PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Sejalan dengan latar belakang masalah di atas, refarat ini dilaksanakan
dengan tujuan sebagai berikut :
A. Tujuan Umum
a. Mengetahui tentang takiaritmia
B. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi takiaritmia
b. Untuk mengetahui klasifikasi takiaritmia
c. Untuk mengetahui manajemen takikaritmia
1.3 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dinding jantung terdiri dari otot jantung, disebut miokardium. Ini juga
memiliki striase mirip dengan otot rangka. Jantung mempunyai empat ruang yaitu
atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah
ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah
ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal, hal ini logis
karena ventrikel kiri memompa darah ke sirkulasi sistemik.3,4
3
Gambar. 2 Jantung2
Jantung memiliki empat katup. Antara atrium kanan dan ventrikel terletak
katup trikuspid, dan antara atrium kiri dan ventrikel adalah katup mitral. Katup
pulmonalis terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, sedangkan
katup aorta terletak pada saluran keluar ventrikel kiri (mengendalikan aliran ke
aorta).3
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari
seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari
paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi
menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel
kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan
selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti
4
dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar
yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium.3,4
Dalam sel otot jantung, atau miosit, aktivasi listrik berlangsung dengan cara
mekanisme yang sama seperti sel saraf yaitu, dari masuknya ion natrium melintasi
membran sel. Amplitudo potensial aksi menjadi sekitar 100 mV untuk kedua saraf
dan otot. Durasi impuls otot jantung dua kali lipat lebih lama dibandingkan sel
saraf atau otot rangka. Sebuah fase plateau berikut, depolarisasi jantung, setelah
itu repolarisasi berlangsung. Seperti dalam sel saraf, repolarisasi merupakan
konsekuensi dari aliran ion kalium. Durasi impuls tindakan adalah sekitar 300 ms,
Terkait dengan aktivasi listrik dari sel otot jantung adalah kontraksi mekanik.
Perbedaan penting antara jaringan otot jantung dan otot rangka adalah
bahwa dalam otot jantung, aktivasi dapat menyebarkan dari satu sel ke sel lain ke
segala arah. Akibatnya, gambaran gelombang aktivasi berbentuk agak rumit. Satu-
satunya pengecualian adalah batas antara atrium dan ventrikel, yang gelombang
aktivasi biasanya tidak bisa menyeberang kecuali sepanjang sistem konduksi
khusus, karena penghalang nonconducting dari jaringan fibrosa.3
5
Gambar. 3 Elektrofisiologi sel otot jantung2
Pada atrium kanan di vena kava superior terdapat sinus node (sinoatrial atau
SA node) yang terdiri dari sel-sel otot khusus. Simpul sinoatrial pada manusia
berbentuk sabit dan panjang sekitar 15 mm dan 5 mm lebar. SA adalah self-
excitatory, pacemaker sel. Mereka menghasilkan potensial aksi pada tingkat
sekitar 70 per menit. Dari sinus node, aktivasi merambat seluruh atrium, tetapi
tidak dapat menyebarkan langsung di batas antara atrium dan ventrikel.
Node atrioventrikular (AV node) terletak di batas antara atrium dan ventrikel. AV
node memiliki frekuensi intrinsik sekitar 50 pulses / min. Namun, jika AV node
dipicu dengan frekuensi denyut yang lebih tinggi, maka frekuensinya juga akan
lebih tinggi. Karena tingkat intrinsik dari simpul sinus adalah yang terbesar,
menetapkan frekuensi aktivasi seluruh jantung. Jika sambungan dari atrium ke
nodus AV gagal, nodus AV mengadopsi frekuensi intrinsiknya. Jika sistem
6
konduksi gagal di bundel his, ventrikel akan berdenyut pada tingkat ditentukan
oleh bagian yang memiliki frekuensi intrinsik tertinggi.3
7
2.2 Defenisi
Aritmia adalah irama yang bukan berasal dari nodus SA atau irama yang
tidak teratur sekalipun berasal dari nodus SA atau frekuensi kurang dari 60
kali/menit (sinus bradikardi) atau lebih dari 100 kali/menit (sinus takikardi), serta
terdapat hambatan impuls supra/intraventrikular.5
2.3 Epidemiologi
Aritmia memiliki insidens yang tinggi sebagai penyebab kematian
mendadak (sudden death) pada populasi berumur 40-50 tahun di negara
maju.Tercatat di Amerika Serikat pada tahun 2001, 450.000 meninggal karena
aritmia.10 Risiko kematian mendadak akibat aritmia meningkat sesuai dengan
meingkatnya umur, namun menurun pada dekade kedelapan. Insidens aritmia dan
kematian mendadak lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Pada dewasa
muda berumur di bawah 35 tahun, 100 kali lebih rendah dibandingkan dengan
usia di atas 35 tahun. Secara epidemiologi, insidens dari aritmia dan kematian
mendadak lebih tinggi pada kelompok Afrika-amerika dibandingkan dengan kulit
putih. Di Indonesia, data mengenai prevalensi aritmia belum ada.5
8
Gambar 5. Sinus Takikardia5
B. Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi (AF) adalah aritmia jantung menetap yang
paling umum didapatkan. Ditandai dengan ketidakteraturan irama dan
peningkatan frekuensi atrium sebesar 350-650 x/menit sehingga atrium
menghantarkan implus terus menerus ke nodus AV. Konduksi ke
ventrikel dibatasi oleh periode refrakter dari nodus AV dan terjadi
tanpa diduga sehingga menimbulkan respon ventrikel yang sangat
ireguler. Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodic maupun
permanen. Jika terjadi secara permanen, kasus tersebut sulit untuk
dikontrol.6
Gambaran elektrokardiogram atrial fibrilasi adalah irama yang
tidak teratur dengan frekuensi laju jantung bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika laju jantung kurang dari 60 kali permenit
disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat (SVR), jika laju
jantung 60-100 kali permenit disebut atrial fibrilasi respon ventrikel
normal (NVR) sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit
disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat (RVR). Kecepatan
QRS biasanya normal atau cepat dengan gelombang P tidak ada atau
jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil sehingga
bentuknya tidak dapat didefinisikan.6
9
Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut:
10
AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah
terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7
hari. Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan
kembali ke irama sinus secara spontan dalam waktu 24 jam.
Atrium fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48 jam
juga disebut AF Paroksimal.
AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam
tetapi kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan
kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.
AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih
dari 7 hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus (resisten).
C. Atrial Flutter
Atrial Flutter merupakan salah satu bentuk dari
Supraventricular Takikardi yang diakibatkan makro reentrant sirkuit
yang paling sering terjadi pada atrium kanan. Dasar terjadinya atrial
flutter adalah reentrant pada atrium yang dapat disebabkan oleh
11
jaringan fibrosis pada operasi jantng, terapi ablasi, fibrosis idiopatik,
dan kelainan antaomis lainnya yang menyebabkan kelainan struktur
sistem konduksi atrium. Pada gambaran EKG, frekuensi depolarisasi
atrium pada keadaan atrial flutter adalah 250-350/menit, yang biasanya
diikuti dengan frekuensi setengahnya oleh ventrikel, yakni 150
kali/menit.7
Karakteristik EKG Atrial Flutter :
1. Khas dari Atrial Flutter adalah aktivitas aliran listrik atrium yang
konstan dan beraturan dengan rate berkisar 250-350 kali permenit
dan membentuk gambaran seperti mata gergaji atau dikenal
dengan "Saw Tooth Appereance"
2. Respon Ventrikel dapat reguler maupun ireguler tergantung dari
konduksi AV node
3. Gelombang Flutter biasanya paling baik terlihat di lead inferior (
II,III,aVF )
4. Garis Baseline EKG hampir tidak ada pada lead inferior
12
dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini
disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada
EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit
dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS
tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena
gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika
konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd
terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-slow) atau
antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan
kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak
yang cukup jauh setelah komplek QRS.8
F. Junctional Takikardi
Junctional takikardia adalah bentuk takikardia supraventricular
ditandai dengan keterlibatan nodus AV. Hal ini dapat kontras dengan
takikardia atrium. Ini adalah takikardia terkait dengan generasi impuls
dalam fokus di wilayah node atrioventrikular karena adanya pemisahan
A-V. Secara umum, tingkat intrinsik AV junction adalah 40-60 bpm
sehingga takikardia junctional menyiratkan tingkat> 60 bpm.10
Junctional takikardi dapat dikaitkan dengan toksisitas
digitalis. Ini mungkin juga karena terjadinya sindrom koroner akut,
gagal jantung, penyakit sistem konduksi dengan automaticity
ditingkatkan, atau administrasi teofilin.10
Pada EKG, Junctional Takikardia menunjukkan kriteria klasik berikut:
P-Waves: gelombang-P dapat terbalik di lead II, III dan aVf atau
tidak terlihat
14
kompleks sempit QRS (yang konsisten dengan irama non-
ventrikel)
Keadaan ini dapat berdampingan dengan takikardia
superventricular lain karena pemisahan antara node SA dan AV node.
Junctional Tachycardia dapat muncul mirip dengan atrioventrikular
reentrant tachycardia nodal. Salah satu bentuknya adalah junctional
takikardia ektopik.10
15
Klasifikasi Ventricular Tachycardia11
ventrikel takikardia dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1. Morfologi
Monomorfik
polimorfik VT
Torsades De Pointes (Polymorphic dengan perpanjangan QT)
Ventricular Outflow tepat Tract Takikardia
fasciculus Takikardia
bidirectional VT
ventrikel Flutter
ventricular Fibrillation
2. Durasi
Berkelanjutan = Duration> 30 detik atau memerlukan intervensi
karena kompromi hemodinamik.
Non-berkelanjutan = Tiga atau lebih kompleks ventrikel berturut-
turut mengakhiri spontan di <30 detik.
3. Gambaran Klinis
hemodinamik stabil.
hemodinamik tidak stabil - mis hipotensi, nyeri dada, gagal
jantung, penurunan tingkat kesadaran.
A.1. Monomorfik VT
Irama Teratur
Berasal dari satu focus dalam ventrikel
Menghasilkan komplek QRS seragam dalam setiap memimpin
masing-masing QRS identik
Klasik monomorfik VT dengan kompleks QRS seragam.
Axis tak tentu.
QRS Sangat luas (~ 200 ms).
16
Gambar 11. VT monomorfik12
B. Ventrikel Fibrilasi
17
primer. Angka kejadiannya tinggi pada populasi asia dan kelompok
laki-laki usia muda. Pada EKG permulaan saat irama sinus ditemukan
adanya gambaranRBBB inkomplit dengan elevasi segmen ST di
sadapan VI-V3.13
18
Gambaran EKG yang khas untuk sindrom WPW adalah adanya
gelombang delta sebagai akibat take-off dari kompleks QRS yang
terjadi lebih awal dari biasanya, karena ventrikel diaktivasi oleh impuls
melalui jalur tambahan. Dengan demikian interval PR menjadi lebih
pendek dari normal, dan kompleks QRS menjadi lebih lebar.14,15
19
Gambar 13. EKG Wolff Parkinson White Syndrome 14
21
Gambar 14. VES Bigemini16
kompleks QRS.16
22
2.5 Algoritma Takikardi
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Non Medikamentosa
A. Defibrilasi
Defibrlasi merupakan suatu proses pemberian sejumlah arus
listrik untuk kejut jantung melalui alat defibrillator yang diharapkan
dapat mengembalikan irama jantung menjadi normal. Dengan kata lain
proses defibrilasi mencakup penghantaran listrik melalui dinding dada
menuju jantung untuk memadamkan aliran-aliran listrik “liar” sel-sel
miokard. Defibrilasi dilalukan pada kondisi henti jantung yang
23
disebabkan VT (Ventrikular Takikardi), VF (Ventrikel Fibrilasi), atau
VT Polimorfik (Torsades de Pointes). Keberhasilan akan menurun jika
defibrilasi dilakukan semakin lama dan VF akan cenderung berubah
menjadi asistol dalam beberapa menit. Angka kematian akan
meningkat 7-10%. 1
Energi Kejut
24
efektif untuk mengatasi VF, maka penolong dapat menggunakan
pilihan 200 J sebagai dosis awal dan seterusnya. Bila menggunakan
defibrilator monofasik, pilih dosis 360 J untuk semua kejutan. Dosis
terkecil defibrilasi yang efektif pada bayi dan anak dan batas atas
untuk defibrilasi yang aman juga belum diketahui. Dosis 4-9 J/Kg
efektif memberi defibrilasi pada anak-anak, tanpa efek buruk yang
bermakna. Pada anak usia 1-8 tahun defibrilasi manual yang
merekomendasikan (monofasik atau bifasik) adalah 2J/Kg untuk
percobaan pertama dan 4 J/Kg untuk percobaab selanjutnya.1
Defibrilasi dicapai dengan memberikan aliran listrik dan
mempertahankan dalam jangka waktu tertantu. Kecepatan pemberian
defibrilasi merupakan faktor penentu keberhasilan terapi VF.
Resusitasi jantung paru (RJP) tetap dilakukan sebelum dansesudah
kejut dilakukan. Pada pasien yang diraway dengan pemantauan
hemodinamik kontinyu di unit terapi intensif, kejut listrik dapay
langsung dilakukan tanpa melakukan RJP terlebih dahulu, kecuali bila
alat defibrilator membutuhkan waktu untuk dipersiapkan.1
Elektroda
Bila menggunakan lempeng (padles), lempeng tersebut harus
terpisah dan pasta atau gel hanya dioleskan kebagian dada di tempat
perlekatan. Defibrilator dengan lempeng yang menggunakan pasta atau
gel sama efektifnya dengan lembar bererekat. Lembar ini dapat
dilekatkan sebelum terjadi serangan jantung yang memungkinkan
untuk melakukan pemantauan dan kemudian pemberian kejutan
pemberian kejutan secara cepat bila dibutuhkan.1
Penolong harus menempatkan elektroda pada posisi sternal-
apikal. Lempeng dada kanan (sternal) diletakkan pada dada bagian
supero-anterior bagian kanan dan lempeng apikal (kiri) diletakkan
pada dada bagian infero-lateral kiri. 1
25
Saat memberikan kardioversi atau defibrilasi pada pasien yang
menggunakan pacu jantung permanen (PPM) atau ICD (Implantable
Cardioverter Defibrilator), berikan jarakminimal 5 cm dari generator
pacu jantung atauICD untuk mencegah malfungsi pacu jantung atau
ICD tersebut. Alat pacu jantung atau ICD dapat pula mengambat
sebagian arus ke jantung saat defibrilasi yang mengakibatkan
penghantaran energi yang tidak optimal. Apabila pasien menggunakan
ICD yang memberi kejutan (misalnya otot pasien berkontraksi seperti
yang tampak pada defibrilasi eksternal) berikan 30-6- detik untuk lat
tersebut menuntaskan siklusnya sebelum menempatkan lempeng
defibrilator. Kadangkala znalisa dansiklus ICD dan AED saling
bertentangan. Karena sebagian arus defibrilasi mengalir ke arah
sadapan pacu jantung. Pacu jantung permanen dalamICD harus
dievaluasi setelah pasien mendapat kejutan.1
26
B. Kardioversi Tersing kronisasi
Kardioversi tersinkronisasi adalah hantaran kejut yang
bersamaan dengan komplek QRS (sinkron). Sinkronisasi ini bertujuan
untuk menghindari hantaran kejut selama masa refrakter relatif siklus
jantung. Energi (dosis kejut) yang digunakan untuk kejut sinkronisasi
lebih rendah daripada yang digunakan untuk kejut yang tidak
tersinkronisasi (defibrilasi). Kejut dengan energi ini seharusnya selalu
dihantarkan sebagai kejut yang sinkron karena jika dihantaekan
sebagai kejut tidak tersinkronisasi maka dapat memicu terjadinya VF.
Jika kardioversi dibutuhkan dan tidak mungkin dilakukan kejut sikron
(misalnya irama jantung pasien iregule), gunakan kejut asinkron energi
tinggi. Hantaran kejut tersinkronisasi (kardioversi) diindikasikan untuk
mengobati takiaritmia yang tidak stabil yang berhubungan dengan
pembentukan komplek QRS dan adanya nadi seperti pada SVT,
atrialfibrilasi, atrial flutter. Kardioversi tersinkronisasi dapat juga
dilakukan pada VT monomorfik dengan nadi dengan hemodinamik
yang tidak stabil.1
Dosis energi awal yang direkomendasikan untuk kardioversi
atrial fibrilasi adalah 120-200 J. sedangkan untk atrial flutter dan
supraventikuler tachicardia membutuhkan energi yang lebih rendah;
yakni 50-100 J. jika dengan dosis 50 J awal gagal, penolong sebaiknya
meningkatkan dosis secara bertahap. Pada anak-anak dapat diberikan
energi awal 0.5-1 j/Kg untuk SVT, dengan dosis maksimal 2J/Kg. VT
monomorfik yang tidak stabil dengan atau tanpa nadi diobati sebagai
VF dengan menggunakan energi kejut tinggi yang tidak tersinkronisasi
(dosis defibrilasi). Dosis untuk aak-anak direkomendasikan energi
awal 0,5-1 J/Kg, dengan dosis maksimal 2J/Kh, dengan dosis
maksimal 2J/Kg sama seperti pada SVT.1
27
Gambar 18. Kardioversi
C. Manuver Vagal
2.6.2 Medikamenosa
A. Amiodaron (Obat penghambat saluran natrium)
Efek terhadap jantung :
Amiodaron mempunyai spectrum luas terhadap jantung. Sangat
efektif sebagai penghambat saluran natrium, tetapi tidak seperti
kuinidin, afinitasnya rendah pada saluran aktif, dan hampir selalu
terikat denga saluran dalam keadaan tidak aktif. Jadi, kerja
penghambat natrium amiodaron lebih menonjol pada jaringan yang
mempunyai kerja potensial panjang. Kerja potensial yang sering
timbul atau potensial diastolic yang kurang negative. 17
Amiodaron memperlambat kecepatan sinus dan hantaran
atrioventrikular, memperpanjang interval QT dengan nyata, dan
29
memperpanjang masa QRS. Meningkatkan nodus atrium dan
atrioventrikular, dan periode refrakter ventrikel.
Pengunaan Terapi
Amiodron sangat efektif terhadap aritmia supraventrikular maupun
ventricular. Umumunya dosis relatif rendah (200-400 mg/hari) dapat
digunakan pada fibrilasi atrium paroksimal.17
C. Adenosin
Cara kerja dan penggunaan klinik
Adenosin adalah nukleosid yang berada diseluruh tubuh secara
alamiah waktu paruhnya dalam darah diperkirakan kurang dari 10
detik. Cara kerjanya meliputi peningkatan saluran kalium dan
menghambat cAMP-penyebab influx kalsium. Hasil keja ini ditandai
30
hiperpolarisasi dan penekana kerja potensial yang tergantung pada
kalsium. Apabila diberikan dosis bolus, adenosis langsung
menghambat konduksi nodus atrioventrikuler dan meningkatkan
periode refrakter nodus atrioventrikular tetapi hanya mempunyai efek
sedang pada fungsi nodus sinoatrial. Adenosin merupakan obat pilihan
untuk penanggulangan segera terhadap takikardi paroksismal
supraventrikular karena kemampuannya tingi dan kerjanya
berlangsung sangat pendek. Sering diberikan dengan dosis bolus 6 mg
yang diikuti, bila perlu, dengan dosis 12 mg. obat tersebut juga efektif
pada pasien dengan takikardi ventricular. 17
Penggunaan terapi
Prokainamid efektif terhadap kebanyakan aritmia atrium dan
ventrikel.prokainamid merupakan obat pilihan kedua (setelah lidokain)
pada kebanyakan unit perawatan jantung untuk pengobatan aritmia
ventrikular yang terus- menerus berkaitan dengan infark miokardium
akut.17
Penggunaan terapi
Lidokain adalah obat pilihan untuk menekan takikardia
ventrikel dan fibrilasi setelah kardioversi. Beberapa kejadian juga
beranggapan bahwa lidokain sesungguhnya mengurangi insiden
fibrilasi ventrikel padabeberapa hari pertama setelah infark otot
jantung akut. Tetapi masih kontroversi, apakah lidokain harus
diberikan secara rutin pada semua pasien setelah infark otot jantung.
Lidokain jarang efektif pada aritmia supraventrikular, kecuali yang
berhubungan dengan sindrom Wolf-parkinson-white atau keracunan
digitalis.17
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aritmia adalah irama yang bukan berasal dari nodus SA atau irama
yang tidak teratur sekalipun berasal dari nodus SA atau frekuensi kurang
dari 60 kali/menit (sinus bradikardi) atau lebih dari 100 kali/menit (sinus
takikardi), serta terdapat hambatan impuls supra/intraventrikular. Aritmia
memiliki insidens yang tinggi sebagai penyebab kematian mendadak
(sudden death) pada populasi berumur 40-50 tahun di negara maju.
Penyebab aritmia jantung biasanya merupakan satu atau gabungan dari
kelainan dalam sistem irama-konduksi jantung, seperti irama pacu jantung
yang abnormal, pergeseran pacu jantung dari sinus nodus ke tempat lain di
jantung, jalur perjalanan yang abnormal di jantung, pembentukan impuls
palsu yang spontan pada hampir semua bagian jantung.
Setiap menilai EKG pada takikardia, kita harus berusaha mengidentifikasi
gelombang P dan melihat hubungannya dengan kompleks QRS. Ada 2 pembagian
takikardia berdasarkan hubungan ini yaitu takikardi kompleks QRS sempit dan
takikardi kompleks QRS lebar.
Kerika menghadapi pasien dengan takikardi, upaya pertama yang
harus dilakukan adalah menentukan apakah gejala klinis yang ada adalah
memang disebabkan oleh takikardi atau sekunder dari kondisi klinis lain
yang mendasari.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
N, Editors. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook Of Medical
Physiology) Edisi 11. ECG. 2007. P. 158-160
14. Yuniadi Y. Jurnal Kardiologi Indonesia Takikardia Ireguler Dengan
Kompleks QRS Lebar Mekanisme dan Tatalaksana. Vol.32 : forum
PERKI,Indonesia 2014. Diakses pada tanggal 18-12-2016 pukul 22.00
WIB.
15. Christopher R Ellis, MD, FACC, FHRS; Chief Editor: Jeffrey N Rottman.
Wolff-Parkinson-White Syndrome. Updated: Dec 04, 2015
16. Arif rahman. Ventrikel Ekstra Systole. Diakses tanggal 19 dese,ber 2016
17. Hodeghem Luc M, Roden M. Obat-obat yang digunakan pada Aritmia
Jantung. In Agoes A, editor. Farmakologi dasar dan klinik Edisi VI.
ECG;2002. p. 231-239
36