Disusun guna untuk memenuhi tugas akhir stase Keperawatan Gadar pada program
pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Fisiologi Jantung
2. Sistem Sirkulasi
Sistem kardiovaskular terdiri dari dua loop utama, sirkulasi sistemik, dan
sirkulasi paru. Tujuan dari sistem kardiovaskular adalah untuk memberikan
sirkulasi darah yang cukup ke seluruh tubuh. Sirkulasi paru memungkinkan
oksigenasi darah, dan sirkulasi sistemik menyediakan darah dan nutrisi yang
mengandung oksigen untuk mencapai seluruh tubuh (Oberman dan
Bhardwaj, 2020).
Peredaran darah kecil atau sirkulasi paru merupakan peredaran darah yang
berputar dari jantung dan paru. Sedangkan peredaran darah besar atau
sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh
kembali ke jantung. Peredaran darah dimulai dari darah kotor yang diterima
jantung masuk ke atrium dekstra melalui vena cava superior dan inferior.
Darah selanjutnya masuk melalui katup trikuspidalis ke dalam ventrikel
dekstra dan pada akhirnya diejeksi ventrikel dekstra untuk masuk ke paru-
paru melalui katup pulmonic semilunar dan arteri pulmonal menuju paru-
paru. Ketika berada di paru-paru terjadi proses difusi pertukaran oksigen dan
karbon dioksida secara kompleks yang pada akhirnya darah akan lebih
banyak mengandung oksigenketika berada di paru-paru terjadi proses difusi
kompleks yang melibatkan pertukaran oksigen dan karbondioksida secara
kompleks yang pada akhirnya darah akan lebih banyak mengandung oksigen.
Setelah proses tersebut selesai, darah selanjutnya akan dialirkan melalui vena
pulmonalis dan masuk ke atrium sinistra. Darah akan masuk ke ventrikel
sinistra melalui katup mitral dan selanjutnya diejek sikan ventrikel kiri
menuju katup aorta semi lunar dan melalui aorta diteruskan ke arteri dan
arteriola keseluruh tubuh. Pada akhirnya darah akan kembali ke jantung
melalui pembuluh vena seluruh tubuh kembali ke vena cava (Oberman dan
Bhardwaj, 2020).
B. Definisi
EKG Normal
ada 5 komponen dasar yang harus dimiliki sebuah gambaran EKG yang normal
- Gelombang P. Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil dan merupakan
hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri. Kelainan pada atrium akan
menyebabkan kelainan pada gelombang ini.
- Segmen PR. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan
gelombang P dan gelombang QRS. Menggambarkan aktivitas listrik dari atrium
ke ventrikel. Gangguan konduksi dari atrium ke ventrikel akan menyebabkan
perubahan pada segmen PR.
- Gelombang Kompleks QRS. Gelombang kompleks QRS ialah suatu kelompok
gelombang yang merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
Gelombang kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang
merupakan gelombang ke bawah yang pertama, gelombang R yang merupakan
gelombang ke atas yang pertama, dan gelombang S yang merupakan gelombang
ke bawah pertama setelah gelombang R.
- Gelombang ST. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan
kompleks QRS dan gelombang T.
- Gelombang T. Gelombang T merupakan potensial repolarisasi ventrikel kanan
dan kiri.
Atrium fibrilasi adalah jenis aritmia jantung yang paling umum. Atrial
fibrilasi (AF) merupakan gangguan yang terjadi pada ritme jantung ditandai
dengan irama ventrikel denyut jantung yang irregular dan basis osilasi
beramplitudo rendah dalam hal ini gelombang f atau fibrilassi (Andrianto,
2020). AF sendiri terjadi akibat aktivitas listrik abnormal di dalam atrium
jantung, menyebabkannya fibrilasi. Hal inia ditandai sebagai takiaritmia, yang
berarti detak jantung seringkali cepat (Amin dkk., 2016).
C. Etiologi
Ada banyak penyebab atrium fibrilasi (AF), tetapi memiliki hubungan
yang kuat dengan penyakit kardiovaskular lainnya. Penyebab yang sering
ditemui meliputi (Mohanty dkk., 2018; Peters dan Woodward, 2019):
1. Usia lanjut
2. Penyakit jantung bawaan
3. Penyakit jantung seperti penyakit katup jantung, penyakit arteri koroner,
penyakit jantung struktural, iskemia atrium
4. Peningkatan konsumsi alkohol
5. Hipertensi pada srikulasi baik sistemik atau paru
6. Gangguan endokrin seperti diabetes, pheochromocytoma, dan
hipertiroidisme
7. Faktor genetik
8. Gangguan neurologis akibat perdarahan subarachnoid atau stroke
9. Stres hemodinamik karena penyakit katup mitral atau trikuspid, disfungsi
ventrikel kiri, emboli paru
10. Apnea tidur obstruktif
11. Peradangan seperti miokarditis, dan perikarditis
12. Kondisi apa pun yang menyebabkan peradangan, stres, kerusakan, atau
iskemia yang mempengaruhi anatomi jantung dapat menyebabkan
perkembangan atrium fibrilasi. Dalam beberapa kasus, penyebabnya
adalah iatrogenik.
D. Patofisiologi
Ada berbagai macam mekanisme patofisiologis yang berperan dalam
perkembangan atrium fibrilasi (AF) sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya yakni meliputi usia lanjut, kelainan kongenital, kelainan katup,
iskemia atrium, infeksi dan penggunaan obat-obatan (Mohanty dkk., 2018;
Peters dan Woodward, 2019). Selanjutnya akan berdampak pada remodeling
jantung, terutama atrium, menghasilkan perubahan struktural dan elektrik
yang akhirnya menjadi penyebab irama yang kacau pada AF. Renovasi
struktural disebabkan oleh perubahan miosit dan matriks ekstraseluler, dan
deposisi jaringan fibrosa juga memainkan peran utama dalam beberapa
etiologi. Di sisi lain, takikardia dan pemendekan periode refraktori
menyebabkan renovasi listrik (Nesheiwat dkk., 2020).
Masalah karena proses perubahan atrium menyebabkan adanya gangguan
irama, frekwensi, konduksi, dan kontraktilitas yang pada akhirnya disebut
fibrilasi. Fibriblasi atrium menyebabkan pengosongan atrium mengalami
gangguan dan cenderung menurun. AF selanjutnya mengembangkan adanya
takikardia supraventrikel dextra sehingga mengakibatkan pengisian darah ke
paru-paru menurun. Masalah pertama yang dimungkinkan muncul yakni
adanya takikardia supraventrikel dextra adalah peningkatan tekanan atrium
sinistra sehingga tekanan vena pulmonalis meningkat yang berdampak pada
hipertensi kapiler paru yang menyebabkan edema paru. Kondisi edema pada
paru berpotensi mengambat difusi gasa darah sehingga memunculkan
masalah gangguan pertukaran gas (Robert dkk., 2018).
Fibilasi pada atrium berdampak pada turunya stroke volume baik pada
sirkulasi pulmonal dan sistemik. Pada sirkulasi sistemik penurunan volume
darah dalam membawa nutrisi dan oksigen tidak adekuat yang berdampak
pada rendahnya produksi ATP sebagai energi. Kurangnya oksigen baik
karena volume darah berkurang dan gangguan pertukaran gas menyebabkan
pasien mengalami penurunan metabolisme termasuk menyebabkan kondisi
sinkop sehingga pasien mengalami kemampuan mentolerir aktivitas. Aliran
darah sistemik yang rendah dapat berakibat pula pada laju filtrasi ginjal
sehingga pasien berisiko mengalami retensi natrium dan air karena respon
sistem renin agiostensi-aldosteron yang meningkat sehingga menyebabkan
kondisi hiperovolemia (Nesheiwat dkk., 2020).
E. Klasifikasi
Klasifikasi atrium fibrilasi berdasar dari onsetnya sebagai berikut ini
(Nesheiwat dkk., 2020):
1. Atrium Fibrilasi Paroksismal adalah saat episode berhenti secara spontan
atau dengan pengobatan dalam 7 hari. Tetapi dapat mungkin berulang
dengan frekuensi yang tidak dapat diprediksi
2. Atrium Fibrilasi Persisten adalah ketika AF berlanjut dan berlangsung
selama lebih dari 7 hari, dan gagal berhenti secara spontan.
3. Atrium Fibrilasi Presisten Lama adalah saat atrium fibrilasi berkelanjutan
berlangsung lebih dari 12 bulan
4. Atrium Fibrilasi Permanen adalah saat atrium fibrilasi diterima dan tidak
ada perawatan lebih lanjut yang diupayakan untuk memulihkan atau
mempertahankan ritme sinus normal
5. Atrium Fibrilasi Non-katup terjadi tanpa adanya penyakit katup mitral
rematik, perbaikan katup mitral, atau katup jantung prostetik.
G. Komplikasi
Komplikasi utama dari atrium fibrilasi adalah stroke. Kecelakaan
pembuluh darah serebral (CVA) dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang parah. Risiko CVA dapat dikurangi secara signifikan dengan
antikoagulasi dengan terapi ritme / laju tambahan. Komplikasi lain termasuk
penyakit jantung dan gagal jantung sekunder (Brieger dkk., 2018).
H. Clinical Pathway
Sinkop
Gangguan pengosongan atrium Tekanan vena pulmonalis meningkat
Intoleransi Aktivitas
Takikardia supraventrikel dextra Edema paru
2.1 Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada pasien dengan
kasus trauma servikal adalah sebagai berikut :
a. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
alamat, golongan darah, pendidikan, pekerjaan, hubungan pasien dengan
penanggung jawab, dll.
b. Status Kesehatan Saat Ini
Pasien datang dengan keluhan jantung berdebar-debar, mudah lelah saat
aktivitas fisik, dan pusing.
c. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pasien mengatakan jantung terasa berdebar-debar, mudah lelah saat
aktivitas fisik, dan pusing
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Haruslah diketahui penyakit atau masalah kesehatan yang pernah dialami
pasien sebelumnya baik yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler
maupun penyakit sistem sistemik lainnya (penyakit kronis). Hal ini
sebagai data dasar dalam memberikan terapi pada pasien dan dapat
mempengaruhi prognosa pasien.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah anggota keluarga/generasi sebelumnya yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien dan/atau penyakit menular. Riwayat kesehatan
tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-
data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa pasien.
f. Pola aktivitas/istirahat
Pada pasien ini terjadi keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan
yang berlebihan. Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah
dan denyut jantung saat beraktivitas
g. Pola eliminasi
Luaran urin biasanya mengalami penurunan jika terjadi penurunan curah
jantung yang berat
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan napas dan saturasi
oksigen sangan penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan
kendali laju yang adekuat pada ATRIAL FIBRILASI. Pada
pemeriksaan fisik, denyut nadi umumnya irregular dan cepat sekitar
110-140 x/menit, pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat
jantung (digitalis) dapat mengalami brakikardi
2) Kepala dan leher
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,
pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis.
Bruit pada arteri karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan
kemungkinan adanya komorbiditas penyakit jantung koroner.
3) Thoraks dan Dada
- Jantung pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan
fisik pada pasien dengan atrial fibrilasi. Palpasi dan auskultasi yang
menyeluruh sangat penting untuk mengevaluasi penyakit katup
atau kardiomiopati. Pergeseran pinctum maximum atau adanya
bunti jantung tambahan (S3) mengindikasikan pembesaran
ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2)
yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi pulmonal.
Pulsus defisit, dimana terdapat istilah jumlah nadi yang teraba
dengan auskultasi jantung dapat ditemukan pada pasien dengan
atrial fibrilasi.
- Paru Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal
jantung (misalnya ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan
ekspirasi mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang
mungkin mendasari terjadinya ATRIAL FIBRILASI (misalnya
PPOK, asma)
4) Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba
mengencang dapat mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit
hati intrinsik. Nyeri kuadran kiri atas, mungkin disebabkan infark
limpa akibat embili perifer
5) Sistem neurosensori
Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian
serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien dengan
ATRIAL FIBRILASI. Peningkatan reflek dapat ditemukan pada
hipertiroidisme.
6) Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari
tabu atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin
mengindikasikan embolisaasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat
mengindikasikan penyakit aterial perifer atau penurunan curah jantung
i. Data sosial
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan
orangorang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan
peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya
setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
j. Data spiritual Data spiritual yang diperlukan adalah ketaatan terhadap
agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang
diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan
kesadaran.
k. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
2) Pemeriksaan labolatorium
3) Foto rontgen toraks
4) Ekokardiogeni
5) Pemeriksaan fungsi tiroid
6) Uji latih
DIAGNOSIS
NO KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung (I.02075)
jantung selama 3x24 jam masalah curah jantung membaik Observasi
sesuai kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(meliputi dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal
nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
Curah jantung (L.02008)
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
No Indikator Skala Skala
(Meliputi peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi
Awal Akhir
vena jugularis, palpitasi, rochi basah, oliguria, batuk, kulit
1 Kekuatan nadi perifer 3 5
pucat)
2 Gambaran ekg 3 5
3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah
3 Lelah 3 5
ostostatik,jika perlu)
4 Edema 3 5 4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor saturasi oksigen
Keterangan no 2-4 : Keterangan no 1 : 6. Monitor keluhan nyeri dada (misal. Intensitas, lokasi,
1. Meningkat 1. Menurun radiasi, duarasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
2. Cukup meningkat 2. Cukup menurun 7. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi) 8. Monitor
3. Sedang 3. Sedang EKG 12 Sadapan Terapeutik
4. Cukup menurun 4. Cukup meningkat Terapeutik
5. Menurun 5. Meningkat 8. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
9. Berikan diet jantung yang sesuai (misal batasi asupan
kaferin, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
10. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat
11. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
12. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
13. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
14. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
15. Anjurkan berhenti merokok
16. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
17. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
18. Rujuk ke progam rehabilitasi jantung
Amin, A., A. Houmsse, A. Ishola, J. Tyler, dan M. Houmsse. 2016. The current
approach of atrial fibrillation management. Avicenna Journal Medicine.
6(1):8–16.
Camm, A., P. Kirchhof, G. Lip, dan E. Al. 2010. Guidelines For The Management
Of Atrial Fibrillation: The Task Force For The Management Ofatrial
Fibrillation Of The European Society Of Cardiology. Europace: The
Working Groups On Cardiacpacing, Arrhythmias, And Cardiac Cellular
Electrophysiology Of The European Society Of Cardiology.
Nesheiwat, Z., A. Goyal, dan M. Jagtap. 2020. Atrial Fibrilation. Treasure Island:
STATPEARLS.
PERKI. 2014. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. Edisi 1. Jakarta: Centra
Communications.
Peters, S. A. E. dan M. Woodward. 2019. Established and novel risk factors for
atrial fibrillation in women compared with men. Heart. 105(3)
Ramli, D. dan Y. Karani. 2018. Anatomi dan fisiologi kompleks mitral. Andalas
Journal of Health. 7(2018)
Sudoyo, A. W., B. Setiyohadi, dan I. Alwi. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta: FK Universitras Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.