Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ATRIAL FIBRILASI RSUD GENTENG


Disusun untuk memenuhi tugas Praktek Lab Klinik Keperawatan (PLKK) pada program
Studi S1 Keperawatan STIKES Banyuwangi

Disusun Oleh :
RISKI NURAINI
NIM : 2017.02.034

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2021
ANATOMI JANTUNG
1. Lokasi
Jantung merupakan organ vital tubuh yang berfungsi memompa darah keseluruh tubuh untuk
membawa oksigen dan bahan pokok yang dibutuhkan sel untuk kelangsungan hidupnya. Besar jantung
diperkirakan sebsar genggaman tangan seseorang yang terletak di sebelah kiri garis tengah tubuh, superior
dari permukaan diagfrakma, anterior kolumna vertebralis dan posterior dari sternum. (Dharma,2012)

Gambar 1. Letak Jantung dalam rongga dada

2. Perikardium
Perikardium merupakan selaput pembungkus jantung terdiri dari bagian luar atau superfisial
tersusun atas jaringan fibrous. Bagian dalam terdiri dari dua lapis yaitu lapisan paritalis dan viseralis yang
diisi oleh cairan perikard.

Gambar 2. Susunan Perikardium

3. Dinding
Dinding jantung dibangun oleh tiga struktur, epikardium, miokardium dan endokardium.
Epikardium merupakan lapisan luar atau bagian veseralis dari perikardium. Miokardium merupakan
bagian utama penyusun dinding jantung tersusun dari otot jantung dengan struktur menyerupai otot lurik,
namun berbeda dari sifat kerjanya yang involunter dan memiliki intercalated discs. Bagian paling dalam
dari dinding tersusun dari endotel dengan permukaan halus yang besentuhan langsung dengan darah.

Gambar 3. Susunan dinding Jantung


4. Ruang
Ruang jantung terdiri atas empat ruang, dua atrium yaitu kanan dan kiri dan dua ventrikel kanan
dan kiri. Ventrikel kiri lebih tebal dari ventrikel kanan dan banyak didapatkan trabekula. Antar atrium
dipisahkan oleh sekat begitu juga antar ventrikel. Atrium kiri dan ventrikel kiri membawah darah kaya
oksigen sedangkan atrium kanan dan ventrikel kanan membawah darah banyak karbondioksida.

Gambar 4. Ruang Jantung

5. Pembuluh darah
Jantung mendapatkan vaskularisasi dari arteri koronaria kanan dan kiri. Arteri koronaria kanan
mensuplai darah ke atrium kanan, ventrikel kanan dan bagian inferior. Arteri koronaria kiri terdiri dari
pangkal (left main). Left anterior decending (LAD) dan Circumflex.(LCx). LAD mensuplai darah ke
bagian depan ventrikel kiri sedangak LCx mensuplai darah ke bagian lateral atas ventrikel kiri.

FISIOLOGI JANTUNG
Jantung menjalankan fungsinya sebagai pompa melibatkan banyak struktur yang terkandung di
dalamnya, meliputi sistem konduksi, potensial aksi dan katup. Ketiganya
bekerja sinergis dan terkordinasi baik untuk menghasikan suatu aktifitas mekanik sebagai pompa.
1. Sistem konduksi
Sietem konduksi meliputi sinoatrial node, atrioventricular node, berkas his, cabang berkas kiri dan
kanan serta serabut purkiye. SA node sebagai generator tertinggi yang setiap saat menghasilkan impuls,
impuls dari SA node mengalami penyaringan di AV node sehingga tidak semua impuls bisa masuk ke
ventrikel. Impuls selanjutnya menyebar ke ventrikel kanan melalui cabang berkas kanan dan ke ventrikel
kiri melalui cabang berkas kiri dan berakhir di serabut purkiye.
2. Potensial aksi
Sistem konduksi dihasilkan oleh suatu sel yang besifat autoritmis. Se-sel ini mampu menginisiasi
potensial aksi dan sekaligus mampu berfungsi sebagai pacemaker. Dalam mencetuskan potensial aksi sel
ini melibatkan influk calsium sehingga terjadi pergerakan ion lain sehingga menimbulkan ketidakstabilan
membram sel yang membuahkan aktifitas potensial.

Gambar 7. Mekanisme Potensial aksi Jantung


3. Siklus Jantung
Siklus jantung terdiri dari sistole atrium dan ventrikel, diastole atrium dan ventrikel. Diantara fase
sistole dan diatole terdapat fase kontraksi dan relaksasi tanpa ada perubahan volume yang kita kenal fase
isovolumic relaksation dan isovolumic contraction. Aktifitas listrik jantung yang ditimbulkan oleh
potensial aksi akan tercatatat dalam elektrokardiogram. Aktifitas listrik akan diikuti aktifitas mekanik
sehingga dihasilkan stroke volume maupun cardiac output

Gambar 8. Siklus Jantung

Stroke volume adalah volume darah yang dikeluarkan oleh oleh jantung sekali kontraksi, sedangkan
cardiac output merupakan perkalian antara stroke volume dengan heart rate.
Konsep Penyakit

A. DEFINISI ATRIAL FIBRILASI (AF)

Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium berdenyut dengan
kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel menjadi ireguler dan
mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel
tidak secara total bergantung pada kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran
darah yang masuk dan keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi
peningkatan kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).
Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium, menyebabkan
depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi. Sentakan fokus ektopik
pada struktur vena yang dekat dengan atrium (biasanya vena pulmonal) merupakan
penyebab tertinggi (Dharma, 2012).
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas listrik
jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus menerus
menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi ireguler. Atrial
fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan umumnya terjadi pada usia di atas 50
tahun (Berry and Padgett, 2012).

B.ETIOLOGI ATRIAL FIBRILASI (AF)

1. Penyebab penyakit kardiovaskuler (Dharma, 2012).


a. Penyakit jantung iskemik
b. Hipertensi kronis
c. Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d. Perikarditis
e. Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
f. Tumor intracardiac
2. Penyebab non kardiovaskuler
a. Kelainan metabolik :
- Tiroksikosis
- Alkohol akut/kronis
b. Penyakit pada paru
- Emboli paru
- Pneumonia

- PPOM
- Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik
3. Faktor resiko
Faktor usia berpengaruh terhadap atrial fibrilasi karena dengan bertambahnya umur maka
semakin tinggi resiko terjadinya atrial fibrilasi. Usia merupakan salah satu faktor terkuat dalam
kejadian atrial fibrilasi. Sebuah studi di Framingham menyebutkan bahwa meningkatnya
kejadian atrial fibrilasi pada beberapa kondisi yaitu usia di atas 50 tahun. Selain itu, untuk
mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian atrial fibrilasi tersebut harus dicari
kondisi yang berhubungan dengan kelainan jantung maupun kelainan di luar jantung.
C.KLASIFIKASI
Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa hal diantaranya
berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi, berdasarkan ada tidaknya
penyakit lain yang mendasari, dan terakhir berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa
kepustakaan tertulis ada beberapa sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah
dikemukakan (Dharma, 2012). seperti:
1.Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
a. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali
permenit.
b. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60
kali permenit.
c. Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali
permenit.
2.Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat diklasifikasikan
menjadi :
a.AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark miokard
akut).
b. AF dengan hemodinamik stabil.
3.Klasifikasi menurut AmericanHeartAssociation(AHA), atrialfibriasi (AF)
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a.AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya
dan baru pertama kali terdeteksi.
b.AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih kurang
50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam
waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48 jam juga
disebut AF Paroksimal.
c.AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari.
Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.

d.AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari. Biasanya
dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke irama sinus (resisten).
D.PATOFISIOLOGI
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding atrium
diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan pencetus AF.Daerah ini
dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron, namun pada regangan akut
dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan timbulnya after-depolarisation
lambat dan aktifitas triggered. Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan
menyebabkan inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of
reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak
tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang
banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang rendah (microreentrant
tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium yang merupakan suatu lingkaran
reentry yang makro dan tunggal di dalam atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan muskular dari
vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya lingkaran sirkuit
reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan terhambatnya konduksi akan
memfasilitasi terjadinya reentry.Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi
remodeling listrik (electrical remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen.
Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya
perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.Atrium tidak adekuat memompa darah
selama AF berlangsung. Walaupun demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui
atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak
20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi
ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan
fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung.
Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari
biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi
sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Terjadi penurunan
atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan
terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan resiko terjadinya stroke emboli dan
gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin
juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan- kelainan tersebut
adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D- dimer, dan
fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal
ini dipengaruhi oleh lamanya AF.(Dharma,2012)
E.PATHWAY

Faktor usia, obat-obatan Kardiomiopati, Pericarditis, miocarditis


(alkohol), keturunan tumor intracardiac

Su
p la Kelaianan katup atrium
iO
2
ot
ak
Sin m
ko en Resistensi atrium dextra
AD p nu
L ru
m n
en
u ru
n
Palpitasi
Re
na
l fl Sesak nafas Vo
ow Pe l.
m n At
en go riu pola nafas tidak efektif
ur so m
un ng m
an en
At at in
Ta riu gk
ch ria at
i ca l m
fib in Suplai darah jaringan menuru
rd ad
Pe i s flowrilvelocities
Atrial a menurun
ek
ng up si ua
is i ra (A
an ve F) t
RAA meningkat da n tri Suplai darah jaringan menuru
ra Trombus ke atrium sinistra
h ld
ke ex
Aldesteron meningkat pa tra Metabolisme anaerob
ru
-p
Disfungsiar ventrikel sinistra
u
ADH meningkat Asidosis metabolik
Penurunan curah jantung
Retensi Na++ H2o Penimbunan asam laktat da
ATP menurun

Hipervolemia
fatigue

Intoleransi aktivitas
F.MANIFESTASI KLINIS
4. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar” dalam
dada).
5. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
6. Sesak napas/dispnea.
7. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat peningkatan laju
ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
8. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.

Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National Collaborating


Center for Chronic Condition, 2010). Trombus dapat terbentuk dalam rongga atrium kiri
atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis
darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak
dan ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya serangan
stroke (Philip and Jeremy, 2010).

G.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan
darah, dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat
gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya
penyakit katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow
ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial fibrilasi normo
ventricular respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit disebut atrial fibrilasi
rapid ventricular respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan
kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.

H.PENATALAKSANAAN
AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan pada kontrol
aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang persisten, terkadang kita
dihadapkan pada dilema apakah mencoba mengembalikan ke irama sinus (rhytm control)
atau hanya mengendalikan laju denyut ventrikular (rate control) saja.Terdapat 3 kategori
tujuan perawatan AF yaitu :
7. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli
8. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
9. Memperbaiki irama yang tidak teratur.

Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS Harapan


Kita Edisi III 2009, yaitu:

1. Farmakologi
a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama sinus / irama
jantung yang normal.Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine, disopiramide dan
propafenon). Untuk gol.III dapat diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi
dengan kardioversi dengan DC shock.
b. Rate control.Rate control bertujuan untuk mengembalikan / menurunkan
frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node
seperti :digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta
(β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat
dipakai untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli.Tanpa melihat pola dan
strategi pengobatan AF yang digunakan, pasien harus
mendapatkan anti- koagulan untuk mencegah
terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai
kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan
antipletelet.
2. Non-farmakologi
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock
dapat dilakukan pada setiap AF paroksismal dan AF
persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya penyakit
yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu. Bilamana
AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan
antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi
dan selama 3 minggu setelah kardioversi untuk
mencegah terjadinya stroke akibat emboli. Konversi
dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila
sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus
dengan transesofageal ekhokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa
tahun belakangan ini beberapa pabrik pacu jantung
(pacemaker) membuat alat pacu jantung yang khusus
dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian menunjukkan
bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber),
terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan
pemasangan pacu jantung kamar tunggal (single
chamber).
c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara
bedah (MAZE procedure) dan transkateter.Ablasi
transkateter difokuskan pada vena-vena pulmonalis
sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV
dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus
pemasangan pacu jantung permanen.

I. KOMPLIKASI
1. Cardiac arrest / gagal jantung
2. Stroke
3. Demensia

Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien atrial fibrilasi adalah sesak nafas
2. Riwayat penyakit saat ini
Pengajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan engan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya
enderita hipertensi, diabetes mellitus. Tanyakan mengenai obat obatan
yang di minum klien pada masalalu dan masih relevan pada kondisi saat
ini.
4. Riwayat Keluarga
Perawat menyakan penyakit yang peernah dialami keluarga anggota
keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab
kematiannya.
5. Pengkajian psikososial
Perubahan intergritas ego didapakan klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat. Kondisi ini ditandai dengan sikap cemas,
menolak, menyangkal, gelisah.
6. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum kesadaran klien atrial fibrilasi biasanya
kompos mentis
a. Keadaan umum
B1 (breathing)
1. Kongesti Vaskular Pulmonal
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dispnea,
ortopnea,dispnea noktural paroksimal, batuk, dan edema pulmonal
akut.
2. Dispnea
Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat. Terkadang
klien mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan, yang
disebabkan oleh dispnea.
3. Ortopnea
Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena
dispnea bila klien menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan tiga
bantal saat tidur.
4. Batuk
Gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronkial dan
berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.
B2 (Blood)
1. Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan
adanya edema ekstermitas
2. Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
3. Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurunkan akibat penurunan volume sekucup.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila
penyebab gagal jantung adalah kelainan katup
4. Kulit dingin
Kulit klien tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer
mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi
meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
5. Perubahan nadi.
Penurunan yang bemakna dari curah sekuncup dan adanya vasokonstriksi
perifer mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan
diastolik), sehingga menghasilkan denyut yang lemah atau theready pulse.
B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya samnolen, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan dengan intake
cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda
awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstermitas menandakan
adanya retensi cairan yang parah.
B5 (Bowel)
1) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka
tekanan dalam pembuluh portal meningkat, sehingga cairan terdorong
keluar rongga abdomen, yaitu suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafargma dan distress pernapasan.
2) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran
vena dan statis vena di dalam rongga abdomen.
B6 (Bone)
Mudah lelah
Klien dengan hpotensi akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah
jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan
suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil
katabolisme.

B. Diagnosa keperawatan (SDKI)


1. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
2. Penurunan curah jantung (D.0008)
3. Intoleransi aktivitas (D.0056)
4. Hipervolemia (D.0022)

C. Intervensi keperawatan (SIKI)


1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (mis: nyeri saat
bernafas)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola
nafas membaik.
Kriteria hasil:
(pola nafas L.01004)
1. Frekuensi nafas dalam rentang normal
2. Tidak ada pengguanaan otot bantu pernafasan
3. Pasien tidak menunjukkan tanda dipsnea
Intervensi :
(Pemantauan Respirasi I.01014)
Observasi:
- Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya nafas
- Monitor pola nafas
- Monitor saturasi oksigen
Terapeutik:
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
- Informasikan hasil pemantauan,jika perlu
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan curah
jantung meningkat.
Kriteria hasil:
(curah jantung L.02008)
1.Tanda vital dalam rentang normal
2.Kekuatan nadi perifer meningkat
3. Tidak ada edema
Intervensi :
(Perawatan jantung I.02075)
Observasi:
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor tekanan darah,jika perlu
- Monitor beratbadan setiap hari pada waktu yang sama
Terapeutik:
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress,jika perlu
- Posisikan pasien semi fowler atau fowler
Edukasi :
- Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antiaritmia,jika perlu

3. .Intoleransi aktifitas b.d kelemahan


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi
aktifitas meningkat.
Kriteria hasil :
Toleransi aktivitas (L.05047)
1. kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari meningkat
2.Pasien Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan
3.Pasien mangatakan dipsnea saat dan/atau setelah aktifitas
menurun
Intervensi:
Observasi:
(Manajemen energi I.050178)
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik:
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis:
cahaya, suara, kunjungan)
Edukasi:
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.
4. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan
cairan meningkat.
Kriterian hasil :
(keseimbangan cairan L. 03020)
1.Terbebas dari edema
2.keluaran urin meningkat
3. Mampu mengontrol asupan cairan
Intervensi:
(Manajemen hipervolemia I.03114)
Observasi:
- Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis: ortopnes,dipsnea,edema,
JVP/CVP meningkat,suara nafas tambahan)
- monitor input dan output cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik

LEMBAR KONSUL
No Hari / Revisi paraf
. tanggal
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2010. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC

Dharma, Surya. 2012.Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta : EGC

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI. Jakarta
Selatan.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI. Jakarta
Selatan.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI. Jakarta
Selatan.

Anda mungkin juga menyukai