Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ATRIAL FIBRILASI DI RUANG ICCU RSD DR.SOEBANDI KABUPATEN


JEMBER

Disusun guna untuk memenuhi tugas akhir stase Keperawatan Gadar pada program
pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

Erika Nurul Hasanah


2201031050

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Fisiologi Jantung

Gambar 1. Anatomi Jantung

Jantung merupakan organ yang memiliki fungsi mengalirkan darah yang


mengandung oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan dan organ tubuh dalam
proses metabolisme (Ramli dan Karani, 2018). Jantung terletak di rongga
toraks sekitar garis tengah antara sternum dan tulang punggung (vetebra).
Menurut Ramli dan Karani (2018) bagian depan diatasi oleh sternum dan
costae 3, 4, dan 5. Jantung terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan
apex cordis berada paling depan dalam rongga thorax. Dinding jantung
terbagi menjadi 3 lapisan yaitu pericardium, miokardium dan endocardium.
Jantung terdiri dari 4 ruang. Adapun pembagian ruang jantung meliputi :
atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri dan ventrikel kiri. Atrium berfungsi
untuk menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke
ruang di bawahnya, sedangkan ventrikel memompa darah dari jantung
(Hopkins, 2019)

Gambar 2. Anatomi Arteri Koroner

Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah pada jantung.


Seperti semua jaringan lain dalam tubuh, otot jantung membutuhkan nutrisi
dan oksigen yang paten untuk dapat berfungsi optimal (Hopkins, 2019).
Percabangan yang berasal dari cabang aorta asendens anterior merupakan
asal arteri koroner kanan, dan percabangan sinus aorta posterior kiri
merupakan asal arteri koroner kiri (Badshah dkk., 2015). Pembulu arteri
coroner ini terletak tepat pada lapisan sebelah dalam terhadap epikadium di
permukaan jantung. Bagian pericardium dan miokardium jantung menerima
perdarahan dari dua macam arteri coroner diatas. Sedangkan bagian
endocardium menerima pasokan dari kontak lansung dengan darah pada
ruang jantung (Tao dan Kendall, 2015)

2. Sistem Sirkulasi
Sistem kardiovaskular terdiri dari dua loop utama, sirkulasi sistemik, dan
sirkulasi paru. Tujuan dari sistem kardiovaskular adalah untuk memberikan
sirkulasi darah yang cukup ke seluruh tubuh. Sirkulasi paru memungkinkan
oksigenasi darah, dan sirkulasi sistemik menyediakan darah dan nutrisi yang
mengandung oksigen untuk mencapai seluruh tubuh (Oberman dan
Bhardwaj, 2020).

Gambar 3. Sistem Sirkulasi

Peredaran darah kecil atau sirkulasi paru merupakan peredaran darah yang
berputar dari jantung dan paru. Sedangkan peredaran darah besar atau
sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh
kembali ke jantung. Peredaran darah dimulai dari darah kotor yang diterima
jantung masuk ke atrium dekstra melalui vena cava superior dan inferior.
Darah selanjutnya masuk melalui katup trikuspidalis ke dalam ventrikel
dekstra dan pada akhirnya diejeksi ventrikel dekstra untuk masuk ke paru-
paru melalui katup pulmonic semilunar dan arteri pulmonal menuju paru-
paru. Ketika berada di paru-paru terjadi proses difusi pertukaran oksigen dan
karbon dioksida secara kompleks yang pada akhirnya darah akan lebih
banyak mengandung oksigenketika berada di paru-paru terjadi proses difusi
kompleks yang melibatkan pertukaran oksigen dan karbondioksida secara
kompleks yang pada akhirnya darah akan lebih banyak mengandung oksigen.
Setelah proses tersebut selesai, darah selanjutnya akan dialirkan melalui vena
pulmonalis dan masuk ke atrium sinistra. Darah akan masuk ke ventrikel
sinistra melalui katup mitral dan selanjutnya diejek sikan ventrikel kiri
menuju katup aorta semi lunar dan melalui aorta diteruskan ke arteri dan
arteriola keseluruh tubuh. Pada akhirnya darah akan kembali ke jantung
melalui pembuluh vena seluruh tubuh kembali ke vena cava (Oberman dan
Bhardwaj, 2020).

B. Definisi
EKG Normal

Aktivitas jantung listrik yang normal artinya jantung berfungsi secara


fisiologis, menjalankan fungsinya sebagai pemompa "darah bersih" ke
seluruh tubuh, dan memompa "darah kotor" ke paru-paru untuk
dibersihkan. Artinya juga, aktivitas jantung listrik yang normal adalah pola
yang sama yang didapatkan hampir lebih dari 90% hasil EKG pasien yang
sehat, tanpa keluhan penyakit jantung.

ada 5 komponen dasar yang harus dimiliki sebuah gambaran EKG yang normal
- Gelombang P. Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil dan merupakan
hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri. Kelainan pada atrium akan
menyebabkan kelainan pada gelombang ini.
- Segmen PR. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan
gelombang P dan gelombang QRS. Menggambarkan aktivitas listrik dari atrium
ke ventrikel. Gangguan konduksi dari atrium ke ventrikel akan menyebabkan
perubahan pada segmen PR.
- Gelombang Kompleks QRS. Gelombang kompleks QRS ialah suatu kelompok
gelombang yang merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
Gelombang kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang
merupakan gelombang ke bawah yang pertama, gelombang R yang merupakan
gelombang ke atas yang pertama, dan gelombang S yang merupakan gelombang
ke bawah pertama setelah gelombang R.
- Gelombang ST. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan
kompleks QRS dan gelombang T.
- Gelombang T. Gelombang T merupakan potensial repolarisasi ventrikel kanan
dan kiri.

Atrium fibrilasi adalah jenis aritmia jantung yang paling umum. Atrial
fibrilasi (AF) merupakan gangguan yang terjadi pada ritme jantung ditandai
dengan irama ventrikel denyut jantung yang irregular dan basis osilasi
beramplitudo rendah dalam hal ini gelombang f atau fibrilassi (Andrianto,
2020). AF sendiri terjadi akibat aktivitas listrik abnormal di dalam atrium
jantung, menyebabkannya fibrilasi. Hal inia ditandai sebagai takiaritmia, yang
berarti detak jantung seringkali cepat (Amin dkk., 2016).

Gambar 3. Atrial Fibrilasi

Menurut (Camm dkk., 2010)pada gambaran EKG atrium fibrilasi


umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. EKG permukaan menunjukkan pola inerval RR yang irregular
2. Tidak adanya gelombang P yang jelas pada EKG, kadnag dapat dilihat
aktivitas atrium yang irregular pada beberapa sedapan EKG dan yang
paling sering pada
sedapan V1
3. Interval diantara dua gelombang aktivasi atrium biasanya bervariasi, dan
umumnya memiliki kecepatan lebih dari 450 x/menit.

C. Etiologi
Ada banyak penyebab atrium fibrilasi (AF), tetapi memiliki hubungan
yang kuat dengan penyakit kardiovaskular lainnya. Penyebab yang sering
ditemui meliputi (Mohanty dkk., 2018; Peters dan Woodward, 2019):
1. Usia lanjut
2. Penyakit jantung bawaan
3. Penyakit jantung seperti penyakit katup jantung, penyakit arteri koroner,
penyakit jantung struktural, iskemia atrium
4. Peningkatan konsumsi alkohol
5. Hipertensi pada srikulasi baik sistemik atau paru
6. Gangguan endokrin seperti diabetes, pheochromocytoma, dan
hipertiroidisme
7. Faktor genetik
8. Gangguan neurologis akibat perdarahan subarachnoid atau stroke
9. Stres hemodinamik karena penyakit katup mitral atau trikuspid, disfungsi
ventrikel kiri, emboli paru
10. Apnea tidur obstruktif
11. Peradangan seperti miokarditis, dan perikarditis
12. Kondisi apa pun yang menyebabkan peradangan, stres, kerusakan, atau
iskemia yang mempengaruhi anatomi jantung dapat menyebabkan
perkembangan atrium fibrilasi. Dalam beberapa kasus, penyebabnya
adalah iatrogenik.
D. Patofisiologi
Ada berbagai macam mekanisme patofisiologis yang berperan dalam
perkembangan atrium fibrilasi (AF) sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya yakni meliputi usia lanjut, kelainan kongenital, kelainan katup,
iskemia atrium, infeksi dan penggunaan obat-obatan (Mohanty dkk., 2018;
Peters dan Woodward, 2019). Selanjutnya akan berdampak pada remodeling
jantung, terutama atrium, menghasilkan perubahan struktural dan elektrik
yang akhirnya menjadi penyebab irama yang kacau pada AF. Renovasi
struktural disebabkan oleh perubahan miosit dan matriks ekstraseluler, dan
deposisi jaringan fibrosa juga memainkan peran utama dalam beberapa
etiologi. Di sisi lain, takikardia dan pemendekan periode refraktori
menyebabkan renovasi listrik (Nesheiwat dkk., 2020).
Masalah karena proses perubahan atrium menyebabkan adanya gangguan
irama, frekwensi, konduksi, dan kontraktilitas yang pada akhirnya disebut
fibrilasi. Fibriblasi atrium menyebabkan pengosongan atrium mengalami
gangguan dan cenderung menurun. AF selanjutnya mengembangkan adanya
takikardia supraventrikel dextra sehingga mengakibatkan pengisian darah ke
paru-paru menurun. Masalah pertama yang dimungkinkan muncul yakni
adanya takikardia supraventrikel dextra adalah peningkatan tekanan atrium
sinistra sehingga tekanan vena pulmonalis meningkat yang berdampak pada
hipertensi kapiler paru yang menyebabkan edema paru. Kondisi edema pada
paru berpotensi mengambat difusi gasa darah sehingga memunculkan
masalah gangguan pertukaran gas (Robert dkk., 2018).
Fibilasi pada atrium berdampak pada turunya stroke volume baik pada
sirkulasi pulmonal dan sistemik. Pada sirkulasi sistemik penurunan volume
darah dalam membawa nutrisi dan oksigen tidak adekuat yang berdampak
pada rendahnya produksi ATP sebagai energi. Kurangnya oksigen baik
karena volume darah berkurang dan gangguan pertukaran gas menyebabkan
pasien mengalami penurunan metabolisme termasuk menyebabkan kondisi
sinkop sehingga pasien mengalami kemampuan mentolerir aktivitas. Aliran
darah sistemik yang rendah dapat berakibat pula pada laju filtrasi ginjal
sehingga pasien berisiko mengalami retensi natrium dan air karena respon
sistem renin agiostensi-aldosteron yang meningkat sehingga menyebabkan
kondisi hiperovolemia (Nesheiwat dkk., 2020).

E. Klasifikasi
Klasifikasi atrium fibrilasi berdasar dari onsetnya sebagai berikut ini
(Nesheiwat dkk., 2020):
1. Atrium Fibrilasi Paroksismal adalah saat episode berhenti secara spontan
atau dengan pengobatan dalam 7 hari. Tetapi dapat mungkin berulang
dengan frekuensi yang tidak dapat diprediksi
2. Atrium Fibrilasi Persisten adalah ketika AF berlanjut dan berlangsung
selama lebih dari 7 hari, dan gagal berhenti secara spontan.
3. Atrium Fibrilasi Presisten Lama adalah saat atrium fibrilasi berkelanjutan
berlangsung lebih dari 12 bulan
4. Atrium Fibrilasi Permanen adalah saat atrium fibrilasi diterima dan tidak
ada perawatan lebih lanjut yang diupayakan untuk memulihkan atau
mempertahankan ritme sinus normal
5. Atrium Fibrilasi Non-katup terjadi tanpa adanya penyakit katup mitral
rematik, perbaikan katup mitral, atau katup jantung prostetik.

Atrial Fibrilasi dapat diklasifikasikan dari frekwensi nadi. Hal ini


dihubungkan dengan frekwensi nadi diinduksi dari aktivitas laju ventrikel
jantung. Berikut ini klasfifikasi atrium fibrilasi dari nadi laju ventrikel
(PERKI, 2014):
1. Atrium fibrilasi respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih
dari 100 kali permenit
2. Atrium fibrilasi respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel
lebih kurang dari 60 kali permenit
3. Atrium fibilasi respon normal (normo response) dimana laju ventrikel
antara 60-100 kali permenit.
F. Manifestasi Klinis
Atrial Fibrilasi dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala
AF sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya
AF, penyakit yang mendasarinya. Atrium fibrilasi (AF) biasanya
menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini
terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya
dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Atrial fibrilasi sering
tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan penderita mengalami palpitasi
(perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat atau "berdebar" dalam
dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak napas,
cepat lelah, laju denyut jantung meningkat, intoleransi terhadap olahraga,
sinkop atau gejala tromboemboli, atau dapat disertai gejala-gejala gagal
jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas), terutama jika
denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160 denyutan/menit) (PERKI,
2014)

Berikut ini bentuk gejala-gejala yang mungkin dirasakan pasien dengan


atrial fibrilasi. Namun, Gejala ini bisa datang dan pergi berdasarkan tingkat
keparahan kondisi (Whitworth, 2019)
1. Jantung berdebar-debar
2. Nyeri dada
3. Kelelahan
4. Sesak napas
5. Kelemahan
6. Pusing
7. Pusing
8. Pingsan
9. Kebingungan
10. Intoleransi terhadap olahraga
Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan
organ tubuh lainnya yang berkaitan dengan emboli systemic. AF dapat
mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner.
Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF akan menurunkan
curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada
pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (Sudoyo dkk., 2007)

G. Komplikasi
Komplikasi utama dari atrium fibrilasi adalah stroke. Kecelakaan
pembuluh darah serebral (CVA) dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang parah. Risiko CVA dapat dikurangi secara signifikan dengan
antikoagulasi dengan terapi ritme / laju tambahan. Komplikasi lain termasuk
penyakit jantung dan gagal jantung sekunder (Brieger dkk., 2018).
H. Clinical Pathway

Usia lanjut, kelainan kongenital, Kelainan


herediter katup, iskemia atrium, hipertensic
Infeksi : miokarditis; pericarditis
Obat-obatan, alkohol

Suplai O2 otak menurun Perubahan irama, frekwensi, konduksi, kontraktilitas


Tekanan atrium sinistra meningkat

Sinkop
Gangguan pengosongan atrium Tekanan vena pulmonalis meningkat

Kemampuan aktivitas menurun

Atrium Fibrilasi (AF) Hipertensi kapiler paru

Intoleransi Aktivitas
Takikardia supraventrikel dextra Edema paru

Gangguan Pertukaran Gas


Pengisian
Penurunan darah balik ke jantung dan aliran darah ke paru menurun
sistemik

Penurunan atrial flow atrium sinistraSuplai darah jaringan menurun


Penurunan renal flow

RAA meningkat Metabolisme


Penurunan volume
darah dan fibrilasi anaerob
atrium sinistra
Aldosteron meningkat
Asidosis metabolik
Penurunan stroke
ADH meningkat
volume
Penimbunan asam
laktat dan produksi
Retensi natrium dan air ATP menurun
Penurunan Curah
Jantung
Hipervolemia Intoleransi
Aktivitas
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kejadian
atrial fibrilasi yaitu (Brieger dkk., 2018) :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, ureum,
kreatinin serum untuk menunjukkan apakah pasien menderita gangguan
elektrolit atau gagal ginjal. Pemeriksaan enzim jantung seperti CKMB
dan atau troponin. Dari pemeriksaan ini dapat ditemukan tanda-tanda
infark miokard sebagai pencetus AF. Pemeriksaan D-dimer (bila pasien
memiliki risiko emboli paru). Pemeriksaan Fungsi tiroid untuk melihat
apakah pasien memiliki gangguan tiroid seperti tirotoksikosis.
Pemeriksaan kadar digoksin untuk mengevaluasi level subterapeutik dan
atau toksisitas (Yuniadi dkk., 2014)
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pada penderita atrial fibrilasi gambaran EKG umum nya sebagai berikut:
1) Pola interval RR yang irreguler.
2) Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas. Gelombang P menjadi
fibrilasi
a. dengan amplitudo, bentuk dan durasi yang bervariasi, hal ini
berhubungan dengan respon ventrikel yang irregulerdan cepat pada
sistem konduksi AV yang utuh. Dan paling sering terjadi pada
sadapan V1.
3) Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang
melebihi 160- 170x/menit.
3. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan adalah foto toraks,
uji latih atau uji berjalan enam menit, ekokardiografi, Computed
Tomography (CT) scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI),
monitor holter atau event recording, studi elektrofisiologi (Yuniadi dkk.,
2014)
J. Penatalaksanaan Medis
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol
ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi
merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF.
Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang
berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut
jantung (Dinarti dan Suciadi, 2009).
Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi
(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion). Kontrol irama atau kardioversi mengacu pada upaya untuk
mempertahankan irama sinus dalam waktu panjang. Agen farmakologik yang
Merupakan rekomendasi kelas 1 sebagai kontrol irama jantung sesuai
dengan Guidelines of the American College of Cardiology, American Heart
Association and European Society of Cardiology 2006 (ACC/AHA/ESC
2006) adalah flecainide, dofetilide, propafenone, dan ibutilide. Sedangkan
amiodaron, agen anti-aritmia yang paling umum digunakan, dimasukkanke
dalam kelas 2A. Sebaiknya kardioversi farmakologik dimulai kurang dari 7
hari setelah onset atrium fibrilasi agarefektivitasnya lebih baik (Dinarti dan
Suciadi, 2009) Terapi antitrombotik yang digunakan untuk mencegahan
stroke pada pasien atrial fibrilasi meliputi antikoagulan antagonis vitamin k
yaitu warfarin dan coumadin dan antikoagulan baru yaitu dabigatran etexilate,
rivaroxaban, apixaban juga menggunakan antiplatelet. Jenis antitrombolitik
tidak digunakan untuk pencegahan stroke pada pasien ATRIAL
FIBRILASI.Pemberian terapi digoxin, dimana obat ini bekerja untuk
membuat irama jantung kembali normal dan memperkuat jantung dalam
memompa darah keseluruh tubuh. Obat ini berbentuk suntik dan tablet
(Yuniadi dkk., 2014
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada pasien dengan
kasus trauma servikal adalah sebagai berikut :
a. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
alamat, golongan darah, pendidikan, pekerjaan, hubungan pasien dengan
penanggung jawab, dll.
b. Status Kesehatan Saat Ini
Pasien datang dengan keluhan jantung berdebar-debar, mudah lelah saat
aktivitas fisik, dan pusing.
c. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pasien mengatakan jantung terasa berdebar-debar, mudah lelah saat
aktivitas fisik, dan pusing
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Haruslah diketahui penyakit atau masalah kesehatan yang pernah dialami
pasien sebelumnya baik yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler
maupun penyakit sistem sistemik lainnya (penyakit kronis). Hal ini
sebagai data dasar dalam memberikan terapi pada pasien dan dapat
mempengaruhi prognosa pasien.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah anggota keluarga/generasi sebelumnya yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien dan/atau penyakit menular. Riwayat kesehatan
tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-
data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa pasien.
f. Pola aktivitas/istirahat
Pada pasien ini terjadi keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan
yang berlebihan. Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah
dan denyut jantung saat beraktivitas
g. Pola eliminasi
Luaran urin biasanya mengalami penurunan jika terjadi penurunan curah
jantung yang berat
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan napas dan saturasi
oksigen sangan penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan
kendali laju yang adekuat pada ATRIAL FIBRILASI. Pada
pemeriksaan fisik, denyut nadi umumnya irregular dan cepat sekitar
110-140 x/menit, pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat
jantung (digitalis) dapat mengalami brakikardi
2) Kepala dan leher
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,
pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis.
Bruit pada arteri karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan
kemungkinan adanya komorbiditas penyakit jantung koroner.
3) Thoraks dan Dada
- Jantung pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan
fisik pada pasien dengan atrial fibrilasi. Palpasi dan auskultasi yang
menyeluruh sangat penting untuk mengevaluasi penyakit katup
atau kardiomiopati. Pergeseran pinctum maximum atau adanya
bunti jantung tambahan (S3) mengindikasikan pembesaran
ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2)
yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi pulmonal.
Pulsus defisit, dimana terdapat istilah jumlah nadi yang teraba
dengan auskultasi jantung dapat ditemukan pada pasien dengan
atrial fibrilasi.
- Paru Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal
jantung (misalnya ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan
ekspirasi mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang
mungkin mendasari terjadinya ATRIAL FIBRILASI (misalnya
PPOK, asma)
4) Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba
mengencang dapat mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit
hati intrinsik. Nyeri kuadran kiri atas, mungkin disebabkan infark
limpa akibat embili perifer
5) Sistem neurosensori
Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian
serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien dengan
ATRIAL FIBRILASI. Peningkatan reflek dapat ditemukan pada
hipertiroidisme.
6) Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari
tabu atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin
mengindikasikan embolisaasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat
mengindikasikan penyakit aterial perifer atau penurunan curah jantung
i. Data sosial
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan
orangorang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan
peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya
setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
j. Data spiritual Data spiritual yang diperlukan adalah ketaatan terhadap
agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang
diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan
kesadaran.
k. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
2) Pemeriksaan labolatorium
3) Foto rontgen toraks
4) Ekokardiogeni
5) Pemeriksaan fungsi tiroid
6) Uji latih

2.2 Diagnosa Keperawatan


Berikut ini diagnosis keperawatan yang umumnya muncul pada pasien
dengan atraial fibrilasi berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
1) Penurunan curah jantung b.d perubahan irama ; perubahan kontraktilitas
miokardial; perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik; perubahan
structural d.d. pasien mengeluh berdebar-debar dan gambaran atrial
fibrilasi pada EKG
2) Gangguan pertukaran gas b.d edema paru yang menyebabkan suplai
oksigen tidak adekuat d.d. klien mengeluh sesak napas dan klien tampak
sesak.
3) Hipervolemia b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air d.d.
ortopnea, bunyi jantung s3, oliguria, edema, peningkatan berat badan,
hipertensi, distres pernapasan, bunyi jantung abnormal
4) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antar suplai okigen,
kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi d.d. kelemahan,
kelelahan, perubahan tanda vital, adanya disrirmia, dispnea, pucat,
berkeringat.
Perencanaan Keperawatan
Perencanaan ini disusun menggunakan SLKI dan SIKI sebagai acuan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018; Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)

DIAGNOSIS
NO KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung (I.02075)
jantung selama 3x24 jam masalah curah jantung membaik Observasi
sesuai kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal
nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
Curah jantung (L.02008)
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
No Indikator Skala Skala
(Meliputi peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi
Awal Akhir
vena jugularis, palpitasi, rochi basah, oliguria, batuk, kulit
1 Kekuatan nadi perifer 3 5
pucat)
2 Gambaran ekg 3 5
3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah
3 Lelah 3 5
ostostatik,jika perlu)
4 Edema 3 5 4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor saturasi oksigen
Keterangan no 2-4 : Keterangan no 1 : 6. Monitor keluhan nyeri dada (misal. Intensitas, lokasi,
1. Meningkat 1. Menurun radiasi, duarasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
2. Cukup meningkat 2. Cukup menurun 7. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi) 8. Monitor
3. Sedang 3. Sedang EKG 12 Sadapan Terapeutik
4. Cukup menurun 4. Cukup meningkat Terapeutik
5. Menurun 5. Meningkat 8. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
9. Berikan diet jantung yang sesuai (misal batasi asupan
kaferin, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
10. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat
11. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
12. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
13. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
14. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
15. Anjurkan berhenti merokok
16. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
17. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
18. Rujuk ke progam rehabilitasi jantung

2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Respirasi (I.01014)


gas selama 3x24 jam masalah gangguan pertukaran gas Observasi
membaik kriteria hasil: 1. Monitor (frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas)
2. Monitor pola napas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
Pertukaran gas (L.01003)
4. Auskultasi bunyi napas
No Indikator Skala Skala 5. Monitor saturasi oksigen
Awal Akhir
Terapeutik
1 Dyspnea 3 5
6. Dokumentasi hasil pemantauan
2 Bunyi napas tambahan 3 5
Edukasi
3 Napas cuping hidung 3 5
7. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4 Pola napas 2 5
5 Sianosis 3 5
Terapi oksigen (I.01026)
6 Tingkat kesadaran 3 5
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
Keterangan Kriteria Keterangan Kriteria 2. Monitor kemampuan melepas oksigen saat makan
Hasil 4,5,6: Hasil 1,2,3: Terapeutik
1. Memburuk 1. Meningkat 3. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
2. Cukup memburuk 2. Cukup meningkat Edukasi
3. Sedang 3. Sedang 4. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
4. Cukup membaik 4. Cukup menurun dirumah
5. Membaik 5. Menurun
Kolaborasi
5. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
6. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktifitas dan/ atau
tidur

3 Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipervolemia (I.03116)


selama 3x24 jam volume cairan dalam batas normal Observasi
kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis. Ortopnea,
dyspnea, edema, JVP meningkat)
2. Identifikasi penyebab hypervolemia
Keseimbangan cairan (L.05020)
3. Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung,
No Indikator Skala Skala tekanan darah, MAP)
Awal Akhir
4. Monitor intake dan output cairan
1 Asupan cairan 4 5
5. Monitor efek samping diuretic
2 Kelembaban membran 4 5 Terapeutik
mukosa 6. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
3 Edema 4 5
7. Batasi asupan cairan dan garam
4 Tekanan darah 4 5
8. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
5 Denyut nadi 4 5
Edukasi
9. Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam
Keterangan Kriteria Hasil Keterangan Kriteria dalam 6 jam
1,2,4,5: Hasil 3 : 10. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
1. Menurun/memburuk 1. Meningkat 11. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
2. Cukup 2. Cukup cairan
menurun/cukup meningkat 12. Ajarkan cara membatasi cairan
memburuk 3. Sedang Kolaborasi
3. Sedang 4. Cukup menurun 13. Kolaborasi pemberian diuretic
4. Cukup 5. Menurun 14. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
meningkat/cukup
membaik
5. Meningkat/membaik
4 Intolerir Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi (I.05178)
selama 3x24 jam masalah intoleran aktivitas sesuai Observasi
capaian kriteria hasil: 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
Toleransi Aktivitas (L. 05047) 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
No Indikator Skala Skala Terapeutik
Awal Akhir 3. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
1 Kemudah-an dalam 3 4 4. Fasilitasi untuk melakukan aktivitas bertahap
melakukan ADL Edukasi
2 Kekuatan tubuh 3 4 5. Anjurkan tirah baring
bagian atas 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3 Kekuatan tubuh bagian 3 4
Kolaborasi
atas
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
4 Keluhan kelelahan 3 4
5 Perasaan lelah 3 4 asupan makan

Keterangan Kriteria Keterangan Kriteria


Hasil 1,2,3 : Hasil 3,4:
1. Menurun 1. Meningkat
2. Cukup menurun 2. Cukup meningkat
3. Sedang 3. Sedang
4. Cukup meningkat 4. Cukup menurun
5. Meningkat 5. Menurun
Daftar Pustaka

Amin, A., A. Houmsse, A. Ishola, J. Tyler, dan M. Houmsse. 2016. The current
approach of atrial fibrillation management. Avicenna Journal Medicine.
6(1):8–16.

Andrianto. 2020. Buku Ajar Kegawatdaruratan Kardiovaskuler: Berbasis Standar


Nasional Pendidikan Profesi Dokter 2019. Surabaya: Airlangga University
Press.

Badshah, M., J. M. Qadir, R. Hasnain, Soamer, dan Z. Iqbal. 2015. Anatomy of


human coronary circulation. Journal of Medical Sciences (Peshawar). 23(2)

Brieger, D., J. Amerena, J. Attia, B. Bajorek, K. Chan, dan C. Connell. 2018.


Australian clinical guidelines for the diagnosis and management of atrial
fibrillation 2018. Medical Journal Australia. 209(8)

Camm, A., P. Kirchhof, G. Lip, dan E. Al. 2010. Guidelines For The Management
Of Atrial Fibrillation: The Task Force For The Management Ofatrial
Fibrillation Of The European Society Of Cardiology. Europace: The
Working Groups On Cardiacpacing, Arrhythmias, And Cardiac Cellular
Electrophysiology Of The European Society Of Cardiology.

Dinarti, L. K. dan L. P. Suciadi. 2009. Stratifikasi Risiko Dan Strategi Manajemen


Pasien Dengan Fibrilasi Atrium. Maj Kedokt Indon. 6;59(6):277-284. Edisi
Maju Kedok. Medan: USU.

Hopkins, J. 2019. Anatomy and Function of the Coronary Arteries

Mohanty, S., C. Trivedi, C. Gianni, dan A. Natale. 2018. Gender specific


considerations in atrial fibrillation treatment. Expert Opin Pharmacotherapy.
19(4)

Nesheiwat, Z., A. Goyal, dan M. Jagtap. 2020. Atrial Fibrilation. Treasure Island:
STATPEARLS.

Oberman, R. dan A. Bhardwaj. 2020. Physiologi, Cardiac. Treasure Island:


STATPEARLS.

PERKI. 2014. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. Edisi 1. Jakarta: Centra
Communications.

Peters, S. A. E. dan M. Woodward. 2019. Established and novel risk factors for
atrial fibrillation in women compared with men. Heart. 105(3)
Ramli, D. dan Y. Karani. 2018. Anatomi dan fisiologi kompleks mitral. Andalas
Journal of Health. 7(2018)

Robert, R., G. Porot, C. Vernay, P. Buffet, M. Fichot, C. Guenancia, T. Pommier,


B. Mouhat, Y. Cottin, dan L. Lorgis. 2018. Incidence, predictive factors, and
prognostic impact of silent atrial fibrillation after transcatheter aortic valve
implantation. American Journal of Cardiology. 122(3)

Sudoyo, A. W., B. Setiyohadi, dan I. Alwi. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta: FK Universitras Indonesia.

Tao, L. dan K. Kendall. 2015. Sinopsis Organ System Kardiovaskular. Tangerang:


KARISMA Publishing Group.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Whitworth, G. 2019. Everything You Need to Know About Atrial Fibrillation

Yuniadi, Y., A. E. Tondas, D. E. Hanafy, D. Hermanto, E. Maharani, dan M.


Munawar. 2014. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Edisi 1. Jakarta:
Centra Communications.

Anda mungkin juga menyukai