Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI

RUANGAN RUAI (NEUROLOGI)


“AF RVR”

Preceptor Klinis:
Marianto, S.Kep., Ners

Disusun Oleh:
Nurhillah (891221059)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI PONTIANAK
TAHUN AJARAN
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN AF RVR

1. Pengertian
Atrial fibrilasi didefinisikan sebagai aritmia jantung yang memiliki karakteristik
RR interval yang ireguler dan tidak repetitive pada gambaran EKG, tidak terdapat
gelombang P yang jelas pada gambaran EKG, serta siklus atrial bila dapat dilihat
bervariasi dengan kecepatan >300 kali per menit (<200 ms). Fibrilasi atrial berkaitan
dengan berbagai mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan gagal jantung,
stroke, penurunan kualitas hidup dan tingkat Kesehatan (Anggrahini, 2022).
Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi
atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada
elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi gelombang P, yang
digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan
durasinya. Pada fungsi NAV yang normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel
yang juga ireguler, dan seringkali cepat (PERKI, 2021).
2. Etiologi
a. Penyebab penyakit kardiovaskuler (Sudarta, 2019)
1) Penyakit jantung iskemik
2) Hipertensi kronis
3) Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
4) Perikarditis
5) Kardiomiopati, gagal jantung, sindrome WPW, dan LVH f. Tumor intracardiac
b. Sistem irama konduksi jantung
1) Pembentukan spontan dari implus abnormal pada hampir semua lapang
2) Jalur hantaran implus yang abnormal melalui jantung
3) Irama abnormal jantung
4) Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung
5) Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewaktu mengantarkan implus melalui
jantung.
c. Penyebab non kardiovaskuler:
1) Kelainan metabolik: Tiroksikosis, Alkohol akutkronis
2) Penyakit pada paru: Emboli paru, Preumonia, PPOM, Kor pulmonal
3) Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
4) Simpatomimetik obat-obatan dan listrik (Sudarta, 2013)
3. Patofisiologi
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya FA masih belum sepenuhnya dipahami
dan dipercaya bersifat multifaktorial. Dua konsep yang banyak dianut tentang
mekanisme FA adalah
a. adanya faktor pemicu (trigger);
b. faktor-faktor yang melanggengkan.
Pada pasien dengan FA yang sering kambuh tetapi masih dapat konversi secara
spontan, mekanisme utama yang mendasari biasanya Pedoman Tata Laksana Fibrilasi
Atrium 3 karena adanya faktor pemicu (trigger) FA, sedangkan pada pasien FA yang
tidak dapat konversi secara spontan biasanya didominasi adanya faktor-faktor yang
melanggengkan.
a. Perubahan patofisiologis yang mendahului terjadinya FA
Berbagai jenis penyakit jantung struktural dapat memicu remodelling yang
perlahan tetapi progresif baik di ventrikel maupun atrium. Proses remodelling yang
terjadi di atrium ditandai dengan proliferasi dan diferensiasi fibroblas menjadi
miofibroblas yang dapat meningkatkan deposisi jaringan ikat dan fibrosis di atrium.
Proses remodelling atrium menyebabkan gangguan elektris antara serabut otot dan
serabut konduksi di atrium, serta menjadi faktor pemicu sekaligus faktor yang
melanggengkan terjadinya FA. Substrat elektroanatomis ini memfasilitasi terjadinya
sirkuit reentri yang akan melanggengkan terjadinya aritmia.2 Sistem saraf simpatis
maupun parasimpatis di dalam jantung juga memiliki peran yang penting dalam
patofisiologi FA, yaitu melalui peningkatan Ca2+ intraselular oleh sistem saraf
simpatis dan pemendekan periode refrakter efektif atrium oleh sistem saraf
parasimpatis (vagal).10 Stimulasi pleksus ganglionik akan memudahkan
terangsangnya FA melalui vena pulmoner (VP), sehingga pleksus ganglionik dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu target ablasi. Namun, manfaat ablasi pleksus
ganglionik sampai sekarang masih belum jelas.
Setelah munculnya FA, perubahan sifat elektrofisiologis atrium, fungsi
mekanis, dan ultra struktur atrium terjadi pada rentang waktu 4 Pedoman Tata
Laksana Fibrilasi Atrium dan dengan konsekuensi patofisiologis yang berbeda.
Sebuah studi melaporkan terjadinya pemendekan periode refrakter efektif atrium
pada hari-hari pertama terjadinya FA.12 Proses remodelling elektrikal memberikan
kontribusi terhadap peningkatan stabilitas FA selama hari-hari pertama setelah onset.
Mekanisme selular utama yang mendasari pemendekan periode refrakter adalah
penurunan (downregulation) arus masuk kalsium (melalui kanal tipe-L) dan
peningkatan (up-regulation) arus masuk kalium. Beberapa hari setelah kembali ke
irama sinus, maka periode refrakter atrium akan kembali normal.
b. Gangguan fungsi kontraksi atrium juga terjadi pada beberapa hari setelah terjadinya
FA.
Mekanisme yang mendasari gangguan ini adalah penurunan arus masuk
kalsium, hambatan pelepasan kalsium intraselular dan perubahan pada energetika
miofibril. Mekanisme elektrofisiologis Awitan dan keberlangsungan takiaritmia
membutuhkan adanya pemicu (trigger) dan substrat. Atas dasar itu, mekanisme
elektrofisiologis FA dapat dibedakan menjadi mekanisme fokal karena adanya
pemicu dan mekanisme reentri mikro (multiple wavelet hypothesis) karena adanya
substrat (gambar 1). Meskipun demikian, keberadaan kedua hal ini dapat berdiri
sendiri atau muncul bersamaan.
Mekanisme fokal Mekanisme fokal adalah mekanisme FA dengan pemicu dari
daerah-daerah tertentu, yakni 72% di VP dan sisanya (28%) Pedoman Tata Laksana
Fibrilasi Atrium 5 bervariasi dari vena kava superior (37%), dinding posterior atrium
kiri (38,3%), krista terminalis (3,7%), sinus koronarius (1,4%), ligamentum Marshall
(8,2%), dan septum interatrium. Mekanisme seluler dari aktivitas fokal mungkin
melibatkan mekanisme triggered activity dan reentri. Vena pulmoner memiliki
potensi yang kuat untuk memulai dan melanggengkan takiaritmia atrium, karena VP
memiliki periode refrakter yang lebih pendek serta adanya perubahan drastis
orientasi serat miosit.2 Pada pasien dengan FA paroksismal, intervensi ablasi di
daerah pemicu yang memiliki frekuensi tinggi dan dominan (umumnya berada pada
atau dekat dengan batas antara VP dan atrium kiri) akan menghasilkan pelambatan
frekuensi FA secara progresif dan selanjutnya terjadi konversi menjadi irama sinus.
Sedangkan pada pasien dengan FA persisten, daerah yang memiliki frekuensi tinggi
dan dominan tersebar di seluruh atrium, sehingga lebih sulit untuk melakukan
tindakan ablasi atau konversi ke irama sinus.
Mekanisme reentri mikro (multiple wavelet hypothesis) Dalam mekanisme
reentri mikro, FA dilanggengkan oleh adanya konduksi beberapa wavelet
independen secara kontinu yang menyebar melalui otot-otot atrium dengan cara
yang kacau. Hipotesis ini pertama kali dikemukakan oleh Moe yang menyatakan
bahwa FA dilanggengkan oleh banyaknya wavelet yang tersebar secara acak dan
saling bertabrakan satu sama lain dan kemudian padam, atau terbagi menjadi banyak
wavelet lain yang terus-menerus merangsang atrium. Oleh karenanya, sirkuit reentri
ini tidak stabil, beberapa menghilang, sedangkan yang lain tumbuh lagi.
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik. Trombus dapat terbentuk
dalam rongga atium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi atrium yang
mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi
sistemik terutama otak dan ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu
penyebab teradinya serangan stroke (PERKI, 2021).
Tanda dan Gejala pada sebagian kasus penyebabnya tidak ditemukan idiopatik atau
AF saja. Insidensi AF meningkat dengan bertambahnya usia. Denyut nadi biasanya cepat
(90 sampai > 150 kali permenit) dengan irregular. Pasien bisa asimtomatik, mengalami
palpitasi cepat, atau sesak napas, atau gagal jantung (PERKI, 2021). Gambaran klinis
menurut PERKI (2021):
a. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar dalam
dada)
b. Sesak napas
c. Kelemahan dan kesulitan berolahraga
d. Nyeri dada
e. Pusing
f. Kelelahan
g. Kebingungan
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari gangguan/ penyakit yang
tersembunyi, terutama apabila laju ventrikel sulit dikontrol. Satu studi menunjukkan
bahwa elevasi ringan troponin I saat masuk rumah sakit terkait dengan mortalitas dan
kejadian kardiak yang lebih tinggi, dan mungkin berguna untuk stratifikasi risiko.
1) Darah lengkap (anemia, infeksi)
2) Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal ginjal)
3) Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miokard sebagai pencetus
FA)
4) Peptida natriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki asosiasi
dengan FA. Level plasma dari peptida natriuretik tersebut meningkat pada pasien
dengan FA paroksismal maupun persisten, dan menurun kembali dengan cepat
setelah restorasi irama sinus.
5) D-dimer (bila pasien memiliki risiko emboli paru)
6) Fungsi tiroid (tirotoksikosis)
7) Kadar digoksin (evaluasi level subterapeutik dan/atau toksisitas)
8) Uji toksikologi atau level etanol II.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan biasanya mencakup
laju ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang jelas, digantikan
oleh gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler
pula. Manifestasi EKG lainnya yang dapat menyertai FA antara lain:
1) Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-
170x/menit.
2) Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar) Pedoman Tata
Laksana Fibrilasi Atrium 25 setelah siklus interval R-R panjang-pendek
(fenomena Ashman)
3) Preeksitasi
4) Hipertrofi ventrikel kiri
5) Blok berkas cabang
6) Tanda infark akut/lama Elektrokardiogram juga diperlukan untuk memonitor
interval QT dan QRS dari pasien yang mendapatkan terapi antiaritmia untuk FA.
c. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi kadangkadang dapat ditemukan
bukti gagal jantung atau tanda-tanda patologi parenkim atau vaskular paru (misalnya
emboli paru, pneumonia).
d. Uji latih atau uji berjalan enam-menit
Uji latih atau uji berjalan enam-menit dapat membantu menilai apakah strategi
kendali laju sudah adekuat atau belum (target nadi) (PERKI, 2021).
7. Penatalaksanaan
Atrial fibrilasi paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah
dipusatkan pada kontrol aritmianya (rhytm control). Namun pada pasien dengan AF yang
persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba mengembalikan ke
irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju denyut ventrikular (rate
control) saja. Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk atrial fibrilasi yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan
menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya menurut (Muttaqin, 2017) kardioversi dibagi
menjadi 2 yaitu:
a. Pengobatan farmakologis (pharmacological cardioversion)
1) Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah
adanya komplikasi dari atrial fibrilasi. Pengobatan yang digunakan adalah jenis
antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi
mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta
cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah
pembekuan darah terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah :
2) Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam
proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah
koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga
mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan
bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L)
dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi
dengan lama kerja ± 40 jam.
3) Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari
trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek
dari COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan
(TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya
agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam 29 waktu lama dapat
menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktorfaktor pembekuan darah,
terutama faktor II, VII, IX dan X.
4) Pengendalian denyut jantung
Menurunkan kecepatan ventrikel dengan mengurangi konduksi melalui
nodus AV. Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan
peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis
kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.
5) Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih
efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang
abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian
ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal. f. β-blocker Obat β-blocker
merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Saraf simpatis
pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas
jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
6) Antagonis Kalsium Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan
kontraktilitas jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam
intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.
b. Pengobatan elektrik (electrical cardioversion).
1) Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam
(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus
sinus rhythm).
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Anamnesis
Spektrum presentasi klinis FA sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik
hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50%
episode FA tidak menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation) (PERKI, 2021).
Beberapa gejala ringan yang mungkin dikeluhkan pasien antara lain:
a) Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan genderang,
gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam dada.
b) Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
c) Presinkop atau sinkop
d) Kelemahan umum, pusing Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan
hemodinamik, kardiomiopati yang diinduksi oleh takikardia, dan
tromboembolisme sistemik. Penilaian awal dari pasien dengan FA yang baru
pertama kali terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas hemodinamik dari
pasien.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan nafas (Airway),
pernafasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) dan tanda-tanda vital, untuk
mengarahkan tindak lanjut terhadap FA. Pemeriksaan fisis juga dapat
memberikan informasi tentang dasar penyebab dan gejala sisa dari FA (PERKI,
2021).
a) Tanda Vital
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan saturasi
oksigen sangat penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali
laju yang adekuat pada FA. Pada pemeriksaan fisis, denyut nadi umumnya
ireguler dan cepat, sekitar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi
160-170x/menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat
jantung (digitalis) dapat mengalami bradikadia.
b) Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,
pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit pada
arteri karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan kemungkinan
adanya komorbiditas penyakit jantung koroner.
c) Paru
Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung
(misalnya ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi
mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari
terjadinya FA (misalnya PPOK, asma).
d) Jantung
Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisis pada
pasien FA. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk
mengevaluasi penyakit jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari
punctum maximum atau adanya bunyi jantung tambahan (S3)
mengindikasikan pembesaran ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel
kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi
pulmonal.
Pulsus defisit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba dengan
auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien FA.
e) Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba
mengencang dapat mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati
intrinsik. Nyeri kuadran kiri atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat
embolisasi perifer.
f) Ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari
tabuh atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin
mengindikasikan embolisasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat
mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah jantung yang menurun.
g) Neurologis
Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian
serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien FA. Peningkatan
refleks dapat ditemukan pada hipertiroidisme.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pecendera fisiologis
3) Pola nafas tidak efejtif berhubungan dengan hambatan upaya naoas
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
c. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


. (SDKI) (SIKI) (SLKI)
1 Penurunan curah Tujuan: Perawatan Jantung
jantung b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan Observasi: 
irama jantung asuhan keperawatan selama
 Identifikasi tanda/gejala
3x24 jam diharapkan
primer penurunan curah
Pemurunan curah jantung
jantung
dapat meningkat
 Identifikasi tanda/gejala
Kriteria Hasil:
sekunder penurunan curah
- Kekuatan nadi perifer
jantung
menjadi meningkat
 Monitor tekanan darah
- Gambaran EKG aritmia
 Monitor intake dan output
menjadi menurun
cairan
- Kelelahan menjadi
 Monitor saturasi oksigen 
menurun
 Monitor keluhan nyeri dada
 Monitor EKG 12 Sandapan
Terapeutik: 

 Posisikan pasien semi fowler


atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang
sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk memotivasi gaya hidup
sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
 Berian dukungan emosional
dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi

 Anjurkan beraktivitas fisik


sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan
 Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
2 Nyeri akut b.d agen Tujuan: Manajemen Nyeri
pecendera fisiologis setelah dilakukan tindakan
Observasi
asuhan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan nyeri - Identifikasi lokasi, karakteristik,
pada pasien dapat berkurang. durasi, frekuensi, kualitas,
Kriteria Hasil: intensitas nyeri
- keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
- meringis menurun - Idenfitikasi respon nyeri non
- gelisah menurun verbal
- kesulitan tidur menurun - Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

- Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
- Ajarkan Teknik farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik,


jika perlu

3 Pola nafas tidak efektif Tujuan: Manajemen Jalan Napas


b.d hambatan upaya Setelah dilakukan tindakan
Observasi
nafas asuhan keperawatan selama
1. Monitor pola napas (frekuensi,
3x24 jam diharapkan pola
kedalaman, usaha napas)
nafas menjadi membaik
2. Monitor bunyi napas tambahan
Kriteria hasil:
(misalnya: gurgling, mengi,
- Dispnea menurun wheezing, ronchi kering)
- penggunaan otot bantu 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
napas menurun aroma)
- frekuensi napas membaik Terapeutik
- kedalaman napas membaik
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw thrust jika curiga
trauma fraktur servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
4 Intoleransi aktivitas b.d Tujuan: Manajemen Energi
kelemahan Setelah dilakukan tindakan
Observasi
asuhan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan toleran  Identifikasi gangguan fungsi
si aktifitas menjadi tubuh yang mengakibatkan
meningkat. kelelahan
Kriteria Hasil:  Monitor kelelahan fisik dan
- keluhan Lelah menurun emosional
- dispnea aktivitas menurun  Monitor pola dan jam tidur

- dispnea setelah aktivitas  Monitor lokasi dan

menurun ketidaknyamanan selama

- frekuensi nadi membaik melakukan aktivitas

Terapeutik

 Sediakan lingkungan nyaman


dan rendah stimulus (mis:
cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan

Edukasi

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini, N. S. (2022). Laki-laki Usia 59 Tahun Dengan Atrial Fibrilasi: Laporan Kasus.
Journals.ums, 365-369.

Muttaqin, A. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler


dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

PERKI. (2021). Pedoman Tatalaksana Atrial Fibrilasi (AF). Jakarta: Centra Communication.

PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Rampengan, S. H. (2016). Kardioversi Pada Fibrilasi Atrium (1st ed). Jakarta: Penerbit
FKUI.

Sudarta. (2019). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Ganggua Sistem Kardiovaskuler.


Bandung: Goysen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai