Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

ATRIAL FIBRILISASI (AF)

TRI AGUSTINA WULANDARI


191210020

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN FAKULTAS VOKASI


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Atrial Fibrilisasi (AF)
sesuai dengan Praktik Keperawatan Gawat Darurat Di RSUD jombang disusun oleh :
Nama : Tri Agustina Wulandari
NIM : 191210020
Prodi : D-III Keperawatan
Sebagai syarat kebutuhan pemenuhan Tugas Praktik Keperawatan Gawat Darurat
semester VI D-III Keperawatan STIKES ICME Jombang.
Disetujui Pada :
Hari/ Tanggal :

Jombang, 10 Mei 2022

Mahasiswa

(……………………………)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(….………..……………...) (………………………………….)

Kepala Ruangan

(…………………………..…….)
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum
(ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung
dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada
dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi
atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik atrium.
Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung.
Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali dengan absennya
gelombang P, yang diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit dengan
berbagai bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan dengan respon
ventrikel yang cepat dan tak teratur bila konduksi AV masih utuh. Irama semacam ini
sering disebutsebagai gelombang “f”.

2. Etiologi
a. Penyebab penyakit kardiovaskuler
1) Penyakit jantung iskemik
2) Hipertensi kronis
3) Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
4) Perikarditis
5) Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH f.
6) Tumor intracardiac
b. Penyebab non kardiovaskuler
1) Kelainan metabolik :
a) Tiroksikosis
b) Alkohol akut/kronis
2) Penyakit pada paru :
a) Emboli paru
b) Pneumonia
c) PPOM
d) Kor pulmonal
3) Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
4) Simpatomimetik obat-obatan dan listrik
3. Klasifikasi
Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa hal
diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi, berdasarkan
ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir berdasarkan bentuk
gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa sistem klasifikasi atrial
fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti :
a. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
1) AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali
permenit.
2) AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60
kali permenit. Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel
antara 60-100 kali permenit.
b. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat diklasifikasikan
menjadi:
1) AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark
miokard akut).
2) AF dengan hemodinamik stabil.
c. Klasifikasi menurut AmericanHeartAssociation(AHA), atrialfibriasi (AF)
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu : a
1) AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
2) AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih
kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara
spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya
kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.
3) AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang dari
7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke
irama sinus.
4) AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari.
Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke irama sinus
(resisten).
4. Patofisiologi
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding
atrium diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan pencetus
AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron, namun
pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan timbulnya
after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered. Triggered yang dijalarkan kedalam
miokard atrium akan menyebabkan inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry
yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada
AF tedapat pada banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga
menghasilkan gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo
yang rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium yang
merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam atrium
(macroreentrant tachycardias). AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang
berasal dari lapisan muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung
terus dengan adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa
refrakter dan terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry. Setelah
AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical remodeling)
yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini pada awalnya
reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya perubahan struktur, bila
AF berlangsung lama. Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung.
Walaupun demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam
ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %.
Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang
dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium,
walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. Atrial fibrilasi
(AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika
ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan
darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Terjadi penurunan atrial flow
velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya
trombus. trombus ini meningkatkan resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan
hemostasis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga
sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF.
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
a. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar” dalam
dada).
b. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
c. Sesak napas/dispnea.
d. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat peningkatan
laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
e. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik :
1) Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan
darah, dan pernapasan meningkat.
2) Tekanan vena jugularis.
3) Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif.
4) Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat
gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya
penyakit katup jantung.
5) Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
6) Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
b. Laboratorium :
1) Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
2) TSH (Penyakit gondok)
3) Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
4) Elektrolit : K, Na, Ca, Mg. e. PT/APTT.
c. Pemeriksaan EKG : Merupakan standar baku cara diagnostik AF
1) Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow
ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial fibrilasi normo
ventricular respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit disebut atrial fibrilasi
rapid ventricular respon (RVR).
2) Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan
kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
3) Interval segmen PR tidak dapat diukur. d. Kecepatan QRS biasanya normal
atau cepat
d. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor pulmonal.
e. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow.
f. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.
8. Penatalaksanaan Medis
AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan pada
kontrol aritmianya (rhytm control). Namun pada pasien dengan AF yang persisten,
terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba mengembalikan ke irama
sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju denyut ventrikular (rate control)
saja.Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF yaitu :
a. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli
b. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
c. Memperbaiki irama yang tidak teratur.

Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS


Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:

a. Farmakologi
1) Rhythm control.
Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama sinus / irama jantung yang
normal.Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine, disopiramide dan
propafenon). Untuk gol.III dapat diberikan amiodaron. Dapat juga
dikombinasi dengan kardioversi dengan DC shock.
2) Rate control.Rate control
Bertujuan untuk mengembalikan / menurunkan frekwensi denyut jatung
dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node seperti :digitalis,
verapamil, dan obat penyekat beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron
juga dapat dipakai untuk rate control.
3) Profilaksis tromboemboli.
Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF yang digunakan, pasien harus
mendapatkan anti- koagulan untuk mencegah terjadinya
tromboemboli.Pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadapwarfarin
dapat di berikan antipletelet.
b. Non-farmakologi Ka
1) Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada
setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya
penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.
2) Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan ini
beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu jantung yang
khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian menunjukkan bahwa pacu
jantung kamar ganda (dual chamber), terbukti dapat mencegah masalah AF
dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar tunggal (single chamber).
3) Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE
procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-vena
pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV dilakukan pada
penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu jantung permanen.
9. Komplikasi
a. Cardiac arrest / gagal jantung
b. Stroke
c. Demensia
10. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Meliputi Nama, umur,alamat, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan tempat lahir,nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Araiwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
6) Aktivitas / istirahat Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan
berlebihan.Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah dan
denyut jantung saa aktivitas.
7) Sirkulasi Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %
mengalami disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi, kardiomiopati, dan
CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi cepat/lambat/tidak teratur,palpitasi.
Temuan fisik meliputi hipotensi atau hipertensi selama episode disritmia.Nadi
ireguler atau denyut berkurang.Auskultasi jantung ditemukan adanya irama
ireguler, suara ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis,pucat, sianosis.Edema
dependen, distensi vena jugularis,penurunan urine output.
8) Neurosensori Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan
fisik: status mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan pola
bicara,stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah, halusinasi ; reaksi pupil
berubah. Reflek tendon dalam hilang menggambarkan disritmia yang
mengancam jiwa (ventrikuler tachicardi atau bradikardia berat).
9) Kenyamanan Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak
hilang dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
10) Respirasi Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat
penyakit paru, riwayat merokok.Temuan fisik perubahan pola nafas selam
periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem paru atau
fenomena thromboemboli paru.
11) Cairan dan Nutrisi Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual,
muntah.Temuan fisik berupa tidak nafsu makan,perubahan turgor atau
kelembapan kulit. Perubahan berat badan akibat odema.
12) Apakah ada riwayat pengguna alkohol.
13) Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
11. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan structural.
b. Nyeri akut b.d proses penyakit
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
kelemahan umum, tirah baring atau imobilisasi.

Anda mungkin juga menyukai