LP Persalinan Normal (VK)
LP Persalinan Normal (VK)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Keperawatan
Maternitas
Disusun Oleh:
Nama : Erika Nurul Hasanah
Nim : 2201031050
1
(optimal). Melalui pendekatan ini maka setiap intervensi yang diaplikasikan dalam
Asuhan Persalinan Normal (APN) harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang
kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses
persalinan (Yulizawati, 2019).
2
Terdapat 3 hal utama untuk mengetahui tanda-tanda persalinan diantaranya
meliputi:
a. Kontraksi (His)
Ibu terasa kenceng-kenceng sering, teratur dengan nyeri dijalarkan dari
pinggang ke paha. Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon oksitosin yang
secara fisiologis membantu dalam proses pengeluaran janin. Ada 2 macam
kontraksi yang pertama kontraksi palsu (Braxton hicks) dan kontraksi yang
sebenarnya. Pada kontraksi palsu berlangsung sebentar, tidak terlalu sering dan
tidak teratur, semakin lama tidak ada peningkatan kekuatan kontraksi.
Sedangkan kontraksi yang sebenarnya bila ibu hamil merasakan kenceng-
kenceng makin sering, waktunya semakin lama, dan makin kuat terasa, diserta
mulas atau nyeri seperti kram perut. Perut bumil juga terasa kencang.
Kontraksi bersifat fundal recumbent/nyeri yang dirasakan terjadi pada bagian
atas atau bagian tengah perut atas atau puncak kehamilan (fundus), pinggang
dan panggul serta perut bagian bawah. Tidak semua ibu hamil mengalami
kontraksi (His) palsu. Kontraksi ini merupakan hal normal untuk
mempersiapkan rahim untuk bersiap mengadapi persalinan.
b. Pembukaan serviks, dimana primigravida >1,8cm dan multigravida 2,2cm
Biasanya pada bumil dengan kehamilan pertama, terjadinya pembukaan ini
disertai nyeri perut. Sedangkan pada kehamilan anak kedua dan selanjutnya,
pembukaan biasanya tanpa diiringi nyeri. Rasa nyeri terjadi karena adanya
tekanan panggul saat kepala janin turun ke area tulang panggul sebagai akibat
melunaknya rahim. Untuk memastikan telah terjadi pembukaan, tenaga medis
biasanya akan melakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher).
c. Pecahnya ketuban dan keluarnya bloody show.
Dalam bahasa medis disebut bloody show karena lendir ini bercampur darah.
Itu terjadi karena pada saat menjelang persalinan terjadi pelunakan, pelebaran,
dan penipisan mulut rahim. Bloody show seperti lendir yang kental dan
bercampur darah. Menjelang persalinan terlihat lendir bercampur darah yang
ada di leher rahim tsb akan keluar sebagai akibat terpisahnya membran selaput
yang menegelilingi janin dan cairan ketuban mulai memisah dari dinding
rahim. Tanda selanjutnya pecahnya ketuban, di dalam selaput ketuban
(korioamnion) yang membungkus janin, terdapat cairan ketuban sebagai
bantalan bagi janin agar terlindungi, bisa bergerak bebas dan terhindar dari
3
trauma luar. Terkadang ibu tidak sadar saat sudah mengeluarkan cairan
ketuban dan terkadang menganggap bahwa yang keluar adalah air pipisnya.
Cairan ketuban umumnya berwarna bening, tidak berbau, dan akan terus
keluar sampai ibu akan melahirkan. Keluarnya cairan ketuban dari jalan lahir
ini bisa terjadi secara normal namun bias juga karena ibu hamil mengalami
trauma, infeksi, atau bagian ketuban yang tipis (locus minoris) berlubang dan
pecah. Setelah ketuban pecah ibu akan mengalami kontraksi atau nyeri yang
lebih intensif. Terjadinya pecah ketuban merupakan tanda terhubungnya
dengan dunia luar dan membuka potensi kuman/bakteri untuk masuk. Karena
itulah harus segera dilakukan penanganan dan dalam waktu kurang dari 24 jam
bayi harus lahir apabila belum lahir dalam waktu kurang dari 24 jam maka
dilakukan penangana selanjutnya misalnya caesar.
4
otot-otot rahim, sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah tenaga
meneran ibu.
d. Position (Posisi) Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi
persalinan. Menurut Melzack, dkk tahun 1991 dalam Bobak (2012) mengubah
posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki
sirkulasi. Posisi yang baik dalam persalinan yaitu posisi tegak yang meliputi
posisi berdiri, berjalan, duduk, dan jongkok. Posisi tegak dapat memberikan
sejumlah keuntungan, hal itu dikarenakan posisi tegak memungkinkan gaya
gravitasi membantu penurunan janin, dapat mengurangi insiden penekanan tali
pusat, mengurangi tekanan pada pembuluh darah ibu dan mencegah kompresi
pembuluh darah serta posisi tegak dapat membuat kerja otot-otot abdomen lebih
sinkron (saling menguatkan) dengan rahim saat ibu mengedan
e. Psychologic Respons
Psikologis adalah kondisi psikis klien dimana tersedianya dorongan positif,
persiapan persalinan, pengalaman lalu, dan strategi adaptasi/coping (Sukarni &
Wahyu, 2013). Psikologis adalah bagian yang krusial saat persalinan, ditandai
dengan cemas atau menurunnya kemampuan ibu karena ketakutan untuk
mengatasi nyeri persalinan. Respon fisik terhadap kecemasan atau ketakutan ibu
yaitu dikeluarkannya hormon katekolamin. Hormon tersebut menghambat
kontraksi uterus dan aliran darah plasenta. Faktor psikologis tersebut meliputi
hal-hal sebagai berikut: Melibatkan psikologis ibu, emosi, dan persiapan
intelektual; Pengalaman melahirkan bayi sebelumnya; Kebiasaan adat;
Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu.
5
satu jam pada sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama, dilatasi
serviks jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala
I persalinan pada primigravida berkisar dari 3,3 jam sampai 19,7 jam. Pada
multigravida ialah 0,1 sampai 14,3 jam. Ibu akan dipertahankan kekuatan moral
dan emosinya karena persalinan masih jauh sehingga ibu dapat mengumpulkan
kekuatan. Proses membukanya serviks sebaga akibat his dibagi dalam 2 fase,
yaitu:
1) Fase laten
Merupakan periode waktu dari awal kemajuan aktif pembukaan
menjadi komplit dan mencakup fase transisi, pembukaan pada umumnya
dimulai dari 3 hingga 10 cm dan berlangsung selama 6 jam. Penurunan
bagian presentasi janin yang progresif terjadi selama akhir fase aktif dan
selama kala dua persalinan.
2) Fase aktif: dibagi dalam 3 fase lagi yakni:
- Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4
cm.
- Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
- Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2
jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Pada kala I tugas penolong adalah mengawasi dan menanamkan semangat
kepada ibu bahwa proses persalinan adalah fisiologis tanamkan rasa percaya diri
dan percaya pada penolong.
Pemberian obat atau tindakan hanya dilakukan apabila perlu dan ada
indikasi. Apabila ketuban belum pecah, wanita inpartu boleh duduk atau berjalan-
jalan. Jika berbaring, sebaiknya ke sisi terletaknya punggung janin. Jika ketuban
sudah pecah, wanita tersebut dilarang berjalan-jalan harus berbaring. Periksa
dalam pervaginam dilarang, kecuali ada indiksi, karena setiap pemeriksaan akan
membawa infeksi, apalagi jika dilakukan tanpa memperhatikan sterilitas. Pada
kala pembukaan dilarang mengedan karena belum waktunya dan hanya akan
menghabiskan tenaga ibu. Biasanya, kala I berakhir apabila pembukaan sudah
lengkap sampai 10 cm.
6
b. Kala 2 (kala pengeluaran janin)
Menurut Prawirohardjo (2012), beberapa tanda dan gejala persalinan kala II
yaitu : a) Ibu merasakan ingin mengejan bersamaan terjadinya kontraksi; b) Ibu
merasakan peningkatan tekanan pada rectum atau vaginanya, c) Perineum terlihat
menonjol; d) Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka; e) Peningkatan
pengeluaran lendir darah Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lama,
kirakira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga
terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek timbul rasa
mengedan. Karena tekanan pada rectum, ibu seperti ingin buang air besar dengan
tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai terlihat, vulva membuka
dan perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir kepala
dengan diikuti seluruh badan janin. Kala II pada primi: 1 ½ - 2 jam, pada multi ½
- 1 jam (Mochtar, 2012). Apabila kepala janin telah sampai di dasar panggul,
vulva mulai terbuka (membuka pintu), rambut kepala kelihatan. Setiap kali his,
kepala lebih maju, anus terbuka, perinium meregang. Penolong harus menahan
perinium dengan tangan kanan beralaskan kain kasa atau kain doek steril supaya
tidak terjadi robekan (ruptur perinei). Pada primigravida, dianjurkan melakukan
episiotomi.
Episiotomi dilakukan jika perinium menipis dan kepala janin tidak masuk
lagi ke dalam vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting perinium.
Ada 3 arah irisan, yaitu medialis, mediolateralis dan lateralis. Tujuan episiotomy
adalah supaya tidak terjadi robekan perinium yang tidak teratur dan robekan pada
m. spinchter ani yang jika tidak dijahit dan dirawat dengan baik akan
menyebabkan inkontinensia alvi. Selanjutnya yaitu Ekspresi Kristeller dengan
mendorong fundus uteri sewaktu ibu mengedan, tujuanya membantu tenaga ibu
untuk melahirkan kepala (jarang digunakan karena dapat menyebabkan ruptur
uteri, atonia uteri, trauma organ-organ dalam perut, dan solusio plasenta. Ketika
perinium meregang dan menipis, tangan kiri penolong menekan bagian belakang
kepala janin ke arah anus, tangan kanan di perinium. Dengan ujung-ujung jari
tangan kanan, dicoba mengait dagu janin untuk di dorong pelan- pelan ke arah
simfisis. Dengan pimpinan yang baik dan sabar, lahirlah kepala dengan ubun-
ubun kecil (suboksiput) di bawah simfisis sebagai hipomoklion, kemudian secara
berturut-turut tampaklah bregma (ubun-ubun besar), dahi, muka dan dagu.
Perhatikan apakah tali pusat melilit leher, kalau ada, lepaskan. Kepala akan
7
mengadakan putaran ke salah satu paha ibu. Lahirkan bahu depan dengan
menarik kepala ke arah anus (bawah), lalu bahu belakang dengan menarik pelan-
pelan ke arah simfisis (atas). Melahirkan badan, bokong, dan kaki lebih mudah,
yaitu dengan mengait kedua ketiak janin.
Bayi baru lahir yang sehat dan normal akan segera menangis,
menggerakkan kaki dan tanganya. Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah,
kira-kira membuat sudut 30 derajat dengan bidang datar. Mulut dan hidung
dibersihkan, dan lendir diisap dengan pengisap lendir, tali pusat di klem pada 2
tempat: 5 dan 10 cm dari umbilikus, lalu digunting diantaranya. Ujung tali pusat
pada bayi diikat dengan pita atau benang atau klem plastik sehingga tidak ada
pendarahan. Lakukan pemeriksaan ulang pada ibu: kontraksi atau palpasi rahim,
kandung kemih penuh atau tidak. Kalau penuh, kandung kemih harus
dikosongkan sebab dapat menghalangi kontraksi rahim dan menyulitkan
kelahiran uri.
c. Kala 3 (Pengeluaran plasenta)
Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai pengeluaran
plasenta. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit
setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
Tanda-tanda plasenta mencakup:
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Sebelum bayi lahir dan miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh (discoit) dan tinggi fundus biasanya turun sampai dibawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan uterus terdorong ke bawah, uterus menjadi
bulat dan fundus berada di atas pusat (sering kali mengarah ke sisi kanan).
2) Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui vulva dan vagina
(tanda Ahfeld)
3) Semburan darah tiba-tiba
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Semburan darah yang secara
tiba-tiba menandakan darah yang terkumpul diantara melekatnya plasenta
dan permukaan maternal plasenta (maternal portion) keluar dari tepi plasenta
8
yang terlepas. Setelah bayi lahir kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus
teraba keras dengan fundus uterus setinggi pusat, dan berisi plasenta yang
menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian timbul his pelepasan
dan pengeluaran plasenta. Dalam waktu 5-10 menit plasenta. terlepas,
terdorong ke dalam vagina akan lahir spontan atau sedikit dorongan dari atas
simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit
setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah
kira-kira 100- 200 cc.
Manajemen aktif kala III meliputi pemberian oksitosin dengan segera,
pengendalian tarikan pada tali pusat, dan pemijatan uterus segera setelah plasenta
lahir. Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum lahir juga dalam
waktu 30 menit, periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi, periksa adanya
tanda pelepasan plasenta, berikan oksitosin 10 unit (intramuskular) dosis ketiga,
dan periksa si ibu dengan seksama dan jahit semua robekan pada serviks dan
vagina kemudian perbaiki episiotomi.
d. Kala 4
Kala pengawasan dimulai dari lahirnya plasenta sampai 1 jam. Periksa
fundus uteri setiap 15 menit pad jam pertama dan setiap 20-30 menit selama jam
kedua. Jika kontraksi tidak kuat massase uterus sampai menjadi keras. Periksa
tekanan darah, nadi, kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit pada jam
pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua. Selain itu perawat juga
menganjurkan untuk minum agar mencegah dehidrasi. Higene juga perlu
diperhatikan, istirahat dan biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan
hubungan ibu dan bayi. Sebagai permulaan dengan menyusui bayi karena
menyusui dapat membantu uterus berkontraksi.
6. Komplikasi Persalinan
Risiko komplikasi asuhan persalinan normal dapat terjadi pada tiap kala
persalinan. Komplikasi dapat terjadi dipengaruhi oleh kondisi selama kehamilan,
kondisi ibu, dan kondisi janin (Meliyana, 2020).
a. Partus lama, biasanya terkait kontraksi uterus yang tidak adekuat atau dilatasi
serviks yang tidak sempurna.
b. Ketuban pecah dini (KPD), yaitu pecahnya ketuban sebelum ada tanda inpartu.
c. Asfiksia pada janin, yang dapat menyebabkan intrauterine fetal death (IUFD).
9
d. Sepsis neonatorum, dapat terjadi karena infeksi akibat KPD
e. Distosia atau yang dimaksud sebagai persalinan macet (prolonged labor) adalah
komplikasi melahirkan ketika total waktu melahirkan lama.
f. Retensio plasenta, yaitu plasenta tidak lahir spontan dalam waktu 30 menit
setelah bayi lahir.
g. Plasenta previa adalah kondisi ketika ari-ari atau plasenta berada di bagian
bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Selain
menutupi jalan lahir, plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan hebat, baik
sebelum maupun saat persalinan.
h. Perdarahan postpartum, yaitu jumlah perdarahan pervaginam setelah bayi lahir
lebih dari 500 cc atau dapat mempengaruhi hemodinamik pasien. Penyebab
perdarahan postpartum terdiri dari 4T, yaitu tone (atonia uteri), tissue (sisa
jaringan plasenta), trauma (ruptur uteri, serviks, atau vagina), dan thrombin
(gangguan faktor koagulopati).
7. Penatalaksanaan
a. Penaganan umum
1) Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
2) Upaya melakukan konfirmasi umur kebersalinan bayi
b. Prinsip penanganan
1) Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kebersalinan, atau
2) Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
c. Penanganan / pengobatan
1) Tokolitik dengan menggunakan Magnesium Sulfat : dosis awal 4 gr
intravena dilanjutkan dengan 1-3 gr/jam. Efeksamping yang ditimbulkan
yaitu depresi pernafasan, untuk antidatumnya berupa calsi gluconas.
Golongan andregenic untuk merangsang reseptor pada otot polos uterus
sehingga terjadi relaksasi dan hilangnya kontraksi.
Jenis obatnya yaitu Tarbutalin dengan dosis 0,25 mg diberikan
dibawah kulit setiap 30 menit maksimum 3 kali, atau Ritodin diberikan
secara infus intravena maksimum 0,35 mg/menit sampai 6 jam setelah
kontraksi hilang dengan dosis pemeliharaan secara oral 10 mg/oral
diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang.
Selain itu perlu membatasi aktivitas atau tirah baring.
10
2) Pematangan paru janin dengan pemberian kortiko steroid diberikan pada
umur kebersalinan 34-38 minggu dan 24 jam sebelum persalinan,
pemberian surfaktan.
3) Pemberian antibiotic
Obat oral yang di anjurkan diberikan adalah eritromisin 3 x 500 mg
selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari
atau dapat menggunakan antibiotic lain seperti klindamisin. Tidak
digunakan pemberian ko-amoksiklaf karena resiko NEC.
4) Cara persalinan
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam bisa
dilakukan episiotomy dari dengan menggunakan forcep mengurangi
trauma kepala dan melindungi kepala janin. Section caesarea tidak
memberikan prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu.
Prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan section
caesarea. Oleh karena itu, section caesarea hanya dilakukan atas indikasi
obstetric. Pada kebersihan letak sunsang 30-34 minggu, section caesarea
dapat dipertimbangkan. Setelah kebersalinan lebih dari 34 minggu,
persalinan dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan
kebersalinan aterm.
5) Metode kanguru untuk merawat bayi premature
Metode kanguru mampu memenuhi kebutuhan asasi bayi berat lahir
rendah dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim
ibu, sehingga member peluang untuk dapat beradaptasi dengan dunia luar.
11
WOC PERSALINAN NORMAL
Kehamilan 37– 42 minggu
Tanda-tanda Inpartu
Proses persalinan
12
Keletihan Pola napas tidak
efektif
12
Tekanan hidrostatis
air ketuban dan
tekanan intrauterin
naik
Pertukaran O2 pada
sirkulasi
uteroplasenter kurang
Hipoksia janin
13
I. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Ibu
Nama, nama panggilan, alamat, bahasa yang digunakan. Usia ibu dalam
kategori usia subur (15-49 tahun). Bila didapatkan terlalu muda (kurang
dari 20 tahun) atau terlalu tua (lebih dari 35 tahun) merupakan kelompok
resiko tinggi. Pendidikan dan pekerjaan klien. (Taufan, 2014).
b. Keluhan Utama
Berisi keluhan ibu sekarang saat pengkajian dilakukan. Pada umumnya,
klien akan mengeluh nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut,
adanya his yang makin sering, teratur, keluarnya lendir dan darah,
perasaan selalu ingin buang air kecil, bila buang air kecil hanya sedikit-
sedikit. (Rohani, 2011)
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang lalu dikaji untuk mengetahui apakah ibu
mempunyai riwayat penyakit seperti diabetes mellitus, dll. Riwayat
penyakit keluarga dikaji untuk mengetahui adakah riwayat penyakit
menurun atau menular, adakah riwayat keturunan kembar atau tidak.
(Wiknjosastro, 2009)
d. Riwayat Penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia kehamilan antara
38-42 minggu disertai tanda-tanda menjelang persalinan yaitu nyeri
pada daerah pinggang menjalar ke perut, his makin sering, teratur,
kuat, adanya show (pengeluaran darah campur lendir), kadang
ketuban pecah dengan sendirinya. (Mitayani, 2009)
2) Riwayat penyakit sistemik
Untuk mengetahui apakah adanya penyakit jantung, hipertensi,
diabetes mellitus, TBC, hepatitis, penyakit kelamin, pembedahan
yang pernah dialami, dapat memperberat persalinan
3) Riwayat penyakit keluarga
14
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit menular seperti TBC dan hepatitis, menurun seperti
jjantung dan DM.
4) Riwayat Obstetri
Riwayat haid. Ditemukan amenorrhea (aterm 38-42 minggu),
prematur kurang dari 37 minggu.
5) Riwayat kebidanan.
Adanya gerakan janin, rasa pusing, mual muntah, dan lain-lain. Pada
primigravida persalinan berlangsung 13-14 jam dengan pembukaan 1
cm/ jam, sehingga pada multigravida berlangsung 8 jam dengan 2
cm/ jam.
6) Riwayat keturunan kembar
Untuk mengetahui ada tidaknya keturunan kembar dalam keluarga.
7) Riwayat operasi
Untuk mengetahui riwayat operasi yang pernah dijalani.
8) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan klien dan lamanya perkawinan.
9) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
a) Kehamilan : Untuk mengetahui berapa umur kehamilan ibu dan
hasil pemeriksaan kehamilan (Wiknjosastro, 2009)
b) Persalinan : Spontan atau buatan, lahir aterm atau prematur, ada
perdarahan atau tidak, waktu persalinan ditolong oleh siapa,
dimana tempat melahirkan. (Wiknjosastro, 2009)
c) Nifas : Untuk mengetahui hasil akhir persalinan (abortus, lahir
hidup, apakah dalam kesehatan yang baik) apakah terdapat
komplikasi atau intervensi pada masa nifas, dan apakah ibu
tersebut mengetahui penyebabnya.
10) Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat kehamilan sekarang perlu dikaji untuk mengetahui apakah
ibu resti atau tidak, meliputi :
a) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT). Digunakan untuk
mengetahui umur kehamilan (Wiknjosastro, 2009)
b) Hari Perkiraan Lahir (HPL)
Untuk mengetahui perkiraan lahir (Wiknjosastro, 2009)
15
c) Keluhan-keluhan
Untuk mengetahui apakah ada keluhan-keluhan pada trimester
I,II dan II (Wiknjosastro, 2009)
d) Ante Natal Care (ANC)
Mengetahui riwayat ANC, teratur / tidak, tempat ANC, dan saat
kehamilan berapa
e) Riwayat keluarga berencana
Untuk mengetahui apakah sebelum kehamilan ini pernah
menggunakan alat kontrasepsi atau tidak, berapa lama
penggunaan nya (Nursalam, 2013)
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum: Untuk mengetahui keadaan umum baik, sedang, jelek.
Pada kasus persalinan normal keadaan umum pasien baik.
b. Kesadaran Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien composmentis,
apatis, somnolen, delirium, semi koma dan koma. Pada kasus ibu bersalin
dengan persalinan normal kesadarannya composmentis (Rohani, 2011)
c. Tanda vital
1) Tekanan darah : Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi dan
hipotensi. Batas normalnya 120/80 mmHg (Saifuddin, 2010)
2) Nadi : Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit
(Saifuddin, 2010). Batas normalnya 69-100x/ menit (Taufan, 2014)
3) Respirasi : Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang
dihitung dalam 1 menit (Saifuddin, 2010). Batas normalnya 12- 22x/
menit (Taufan, 2014)
4) Suhu : Untuk mengetahui suhu tubuh klien, memungkinkan febris/
infeksi dengan menggunakan skala derajat celcius. Suhu wanita 37 saat
bersalin tidak lebih dari 38°C (Wiknjosastro, 2009). Suhu tubuh pada
ibu bersalin dengan persalinan normal 38°C (Taufan, 2014).
d. Pemeriksaan fisik B1-B6
1) Breath (B1)
a) Inspeksi : Respirasi rate normal (20x/ menit), tidak ada retraksi
otot bantu nafas, tidak terjadi sesak nafas, pola nafas teratur, tidak
menggunakan alat bantu nafas, terdapat adanya pembesaran
payudara, adanya hiperpigmentasi areola mammae dan papilla
mammae.
16
b) Palpasi :Pergerakan dinding dada sama
c) Auskultasi : Suara nafas regular, tidak ada suara tambahan
seperti wheezing dan ronchi
d) Perkusi : Suara perkusi sonor (Nugroho T, 2011)
2) Blood (B2)
a) Inspeksi : Anemis (jika terjadi syok akibat perdarahan postpartum)
b) Palpasi : Pulsasi kuat, tidak ada pembesaran vena jugularis, CRT <
2 detik, akral hangat, takikardi (jika terjadi syok)
c) Auskultasi : Pada auskultasi didapatkan suara jantung normal (S1
dan S2 normal), S1 ; Lup dan S2 ; Dup (Nugroho T, 2011)
3) Brain (B3)
a) Inspeksi : Kesadaran : Composmentis, GCS : (eyes : 4, verbal : 5,
motorik : 6), tidak ada kejang
b) Palpasi : Tidak ada kaku kuduk, tidakada brudzinsky (Nugroho T,
2011)
4) Bladder (B4)
a) Inspeksi : Disuria, perineum menonjol, vagina dan vulva berwarna
kemerahan dan agak kebiru-biruan (livide), cairan ketuban keluar
pervaginam berwarna putih keruh mirip air kelapa atau sudah
berwarna kehijauan.
b) Palpasi : Kandung kemih biasanya kosong, pada VT terdapat
pembukaan lengkap (Nugroho T, 2011) 39
5) Bowel (B5)
a) Inspeksi : Mulut bersih, mukosa lembab, keadaan anus terbuka, ada
strie dan linea
b) Palpasi : Distensi abdomen, TFU 3 jari dibawah prosesus xifoideus,
nyeri perut karena kontraksi uterus.
Pada pemeriksaan Leopold :
17
(presentasi kepala), umumnya cairan ketuban merembes,
pemeriksaan VT pembukaan lengkap
d) Leopold IV : Di palpasi teraba sudah masuk
PAP Pada tahapan persalinan :
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien persalianan normal
yaitu nyeri melahirkan, pola napas tidak efektif, keletihan, ansietas, risiko syok,
risiko perdarahan, dan risiko infeksi.
18
C. Rencana Keperawatan
19
Pola napas tidak Tujuan: 1. Observasi
efektif Pola nafas klien efektif dalam waktu a. Monitoring dan evaluasi
3x24 jam terhadap dispnea, RR, retraksi
Kriteria Hasil: dinding dada, irama nafas,
1. Dispnea menurun sianosis, nafas spontan
2. RR (12-24 x/menit) 2. Terapeutik
3. Retraksi dinding dada menurun a. Pertahankan kepatenan jalan
4. Irama nafas regular nafas
5. Tidak ada sianosis b. Atur posisi semi fowler
6. Tidak terpasang alat bantu nafas c. Lakukan pemantauan oksigen
(nafas spontan) d. Anjurkan untuk minum air
hangat
e. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
20
3. Edukasi
Edukasi keluarga tentang
manajemen pola nafas
4. Kalaborasi
Lakukan kolaboratif terapi oksigen
dan terapi nebulizer sesuai advise
dokter.
21
5. Perdarahan (-) 3. Edukasi
a. Jelaskan tanda-tanda perdarahan
b. Anjurkan untuk segara melapor
jika terjadi perdarahan
4. Kalaborasi
Kalaborasi pemberian obat
pengontrol pendarahan, jika perlu.
22
Risiko Infeksi Tujuan: 1. Lakukan monitoring dan evaluasi
Risiko infeksi menurun setelah terhadap:
dilakukan tindakan keperawatan a. Suhu tubuh
selama 3x24 jam b. Tanda infeksi seperti
Kriteria hasil: kemerahan dan luka
1. Tanda infeksi (-) c. Leukosit
2. Suhu tubuh (36,5-37,5) 2. Lakukan manajemen risiko infeksi:
3. Tali pusat kering dan lepas a. Lakukan cuci tangan sebelum
4. Kulit bersih dan tidak ada luka dan sesudah ke klien
5. Kadar leukosit (5,0 – 21,0) b. Lakukan perawatan luka dengan
memperhatikan teknik asertif,
jika perlu
c. Lekukan seka pada klien
d. Ganti pampers jika sudah penuh
e. Ganti baju dan linen tempat tidur
23
klien jika sudah kotor
3. Edukasi
Lakukan edukasi kepada klien atau
keluarga untuk menjaga kebersihan
diri
4. Kalaborasi dengan tim terkait
a. Pengambilan sampel darah
b. Pemberian obat antibiotik
24
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D., & Serudji, J. (2017). Hubungan Kualitas Pelayanan Asuhan Persalinan
Normal dengan Loyalitas Ibu Bersalin di Puskesmas Rawat Inap Lubuk Buaya
Padang Tahun 2017. 8(4), 62–70.
Evayanti, Yulistiana. 2017. Asuhan Kebidanan Masa Nifas (Post Natal. Care). Jakarta:
Trans Info Media.
Kurniawati, A. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: PUSDIK
SDM Kesehatan.
Manuaba, IAC., I Bagus, dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB
untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC. Saifuddin, Abdul.
Mochtar, Rustam. 2016. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar
Ginekologi untuk Mahasiswi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Purwoastuti & Walyani. (2017). Ilmu Obstetri & Ginekologi Sosial Untuk Kebidanan.
Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yulizawati., dkk. (2019). Asuhan Kebidanan dan Persalinan. Sidoarjo: Indomedia Pustaka.
23