor pemicu, pereda,
kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi,
● Kekuatan nadi perifer dan frekuensi)
meningkat ● Monitoring ekg 12 sadapan untuk
● Cardiac index (CI), Left perubahan segmen ST dan segmen T
ventrikular stroke work ● Monitoring kelainan irama dan
indekx(LVSWI), stroke frekuensi jantung
volume indekx (SVI ● Monitoring saturasi oksigen
meningkat) ● Monitoring enzim jantung dan
● Gambaran ecg aritmia, elektrolit (kalium, magnesium, CK,
sianosis, palpitasi, lelah, CK-MB, troponinT, Troponin I)
edema, distensi vena ● Pasang akses intravena
jugularis, dispnea, ● Puasakan hingga bebas nyeri
bradikardi, takikardia, batuk, ● Pertahankan tirah baring minimal 12
paroxysmal nocturnal jam
menurun. ● Berikan terapi relaksasi untuk
● Tekanan darah,capillary refill mengurangi ansiets dan stres
time (CRT),central venous ● Sediakan lingkungan yang kondusif
pressure (CVP)membaik. untuk beristirahat dan pemulihan
● Siapkan menjalani intervensi koroner
perkutan, jika perlu
● Berikan dukungan emosional dan
spiritual.
Intoleransi Aktivitas b/d Setelah dilakukan Asuhan ● Identifkasi gangguan fungsi tubuh
Ketidakseimbangan antara keperawatan 1X24 jam diharapkan : yang mengakibatkan kelelahan
● Monitor kelelahan fisik dan
suplai dan kebutuhan emosional
oksigen ● Monitor pola dan jam tidur
● Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
● Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus seperti cahaya, suara,
dan kunjungan
● Lakukan rentang gerak pasif dan/atau
aktif
● Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
● Identifikasi deficit tingkat aktivitas
● Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
● Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang diinginkan
● Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
● Monitor respon emosional, fisik,
social, dan spiritual terhadap aktivitas
● Fasilitasi fokus pada kemampuan,
bukan defisit yang dialami
● Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
● Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
● Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.
ambulansi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan

J. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respons klien
kearah pencapaian tujuan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai
dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan.
Daftar Pustaka
Ariyanto & Putri, Novi. (2019). Laporan Studi Kasus Pada Pasien Dengan Sindrom
Koroner Akut Di Ruang ICCU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sekolah Tinggi
Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Klaten.
http://repository.stikesmukla.ac.id/id/eprint/890 Aspiani, Reni Yuli. (2017). Buku Ajar
Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler Aplikasi NIC dan NOC. Jakarta: EGC.
Chanif & Dewi, Prastika. (2019). Position of Fowler and Semi-fowler to Reduce of
Shortness of Breath (Dyspnea) Level While Undergoing Nebulizer Therapy. South
East Asia Nursing Research. University of Muhammadiyah Semarang.
https://scholar.archive.org/work/g6lcubslgzhujdws7qqludbudu/access/w
ayback/https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/SEANR/article/download/ 4809/pdf
Deriyono, Y.R.P. (2017). Pengaruh ROM Pasif Ektermitas terhadap Waktu Pulih
Sadar Pasien dengan General Anestesi Post Operasi Elektif di RS PKU
Muhamadiyah Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Terapan, 3 (2)
http://ojs.poltekkes-malang.ac.id/index.php/JKT/article/view/155 Erita, Mahendra,
Donni., & Adventus. (2018). Buku Petunjuk Praktikum Keperawatan Gawat Darurat
Lanjutan 1. Prodi Diploma Tiga Keperawatan Fakultas Vokasi UKI. BPP.UKI
:ES-036-KGDMB-PKIV-2018.

Anda mungkin juga menyukai