Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ASFIKSIA DI RUANG PERIN RSD DR.SOEBANDI KABUPATEN


JEMBER

Disusun guna untuk memenuhi tugas akhir stase Keperawatan Anak pada program
pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

Erika Nurul Hasanah


2201031050

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
1. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea dan sampai ke asidosis.(Fauziah dan Sudarti , 2014).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara
spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi
mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas
tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder)
(Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan
keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis (Marwyah,
2016).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia.

B. Epidemiologi
Data asfiksia menurut WHO setiap tahunnya ada 120 juta bayi yang lahir di
dunia. Secara global terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0 sampai
dengan 7 hari (perinatal), dan terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0
sampai dengan 28 hari (neonatal). Dari 120 juta bayi yang dilahirkan, terdapat 3,6 juta
bayi (3%) yang mengalami asfiksia, dan hampir 1 juta bayi asfiksia (27,78%) yang
meninggal (Marwiyah, 2016)
Sebanyak 47% dari seluruh kematian bayi di Indonesia terjadi pada masa neonatal
(usia di bawah 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat satu neonatal yang meninggal.
Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah BBLR (29%), asfiksia (27%), trauma
lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (Marwiyah, 2016).
C. Penyebab
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengan
gkutan O₂ dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Penyebab Asfiksia menurut (Proverawati, 2013) :
1. Faktor Ibu
Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama
anastesi, penyakit jantung, sianosis, gagal pernapasan, keracunan karbon
monoksida, dan tekanan darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada
janin. Gangguan aliran darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi
uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat:
hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit akiomsia
dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan perdarahan
plasenta.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dan lain-lain.
4. Factor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena
pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang
terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital pada
bayi, misalnya stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
5. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain karena tindakan dapat
berpengaruh terhadap gangguan paru-paru.
Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (DepKes RI, 2009) :
1. Factor Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia.
b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio plasenta).
c. Partus lama atau partus macet.
d. Demam selama persalinan.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
f. Kehamilan post matur.
2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum,
porsef).
c. Kelainan kongenital.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
3. Faktor Pali Pusat
a. Lilitan tali pusat.
b. Tali pusat pendek.
c. Simpul tali pusat.
d. Prolapsus tali pusat.

D. Patofisiologi
Segera setelah bayi lahir akan menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada
saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan mengembang udara
akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara
bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengambang dan aliran darah ke
dalam paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, maka timbullah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (detak jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekuranngan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat di pengaruhi lagi.
Timbullah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine dan
bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
akan terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas. pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat berekasi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan (Sudarti dan Fauziah,
2012)
E. Pathway
Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain : obat- obatan
pusat, presentasi janin narkotik

ASFIKSIA

Risiko syndrome
kematian bayi
Janin kekurangan O2& Kadar Bersihan jalan nafas
Paru-paru terisi cairan
tidakefektif
CO2 meningkat

Nafas cepat Gangguan metabolism &


Suplai O2 ke Paru
perubahan asam basa
menurun

Asidosis respiratorik
Apneu Kerusakan otak

Gangguan perfusi
ventilasi
Resiko cidera Kematian bayi

Nafas cuping hidung, sianosis,


hipoksia

DJJ & TD menurun Proses keluarga terhenti

Gangguan Pertukaran
gas

Pola napas tidak efektif Janin tidak bereaksi


terhadap rangsangan

F. Klasifikasi
Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut Jantung Tidak ada < 100 >100
Warna Kulit Biru atau pucat Tubuh merah Merah jambu
jambu dan kaki,
tangan biru
Gerakan/Tonus Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
Otot
Refleks Tidak ada Lemah/lambat Kuat
(Menangis)

G. Gejala Klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan
termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernapasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara
barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia yang
khas antara lain meliputi pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung, sianosis, nadi
cepat. Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-magap dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2)
7. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
10. Pernapasan terganggu
11. Detik jantung berkurang
12. Reflek / respon bayi melemah
13. Tonus otot menurun
14. Warna kulit biru atau pucat
H. Pemeriksaan Fisik
1. Breathing/B1
a. Inspeksi
 Bentuk dada (barrel atau cembung)
 Kesimetrisan
 Adanya insisi
 Selang dada atau penyimpangan lain.
 Pada klien dengan asfiksia akan mengalami usaha bernapas yang lambat
sehingga gerakan cuping hidung mudah terlihat.
 Terkadang pernapsannya tak teratur bahkan henti napas.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru yang adekuat.
Bayi dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan paru tidak baik atau
hipoplasia. Sering terjadi di paru bagian kiri.
c. Perkusi
Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.
d. Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur bahkan
lambat.
2. Blood/B2
a. Inspeksi
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal
yang berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pergeseran jantung.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate) dan
harus memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya denyut jantung.
Selain itu, perlu juga memperhatikan adanya thrill (getaran ictus cordis).
Memeriksa nadi lengan dengan meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di
bagian dalam siku bayi di sisi yang paling dekat dengan tubuh.
c. Perkusi
Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung (area yang
bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan adanya pergeseran jantung karena
desakan diafragma bila terjadi kasus hernia diafragmatika.
d. Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II tunggal
atau gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah jantung, murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. Penderita asfiksia
neonatal denyut jantung kurang dari 100/menit atau tidak terdengar sama
sekali.
3. Brain/B3
Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji dengan skala GCS.
Fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan. Penderita asfiksia berat tidak akan menunjukkan respon GCS
4. Bladder/B4
Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya dengan
intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria atau tidak karena dapat
menjadi pertanda awal adanya syok
5. Bowel/B5
 Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar
 Tepi perut menonjol/tidak
 Umbilicus menonjol/tidak
 Ada benjolan massa/tidak
 Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual, muntah, penurunan nafsu
makan, penurunan berat badan.
6. Bone/B6
Hal yang perlu diperhatikan adalah:
 Adanya edema peritibial
 Pemeriksaan capillary refill time
 Feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer.
 Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk dibandingkan antara
bagian kiri dan kanan.

I. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Beberapa pemeriksaan adanya Asfiksia pada bayi yaitu:
1. Pemeriksaan analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)
2. Pemeriksaan APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas,
tonus otot dan reflek.
3. Pemeriksaan EEG/EGC dan CT-Scan
4. USG
5. Gula darah
6. PH tali pusat : tingkat 7.20 sampai 7.24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna
7. Elektrolit garam
8. Pengkajian spesifik
9. Hemoglobin / hematokrit (HB/Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%
10. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membran sel darah merah

J. Diagnosis
Asfiksia pada bayi merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin.
Diagosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan tanda-tanda gawat
janin untuk menentukan bayi yang dilahirkan menjadi asfiksia, maka ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, diantaranya:
1. Denyut jantung janin (DJJ)
Frekuensi normal ialah 120-160 denyutan/menit, selama his frekuensi ini harus
turun, tetapi di luar kembali lagi pada keadaan semula.
2. Mekanisme dalam air ketuban
Mekanisme pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul
kewaspadaan.
3. Pemeriksaan Ph pada janin
Dengan menggunakan amrioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin
4. Dengan menilai APGAR skor
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia, yaitu dengan
penilaian APGAR skor. APGAR mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil
penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai APGAR terendah pada
umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi
aktif, sedangkan nilai APGAR 5 menit untuk prognosis dan berhubungan dengan
kemungkinan terjadinya gangguan neurologic di kemudian hari.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(D.0001)
2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (kelemahan
otot pernafasan)
(D.0005)
3. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
(D.0003)
4. Risiko Cidera berhubungan dengan terpapar agen nasokomial
(D.0136)

L. Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana Keperawatan
No Dx.Kep Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Bersihan Setelah dilakukan Manajemen Jalan 1. Untuk
Jalan tindakan asuhan Nafas mengetahui
Nafas keperawatan (I.01011) pola nafas bayi
Tidak selama .. x 24 jam 1. Monitor pola nafas
Efektif diharapkan Bersihan (frekuensi, 2. Untuk
berhubunga jalan nafas kedalaman dan mengetahui
n dengan meningkat dengan upaya nafas) bunyi nafas
sekresi yang KH: 2. Monitor bunyi nafas tambahan bayi
tertahan 1. Produksi sputum tambahan
menurun (wheezing, ronchi)
3. Untuk
2. Wheezing 3. Lakukan fisioterapi
melakukan
menurun dada, jika perlu
fisioterapi
3. Mekonium
dada pada bayi
menurun 4. Lakukan
4. Untuk
4. Sianosis menurun penghisapan lendir
mengambil
5. Frekuensi nafas kurang dari 15
lendir pada
membaik menit
bayi
6. Pola nafas
membaik
(L.01001)
2 Pola Nafas Setelah dilakukan Manajemen Jalan 1. Untuk
Tidak tindakan asuhan Nafas mengetahui
Efektif keperawatan selama (I.01011) pola nafas bayi
berhubunga .. x 24 jam 1. Monitor pola nafas 2. Untuk
n dengan diharapkan Pola (frekuensi, mengetahui
hambatan nafas membaik kedalaman dan bunyi nafas
upaya nafas dengan KH: upaya nafas) tambahan bayi
(kelemahan 1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi nafas 3. Untuk
otot 2. Penggunaan otot tambahan melakukan
pernafasan) bantu pernafasan (wheezing, ronchi) fisioterapi
3. Pernafasan 3. Lakukan fisioterapi dada pada bayi
cuping hidung dada, jika perlu 4. Untuk
menurun 4. Lakukan mengambil
4. Frekuensi nafas penghisapan lendir lendir pada
membaik kurang dari 15 bayi
5. Kedalaman nafas menit
membaik
6. Kapasitas vital
membaik
(L.01004)
Pemantauan Respirasi 1. Untuk
(I.01014) mengetahui
1. Monitor frekuensi, frekuensi irama
irama dan upaya dan upaya nafas
nafas bayi
2. Monitor pola nafas
3. Auskultasi bunyi 2. Untuk
nafas mngetahuai
4. Monitor saturasi pola nafas
oksigen pasien
5. Dokumentasi hasil 3. Untuk
pemantauan mengetahui
bunyi nafas
tambahan
4. Untuk
mengetahui
saturasi
oksigen
5. Untuk
mendokumenta
sikan hasil
pemantauan
3 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi 1. Untuk
Pertukaran tindakan asuhan (I.01014) mengetahui
Gas keperawatan 1. Monitor frekuensi, frekuensi irama
berhubunga selama .. x 24 jam di irama dan upaya dan upaya nafas
n denan harapkan nafas bayi
ketidakseim Pertukaran gas 2. Monitor pola nafas
bangan meningkat dengan 2. Untuk
ventilasi- KH: mngetahuai
perfusi 1. Dispnea menurun 3. Auskultasi bunyi pola nafas
2. Bunyi nafas nafas pasien
tambahan 3. Untuk
menurun mengetahui
4. Monitor saturasi bunyi nafas
3. Nafas cuping
oksigen tambahan
hidung menurun
4. PCO2 membaik 4. Untuk
(35-45 mmHg) 5. Dokumentasi hasil mengetahui
5. pO2 membaik pemantauan saturasi
(75-100 mmHg) oksigen
(L.01003) 5. Untuk
mendokumenta
sikan hasil
pemantauan
4 Risiko Setelah dilakukan Pencegahan Cedera 1. Untuk
Cidera tindakan asuhan (I.14537) meminimaliska
berhubunga keperawatan 1. Identifikasi area n cedera
n dengan selama .. x 24 jam lingkungan yang
terpapar diharapkan Tingkat berpotensi
agen cedera menurun menyebabkan
nasokomial dengan KH: cedera
1. Tekanan darah 2. Identifikasi obat
membaik yang berpotensi
2. Frekuensi nafas menyebabkan
2. Untuk
membaik cedera
mencegah
3. Luka/lecet 3. Lakukan pengkajian
cedera
menurun fisik secara rutin
4. Kejadian cedera terhadap bayi baru
menurun lahir, perhatikan 3. Untuk
(L.14136) pembuluh darah tali mengetahui
pusat dan adanya pengkajian
anomali berkala pada
4. Ajarkan keluarga bayi
tentang tanda dan 4. Supaya
gejala infeksi keluarga paham
dengan tanda
dan gejala
infeksi

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2016 Rencana Perawatan Maternal/Bayi.
EGC. Jakarta
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Maryunani, anik dan Sari, Eka Puspita. 2013. Asuhan Keperawatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Trans Info Media.
Hermand, T.Heather. 2016. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. EGC;Jakarta.
Docterman dan Bullechek. 2017. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 6, United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2017. Nursing Out Comes (NOC),Edition 6. United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai