STUDI KASUS
B. Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
a. AF deteksi pertama : Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap
AF deteksi pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah
terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF : AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang
mempunyai episode pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan
paroksismal AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk
sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.
c. Persisten AF : AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam
tetapi kurang dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF
perlu penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus
kembali normal.
d. Kronik/permanen AF : AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih
dari 7 hari. Pada permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang
berarti, karena dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang
normal.
Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga
sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan
AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset
yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang
berlangsung lebih dari 48 jam. Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang
mendasari, AF dapat dibedakan menjadi:
1. AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik
lainnya,
2. AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti
gangguan tiroid. Berdasarkan bentuk gelombang P AF dibedakan atas:
- AF coarse (kasar)
- AF fine (halus)
Interpretasi EKG fibrilasi atrium, sebgai berikut:
1. Frekuensi: frekuensi atrium 350 sampai 600 denyut per menit; respon
ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit
2. Gelombang P: tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak undulasi
yang ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang f, interval
PR tidak dapat diukur.
3. Kompleks QRS: biasanya normal
4. Hantaran: biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon
ventrikel ireguler, karena nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi
atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel
berespons ireguler.
5. Irama: ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Iregularitas
irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
C. Etiologi
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,
diantaranya adalah :
a) Peningkatan tekanan/resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor
pulmonal chronic)
6. Tumor intracardiac
b) Proses infiltratif dan inflamasi
1. Pericarditis/miocarditis
2. Amiloidosis dan sarcoidosis
3. Faktor peningkatan usia
c) Proses infeksi
1. Demam dan segala macam infeksi
d) Kelainan Endokrin
1. Hipertiroid
2. Feokromositoma
e) Neurogenik
1. Stroke
2. Perdarahan subarachnoid
f) Iskemik Atrium
1. Infark miocardial
g) Obat-obatan
1. Alkohol
2. Kafein
h) Keturunan/genetik
D. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan
multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses
depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,
fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.
Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior
dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang
mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang
dicetuskan oleh nodus SA.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi
yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple
wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses
aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik
yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit
banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory,
besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan,
bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan
periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah
yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan
depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF.
A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets
Reentry Atrial Fibrilasi
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain:
1. Anamnesis:
a. Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode
pertama, paroksismal, persisten, permanen)
b. Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar, lemah,
sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan
adanya iskemia atau gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya
hipertiroid
2. Pemeriksaan fisik:
a. Tanda vital: denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan
darah
b. Tekanan vena jugularis
c. Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif
d. Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung
e. Hepatomegali: kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
f. Edema perifer: kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif
3. Laboratorium: hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung
bila dicurigai terdapat iskemia jantung
4. Pemeriksaan EKG: dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA),
hipertropi ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi
(sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)
5. Foto rontgen toraks
6. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium
dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi
outflow dan TEE (Trans Esopago Echocardiography) untuk melihat
thrombus di atrium kiri
7. Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama
ventrikel sulit dikontrol
8. Uji latih: identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol
laju irama jantung.
9. Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring, studi
elektrofisiologi.
H. Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol
ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi
merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF.
Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang
berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut
jantung.
Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik
(Electrical Cardioversion).
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahanpembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah
adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis
antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi
mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah
serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk
mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai macam, diantaranya
adalah:
1. Warfarin : Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang
berfungsi dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk
mengurangi atau mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara
oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi
plasma dalam waktu 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin
di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk
D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama
kerja 40 jam.
2. Aspirin : Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase
dari trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin
terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi
endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal
inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit.
Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan
pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah,
terutama faktor II, VII, IX dan X.
b. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan
peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis
kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun
kombinasi.
1. Digitalis : Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas
jantung dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja
jantung menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga
memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke
ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel
dari kontraksi atrium yang abnormal.
2. β-blocker : Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek
sistem saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini
akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium : Obat antagonis kalsium menyebabkan
penurunan kontraktilitas jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari
ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+ channel yang
terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi
sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol
ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya
kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi
(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a) Amiodarone
b) Dofetilide
c) Flecainide
d) Ibutilide
e) Propafenone
f) Quinidine
2. Electrical Cardioversion Suatu teknik memberikan arus listrik ke
jantung melalui dua pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada.
Fungsi dari terapi listrik ini adalah mengembalikan irama jantung
kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm).
Pasien AF hemodinamik yang tidak stabil akibat laju ventrikel yang
cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop peru segera dilakukan
kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 joule.
Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien
dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja
pendek.
d. Operatif
1. Catheter ablation : Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan
dengan membuatan sayatan pada daerah paha. Kemudian
dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk
kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang
berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung jawab
terhadap terjadinya AF.
2. Maze operation : Prosedur maze operation hamper sama dengan
catheter ablation, tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan
suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan
system konduksi sinus SA.
3. Artificial pacemaker : Artificial pacemaker merupakan alat pacu
jantung yang ditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol
irama dan denyut jantung.
b. Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 % mengalami
disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi, kardiomiopati, dan CHF.
Riwayat insersi pacemaker. Nadi cepat/lambat/tidak teratur, palpitasi.
Temuan fisik meliputi hipotensi atau hipertensi selama episode disritmia.
Nadi ireguler atau denyut berkurang. Auskultasi jantung ditemukan adanya
irama ireguler, suara ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis, pucat,
sianosis. Edema dependen, distensi vena jugularis, penurunan urine output.
c. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala, pingsan. Temuan fisik : status
mental disorientasi, confusion, kehilangan memori, perubahan pola bicara,
stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah, halusinasi; reaksi pupil
berubah. Reflek tendon dalam hilang menggambarkan disritmia yang
mengancam jiwa (ventrikuler tachicardi atau bradikardia berat).
d. Kenyamanan
Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang dengan
pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
e. Respirasi
Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat penyakit
paru, riwayat merokok. Temuan fisik perubahan pola nafas selam periode
disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem paru atau fenomena
thromboemboli paru.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas.
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung,
melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas
yang mengurangi beban kerja jantung.
No. Intervensi Rasional
1. Auskultasi nadi apical ; Kaji Biasanya terjadi takikardi
frekuensi, irama jantung. (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
Kolaborasi dalam
Hipoksemia dapat terjadi berat
Pantau/gambarkan seri GDA,
selama edema paru.
nadi oksimetri.
3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama : Ny. R
Tanggal lahir : 06/06/1955
No registrasi : 2005-20-74-66
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pendidikan : Diploma
Status perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 24 September 2108 (01:54)
Tanggal pengkajian : 24 September 2018 (07:50)
Diagnose Medis : Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Respon
Diagnosa Sekunder : ADHF , Hipertensi
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama : Sesak Nafas
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh sesak nafas sejak dua hari yang lalu. Sesak nafas sudah
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Tidur malam susah dan tidur setengah
duduk. Sesak dirasakan pada saat aktivitas. Sesak pada malam hari. Dada
terasa berat seperti ditekan, mual, muntah, keringat dingin, perut terasa
begah.
Pasien mengatakan jarang control ke dokter, jika obat habis pasien beli
sendiri di apotik.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien merupakan pasien lama RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita dengan diagnosa AFRVR, Riwayat ADHF ec old anterior MCI (EF
21%), Atrial Fibrilasi, Hipertensi Heart Deseas
c. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4/M6/V5
TB : 168 cm
BB : 70 kg
Vital Sign
TD : 109/85 mmHg
HR : 148x/mnt
RR : 26 x/mnt
SaO2 98%
:
Suhu : 36,5◦C
1) Kepala
Kepala : Normocephal, Penyebaran rambut merata, warna rambut
sebagian beruban, kepala bersih, Bengkak (-), lecet (-),
benjolan (-)
4) Abdomen
Inspeksi : asites
Perkusi : Timpani
5) Genetalia :
6) Ekstremitas : oedama +/+
7) Kulit : sawo matang, turgor kulit baik, tampak lembab
a. Pola Fungsional
Nutrisi :
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Jj
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 15 g/dl 13.0 – 16.6
Hematocrit 39 % 41.3 – 52.1
Eritrosit 5.24 Juta/µL 4.29 – 5.70
VER (MCV) 87.4 fL 86.1 – 101.9
HER (MCH) 30.9 pg 27.5 – 32.4
KHER (MCHC) 35.4 % 30.7 – 33 2
RDW (CV) 13.2 % 12.2 – 14.6
Leukosit 7210 /µL 3580 – 8150
Trombosit 188 Ribu/ µL 172 – 259
Hemostasis
PT 11.6 Detik 9.4 – 12.5
Kontrol 11.0 Detik
INR 1.05 2.00 – 4. 80
APTT 32.3 Detik 25.1 – 36.5
Kontrol 30.8 Detik
3.3 INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Resiko Penurunan Curah Setelah dilakukan 1. Kaji tekanan
darah
tindakan keperawatan
Jantung 2. Kaji nadi dan
selama 2x24 jam
Capillary Refil
penurunan curah
Time (CRT)
jantung tidak terjadi
3. Kaji perubahan
kriteria hasil:
tingkat
Status kardiovaskuler
kesadaran.
klien membaik dengan
4. Kaji irama dan
indicator :
1. Sesak berkurang frekuensi nafas.
2. Nadi perifer kuat 5. Kaji haluran
3. Tekanan darah urine.
normal 6. Gunakan
4. Kapilari refill oximetry nadi
time normal untuk
(kembali dalam memonitor
waktu <3 detik) saturasi
5. Akral hangat oksigen,
6. Tidak terjadi
penurunan 7. Kolaborasi
kesadaran dalam pemberian
terapi
3.4 IMPLEMENTASI
Nama : Ny. R
No. MR : 2005 – 20 – 74 - 66
Tanggal, jam Diagnose Implementasi Respon pasien
24 /09/2018 1 3. Mengukur ttv S : Pasien mengatakan
08.00 pasien sesak sudah
4. Mengkaji berkurang dan dada
tingkat tidak berdebar
kesadaran O : keadaan umum
pasien tenang, kesadaran
composmentis,
akral hangat
TD : 106/72 mmhg
RR : 22 kali/menit
N : 86 kali/menit
SpO2 : 98%
3.5 EVALUASI
Tanggal, Jam Diagnosa Catatan perkembangan ttd
24/09/2018 Anxiety S:
O:
TTV :
P:
- Mengobservasi hemodinamik
- Mengukur intake ourput
- Kolaborasi dalam pemberian
terapi
- Direncanakan untuk di rawat
untuk mendapatkan terapi
selanjutnya
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini adalah seorang wanita berusia 63 tahun. Pasien memiliki
riwyat penyakit hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian Efendi (2017) Mengatakan
bahwa salah satu factor terjadinya atrial fibrilasi adalah hipertensi dan usia lanjut. Hal
ini sesuai dengan jurnal yang diterbitkan PERKI (2014) tentang Atrial Fibrilasi. Pada
jurnal tersebut dikatakan faktor resiko pasien dengan Atrial Fibrilasi antara lain
hipertensi dan usia lanjut.
Pada hasil pengkajian Pasien mengeluh sesak nafas sejak dua hari yang lalu.
Sesak nafas sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Tidur malam susah dan tidur
setengah duduk. Sesak dirasakan pada saat aktivitas. Sesak pada malam hari. Dada
terasa berat seperti ditekan, mual, muntah, keringat dingin, perut terasa begah. Pasien
mengatakan jarang control ke dokter, jika obat habis pasien beli sendiri di apotik. Pasien
merupakan pasien lama RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dengan
diagnosa AFRVR, Riwayat ADHF ec old anterior MCI (EF 21%), Atrial Fibrilasi,
Hipertensi Heart Deseas.
Atrial Fibrilasi sebenarnya merupakan bagian dari aritmia, yaitu suatu keadaan
abnormalitas dari irama jantung yang ditandai dengan pola pelepasan sinyal elektrik
yang sangat cepat dan berulang. Keadan ini secara umum bisa diakibatkan oleh
gangguan potensial aksi, gangguan konduksi ataupun bisa gangguan dari keduanya.
Pada AF, gangguan terjadi pada ketidakteraturan irama jantung dan peningkatan denyut
jantung. Secara umum, gangguan AF dapat dikatakan sebagai takikardi, karena denyut
jantung pada AF mencapai lebih dari 100x/menit. Terjadinya Atrial Fibrilasi akan
menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung, yaitu hilangnya koordinasi aktivitas
mekanik jantung, ketidakteraturan respon ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung.
Ketiga hal ini akan berpengaruh pada penurunan cardiac output.
Pemberian obat Digitalis digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung
dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih efisien.
Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium
ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi
atrium yang abnormal. (PERKI,2014)