Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fibrilasi Atrium atau juga dikenal dengan sebutan FA merupakan
bentuk gangguan irama jantung, yang sering disebut aritmia, yang paling
umum ditemui di dunia.Ketidakteraturan denyut jantung (aritmia) yang
berbahaya ini menyebabkan ruang atas jantung (atrium), bergetar dan tidak
berdenyut sebagaimana mestinya, sehingga darah tidak terpompa sepenuhnya,
yang pada gilirannya dapat menyebabkan pengumpulan dan penggumpalan
darah. Gumpalan ini dapat terbawa sampai ke otak, menyumbat pembuluh
arteri, dan mengganggu pasokan darah ke otak. Situasi ini seringkali menjadi
awal dari serangan stroke yang gawat dan mematikan. FA meningkatkan
kemungkinan terjadinya serangan stroke iskemik (stroke akibat penyumbatan
pembuluh darah) sampai dengan 500% yang berpotensi melumpuhkan bahkan
mematikan.
FA diidap oleh lebih dari enam juta orang di negara-negara Eropa,
lebih dari lima juta orang di Amerika Serikat, hampir dua juta orang di Brasil
dan Venezuela, bahkan hingga delapan juta orang di China, dan lebih dari
800.000 orang di Jepang. Angka ini diperkirakan akan meningkat 2,5 kali lipat
pada tahun 2050 disebabkan oleh angka penuaan usia penduduk,
meningkatnya tingkat hidup orang yang memiliki kondisi yang memicu FA
(misalnya serangan jantung) dan semakin meningkatnya orang yang mengidap
FA itu sendiri. Yang mengkhawatirkan, FA sering kali tidak terdeteksi secara
dini dan tidak mendapatkan perawatan yang optimal. padahal FA bisa
mengakibatkan serangan stroke serius, yang sebetulnya bisa dicegah.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan Fibrilasi Atrium
2. Tujuan khusus :
Mahasiswa dapat menjelaskan :
a. Pengertian Fibrilasi Atrium
b. Etiologi penyakit Fibrilasi Atrium
c. Tanda dan gejala Fibrilasi Atrium
d. Patofisiologi Fibrilasi Atrium
e. Komplikasi Fibrilasi Atrium
f. Pemeriksaan diagnostik Fibrilasi Atrium
g. Penatalaksanaan medis Fibrilasi Atrium
h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Fibrilasi
Atrium
i. Discharge Planing
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Atrial Fibrilasi (Af)

Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium


berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi
ventrikel menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium
mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada
kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan
keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi
peningkatan kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).

Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di


atrium, menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi
tinggi. Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium
(biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Dharma, 2012).

Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal.


Aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium
bekerja terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon
ventrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik
dan umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).
B. Etiologi Atrial Fibrilasi (Af)
1. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a. Penyakit jantung iskemik
b. Hipertensi kronis
c. Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d. Perikarditis
e. Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
f. Tumor intracardiac
2. Penyebab non kardiovaskuler
a. Kelainan metabolik :
- Tiroksikosis
- Alkohol akut/kronis
b. Penyakit pada paru
- Emboli paru
- Pneumonia
- PPOM
- Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik
C. Klasifikasi

Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas.


Beberapa hal diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan
intervensi, berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan
terakhir berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada
beberapa sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti:

1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :


a. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari
100 kali permenit.
b. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang
dari 60 kali permenit.
c. Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-
100 kali permenit.
2. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau
infark miokard akut).
b. AF dengan hemodinamik stabil.
3. Klasifikasi menurut AmericanHeartAssociation(AHA), atrialfibriasi (AF)
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari.
Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama
sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang
episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.
c. AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk
mengembalikan ke irama sinus.
d. AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7
hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke
irama sinus (resisten).
D. Patofisiologi
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan
dinding atrium diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan
pencetus AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang
sinkron, namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat
menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered.
Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan
inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of
reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada
banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan
gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang
rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium
yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam
atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari
lapisan muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus
dengan adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa
refrakter dan terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry.
Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling
listrik (electrical remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen.
Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen
seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.
Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung.
Walaupun demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke
dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak
20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari
fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-
tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari
seluruh daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan
ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel
tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk
memompa ke paru-paru dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada
atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini
meningkatkan resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis.
Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga
sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan
tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen,
D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi
trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.
E. Manifestasi Klinis
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau
“berdebar” dalam dada).
2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
3. Sesak napas/dispnea.
4. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat
peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
5. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.

Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National


Collaborating Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat terbentuk
dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi
atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan ekstremitas
sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya serangan
stroke (Philip and Jeremy, 2007).

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah, dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial
fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial
fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika
>100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi
cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor
pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.
I. Komplikasi
1. Cardiac arrest / gagal jantung
2. Stroke
3. Demensia
J. Penatalaksanaan

AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah


dipusatkan pada kontrol aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien
dengan AF yang persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah
mencoba mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya
mengendalikan laju denyut ventrikular (rate control) saja.Terdapat 3 kategori
tujuan perawatan AF yaitu :
1. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli
2. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
3. Memperbaiki irama yang tidak teratur.
Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM)
RS Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:
1. Farmakologi
a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama
sinus / irama jantung yang normal.Diberikan anti-aritmia gol. I
(quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat
diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi
dengan DC shock.
b. Rate control.Rate control bertujuan untuk mengembalikan /
menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang
bekerja pada AV node seperti :digitalis, verapamil, dan obat penyekat
beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai
untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli.Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan
AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk
mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai
kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
2. Non-farmakologi
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan
pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,
seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.
Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan
antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3
minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat
emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila
sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan
transesofageal ekhokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan
ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu
jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian
menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber),
terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu
jantung kamar tunggal (single chamber).
c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE
procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-
vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV
dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu
jantung permanen.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

ATRIAL FIBRIALIS (AF)

A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan berlebihan.Temuan
fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah dan denyut jantung saa
aktivitas.
2. Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %
mengalami disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi, kardiomiopati,
dan CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi cepat/lambat/tidak
teratur,palpitasi.Temuan fisik meliputi hipotensi atau hipertensi selama
episode disritmia.Nadi ireguler atau denyut berkurang.Auskultasi jantung
ditemukan adanya irama ireguler, suara ekstrasisitole. Kulit mengalami
diaforesis,pucat, sianosis.Edema dependen, distensi vena
jugularis,penurunan urine output.
3. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik : status
mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan pola
bicara,stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah, halusinasi; reaksi
pupil berubah.Reflek tendon dalam hilang menggambarkan disritmia yang
mengancam jiwa (ventrikuler tachicardi atau bradikardia berat).
4. Kenyamanan
Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang dengan
pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
5. Respirasi
Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat penyakit
paru,riwayat merokok.Temuan fisik perubahan pola nafas selam periode
disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem paru atau fenomena
thromboemboli paru.
6. Cairan dan Nutrisi
Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah.Temuan fisik
berupa tidak nafsu makan,perubahan turgor atau kelembapan kulit.
Perubahan berat badan akibat odema.
7. Apakah ada riwayat pengguna alkohol.
8. Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
9. Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan
mudah tersinggung.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas.
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung,
melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas
yang mengurangi beban kerja jantung.

No. Intervensi Rasional


1. 1. Auskultasi nadi apical ; 1. Biasanya terjadi takikardi
Kaji frekuensi, irama (meskipun pada saat istirahat)
jantung. untuk mengkompensasi
2. Catat bunyi jantung. penurunan kontraktilitas
3. Palpasi nadi perifer ventrikel.
4. Pantau TD 2. S1 dan S2 mungkin lemah
5. Kaji kulit terhadap karena menurunnya kerja pompa.
pucat dan sianosis Irama Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah
6. Berikan oksigen keserambi yang distensi.
tambahan dengan Murmur dapat menunjukkan
kanula nasal/masker Inkompetensi/stenosis katup.
dan obat sesuai indikasi 3. Penurunan curah jantung dapat
(kolaborasi) menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis
dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse
alternatif.
4. Pada GJK dini, sedang atau
kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi danhipotensi
tidak dapat normal lagi.
5. Pucat menunjukkan menurunnya
perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekutnya curah jantung;
vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit
sering berwarna biru atau belang
karena peningkatan kongesti
vena.
6. Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan
untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler-alveolus.
Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat
pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan
dalam batas kemampuan/situasi.
No. Intervensi Rasional
2. 1. Pantau bunyi nafas, 1. Menyatakan adanya kongesti
catat krekles. paru/pengumpulan secret
2. Ajarkan/anjurkan klien menunjukkan kebutuhan untuk
batuk efektif, nafas intervensi lanjut.
dalam. 2. Membersihkan jalan nafas dan
3. Dorong perubahan memudahkan aliran oksigen.
posisi. 3. Membantu mencegah atelektasis
4. Kolaborasi dalam dan pneumonia
5. Pantau/gambarkan seri 4. Hipoksemia dapat terjadi berat
GDA, nadi oksimetri. selama edema paru.
6. Berikan obat/oksigen 5. Membantu dalam mengurangi
tambahan sesuai edema dan memudah jalan nafas.
indikasi.

3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan

No. Intervensi Rasional


3. 1. Selidiki keluhan nyeri 1. Nyeri secara khas terletak
dada, perhatikan awitan substernal dan dapat menyebar
dan factor pemberat dan keleher dan punggung. Namun
penurun.Perhatikan ini berbeda dari iskemia infark
petunjuk nonverbal miokard. Pada nyeri ini dapat
ketidak-nyamanan. memburuk pada inspirasi
2. Lingkungan yang tenang dalam, gerakan atau berbaring
dan tindakan kenyamanan dan hilang dengan duduk
mis: perubahan posisi, tegak/membungkuk.
masasage 2. Untuk menurunkan
punggung,kompres hangat ketidaknyamanan fisik dan
dingin, dukungan emosional pasien.
emosional. 3. Mengarahkan perhatian,
3. Berikan aktivitas hiburan memberikan distraksi dalam
yang tepat. tingkat aktivitas individu.
4. Berikan obat-obatan sesuai 4. Untuk menghilangkan nyeri
indikasi nyeri. dan respon inflamasi.

4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan.


Tujuan : Klien akan berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan,
memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan
kelelahan.
No. Intervensi Rasional
4. 1. Periksa tanda vital 1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi
sebelum dan segera dengan aktivitas karena efek obat
setelah aktivitas, (vasodilasi), perpindahan cairan
khususnya bila klien (diuretic) atau pengaruh fungsi
menggunakan jantung.
vasodilator,diuretic dan 2. Penurunan/ketidakmampuan
penyekat beta. miokardium untuk meningkatkan
2. Catat respons volume sekuncup selama aktivitas
kardiopulmonal dapat menyebabkan peningkatan
terhadap aktivitas, catat segera frekuensi jantung dan
takikardi, diritmia, kebutuhan oksigen juga
dispnea berkeringat peningkatan kelelahan dan
dan pucat. kelemahan.
3. Evaluasi peningkatan 3. Dapat menunjukkan peningkatan
intoleran aktivitas. dekompensasi jantung daripada
4. Implementasi program kelebihan aktivitas.
rehabilitasi 4. Peningkatan bertahap pada
jantung/aktivitas aktivitas menghindari kerja
(kolaborasi)
jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali.

5. Discharge Planning
a. Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa memperburuk
keadaan selama di rawat.
b. Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman yang dapat
memperlambat proses penyembuhan selama dirawat.
c. Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di rumah.
d. Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan minum di
rumah.
e. Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum beralkohol
kalau pasien seorang perokok atau peminum.
f. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan sesuai
dosis.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.

Jakarta: EGC

Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:

EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC

Dharma, Surya. 2012.Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :

EGC

Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC

Muttaqin,Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan

sistemkardiovaskuler. . Jakarta. Penerbit: Salemba Medika

Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing

Syaifuddin,H.2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan

dankebidanan.Jakarta.Penerbit: EKG

Syaifuddin,Haji.2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta.

Penerbit:EKG

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.

Jakarta Penerbit: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai