Anda di halaman 1dari 24

PERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

HEMODIALISA
KELOMPOK 1
Gagal Ginjal
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang ditandai
dengan penurunan cepat pada laju filtrasi (glomerular
filtration rate) dalam waktu beberapa hari sampai
beberapa minggu disertai akumulasi dari zat sisa
metabolisme nitrogen. Sedangkan gagal ginjal kronik
adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal
dan tidak dapat pulih kembali dimana kemampuan
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
metabolik, cairan dan elektrolit mengalami kegagalan
sehingga menyebabkan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006).
Penatalaksanaan Farmakologi Gagal Ginjal Akut

Pemberian terapi obat pada pasien GGA kadang masih kontroversial.


Diuretik digunakan pada pasien overload cairan dan non oliguria.
Obat yang paling efektif menyebabkan diuresis pada GGA adalah
manitol dan diuretik kuat. Manitol hanya bisa diberikan melalui jalur
parenteral. Dosis awal biasanya 2,5-25 gram lewat infus intravena
selama 3-5 menit. Klirens non renal manitol sangat kecil sehingga bila
diberikan pada pasien anuria atau oliguria bisa menimbulkan
keadaan hiperosmolar. Manitol juga bisa menyebabkan GGA sehingga
penggunaan pada GGA harus dimonitor dengan hati-hati dengan
melihat output urin, osmolalitas serum, dan elektrolit (Mueller, 2005).
Penatalaksanaan GGA antara lain sebagai berikut :

Individu yang mengalami syok (penurunan tekanan darah) cepat diterapi dengan
penggantian cairan untuk memulihkan tekanan darah
Memperbaiki keseimbangan elektrolit.
Tindakan pencegahan fase oligurik untuk menghasilkan prognosis yang baik, antara
lain :
• Ekspansi volume plasma secara agresif
• Pemberian diuretik untuk meningkatkan pembentukan urin.
• Vasodilator, terutama dopamin, yang bekerja secara spesifik sebagai
vasodilator ginjal untuk meningkatkan aliran darah ginjal.
• Pembatasan asupan protein dan kalium. Selain itu, asupan karbohidrat tinggi
akan mencegah metabolisme protein dan mengurangi pembentukan zat-zat
sisa bernitrogen.
• Terapi antibiotik untuk mencegah atau mengobati infeksi karena tingginya
angka sepsis pada GGA dengan obat non nefrotoksik
• Memperbaiki keseimbangan asam basa dengan Na-HCO3 po/iv.
• Dialisis selama stadium oliguria GGA, untuk memberi waktu pada ginjal
untuk memulihkan diri. Dialisis juga mencegah penimbunan zat-zat
bernitrogen, dapat menstabilkan elektrolit, dan mengurangi beban cairan.
Terapi farmakologi apabila penggunaan agen nefrotoksik tidak dapat
dihindarkan:

• Fenoldopam
Merupakan agonis selektif reseptor dopamin-1 yang memiliki
kemampuan mencegah nefropati akibat penggunaan agen radiokontras.
Sebenarnya obat ini digunakan sebagai agen hipertensi.

• Asetilsistein
Pemberian asetilsistein oral 600mg 2x sehari sebelum pemberian
radiokontras.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
• Keluhan Utama
• Pada pengkajian ini didata mengenai keluhan utama yang dirasakan oleh pasien,
misalnya : jumlah urine sedikit, mual, muntah, sesak nafas, dan merasa lemah jika
digunakan untuk beraktifitas berat.
DIAGNOSA:
• Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kongesti paru, edema,
penurunan curah jantung.
• Nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf perifer, peningkatan asam
laktat.
• Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine,
retensi cairan dan natrium.
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia, keletihan, dan retensi.
• Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke jaringan.
• Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan status
metabolisme sekunder.
TINDAKAN KEPERAWATAN ATAU PENANGANAN
PADA PASIEN GAGAL GINJAL
Ketidakefektifan pola nafas :
• Monitoring respiratory rate dan status O2 tiap jam
• Monitoring pola napas klien
• Pertahankan jalan napas paten
• Auskultasi suara napas tambahan tiap jam.
• Monitoring/koreksi dan cek BGA ulang.
• Jalankan O2 sesuai advis dokter.
• Jalankan terapi sesuai advis dokter
• Kelebihan volume cairan
KELEBIHAN VOLUME CAIRAN

• Observasi status nutrisi


• Batasi masukan cairan
• Berikan sodium bikarbonat atau glukosa dan insulin.
• Monitor serum dan konsentrasi elektrolit urin, pengeluaran dan BJ urin, ukur dan catat,
penghisapan cairan lambung, feses, drainase luka dan penguapan (melalui keringat,
kulit, pernapasan)
• Observasi edema ektremitas, abdomen dan bola mata
• Lakukan transfusi darah selama dialisis.
• Monitor keseimbangan asam basa dan monitor gas darah arteri.
• Berikan sodium bikarbonat untuk mengatasi gejala asidosis (defisit bikarbonat).
• Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan albumin darah.
KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
JARINGAN SEREBRAL:
• Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu menyebabkan
penurunan perfusi
• jaringan cerebral.
• Pantau GCS
• Pantau tekanan darah
• Pantau masukan dan eliminasi.
• Anjurkan orang terdekat untuk berbicara dengan klien.
• Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku
yang tidak sesuai.
KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
JARINGAN RENAL
• Pantau dan dokumentasikan asupan dan eliminasi klien setiap jam hingga eliminasi
lebih dari 30 ml/jam, kemudian setiap 2 hingga 4 jam.
• mengetahui perfusi jaringan
• Pantau adanya edema pada area tergantung pada klien.
• Monitoring/koreksi BGA ulang
• Monitoring data laboratorium (BUN dan serum kreatinin).
• Pantau status hemodinamik dan tanda-tanda vital klien.
• Observasi respon terhadap pengobatan.
• Jalankan terapi sesuai advis dokter.
KERUSAKAN INTREGRITAS KULIT BERHUBUNGAN DENGAN
PRURITAS, GANGGUAN STATUS METABOLISME SEKUNDER:

• Observasi kulit terhadap Perubahan Warna, turgor, perhatikan adanya


kemerahan.
• Observasi keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi.
• Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
• Ganti posisi tiap 2 jam sekali, beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung
siku dan tumit.
• Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
• Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering
yang menyerap keringat dan bebas keriput.
• Anjurkan klien menggunakan kompres lembab dan dingin.
• Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
• Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti ureum, kreatinin.
MANAJEMEN DIALISIS RENAL

Manajemen pada tindakan dialysis dapat dilakukan pada tiga


fase yaitu pra dialisis, intradialisis, dan pos Dialisis.
Perawatan dan manajemen yang dapat dilakukan pada
setiap fase tersebut adalah (Long dalam Harmoko, 2011):
PRA DIALISIS
Sebelum prosedur dialisis dilakukan, perawat hendaknya melakukan pengenalan
tentang unit Dialisis. Perawat juga dapat menjelaskan kepada pasien tentang
prosedur Dialisis agar pasien tidak mengalami ansietas sebelum menjalani prosedur
Dialisis. Beberapa hal yang dapat perawat jelaskan kepada pasien adalah:
1. Bagaimana rasa nyeri yang akan dialami pasien selama prosedur
2. Berapa lama dan berapa kali dialisis akan dilakukan
3. Apakah yang dirasakn selama dan setelah prosedur
4. Apa yang harus dilakukan pasien selama prosedur
5. Menjelaskan bahwa keluarga diperkenankan hadir saat prosedur

Selain menjelaskan prosedur dan beberapa hal kepada pasien, perawat juga harus
melakukan pemantauan yang meliputi:
1. Mencatat berat badan
2. Mengetahui garis dasar gejala vital
3. Mengkaji status cairan pasien dan kaji adanya kelebihan cairan
4. Mengkaji kelancaran masuknya cairan ke vaskuler dan adanya gejala infeksi
5. Melakukan pemeriksaan darah untuk pemeriksaan kadar elektrolit, dan
6. Mengkaji status fisik pasien
INTRADIALISIS

Pada umumnya akan dilakukan tindakan anastesi di pusat-pusat dialisis sebelum


memasukan jarum. Perawatan dan manajemen yang dapat dilakukan oleh perawat selama
prosedur tindakan dapat berupa peningkatan kenyamanan fisik. Pasien yang dilakukan
Dialisis akan dianjurkan untuk berbaring tanpa gerakan selama beberapa jam. Hal ini
tentunya dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Apabila pasien mengalami mual dan
muntah pasien akan dianjurkan untuk berkumur. Karena ekstremitas atas tidak boleh
bergerak (dalam keadaan imobilitas) pada waktu prosedur tindakan maka pasien perlu
dibantu bila ada kegiatan yang dilakukan memakai kedua tangan. Beberapa pasien akan
merasakan lapar selama prosedur tindakan namun beberapa pasien juga dapat mengalami
mual dan muntah karena bau dari darah. Untuk pasien yang merasa lapar saat prosedur
tindakan pada umumnya tidak diizinkan. Hal ini agar dapat mencegah aspirasi yang
potensial (Haryanti, 2015).
POS DIALISIS

A. Manajemen Nutrisi
Pasien harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap
dalam gizi yang baik. Gizi kurang dapat menyebabkan kematian
pada pasien pos dialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2
gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan
nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 mEq/hari.
Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi
kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan
untuk dikonsumsi. Asupan natrium dibatasi 40- 120 mEq/hari
guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi
natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya
mendorong pasien untuk minum (Harmoko, 2011).
B. Manajemen Cairan
Mayoritas pasien HD akan minum dalam menanggapi kehausan
osmometrik. Asupan cairan dan makanan selama periode
interdialytic akan meningkatkan volume air ekstraseluler karena
fungsi ginjal menurun atau berhenti sehingga tidak dapat
mempertahankan homeostasis. Akibatnya, berat badan bisa
meningkat beberapa kilogram dan biasanya mengalami overload
cairan.
Terjadinya overload cairan pada pasien HD dapat meningkatkan
angka kejadian morbiditas dan mortalitas. Untuk menghindari
berat badan yang berlebihan, pasien HD direkomendasikan diet
ketat dan asupan cairan yang terbatas atau dengan melakukan
manajemen cairan. Manajemen cairan berpengaruh terhadap
perhitungan kenaikan berat badan interdialytic (IDWG).
• Menurut Thomas (2003) dalam Laily (2016) ada beberapa petunjuk bagi pasien untuk
menjaga cairan tubuh pada pasien dialisis renal:
1. Menggunakan sedikit garam dalam makanan dan hindari menambahkan garam makanan
2. Menggunakan bumbu dari rempak-rempah
3. Menghindari dan batasi penggunaan makanan olahan
4. Menghindari makanan yang mengandung monosodium glutamate
5. Mengukur tambahan cairan dalam tempat tertentu
6. Membagi jumlah cairan rata dalam sehari
7. Menggunakan gelas kecil bukan gelas besar
8. Setiap minum hanya setengah gelas.
LANJUTAN...
9. Es batu kubus bisa membantu untuk mengurangi rasa haus. Satu es batu kubus
sama dengan 30 ml air (2 sendok makan).
10. Membilas mulut dengan berkumur, tetapi airnya tidak ditelan.
11. Merangsang produksi saliva, dengan menghisap irisan jeruk lemon/jeruk bali,
permen karet rendah kalori.
12. Minum obat jika perlu 50 m. Ketika pergi, menjaga tambahan cairan seperti ekstra
minum ketika bersosialisasi
13. Penting untuk menjaga pekerjaan/kesibukan
14. Cek berat badan tiap hari sebelum makan pagi, akan membantu untuk mengetahui
tingkat cairan antar hemodialisa
PERAWATAN PASIEN HEMODIALISA
• komplikasi akut yang dialami pasien saat
berlangsungnya proses hemodialisis disebut komplikasi
intradialisis. Yang menjadi masalah kritis pada pasien
hemodialisis yaitu diseqelibirium syndrome, hipotensi
intradialisis, hipertensi intradialisis, dan aitmia.
• Pasien dengan hemodialisa dengan rata-rata lama 31
bulan cenderung mengalami hipperpospatemik.
CONT..
• Monitoring nilai kritis tekanan darah
• Intervensi keperawatan, termasuk penerapan metode
pendidikan, kognitif, perilaku, dan diet, telah terbukti
memberikan efek yang menguntungkan pada
kesehatan fisik dan emosi pasien ESRD (Wang et all,
2018).
TINDAKAN KEPERAWATAN LAIN YANG BISA
DIGUNAKAN ADALAH (WANG ET ALL, 2018):

• Pembatasan asupan protein


• Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit
Kardiovaskular
• Penatalaksanaan hiperfosfatemia

Anda mungkin juga menyukai