Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Keberhasilan pembangunan ternyata diikuti pula dengan pergeseran pola penyakit yang ada di

masyarakat. Pola penyakit yang semula didominasi penyakit-penyakit menular dan infeksi mulai

digeser oleh penyakit-penyakit degeneratif, termasuk penyakit jantung 1.

Jantung merupakan organ yang berfungsi dalam sistem sirkulasi darah, pekerjaan jantung

adalah memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme pada setiap saat

baik istirahat, bekerja maupun menghadapi beban. Hal ini dilakukan dengan baik bila kemampuan

otot jantung untuk memompa baik, sistem katub serta pemompaan baik. Bila ditemukan

ketidaknormalan pada salah satu di atas maka mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan

dapat menyebabknan kegagalan memompa1,2

Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit jantung memiliki persentasi

mencapai 29% dalam kasus kematian di dunia 5 . Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat

setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju 1 Berdasarkan data Global

Burden of Disease tahun 2000, 50% dari penyakit kardiovaskular disebabkan oleh hipertensi. Aritmia

adalah kelainan pada jantung yang berupa gangguan pada frekuensi, ketidakteraturan, tempat asal

denyut atau konduksi impuls listrik pada jantung 2. Aritmia merupakan penyakit yang berbahaya,

sehingga memerlukan pengobatan yang segera dan terapi yang teratur untuk mencegah kondisi yang

lebih buruk. Salah satu diagnosis aritmia yang paling popular digunakan adalah dengan

Electrocardiograph (ECG)1.

Perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan,

yaitu fase praoperatif, fase intraoperatif dan fase post operatif 2. Masing- masing fase dimulai pada

waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk

pengalaman bedah. Aritmia perioperatif merupakan salah satu dari komplikasi perioperatif yang

seringkali terjadi pada pasien yang sedang menjalani baik pembedahan non kardiak ataupun

1
3.
pembedahan kardiak dan membutuhkan penanganan yang segera pada kebanyakan kasus

Kemunculan aritmia telah dilaporkan muncul pada 70,2 % pasien yang menjalani anaesthesia
4
umum untuk berbagai prosedur operasi . Insiden aritmia bervariasi pada pasien yang

menjalani operasi kardiak maupun yang non kardiak berdasarkan modalitas monitoringnya.

Angka insidennya berfluktuasi dari 16,3 % hingga 61,7 % dengan monitoring EKG

intermiten dan 89 % dengan monitoring holter kontinyu. Pada pasien yang menjalani

pembedahan jantung, angka insiden aritmia mencapai lebih dari 90 % 4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Jantung

Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-

organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri.

Ukuran jantung panjangnya kira- kira12 cm, lebar 8-9 cm serta tebal kira-kira 6 cm. Berat

jantung sekitar 7- 15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan

tangan 5

Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada

diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas prosesus xiphoideus. Pada tepi kanan

cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral

sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1

cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudalpars cartilaginis

costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-

kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Selaput yang membungkus jantung disebut

perikardium dimana terdiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi

50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara perikardium dan

epikardium. Epikardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah

lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir

adalah lapisan endokardium5.

Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah

ventrikel. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya

tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang

tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel

kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara

3
kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar ventrikel (septum inter- ventrikulorum). Atrium

dan ventrikel pada masing-masing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu

penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup

oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup bikuspid

(katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup trikuspid 5,6

2.2. Fisiologi Jantung

2.2.1. Sistem induksi jantung

Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh

aktifitas listrik 6 . Aktifitas listrik ini dimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak

pada celah antara vena cava superior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali

gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang

disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut

Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel7

2.2.2 Siklus Jantung

Siklus jantung mencakup periode dari akhir kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole)

jantung sampai akhir sistole dan diastole berikutnya. Kontraksi jantung mengakibatkan

perubahan tekanan dan volume darah dalam jantung dan pembuluh utama yang mengatur

pembukaan dan penutupan katup jantung serta aliran darah yang melalui ruang-ruang dan

masuk ke arteri. Peristiwa mekanik dalam siklus jantung5

1. Selama masa diastole (relaksasi), tekanan dalam atrium dan ventrikelsama-sama rendah,

tetapi tekanan atrium lebih besar dari tekanan ventrikel.

4
Atrium secara pasif terus menerus menerima darah dari vena (vena cava superior dan

inferior, vena pulmonar).

Darah mengalir dari atrium menuju ventrikel melalui katup A-V yang terbuka.

Tekanan ventrikular mulai meningkat saat ventrikel mengembang untuk menerima darah

yang masuk.

Katup semilunar aorta dan pulmonar menutup karena tekanan dalam pembuluh-pembuluh

lebih besar daripada tekanan dalam ventrikel.

Sekitar 70% pengisian ventrikular berlangsung sebelum sistole atrial.

2. Akhir diastole ventrikular, nodus S-A melepas impuls, atrium berkontraksi dan

peningkatan tekanan dalam atrium mendorong tambahan darah sebanyak 30% ke dalam

ventrikel.5

3. Sistole ventrikular. Aktivitas listrik menjalar ke ventrikel yang mulai berkontraksi. Tekanan

dalam ventrikel meningkat dengan cepat dan mendorong katup A-V untuk segera menutup.

4. Ejeksi darah ventrikular ke dalam arteri

Tidak semua darah ventrikular dikeluarkan saat kontraksi. Volume sistolik akhir darah yang

tersisa pada akhir sistole adalah sekitar 50 ml

Isi sekuncup (70 ml) adalah perbedaan volume diastole akhir (120 ml) dan volume sistole

akhir (50 ml)

5. Diastole ventricular

5
Ventrikel berepolarisasi dan berhenti berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel menurun tiba-

tiba sampai di bawah tekanan aorta dan trunkus pulmonary, sehingga katup semilunar

menutup (bunyi jantung kedua).

Adanya peningkatan tekanan aorta singkat akibat penutupan katup semilunar aorta.

Ventrikel kembali menjadi rongga tertutup dalam periode relaksasi isovolumetrik karena

katup masuk dan katup keluar menutup. Jika tekanan dalam ventrikel menurun tajam dari 100

mmHg sampai mendekati nol, jauh di bawah tekanan atrium, katup A-V membuka dan siklus

jantung dimulai kembal

2.4. Aritmia

Aritmia merupakan suatu keadaan abnormalitas dari kecepatan denyut jantung (rate), irama

(rhythm) atau konduksi (conduction) yang dapat berakibat lethal (sudden cardiac death) atau

simptomatik2,10 .

Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan aritmia adalah :

Peradangan jantung seperti demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena

infeksi).

Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner) misalnya

iskemia miokard, infark miokard.

Intoksikasi obat antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.

Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).

Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom

Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.

Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).

Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).

Gagal jantung.

6
Kardiomiopati atau tumor jantung.

Penyakit degeneratif (fibrosis system konduksi jantung)

Tipe Tipe Aritmia12

2.5.1 Bradikardia sinus

Pola EKG bradikardia sinus adalah sebagai berikut :

Frekuensi : 40 sampai 60 denyut per menit

. Gelombang P : mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal

Kompleks QRS : biasanya normal

Hantaran : biasanya normal

Irama: reguler

Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal, kecuali frekuensinya.

Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan perubahan hemodinamika yang

bermakna, sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka

penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi

jantung diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat buang air

besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal

lebih lanjut. Obat pilihan untuk menangani bradikardia adalah atropine.

2.5.2 Blok derajat satu

Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic atau

mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pada pasien dengan infark

miokard dinding inferior jantung.

Karakteristik :

Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.

7
Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi lebih besar dari 0,

20 detik.

Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.

Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara jaringan penyambung

dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya

normal.

Irama : Biasanya regular.12

Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih serius.

Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat untuk setiap tahap lanjut

penyekat jantung.

2.5.3.Blok AV Derajat Dua10

Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, infark miokard atau

intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan frekwensi jantung dan

biasanya penurunan curah jantung.

Karakteristik :

Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi atrium dapat lebih cepat dua , tiga

atau empat kali disbanding frekwensi ventrikel.

Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap kompleks QRS.

Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi normal.

Kompleks QRS : Biasanya normal.

Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.

Irama : Biasanya lambat dan regular.

Penanganan diarahkan untuk meningkatkan frekwensi jantung guna mempertahankan curah

jantung normal. Intoksikasi digitas harus ditangani.

8
2.5.4 Blok AV Derajat Tiga

Blok AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan penyakit jantung

organic, intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi jantung berkurang drastic, mengakibatkan

penurunan perfusi ke organ vital, seperti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.

Karakteristik :

Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke serat purkinje. Mereka

disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang lolos dari daerah penyambung atau ventrikel

akan mengambil alih pacemaker.

Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut per menit, frekwensi ventrikel 40

sampai 60 denyut per menit bila irama yang lolos berasal dari daerah penyambung, 20 sampai

40 denyut permenit bila irama yang lolos berasal dari ventrikel.

Gelombang P : Gelombang P yang berasal dari nodus SA terlihat regular sepanjang irama,

namun tidak ada hubungan dengan kompleks QRS.

Kompleks QRS : Bila lolosnya irama berasal dari daerah penyambung , maka kompleks

QRS mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang normal, tetapi tidak berhubungan dengan

gelombang P. Kompleks QRS terjadi secara regular. Bila irama yang lolos berasal dari

ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan landai.

Kompleks QRS tersebut mempunyai konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC.

Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat.

Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari daerah

penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel

bersifat ektopik dengan konfigurasi yang menyimpang.

Irama : Biasanya lambat tetapi regular

9
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital. Penggunaan pace maker

temporer sangat dianjurkan. Mungkin perlu dipasang pace maker permanent bila blok bersifat

menetap.

2.5.5 Takikardia sinus

Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :

- Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.

- Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T

yang mendahuluinya; interval PR normal.

- Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.

- Hantaran : Biasanya normal.

- Irama : Reguler.

Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali frekeunsinya. Tekanan

sinus karotis, yang dilakukan pada salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat

frekuensi untuk sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya.

Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun,

mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan

darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu mengkompensasi dengan

menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat mengalami edema paru akut.

10
2.5. 6 Kontraksi prematur atrium

Karakteristik :

Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.

Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang

berasal dari nodus SA.

Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.

Hantaran : Biasanya normal.

Irama : Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan biasanya tidak akan

mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.

Kontraksi atrium prematur sering terlihat pada jantung normal. Pasien biasanya mengatakan

berdebar-debar. Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekwensi denyut nadi dan

denyut apeksi) bisa terjadi. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi selama

repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius seperti fibrilasi atrium.

2.5.7 Takikardia Atrium Paroksimal

Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak.

Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau

alcohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung

organic Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian

arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.

Karakteristik :

Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit.

Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P normal; dapat

ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0, 12 detik).

11
Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi

penyimpangan hantaran.

Hantaran : Biasanya normal.

Irama : Reguler

2.5.8 Fluter atrium

Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls

antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya

penyekat tetapi terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa impuls.

Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak

terpengaruh. Tanda penting dari disritmia tipe ini adalah adanya hantaran 1:1 impuls atrium

yang dilepaskan 250 400 kali permenit yang akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu

disritmia yang mengancam nyawa.

Karakteristik :

Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.

Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atau

kombinasinya).

Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh

focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai

gelombang F.

Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal.

Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.

Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atrium adalah sediaan digitalis. Obat ini

akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga memperlambat frekwensinya. Quinidin juga

dapat diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan

12
quinidin biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain yang

berguna adalah penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic.

Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap kardioversi listrik.

2.5.9 Fibrilasi atrium

Karakteristik :

Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler

biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.

Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang ireguler,

dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.

Kompleks QRS : Biasanya normal .

Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler,

karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang

dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.

Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan

oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.

Obat pilihan untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan

pada penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan untuk memperlambat frekwensi

jantung dan antidisritmia seperti quinidin digunakan untuk menekan disritmia tersebut.

2.5.10 Kontraksi Prematur Ventrikel

Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel.

PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asidosis,

latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin. PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya

pasien merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian

terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan disritmia

13
ventrikel yang lebih serius. Gelombang T memperlihatkan periode di mana jantung lebih

berespons terhadap setiap denyut dan tereksitasi secara disritmik.

Karakteristik :

Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.

Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.

Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik. Mungkin berasal

dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk

konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel.

Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.

Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.

Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan bila mungkin,

dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk pengobatan segera atau jangka

panjang. Obat yang biasanya dipakai pada penatalaksanaan akut adalah lidokain,

prokainamid, atau quinidin mungkin efektif untuk terapi jangka panjang.

2.5.11 Bigemini Ventrikel / Ventrikel ekstrasistole

Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI

akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur.

Karakteristik :

Frekwensi : Dapat terjadi pada semua frekwensi jantung, tetapi biasanya kurang dari 90

denyut per menit.

Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi dalam kompleks

QRS.

Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang lebar dan aneh dan

terdapat jeda kompensasi lengkap.

14
Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal, namun PVC yang

mulai berselang seling pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan

penyambung dan atrium.

Irama : Ireguler.

Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut trigemini, tiap denyut

keempat, quadrigemini. Penanganan bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena

penyebab yang sering mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus

disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati

dengan fenitoin (dilantin).

2.5.12 Takikardia Ventrikel

Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC. Penyakit ini

biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel.

Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat.

Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama ventrikuler yang

dipercepat dan takikardia ventrikel mempunyai karakteristik :

Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit.

Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak selalu

mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan

kontraksi atrium.

Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC, dengan gelombang T

terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan denyut

gabungan.

Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan

penyambung dan atrium.

15
Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel ireguler.

Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien bertoleransi terhadap

irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard harus dicari dan dikoreksi segera. Obat

antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tanda-tanda

penurunan curah jantung.

2.5.13 Fibrilasi Ventrikel

Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini

denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat

ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi

antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak

segera dikoreksi.

Karakteristik :

Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.

Gelombang P : Tidak terlihat.

Kompleks QRS : Cepat, undulasi ireguler tanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel

hanya memiliki gerakan yang bergetar.

Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama

mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.

Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.

2.5.14 Torsades de Pointes

Pada EKG, tampilan torsades de pointes memiliki karakteristik berupa kompleks iregular

yang tajam dan cepat yang secara berkelanjutan berubah dari kenaikan ke kanan ke posisi

16
yang berkebalikan. Antara setiap takhikardia, EKG menunjukkan QT interval yang

memanjang

Disamping tipe tipe aritmia diatas, aritmia juga meliputi tipe henti jantung

lain seperti :

2.5.15 Asistole Ventrikel

Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut

nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal.

Karakteristik :

Frekwensi : tidak ada.

Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel.

Kompleks QRS : Tidak ada

Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.

Irama : Tidak ada.

Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup. Untuk menurunkan

stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena. Efinefrin (intrakardiak) harus diberikan

secara berulang dengan interval setiap lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara

intravena.

2.5.16 Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan kondisi henti jantung dimana ritme jantung terlihat pada EKG tapi tidak

menimbulkan nadi atau detak jantung

17
2.6 Penanganan Aritmia Perioperatif

Aritmia pada pasien selama proses perioperatif dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu :11,13

1. Faktor yang berkaitan dengan pasien

a. Pasien dengan gangguan jantung yang telah diketahui memiliki angka insiden aritmia

selama anestesia yang yang lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa gangguan jantung

sebelumnya. Aritmia umumnya lebih fatal pada pasien dengan gangguan jantung

b. Penyakit sistem saraf pusat. Pasien dengan penyakit intrakranial terutama pendarahan

subarakhnoid akan menunjukkan EKG abnormal seperti perubahan di interval QT,

gelombang Q, perubahan segmen ST dan kemunculan gelombang U

c. Umur tua. Atrial fibrilasi post operatif merupakan komplikasi yang seringkali muncul pada

pasien lanjut usia yang menjalani pembedahan thorak. Penuaan menyebabkan perubahan

degeneratif pada anatomi atrial dan juga diikuti perubahan relatif pada fisiologis jantung

2. Faktor yang berkaitan dengan proses anesthesia24

a. Intubasi trakea. Merupakan salah satu penyebab paling sering dari aritmia selama proses

induksi yang sering diasosiasikan dengan gangguan hemodinamik

b. Anesthesia umum. Halothane atau enflurane menyebabkan aritmia, kemungkinan

disebabkan oleh mekanisme reenterant

c. Anesthesia lokal. Anesthesia regional yang diikuti dengan blok neuraxial sentral

dihubungkan dengan dominasi sistem parasimpatik dapat menyebabkan bradiaritmia

d. Ketidakseimbangan elektrolit dan abnormalitas gas darah. Hiperkarbia, hipoksemia atau

ketidakseimbangan elektrolit menimbulkan aritmia akibat proses mekanisme reenterant atau

mengubah fase depolarisasi dari fiber penghubung. Hipokalemia atau hiperkalemia juga

menyebabkan aritmia

18
e. Kanulasi vena sentral. Stimulasi dari refleks sinus karotis mungkin dapat disebabkan oleh

tekanan dari jari selama proses kanulasi vena jugularis sebagai akibat dari masuknya kateter

vena sentral ke atrium kanan yang dapat menyebabkan aritmia.

3. Faktor yang berkaitan dengan proses pembedahan

a. Operasi jantung. Aritmia bisa dilihat segera setelah proses pelepasan kross klem ketika

miokardia pulih dari gangguan iskemia dan memunculkan ritme sinus normal. Tindakan

bedah seperti retraksi jantung selama operasi dengan jantung berdetak, kanulasi vena atau

penjahitan pada atrium bisa menimbulkan aritmia

b. Operasi tanpa pembedahan jantung. Stimulasi vagal pada peritoneum atau penekanan

langsung pada nervus vagus selama pembedahan arteri karotis dapat menyebabkan bradikardia

atau blok AV

2.6.1 Penanganan Preoperatif

Penilaian preoperatif pasien dengan aritmia mencakup14 :

Ada tidaknya aritmia yang diderita dan jenis aritmia yang muncul

Pendekatan medikal yang digunakan untuk mengatasi aritmia yang timbul selama ini

Penilaian status gizi dan status volume cairan pasien

Ada tidaknya gangguan penyerta lainnya

Semua data-data di atas bisa didapat dengan melakukan anamnesis riwayat perjalanan

penyakitnya, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan prosedur.Penilaian status volume

cairan tubuh adalah menyangkut apakah status hidrasi yang dinilai merupakan yang

sebenarnya ataukah suatu relatif hipovolemia (berkaitan dengan penggunaan diuretikadan

vasodilator).

Disamping itu penggunaan diuretika yang rutin, sering menyebabkan hipokalemia dan

hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan resiko aritmia. EKG dan x-ray toraks

19
sangat diperlukan untuk mengevaluasi jantung.Untuk evaluasi ginjal, urinalisis, serum

kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa untuk memperkirakan seberapa tingkat kerusakan

parenkim ginjal. Jika ditemukan ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya

hiperkalemia dan peningkatan volume plasma perlu diperhatikan.

2.6.2 Penanganan Intraoperatif

Penanganan intraoperatif umum meliputi11,12:

- Pemberian ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat

- Pemantauan pembiusan

- Pengukuran PaO2, PaCO2, asam basa, elektrolit dan temperatur yang optimum

- Reevaluasi riwayat penyakit

- Persiapan obat obatan anti aritmia

- Persiapan obat obatan anti iskemia

- Persiapan pacing dan DC shock

2.6.4 Penanganan Postoperatif

Pasien diharapkan sadar segera sesudah operasi dan dilakukan pemantauan tanda tanda vital

di ruang pemulihan. Obat obatan antiaritma dan defribilator hendaknya dipersiapkan juga.

20
BAB III

RINGKASAN

Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit jantung memiliki
5
persentasi mencapai 29% dalam kasus kematian di dunia . Prevalensi penyakit

kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang

dan negara maju. Aritmia merupakan suatu keadaan abnormalitas dari kecepatan denyut

jantung (rate), irama (rhythm) atau konduksi (conduction) yang dapat berakibat lethal

(sudden cardiac death) atau simptomatik. Aritmia perioperatif merupakan salah satu dari

komplikasi perioperatif yang seringkali terjadi pada pasien yang sedang menjalani baik

pembedahan non kardiak ataupun pembedahan kardiak dan membutuhkan penanganan yang

segera pada kebanyakan kasus. 30

Secara umum aritmia dibagi menjadi dua garis besar yaitu bradiaritmia dan

takikaritmia. Bradiaritmia dibagi menjadi sinus bradikardia dan berbagai tipe blok jantung.

Sedangkan takiaritmia dibagi menjadi sinus takikardia, atrial prematur beat, atrial takikardia,

atrial flutter, atrial fibrilasi, ventrikular ekstrasistole, ventrikular takikardia, ventrikular

fibrilasi dan torsades de pointes. Selain itu juga terdapat henti jantung berupa ventrikular

asistole dan PEA. Penilaian preoperatif pasien dengan aritmia mencakup ada tidaknya aritmia

yang diderita dan jenis aritmia yang muncul, pendekatan medikal yang digunakan untuk

mengatasi aritmia yang timbul selama ini, penilaian status gizi dan status volume cairan

pasien dan ada tidaknya gangguan penyerta lainnya.

Penanganan intraoperatif meliputi pemberian ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat,

pemantauan pembiusan, pengukuran PaO2, PaCO2, asam basa,elektrolit dan temperatur yang

optimum, reevaluasi riwayat penyakit, persiapanobat obatan anti aritmia, persiapan obat

obatan anti iskemia dan persiapanpacing dan DC shock. Sedangkan penanganan intraoperatif

khusus bergantungpada tipe aritmia yang muncul selama dilakukan operasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyanto, Riba. Gangguan Kardiovaskular di Bangsal Cempaka RSUD Sukoharja. 2010.

2. Ismail, Ahmad dkk. Aritmia Gangguan Pembentukan di Penghubung dan

Ventrikel. 2010.

3. Rikwan, Muhammad. Asuhan Keperawatan Perioperatif. 2008.

4. Pornswan Ngamprasertwong, The THAI Anesthesia Incident Monitoring Study (Thai

AIMS): Perioperative Arrhythmia. 2007.

5. Trisnohadi dkk. Asuhan Keperawatan Pencabutan Sheath Pada Pasien Post Kateterisasi

Jantung. UPN. 2008.

6. UPT LIPI. Organ Sistem Peredaran Darah dan Organ Sistem Ekskresi. 2009.

7. Iswantro, Andi. Perancangan Sistem Pendeteksi Aritmia Menggunakan Neural

Network. 2011

8. Marfianti, Erlina. Interpretasi Elektrokardiografi. FK UII. 2010.

9. Arifin, Meida. Elektrokardiografi. 2012.

10. Hardiono. Tatalaksana Aritmia Perioperatif, Identifikasi Aritmia Maligna,

Terapi Listrik Pada Jantung. 2010.

11. N. Dua , V.P. Kumra. Management of PerioperativeArrhythmias. IJA. 2007.

12. Asriani, Dewi dkk. Aritmia. 2010.

13. Nawar, Mostapha. Perioperative Arrhytmia.

14. ACC/AHA 2007 Guidelines on Perioperative Cardiovascular Evaluation and

Care for Noncardiac Surgery. 2007.

22
.

23

Anda mungkin juga menyukai