Oleh
Putri Hidayatur Rochmah, S.Kep.
NIM 192311101111
Menurut Ramli dan Karani (2018) jantung merupakan organ penting yang
berfungsi untuk mengalirkan darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke seluruh
jaringan dan organ tubuh guna untuk proses metabolisme. Jantung terletak di rongga
toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum dan tulang punggung (vetebra).
Bagian depan dibatasi oleh sternum dan costae 3, 4, dan 5. Jantung terletak di atas
diafragma, miring ke depan kiri dan apex cordis berada paling depan dalam rongga
thorax. Dinding jantung terbagi menjadi 3 lapisan yaitu pericardium, miokardium dan
endocardium. Jantung terdiri dari 4 ruang yaitu artrium pada 2 ruang jantung atas dan
ventrikel pada 2 ruang jantung bawah. Atrium berfungsi untuk menerima darah yang
kembali ke jantung dan memindahkannya ke ruang di bawahnya, sedangkan ventrikel
memompa darah dari jantung. Atrium dan ventrikel dipisahkan menjadi bagian kanan
dan kiri oleh septum. Pemisahan ini sangat penting, karena bagian kanan jantung
menerima dan memompa darah beroksigen rendah dan sisi kiri jantung menerima dan
memompa darah beroksigen tinggi. Menurut Wahyuningsih dan Kusmiyati (2017)
katub jantung dibagi menjadi 2 yaitu katub atrioventikuler dan katub semilunar.
Katub atrrioventikuler terletak antara atrium dan ventrikel, katub yang terletak di
antara atrium kanan dan ventrikel kanan yang mempunyai tiga katub disebut katub
trikuspidalis, sedangkan katub yang letaknya diantara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai dua katub yang disebut katub mitral (bikuspidalis). Katub seminular
terletak pada arteri pulmonalis yang memisahkan pembuluh dari ventrikel kanan.
Katub aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katub semilunar ini
memungkinkan darah mengalir dari masing-maing ventrikel ke arteri pulmonalis atau
aorta selama sistole ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel
(Wahyuningsih dan Kusmiyati, 2017).
Suplai darah pada otot-otot jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri.
Darah mengalir dari pembuluh darah epicardial menuju endocardial. Setelah perfusi
myocard, darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronaria dan vena anterior
jantung. Sejumlah kecil aliran darah yang kembali secara langsung masuk ke dalam
ruang-ruang jantung melalui vena Thebessy (Sofyan, 2016).
Arteri koroner kanan (RCA) secara normal menyuplai arteri kanan, sebagian besar
ventrikel kanan dan dalam jumla bervariasi pada ventrikel kiri (dinding inferior).
Arteri descent posterior (PDA) adalah cabang dari arteri koroner kiri dimana sirkulasi
di kiri lebih dominan (Sofyan, 2016).
Arteri koroner kiri secara normal mensuplai atrium kiri dan sebagian besar septum
interventrikuler dari ventrikel kiri (septum anterior dan dinding lateral). Setelah
perjalanan pendek dari bifurcatio arteri koroner utama kiri ke dalam arteri descent
anterior kiri (LAD) dan arteri sirkumfleksi (CX); bentuk ini menyuplai septum dan
dinding anterior. Pada sirkulasi diminan kri, CX sepanjang AV dan berlanjut kembali
sebagai PDA untuk mensuplai juga sebagian besar septum posterior dari dinding
anterior (Sofyan, 2016).
Arteri menyuplai simpul AV yang dapat berasal dari RCA (60 % dari individu)
atau yang lainnya (sisanya 40 %). Simpul AV biasanya melalui RCA (85 %-90 %)
atau sering tidak ada, dari derivat PDA dan LAD. Dinding anterior dari katup mitral
juga memiliki daerah yang ganda yang memberikan suplai melalui cabang diagonal
dari LAD dan berasal dari cabang CX. Sebaliknya, postkapiler dari katup mitral
biasanya disuplai dari PDA sangat banyak memiliki disfungsi iskemik di daerah-
daerah yang berharga (Sofyan, 2016).
1.2 Definisi
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan yang terjadi pada ritme jantung yang
ditandai dengan basis osilasi beramplitudo rendah (gelombang f atau fibrilasi) dan
irama ventrikel denyut jantung yang irregular tanpa irama dasar. Laju gelombang f
dapat mencapai 300-600 x/menit dan memiliki variasi pada amplitudo, bentuk dan
waktu (Andrianto, 2020). Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi
supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi
gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses
mekanik atau pompa darah jantung (Yuniadi, 2014).
Menurut PERKI (2014) fibrilasi atrium merupakan takikardi supraventricular
yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan
perburukan fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari Atrial
Fibrilasi (AF) yaitu tidak adanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh
gelombang getar (fibrilasi) yang memiliki variasi amplitudo, bentuk dan durasinya.
Pada fungsi nodus AV yang normal, Atrial Fibrilasi (AF) biasanya disusul oleh
respons ventrikel yang juga ireguler, dan seringkali cepat.
1.3 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan atrial fibrilasi diantaranya (Sudoyo dkk., 2006;
ACCF dan AHA, 2011):
a. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal
chronic)
6. Tumor intracardiac
b. Proses infiltrasi dan inflamasi
1. Pericarditis atau myocarditis
2. Amyloidosis dan sarcoidosis
3. Faktor peningkatan usia
c. Proses infeksi
1) Demam dan segala macam infeksi
d. Kelainan endokrin
1. Hipertiroid
2. feokromositoma
e. Neurogenic
1. Stroke
2. Pendarahan subarachnoid
f. Iskemik atrium (infark myocard)
g. Obat-obatan
1. Alkohol
2. kafein
h. Keturunan atau genetic
1.4 Klasifikasi
Menurut Sudoyo dkk., (2006) berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi
dibagi menjadi :
1. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali
permenit
2. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60 kali
permenit
3. AF respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali
permenit
Klasifikasi menurut American Heart Assoiation (AHA), (2011) atrial fibriasi
(AF) dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
1. AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya
dan baru pertama kali terdeteksi.
2. AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Kurang lebih
50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam
waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48 jam juga
disebut AF Paroksimal.
3. AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama
sinus.
4. AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari.
Biasanya meskipun dengan kardioversi tetap akan sulit untuk mengembalikan ke
irama sinus (resisten).
Selain itu, menurut (2009) klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan ada tidaknya
penyakit lain yang mendasari yaitu AF primer dan AF sekunder. Disebut AF primer
jika tidak disertai penyakit jantung lain atau penyakit sistemik lainnya. Dan disebut
AF sekunder jika disertai dengan penyakit jantung lain atau penyakit sistemik lain
seperti diabetes, hipertensi, gangguan katub mitral dan lain-lain. Sedangkan
klasifikasi lain adalah berdasarkan bentuk gelombang P yaitu dibedakan atas Coarse
AF dan Fine AF. Coarse AF jika bentuk gelombang P nya kasar dan masih bisa
dikenali. Sedangkan Fine AF jika bentuk gelombang P halus hampir seperti garis
lurus.
1.6 Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple
wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau
depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah
berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari
atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini
menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan
menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA (Harrison, 2000).
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang
dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak
tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih
tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi.
Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3
faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal
ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan
pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor
tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan
depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF (Harrison, 2000).
Aktivasi fokal fokus biasanya di awali dari daerah vena pulmonalis timbulnya
gelombang yang menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau
wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik
dari fokus yang tercetus secara cepat. Mekanisme AF identik dengan mekanisme
fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan
bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan AF adalah
pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan
isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan
pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi
akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang
demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi
AF. AF dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam reumatik,
atau gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis
(Yuniadi, 2014).
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial
flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan
terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak
dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke
emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non
valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan
gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis
atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF
(Sudoyono, 2007).
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada Atrial fibrilasi (AF) yaiku
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, ureum, kreatinin serum
untuk menunjukkan apakah pasien menderita gangguan elektrolit atau gagal
ginjal. Pemeriksaan enzim jantung seperti CKMB dan troponin. Dari
pemeriksaan ini dapat ditemukan tanda-tanda infark miokard sebagai pencetus
FA. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan yaitu pemeriksaan D-dimer (bila
pasien memiliki risiko emboli paru), pemeriksaan Fungsi tiroid untuk melihat
apakah pasien memiliki gangguan tiroid seperti tirotoksikosis, serta
pemeriksaan kadar digoksin untuk mengevaluasi level subterapeutik dan atau
toksisitas (Yuniadi, 2014).
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pada penderita AF gambaran EKG umum nya sebagai berikut:
a. Pola interval RR yang irreguler.
b. Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas. Gelombang P menjadi fibrilasi
dengan amplitudo, bentuk dan durasi yang bervariasi, hal ini berhubungan
dengan respon ventrikel yang irreguler dan cepat pada sistem konduksi AV
yang utuh. Dan paling sering terjadi pada sadapan V1.
c. Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi
160- 170x/menit.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan adalah foto toraks, uji latih
atau uji berjalan selama enam menit, ekokardiografi, Computed Tomography (CT)
scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), monitor holter atau event recording,
studi elektrofisiologi (Yuniadi, 2014).
1.8 Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan
irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari atau
mencegah adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu
penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Kardioversi adalah suatu tata
laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan
denyut jantung (Dinanti, 2009).
Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi
(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion). Kontrol irama atau kardioversi mengacu pada upaya untuk
mempertahankan irama sinus dalam waktu panjang. Agen farmakologik yang
merupakan rekomendasi kelas 1 sebagai kontrol irama jantung sesuai dengan
Guidelines of the American College of Cardiology, American Heart Association and
European Society of Cardiology 2006 (ACC/AHA/ESC 2006) adalah flecainide,
dofetilide, propafenone, dan ibutilide. Sedangkan amiodaron, agen anti-aritmia yang
paling umum digunakan, dimasukkan ke dalam kelas 2A. Agar efektivitasnya lebih
baik, sebaiknya kardioversi farmakologik dimulai kurang dari 7 hari setelah onset
Atrial Fibrilasi (Dinanti, 2009).
Terapi antitrombotik yang digunakan untuk mencegahan stroke pada pasien AF
meliputi antikoagulan antagonis vitamin K yaitu warfarin dan coumadin dan
antikoagulan baru yaitu dabigatran etexilate, rivaroxaban, apixaban juga
menggunakan antiplatelet. Jenis antitrombolitik tidak digunakan untuk pencegahan
stroke pada pasien AF (Yuniadi, 2014).
1.10 Pathway
Kardiomiopati, Pericarditis,
Faktor usia, obat-obatan (akohol), tumor miocarditis
keturunan
Pengosongan atrium
inadekuat
EKG menunjukan
Aritmia saat atau Tekanan Pengisian darah ke paru-
Forward Failure
setelah aktivitas Atrium paru menurun
sinistra
meningkat
Curah Jantung Menurun Atrial flow velocities
Suplai Oksigen
menurun menurun
Tekanan
Renal Flow menurun Atrium
Lemas, lemah, dan sinistra Trombus atrium sinistra
kurang bersemangat meningkat
Pelepasan RAA (Renin
Agiotensin dan Disfungsi ventrikel
Aldosteron) Intoleransi Hipertensi sinistra
Aktivitas kapiler paru
Edema
Gangguan
Pertukaran Gas
Hipervolemia
Penjelasan:
Atrial fibrilasi disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia, obat obatan
(alkohol), dan keturunan. Selain itu juga disebabkan oleh penyakit penyerta seperti
kardiomiopati, tumor, perikarditis, dan juga miokarditis. Keadaan semacam ini
memiliki dampak terjadinya kelainan katup atrium. Katup atrium akan mengalami
resistensi dan kemudian menimbulkan pengosongan terhadap volume atrium itu
sendiri. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi di bedakan menjadi 3 yaitu
AF dengan normo ventricel respons HR 60-100x/menit, AF dengan slow ventricel
respons HR <60x/menit, dan AF dengan rapid ventricel respons HR >100x/menit.
AF rapid ventricel respons HR >100x/menit ditandai dengan terjadinya takikardi
supraventrikel yang merupakan suatu keadaan detak jantung yang cepat yang terjadi
ketika impuls listrik normal jantung terganggu. Gejala dapat berupa jantung berdebar-
debar, atau tidak ada gejala sama sekali. Takikardi supraventrikel menimbulkan
beberapa masalah, seperti peningkatan terhadap tekanan antrium kiri dan peningkatan
tekanan vena pulmonal dan penurunan pengisian darah. Peningkatan tekanan antrium
kiri dan peningkatan tekanan vena pulmonal ini kemudian menyebabkan hipertensi
kapiler paru sehingga akan terjadi pembengkakan paru yang merupakan suatu
keadaan yang disebabkan kelebihan cairan di paru-paru. Dengan keadaan tersebut,
proses pertukaran gas yang seharusnya bisa terjadi di paru-paru akan mengalami
gangguan sehingga akan memimbulkan masalah keperawatan Gangguan
Pertukaran Gas (D.0003).
Penurunan pengisian darah oleh karena takikardi supraventrikel menimbulkan
beberapa masalah seperti penurunan kecepatan aliran darah, penurunan suplasi darah
ke jaringan, penurunan suplasi oksigen ke otak, dan juga peningkatam aliran ginjal.
Penurunan kecepatan aliran darah akan menyebakan trombus pada atrium dan
disfungsi vetrikel sehingga muncul masalah keperawatan Penurunan Curah
Jantung (D.0008).
AF slow ventricel respons HR <60x/menit dapat menyebabkan terjadinya
brakikardi dan gambaran EKG aritmia saat beraktivitas maupun setelah beraktifitas.
Suplai oksigen terhambat karena karena jantung tidak cukup kuat untuk memompa
dan mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Sehingga pasien menjadi lemas, mudah
lelah, dan tidak bersemangat dan muncul masalah keperawatan Intoleransi Aktivitas
(D.0056).
AF dengan normo ventricel respons HR 60-100x/menit dapat menyebabkan
CHF. Akibatnya terjadi forward failure sehingga curah jantung menurun maka renal
flow juga menurun sehingga terjadi pelepasan RAA (Renin Angiotensin dan
Aldosteron), kemudian terjadi retensi natrium dan air yang mengakibatkan edema
sehingga muncul masalah keperawatan Hipervolemia (D.0022).
BAB. 2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada klien dengan kasus
atrial fibrilasi adalah sebagai berikut :
a. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
golongan darah, pendidikan, pekerjaan, hubungan pasien dengan penanggung
jawab, dll.
b. Status Kesehatan Saat Ini
Pasien datang dengan keluhan jantung berdebar-debar, mudah lelah saat aktivitas
fisik, dan pusing.
c. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pasien mengatakan jantung terasa berdebar-debar, mudah lelah saat aktivitas fisik,
dan pusing
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Haruslah diketahui penyakit atau masalah kesehatan yang pernah dialami pasien
sebelumnya baik yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler maupun
penyakit sistem sistemik lainnya (penyakit kronis). Hal ini sebagai data dasar
dalam memberikan terapi pada pasien dan dapat mempengaruhi prognosa pasien.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah anggota keluarga/generasi sebelumnya yang mengalami penyakit seperti
yang dialami pasien dan/atau penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat
dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti
karena dapat mempengaruhi prognosa pasien.
f. Pola aktivitas/istirahat
Pada pasien ini terjadi keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan yang
berlebihan. Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah dan denyut
jantung saat beraktivitas
g. Pola eliminasi
Urine yang dikeluarkan biasanya mengalami penurunan jika terjadi penurunan
curah jantung yang berat
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan napas dan saturasi oksigen
sangan penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali laju yang
adekuat pada FA. Pada pemeriksaan fisik, denyut nadi umumnya irregular dan
cepat sekitar 110-140 x/menit, pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas
obat jantung (digitalis) dapat mengalami brakikardi
2) Kepala dan leher
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus, pembesaran
tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit pada arteri karotis
mengindikasikan penyakit arteri perifer dan kemungkinan adanya
komorbiditas penyakit jantung koroner.
3) Thoraks dan Dada
- Jantung
pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisik pada pasien
dengan atrial fibrilasi. Palpasi da auskultasi yang menyeluruh sangat penting
untuk mengevaluasi penyakit katup atau kardiomiopati. Pergeseran pinctum
maximum atau adanya bunti jantung tambahan (S3) mengindikasikan
pembesaran ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2)
yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus
defisit, dimana terdapat istilah jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi
jantung dapat ditemukan pada pasien dengan atrial fibrilasi.
- Paru
Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung (misalnya
ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi mengindikasikan
adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya FA
(misalnya PPOK,asma)
4) Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang dapat
mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik. Nyeri
kuadran kiri atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat embili perifer
5) Sistem neurosensori
Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian serebrovaskular
terkadang dapat ditemukan pada pasien dengan FA. Peningkatan reflek dapat
ditemukan pada hipertiroidisme.
6) Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabu atau
edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin mengindikasikan
embolisaasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat mengindikasikan penyakit
aterial perifer atau penurunan curah jantung
i. Data sosial
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang-
orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya
dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami
trauma kepala dan rasa aman.
j. Data spiritual
Data spiritual yang diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan
falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang
dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.
k. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
2) Pemeriksaan labolatorium
3) Foto rontgen toraks
4) Ekokardiogenik
5) Pemeriksaan fungsi tiroid
6) Uji latih
Edukasi
1. Agar pasien memahami tindakan
yang dapat dilakukan sehingga
mencegah keparahan berlanjut pada
kondisi pasien
2. Menghindari keadaan tekanan
berlebih pada dada
3. Pasien mampu dan memahami
proses intervensi yang sedang dan
akan dilakukan
4. Pasien paham dan mmpu
mengontrol kecemasan dan menjaga
kondisi psikologis secara mandiri
Kolaborasi
1. Mengencerkan darah guna
mencegah terjadinya trombus atau
penggumpalan darah
2. Mengurangi dan mengobati rasa
nyeri pada dada pasien jika terjadi
3. Untuk mengurangi rasa nyeri jika
terjadi
4. Untuk mempertahankan kemampuan
kontraksi otot sehingga diharapkan
dapat mempertahankan proses
pompa darah
5. Guna mencegah terjadinya
gangguan defekasi jika terjadi
6. Guna mengetahui kelainan pada
dada jika terjadi keluhan
Edukasi
1. Melatih kemandirian pasien dan
keluarga saat pulang RS
Kolaborasi
1. Untuk memenuhi kecukupan dosis
yang dibutuhkan pasien
2. Untuk menghindari adanya
gangguan pertukaran gas saat
istirahat
Edukasi
1. Haluaran urin menunjukkan proses
peningkatan volume cairan
2. BB menunjukkan penambahan
volume cairan
3. Memandirikan pasien
4. Menambah pemahaman pasien
tentang pembatasan cairan
Kolaborasi
1. Untuk meningkatkan pengeluaran
urin
2. Untuk menjaga kecukupan kalium
dalam tubuh
Bonow, R. O., Man Dl., Zipesdp. 2012. Braunwald’s Heart Disease : Textboox Of
Cardiovascular Medicine 9th Edition. Philadephia: Elsevier Saunders. Pp
107-124, 126-163, 277-291.
Camm, A.j, Kirchhof P, Lip Gyh, et al. 2010. Guidelines For The Management Of
Atrial Fibrillation: The Task Force For The Management Ofatrial
Fibrillation Of The European Society Of Cardiology (Esc). Europace :
European Pacing,Arrhythmias, And Cardiac Electrophysiology : Journal Of
The Working Groups On Cardiacpacing, Arrhythmias, And Cardiac Cellular
Electrophysiology Of The European Society Of Cardiology.1360-420.
Fuster, V., Walsh Ra., Harrington Ra. 2011. Hurst’s The Heart, Thirteenth
Edition. China : The Mcgrew-Hill Companies.1721-1744.
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC:
Jakarta. 1418-87.
Irmalita, Nani, H., Ismoyono, Indriwanto, S., Hananto, A., Iwan, D., Daniel, P. L.
T., Dafsah, A. J., Surya, D., Isman, F. 2009. Standar Pelayanan Medik
(SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi III.
Jakarta: RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
Ismail D dan Nasution S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4. Jakarta.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia..1522-1527
PERKI. 2014. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 1st Ed. Jakarta: Centra
Communications.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II. Edisi V. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Yuniadi Y, Tondas Ae, Hanafy Da, Hermanto Dy, Maharani E, Munawar M, et al.
2014. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. 1. Jakarta: Centra
Communication. 1-82.
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) DIET JANTUNG DI RUANG
INTENSIVE CORONARY CARE UNIT (ICCU)
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh
Putri Hidayatur Rochmah, S.Kep
NIM 192311101111
10 Evaluasi
Jawablah pertanyaan ini dengan tepat
a. Apa tujuan Diet Jantung?
b. Apa syarat Diet Jantung?
c. Apa saja makanan yang dianjurkan, dibatasi, dan dihindari untuk Diet
Jantung?
Materi
Diet Jantung
BERITA ACARA
Pada hari Sabtu, 07 November 2020 pukul 11.00 WIB s.d selesai di ICCU RSD
dr. Soebandi Jember telah dilaksanakan Kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang
Diet Jantung oleh Mahasiswa Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas
Jember. Kegiatan ini diikuti oleh orang (daftar hadir terlampir)
DAFTAR HADIR
Kegiatan Pendidikan Kesehatan terkait Diet Jantung. Pada hari Sabtu, 07 November
2020 pukul 11.00 –WIB s.d selesai di ICCU RSD dr. Soebandi Jember dihadiri oleh :
NIM 192311101111
Nasi Tim
g. Makanan mudah cerna dan tidak Ikan Pindang Daging bumbu tomat Ayammpanggang
Oseng-oseng tempe bumbu kecap
menimbulkan gas Orak-arik wortel Sayur Bening Bayam Pepes Tahu
Teh manis encer Buah : Jeruk Manis Cah Sayuran
h. Serat cukup untuk menghindari kesulitan
buang air besar (konstipasi) Selingan Selingan Buah : Pisang
Ambon
i. Cairan cukup sesuai dengan kebutuhan atau Juice : Pepaya Slada Pepaya
anjuran.
j. Bentuk makanan disesuaikan dengan
keadaan penyakit.
k. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi
Oleh
melalui makanan dapat diberikan tambahan Putri Hidayatur Rochmah
berupa maka nan enteral, parenteral atau NIM 192311101111
suplemen gizi
l.
Pengaturan
Makanan
BAHAN DIANJURKAN DIBATASI DIHINDARI
MAKANAN
Tujuan Diet Jantung : MAKANAN Nasi, roti, kentang, pasta, Bolu, roti manis, biskuit Kue yang mengandung
POKOK mie, tepung-tepungan lemak tinggi (cake,
Mengurangi beban kerja jantung pastry), ketan, mie instan,
bahan makanan yang
Menormalkan berat badan mengandung gas atau
alkohol seperti ubi,
Memenuhi kebutuhan gizi pasien
singkong, tape.
Mencegah atau menghilangkan LAUK Ikan, ayam tanpa kulit, susu Daging tanpa lemak, kuning Daging berlemak, ayam
HEWANI rendah lemak, putih telur telur. dengan kulit, sosis, jeroan,
penimbunan garam atau air dalam tubuh
limpa, babat, otak, udang,
Menurunkan kadar kolesterol cumi, kerang keju, susu full
cream
Menurunkan asupan kolesterol
SAYURAN DAN Kacang hijau, kacang Asparagus, bayam, bit Sayuran yang bergas
BUAH-BUAHAN kedelai dan hasil olahannya seperti kol, sawi, nangka
seperti tahu, tempe muda, lobak.
Buah buahan segar seperti Buah yang menimbulkan
pisang, apel, papaya, jeruk,
melon, semangka, alpukat. gas seperti nangka, durian,
nanas
LEMAK Minyak yang mengandung Minyak kelapa, santan encer Mentega, santan kental
lemak tak jenuh seperti,
minyak jagung, minyak
kedelai, minyak zaitun
BUMBU DAN Semua bumbu segar, gula Cabe, lada Berbumbu tajam (pedas,
LAIN-LAIN pasir, madu asin, asam), bumbu olahan
yang mengandung natrium