Anda di halaman 1dari 30

RS JANTUNG & PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN ATRIAL FIBRILASI


RAPID VENTRIKEL RESPON (AFRVR) DI IGD RS. JANTUNG DAN
PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

STUDI KASUS

ADE RUMONDANG MEGAWATI HARAHAP

RS JANTUNG & PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA, JAKARTA


2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Atrial fibrilasi didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas
listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus
menerus menghantarkan implus ke nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi
ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan umumnya terjadi
pada usia di atas 50 tahun  (Berry and Padgett, 2012).
Literatur lain menyebutkan atrial fibrilasi (AF) merupakan salah satu kondisi
aritmia yang paling umum terjadi pada usia diatas 75 tahun (Barrett, Martin,
Storrow, 2011). Kejadian atrial fibrilasi meningkat  dengan bertambahnya usia
(Patrick, 2002). Pada abad ke-21 ini semakin meningkat jumlah pasien dengan
diagnosa atrial fibrilasi (Alfred, Jennife, Steven, Devender, 2012).  Pada tahun 2001,
jumlah pasien dengan atrial fibrilasi mencapai 2,3 juta di Amerika dan 4, 5 juta
pasien di Eropa. Dan diperkirakan kejadian atrial fibrilasi akan terus meningkat
0,1% setiap tahunnya pada populasi umur 40 tahun ke atas, 1,5% pada wanita, dan
2% pada lansia dengan umur lebih dari 80 tahun (Camm, Kirchhof, Lip, Schotten,
Irene, Ernst, Gelder et al  2010). Angka kejadian atrial fibrilasi di dunia pada tahun
2010 diperkirakan 2,66 miliar dan pada tahun 2050 diperkirakan sejumlah 12 miliar
jiwa. Dalam dua decade ini angka kematian akibat atrial fibrilasi meningkat
(Department Health and Human Services USA, 2010).
Di Amerika, lebih dari 850,000 orang dirawat di rumah sakit karena aritmia
setiap tahunnya. Atrial fibrilasi mengenai kurang lebih 2,3 juta orang di amerika
utara dan 4,5 juta orang di eropa, terutama yang berusia lanjut. Di Amerika, kira-
kira 75 % orang yang terkena atrial fibrilasin berusia 65 tahun atau bahkan lebih tua.
Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering terjadi dengan prevalensi 0,4
% pada golongan usia <65 tahun dan meningkat 10 % pada kelompok usia > 75
tahun. Di Amerika Utara, prevalensi atrial fibrilasi diperkirakan meningkat dua
sampai tiga kali lipat pada tahun 2050 (Department Health and Human Services
USA, 2010).
Kejadian Atrial fibrilasi dapat terjadi pada jantung normal, namun umumnya
lebih sering terjadi pada penyakit jantung (Shay, 2010). Penyebab atrial fibrilasi
yang paling sering terjadi adalah akibat; penyakit jantung iskemik, penyakit jantung
hipertensi, kelainan katup mitral, perikarditis, kardiomiopati, emboli paru,
pneumonia, penyakit paru obstruksi kronik, kor pulmonal. Pada beberapa kasus
tidak ditemukan penyebabnya (Patrick, 2002).
Namun dapat dipastikan bahwa atrial fibrilasi sebagai salah satu penyumbang
kematian dan kesakitan dewasa ini. Atrial fibrilasi juga memberikan dampak
terjadinya stroke, demensia, gagal jantung dan kematian (Benjamin, Chen, Bild,
2009). Akibat yang ditimbulkan oleh atrial fibrilasi akan meningkatkan risiko
terjadinya stroke pada pasien pasca mengalami atrial fibrilasi dan juga
meningkatkan risiko kematian. Selain itu pasien pasca atrial fibrilasi akan
mengalami penurunan kualitas hidup (Craig, Coleman, Michael, William, 2009).
Sehingga perlu perhatian dan penangan kusus oleh tenaga medis di emergency
department salah satunya perawat guna meminimalkan angka kesakitan dan
kematian yang ditimbulkan oleh atrial fibrilasi (Aliot, Breithardt, Brugada, 2010).
Dan perawat dituntut untuk memberikan asuahan keperawatan yang tepat bagi
kondisi pasien. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik menjadikan
Atrial fibrilasi sebagai studi kasus.

1.2 RUMUSAN MASALAH


“Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Yang Tepat Pada Pasien Atrial Fibrilasi
Rapid Ventriklar Respon”
1.3 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien atrial
fibrilasi rapid ventricular respon
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep dasar Atrial Fibrilasi
a) Mengetahui definisi Atrial Fibrilasi
b) Mengetahui kalsifikasi Atrial Fibrilasi
c) Mengetahui etiologic Atrial Fibrilasi
d) Mengetahui Patofisiologi Atrial Fibrilasi
e) Mengetahui tanda dan gejala Atrial Fibrilasi
f) Mengetahui factor resiko Atrial Fibrilasi
g) Mengetahui factor resiko Atrial Fibrilasi
h) Mengetahui penatalaksanaan Atrial Fibrilasi
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Atrial Fibrilasi
a) Mengetahui pengkajian pada pasien Atrial Fibrilasi
b) Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien Atrial Fibrilasi
c) Mengetahui rencana keperawatan pada pasien Atrial Fibrilasi
d) Mengetahui Implementasi keperawatan pada pasien Atrial Fibrilasi
e) Mengetahui evaluasi keperawatan pada pasien Atrial Fibrilasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Atrial Fibrilasi
A. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling
umum (ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama
denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-
650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi
supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi
gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya
proses mekanik atau pompa darah jantung.
Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali dengan absennya
gelombang P, yang diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit
dengan berbagai bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan
dengan respon ventrikel yang cepat dan tak teratur bila konduksi AV masih
utuh. Irama semacam ini sering disebutsebagai gelombang “f”.

B. Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
a. AF deteksi pertama : Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap
AF deteksi pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah
terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF : AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang
mempunyai episode pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan
paroksismal AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk
sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.
c. Persisten AF : AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam
tetapi kurang dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF
perlu penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus
kembali normal.
d. Kronik/permanen AF : AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih
dari 7 hari. Pada permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang
berarti, karena dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang
normal.
Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga
sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan
AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset
yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang
berlangsung lebih dari 48 jam. Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang
mendasari, AF dapat dibedakan menjadi:
1. AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik
lainnya,
2. AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti
gangguan tiroid. Berdasarkan bentuk gelombang P AF dibedakan atas:
- AF coarse (kasar)
- AF fine (halus)
Interpretasi EKG fibrilasi atrium, sebgai berikut:
1. Frekuensi: frekuensi atrium 350 sampai 600 denyut per menit; respon
ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit
2. Gelombang P: tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak undulasi
yang ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang f, interval
PR tidak dapat diukur.
3. Kompleks QRS: biasanya normal
4. Hantaran: biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon
ventrikel ireguler, karena nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi
atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel
berespons ireguler.
5. Irama: ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Iregularitas
irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.

C. Etiologi
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,
diantaranya adalah :
a) Peningkatan tekanan/resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor
pulmonal chronic)
6. Tumor intracardiac
b) Proses infiltratif dan inflamasi
1. Pericarditis/miocarditis
2. Amiloidosis dan sarcoidosis
3. Faktor peningkatan usia
c) Proses infeksi
1. Demam dan segala macam infeksi
d) Kelainan Endokrin
1. Hipertiroid
2. Feokromositoma
e) Neurogenik
1. Stroke
2. Perdarahan subarachnoid
f) Iskemik Atrium
1. Infark miocardial
g) Obat-obatan
1. Alkohol
2. Kafein
h) Keturunan/genetik

D. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan
multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses
depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,
fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.
Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior
dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang
mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang
dicetuskan oleh nodus SA.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi
yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple
wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses
aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik
yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit
banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory,
besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan,
bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan
periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah
yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan
depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF.
A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets
Reentry Atrial Fibrilasi

E. Tanda dan gejala


Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada
perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut
jantung, ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik.
Disamping itu, AF juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh
penurunan oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan,
sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF tidak
menimbulkan gejala-gejala tersebut.
F. Factor Resiko
Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah :
a. Diabetes Melitus
b. Hipertensi
c. Penyakit Jantung Koroner
d. Penyakit Katup Mitral
e. Penyakit Tiroid
f. Penyakit Paru-Paru Kronik
g. Post. Operasi jantung
h. Usia ≥ 60 tahun
i. Life Style

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain:
1. Anamnesis:
a. Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode
pertama, paroksismal, persisten, permanen)
b. Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar, lemah,
sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan
adanya iskemia atau gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya
hipertiroid
2. Pemeriksaan fisik:
a. Tanda vital: denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan
darah
b. Tekanan vena jugularis
c. Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif
d. Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung
e. Hepatomegali: kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
f. Edema perifer: kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif
3. Laboratorium: hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung
bila dicurigai terdapat iskemia jantung
4. Pemeriksaan EKG: dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA),
hipertropi ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi
(sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)
5. Foto rontgen toraks
6. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium
dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi
outflow dan TEE (Trans Esopago Echocardiography) untuk melihat
thrombus di atrium kiri
7. Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama
ventrikel sulit dikontrol
8. Uji latih: identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol
laju irama jantung.
9. Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring, studi
elektrofisiologi.
H. Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol
ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi
merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF.
Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang
berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut
jantung.
Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik
(Electrical Cardioversion).
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahanpembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah
adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis
antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi
mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah
serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk
mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai macam, diantaranya
adalah:
1. Warfarin : Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang
berfungsi dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk
mengurangi atau mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara
oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi
plasma dalam waktu 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin
di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk
D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama
kerja 40 jam.
2. Aspirin : Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase
dari trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin
terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi
endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal
inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit.
Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan
pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah,
terutama faktor II, VII, IX dan X.
b. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan
peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis
kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun
kombinasi.
1. Digitalis : Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas
jantung dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja
jantung menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga
memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke
ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel
dari kontraksi atrium yang abnormal.
2. β-blocker : Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek
sistem saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini
akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium : Obat antagonis kalsium menyebabkan
penurunan kontraktilitas jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari
ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+ channel yang
terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi
sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol
ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya
kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi
(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a) Amiodarone
b) Dofetilide
c) Flecainide
d) Ibutilide
e) Propafenone
f) Quinidine
2. Electrical Cardioversion Suatu teknik memberikan arus listrik ke
jantung melalui dua pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada.
Fungsi dari terapi listrik ini adalah mengembalikan irama jantung
kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm).
Pasien AF hemodinamik yang tidak stabil akibat laju ventrikel yang
cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop peru segera dilakukan
kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 joule.
Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien
dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja
pendek.
d. Operatif
1. Catheter ablation : Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan
dengan membuatan sayatan pada daerah paha. Kemudian
dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk
kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang
berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung jawab
terhadap terjadinya AF.
2. Maze operation : Prosedur maze operation hamper sama dengan
catheter ablation, tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan
suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan
system konduksi sinus SA.
3. Artificial pacemaker : Artificial pacemaker merupakan alat pacu
jantung yang ditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol
irama dan denyut jantung.

2.2 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan berlebihan.Temuan
fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah dan denyut jantung saa
aktivitas.

b. Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 % mengalami
disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi, kardiomiopati, dan CHF.
Riwayat insersi pacemaker. Nadi cepat/lambat/tidak teratur, palpitasi.
Temuan fisik meliputi hipotensi atau hipertensi selama episode disritmia.
Nadi ireguler atau denyut berkurang. Auskultasi jantung ditemukan adanya
irama ireguler, suara ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis, pucat,
sianosis. Edema dependen, distensi vena jugularis, penurunan urine output.
c. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala, pingsan. Temuan fisik : status
mental disorientasi, confusion, kehilangan memori, perubahan pola bicara,
stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah, halusinasi; reaksi pupil
berubah. Reflek tendon dalam hilang menggambarkan disritmia yang
mengancam jiwa (ventrikuler tachicardi atau bradikardia berat).

d. Kenyamanan
Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang dengan
pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.

e. Respirasi
Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat penyakit
paru, riwayat merokok. Temuan fisik perubahan pola nafas selam periode
disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem paru atau fenomena
thromboemboli paru.

f. Cairan dan Nutrisi


Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah. Temuan fisik
berupa tidak nafsu makan, perubahan turgor atau kelembapan kulit.
Perubahan berat badan akibat odema.

g. Apakah ada riwayat pengguna alkohol.


h. Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
i. Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan
mudah tersinggung.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas.
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung,
melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas
yang mengurangi beban kerja jantung.
No. Intervensi Rasional
1. Auskultasi nadi apical ; Kaji Biasanya terjadi takikardi
frekuensi, irama jantung. (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.

Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkin lemah karena


menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah ke
serambi yang distensi. Murmur
dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan
posttibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk di
palpasi dan pulse alternatif.
Pantau TD
Pada GJK dini, sedang atau kronis
tekanan darah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasi dan
hipotensi tidak dapat normal lagi.
Kaji kulit terhadap pucat dan
sianosis Pucat menunjukkan menurunnya
perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekutnya curah jantung;
vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai refrakstori
GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena
peningkatan kongesti vena.
Berikan oksigen tambahan
dengan kanula nasal/masker Meningkatkan sediaan oksigen
dan obat sesuai indikasi untuk kebutuhan miokard untuk
(kolaborasi) melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan
untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-


alveolus.
Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat
pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam
batas kemampuan/situasi.
No. Intervensi Rasional
1. Pantau bunyi nafas, catat Menyatakan adanya kongesti
krekles. paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.

Ajarkan/anjurkan klien batuk Membersihkan jalan nafas dan


efektif, nafas dalam. memudahkan aliran oksigen.

Dorong perubahan posisi. Membantu mencegah atelektasis dan


pneumonia.

Kolaborasi dalam
Hipoksemia dapat terjadi berat
Pantau/gambarkan seri GDA,
selama edema paru.
nadi oksimetri.

Membantu dalam mengurangi edema


Berikan obat/oksigen
dan memudah jalan nafas.
tambahan sesuai indikasi.
3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan

No. Intervensi Rasional


1. Selidiki keluhan nyeri dada, Nyeri secara khas terletak
perhatikan awitan dan factor substernal dan dapat menyebar ke
pemberat dan penurun. leher dan punggung. Namun ini
Perhatikan petunjuk nonverbal berbeda dari iskemia infark
ketidak-nyamanan. miokard. Pada nyeri ini dapat
memburuk pada inspirasi dalam,
gerakan atau berbaring dan hilang
dengan duduk
tegak/membungkuk.

Lingkungan yang tenang dan Untuk menurunkan


tindakan kenyamanan mis: ketidaknyamanan fisik dan
perubahan posisi, masasage emosional pasien.
punggung, kompres hangat
dingin, dukungan emosional.

Berikan aktivitas hiburan yang Mengarahkan perhatian,


tepat. memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu.

Berikan obat-obatan sesuai Untuk menghilangkan nyeri dan


indikasi nyeri. respon inflamasi.

4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan.

Tujuan : Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan,


memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas
yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan

No. Intervensi Rasional


1. Periksa tanda vital sebelum Hipotensi ortostatik dapat terjadi
dan segera setelah aktivitas, dengan aktivitas karena efek obat
khususnya bila klien (vasodilasi), perpindahan cairan
menggunakan vasodilator, (diuretic) atau pengaruh fungsi
jantung.
diuretic dan penyekat beta.
Penurunan/ketidakmampuan
Catat respons miokardium untuk meningkatkan
kardiopulmonal terhadap volume sekuncup selama aktivitas
aktivitas, catat takikardi, dapat menyebabkan peningkatan
diritmia, dispnea berkeringat segera frekuensi jantung dan
dan pucat. kebutuhan oksigen juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.

Dapat menunjukkan peningkatan


dekompensasi jantung daripada
Evaluasi peningkatan kelebihan aktivitas.
intoleran aktivitas.
Peningkatan bertahap pada aktivitas

Implementasi program menghindari kerja jantung/konsumsi


rehabilitasi jantung/aktivitas oksigen berlebihan. Penguatan dan
(kolaborasi) perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama : Ny. R
Tanggal lahir : 06/06/1955
No registrasi : 2005-20-74-66
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pendidikan : Diploma
Status perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 24 September 2108 (01:54)
Tanggal pengkajian : 24 September 2018 (07:50)
Diagnose Medis : Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Respon
Diagnosa Sekunder : ADHF , Hipertensi

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama : Sesak Nafas
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh sesak nafas sejak dua hari yang lalu. Sesak nafas sudah
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Tidur malam susah dan tidur setengah
duduk. Sesak dirasakan pada saat aktivitas. Sesak pada malam hari. Dada
terasa berat seperti ditekan, mual, muntah, keringat dingin, perut terasa
begah.
Pasien mengatakan jarang control ke dokter, jika obat habis pasien beli
sendiri di apotik.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien merupakan pasien lama RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita dengan diagnosa AFRVR, Riwayat ADHF ec old anterior MCI (EF
21%), Atrial Fibrilasi, Hipertensi Heart Deseas
c. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Composmentis

GCS : E4/M6/V5

TB : 168 cm

BB : 70 kg

Vital Sign

TD : 109/85 mmHg

HR : 148x/mnt

RR : 26 x/mnt

SaO2 98%
:

Suhu : 36,5◦C

1) Kepala
Kepala : Normocephal, Penyebaran rambut merata, warna rambut
sebagian beruban, kepala bersih, Bengkak (-), lecet (-),
benjolan (-)

Mata : Bentuk simetris, fungsi penglihatan baik, Konjungtiva


anemis (-), sklera tidak ikterik,

Hidung : Lubang hidung simetris, tidak ada pergerakkan cuping


hidung, mukosa hidung lembab.
Telinga : Telinga Simetris, Tidak ada gangguan pendengaran,
tidak ada serumen

Mulut : Mukosa bibir kering, lidah bersih

2) Leher : tidak ada peningkatan


3) Dada
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris,

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung 1, 2 ireguler, murmur (-) dan gallop (- ),Ronkhi


(-/-), wheezing (-)

4) Abdomen
Inspeksi : asites

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : Timpani

Palpasi : Pembesaran hepar tidak teraba.

5) Genetalia :
6) Ekstremitas : oedama +/+
7) Kulit : sawo matang, turgor kulit baik, tampak lembab

a. Pola Fungsional
Nutrisi :

Eliminasi : BAK sedikit

Kebiasaan Istirahat : Sulit untuk beristirahat, karena sering sesak

Kebiasaan aktifitas : Mudah lelah saat beraktifitas

Personal hygiene : Kebutuhan personal hygiene masih dibantu penuh


d. Terapi
Lanoxin extra 1 x 0, 5mg
Furosemide extra 1 x 40 mg
Bisoprolol 1 x 5mg
Furosemide 2 x 40 mg
Simarc 4 mg – 4 mg – 2mg
Cordaron 1 x 8 mg

e. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Jj
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 15 g/dl 13.0 – 16.6
Hematocrit 39 % 41.3 – 52.1
Eritrosit 5.24 Juta/µL 4.29 – 5.70
VER (MCV) 87.4 fL 86.1 – 101.9
HER (MCH) 30.9 pg 27.5 – 32.4
KHER (MCHC) 35.4 % 30.7 – 33 2
RDW (CV) 13.2 % 12.2 – 14.6
Leukosit 7210 /µL 3580 – 8150
Trombosit 188 Ribu/ µL 172 – 259

Hemostasis
PT 11.6 Detik 9.4 – 12.5
Kontrol 11.0 Detik
INR 1.05 2.00 – 4. 80
APTT 32.3 Detik 25.1 – 36.5
Kontrol 30.8 Detik

Fungsi Ginjal 28 Mg/dl 12.84 – 42.80


Ureum 13 Mg/dl 6.0 – 20.0
Bun

Kreatinin/eGFR 0.81 Mg/dl 0.67 – 1.17


Kreatinin 101 mL/mnt/1.73m2 > 90 : normal
eGFR 60 – 89 = mildly decreased
45 – 59 : mildly to
moderately decreased
30 – 44 : moderately to
severely decreased
15 – 29 : severely decreased
<15 : kidney failure

0.57 mmol/L 0.45 – 0.60


Mg ion 1.15 mmol/L 1.09 – 1.30
Ca ion 100 mg/dL 74 – 99 : Bukan DM
Gula Darah 100 – 199 : Belum pasti DM
>200 : DM
2.0 mmol/L 0.7 – 2.5
Asam Laktat 138 mmol/L 135 – 153
Natrium 3.6 mmol/L 3.5 – 5.1
Kalium 102 mmol/L 98 – 109
Chlorida
2. EKG

3.2 ANALISA DATA


No Data Diagnosa Keperawatan
1. DS : Sesak nafas sejak dua hari yang Penurunan curah jantung
lalu. Pasien mengatakan
mudah capek saat beraktifitas.
Tidur malam susah dan tidur
setengah duduk.
DO : Keadaan umum tenang,
kesadaran komposmentis
TD :109/85
mmHg
HR : 148x/mnt
RR : 26 x/mnt
SaO2 : 98%
Suhu : 36,5◦C

3.3 INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Resiko Penurunan Curah Setelah dilakukan 1. Kaji tekanan
darah
tindakan keperawatan
Jantung 2. Kaji nadi dan
selama 2x24 jam
Capillary Refil
penurunan curah
Time (CRT)
jantung tidak terjadi
3. Kaji perubahan
kriteria hasil:
tingkat
Status kardiovaskuler
kesadaran.
klien membaik dengan
4. Kaji irama dan
indicator :
1. Sesak berkurang frekuensi nafas.
2. Nadi perifer kuat 5. Kaji haluran
3. Tekanan darah urine.
normal 6. Gunakan
4. Kapilari refill oximetry nadi
time normal untuk
(kembali dalam memonitor
waktu <3 detik) saturasi
5. Akral hangat oksigen,
6. Tidak terjadi
penurunan 7. Kolaborasi
kesadaran dalam pemberian
terapi
3.4 IMPLEMENTASI
Nama : Ny. R
No. MR : 2005 – 20 – 74 - 66
Tanggal, jam Diagnose Implementasi Respon pasien
24 /09/2018 1 3. Mengukur ttv S : Pasien mengatakan
08.00 pasien sesak sudah
4. Mengkaji berkurang dan dada
tingkat tidak berdebar
kesadaran O : keadaan umum
pasien tenang, kesadaran
composmentis,
akral hangat
TD : 106/72 mmhg
RR : 22 kali/menit
N : 86 kali/menit
SpO2 : 98%
3.5 EVALUASI
Tanggal, Jam Diagnosa Catatan perkembangan ttd

24/09/2018 Anxiety S:

09.30 Klien mengatakan sesak berkurang.

O:

Kesadaran composmentis akral hangat


tampak cemas

TTV :

- Tekanan darah : 112/78


mmHg
- RR : 22 kali/menit
- Nadi : 79 kali/menit
- Suhu : 36.50C
- Saturasi : 100%
A : Masalah teratasi sebagian

P:

- Mengobservasi hemodinamik
- Mengukur intake ourput
- Kolaborasi dalam pemberian
terapi
- Direncanakan untuk di rawat
untuk mendapatkan terapi
selanjutnya
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini adalah seorang wanita berusia 63 tahun. Pasien memiliki
riwyat penyakit hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian Efendi (2017) Mengatakan
bahwa salah satu factor terjadinya atrial fibrilasi adalah hipertensi dan usia lanjut. Hal
ini sesuai dengan jurnal yang diterbitkan PERKI (2014) tentang Atrial Fibrilasi. Pada
jurnal tersebut dikatakan faktor resiko pasien dengan Atrial Fibrilasi antara lain
hipertensi dan usia lanjut.
Pada hasil pengkajian Pasien mengeluh sesak nafas sejak dua hari yang lalu.
Sesak nafas sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Tidur malam susah dan tidur
setengah duduk. Sesak dirasakan pada saat aktivitas. Sesak pada malam hari. Dada
terasa berat seperti ditekan, mual, muntah, keringat dingin, perut terasa begah. Pasien
mengatakan jarang control ke dokter, jika obat habis pasien beli sendiri di apotik. Pasien
merupakan pasien lama RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dengan
diagnosa AFRVR, Riwayat ADHF ec old anterior MCI (EF 21%), Atrial Fibrilasi,
Hipertensi Heart Deseas.
Atrial Fibrilasi sebenarnya merupakan bagian dari aritmia, yaitu suatu keadaan
abnormalitas dari irama jantung yang ditandai dengan pola pelepasan sinyal elektrik
yang sangat cepat dan berulang. Keadan ini secara umum bisa diakibatkan oleh
gangguan potensial aksi, gangguan konduksi ataupun bisa gangguan dari keduanya.
Pada AF, gangguan terjadi pada ketidakteraturan irama jantung dan peningkatan denyut
jantung. Secara umum, gangguan AF dapat dikatakan sebagai takikardi, karena denyut
jantung pada AF mencapai lebih dari 100x/menit. Terjadinya Atrial Fibrilasi akan
menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung, yaitu hilangnya koordinasi aktivitas
mekanik jantung, ketidakteraturan respon ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung.
Ketiga hal ini akan berpengaruh pada penurunan cardiac output.
Pemberian obat Digitalis digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung
dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih efisien.
Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium
ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi
atrium yang abnormal. (PERKI,2014)

Berdasarkan nanda 2015, penurunan cardiac output adalah ketidak adekuatan


darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi metabolic tubuh. Pada Ny. R
didapatkan neberapa karakteristik penurunan curah jantung diantaranya sesak nafas,
asites dan penurunan haluaran urine output.
Intervensi keperawatan (Kuratif) terhadap penurunan cardiac output, dapat
dilakukan dengan melakukan observasi (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
Selain untuk menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman, mengurangi aktifitas
lingkungan dan kebisingan, serta memonitor respon pasien terhadap pengobatan yang
mengontol tekanan darah, menjadi hal yang harus dilakukan (Doenges, 2010). Sesuai
dengan teori diatas pada Ny. R diberikan tindakan keperawatan berupa pemberian
lingkungan yang nyaman, membantu ADL, memposisikan pasien senyaman mungkin.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum
(ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut
jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung. Penulis melakukan studi kasus
pasien dengan Atrial Fibrilasi di Unit IGD Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita Jakarta. Proses pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil dari pengkajian
yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnostik
non-invasif. Asuhan keperawatan yang dilakukan kepada Ny.R usia 63 tahun pada
tanggal 24 September 2018 dengan diagnose medis Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikular
Respon di Instalasi Gawat Darurat.
Berdasarkan hasil pemgkajian prawat mengambil satu diagnose keperawatan
yaitu penurunan curah jantung. Perencanaan keperawatan yang disusun sesuai
dengan teori atau konsep dasar asuhan keperawatan. Semua perencanaan tindakan
pada tiap diagnosa keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien.Pelaksanaan
keperawatan yang telah dilakukan sesuai dengan perencaraan keperawatan yang
sebelumnya telah disusun. Walaupun ada beberapa tindakan yang belum dilakukan
selama proses perawatan asuhan keperawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat
RSJPDHK. Hasil evaluasi keperawatan pasien Ny. R adalah mengatakan sesak
berkurang, Kesadaran composmentis akral hangat tampak cemas TTV : Tekanan
darah : 112/78 mmHg, RR : 22 kali/menit, Nadi : 79 kali/menit, Suhu : 36.50C
Saturasi : 100%. Intervensi keperawatan dihentikan karena pasien dianjurkan untuk
di rawat.

Anda mungkin juga menyukai