Disusun oleh :
menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi
hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah
merah dan menjaga tulang tetap kuat. Tiap ginjal tersusun dari sekitar sejuta unit penyaring
yang disebun nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus menyaring
cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta mencegah keluarnya sel darah dan molekul besar
yang sebagian besar berupa protein. Selanjutnya melewati tubulus yang mengambil kembali
mineral yang dibutuhkan tubuh dan membuang limbahnya. Ginjal juga menghasilkan enzim
renin yang menjaga tekanan darah dan kadar garam, hormon erythropoietin yang
merangsang sumsum tulang memproduksi sel darah merah, serta menghasilkan bentuk aktif
Gagal Ginjal merupakan suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti
sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang
secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu
Setiap tahun penderita penyakit gagal ginjal meningkat, di Amerika serikat pada tahun
2002 sebanyak 34.500 penderita, tahun 2007 terdapat 80.000 penderita, dan tahun 2010
mengalami peningkatan yaitu 2 juta orang yang menderita penyakit ginjal. Sedangkan di
Indonesia menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia jumlah yang menderita
penyakit gagal ginjal kronik sekitar 50 orang per satu juta penduduk (Lukman et al., 2013).
Data Dinkes Jawa tengah (2008) bahwa angka kejadian kasus gagal ginjal di Jawa Tengah
yang paling tinggi adalah Kota Surakarta dengan 1497 kasus (25.22 %) dan di posisi kedua
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis dengan penyebab yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan kemudian berakhir
pada gagal ginjal tahap akhir. Penyakit ginjal kronik adalah penurunan progresif fungsi
ginjal dalam beberapa bulan atau tahun. Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal dan atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari
60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan (KDIGO, 2012). Kerusakan ginjal adalah setiap
kelainan patologis atau penanda keruasakan ginjal, termasuk kelainan darah, atau urin.
Penyakit ginjal tahap akhir adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal kronik ireversibel yang sudah mencapai tahapan dimana penderita memerlukan
terapi pengganti ginjal, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2007).
Derajat gagal ginjal kronik dan risiko progresivitasnya diklasifikasikan sebagai berikut:
Keterangan: GFR dan albuminuria menggambarkan risiko progresivitas sesuai warna (hijau,
kuning, oranye, merah, merah tua). Angka di dalam kotak menunjukkan frekuensi
Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada stadium 1 apabila kadar
ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati darah atau protein dalam urin,
adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound
atau contrast x-ray, dan salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik. Cek
serum kreatinin dan protein dalam urin secara berkala dapat menunjukkan sampai
berapa jauh kerusakan ginial penderita. Bagi penderita GGK stadium l dianjurkan untuk:
Mengkonsumsi roti dan sereal gandum whole grain, buah segar dan sayur sayuran,
pilih asupan rendah kolesterol dan lemak, batasi asupan makanan olahan yang
banyak mengandung kadar gula dan tinggi sodium, batasi penggunaan garam dan
kecukupan kalori, pertahankan berat tubuh yang ideal, asupan kalium dan fosfor
biasanya tidak dibatasi kecuali bagi yang kadar di dalam darah diatas normal dan
pertahankan tekanan darah pada level normal, yaitu: 130/80 bagi penderita
diabetes dan penderita non diabetes Pertahankan kadar gula darah pada level normal.
e. Berhenti merokok.
Menurut Wilson dan Price (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai
berikut :
arteria renalis
sistemik progresif
e. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRB) pada tahun 2007-2008
melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Sudoyo & Aru, 2006)
1. Glomerulonelritis
Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan
glomerulonelritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain
seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multiple atau
amiloidosis.
2. Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik > 90
2. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan
genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu
dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh
3. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko dari faktor risiko utama dari PGK seperti hipertensi dan
diabetes. Pada obesitas, ginjal juga harus bekerja lebih keras menyaring darah lebih dari
normal untuk memenuhi kebutuhan metabolik akibat peningkatan berat badan. Peningkatan
fungsi ini dapat merusak ginjal dan meningkatkan risiko terjadinya PGK dalam jangka
panjang.
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab pada akhirnya akan
terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi penurunan laju filtrasi
glomerolus dan terjadilah penyakit gagal ginjal kronik yang mana ginjal mengalami
gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Gangguan fungsi non-eksresi
vitamin D yang mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus dalam mengabsorpsi
kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang akibatnya terjadi hipokalsemia
dan menimbulkan demineralisasi ulang yang akhirnya tulang menjadi rusak. Penurunan
sekresi eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga
Penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence kretinin urine
tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema, CHF dan
hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin angiostenin dan kerjasama
hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium
sehingga status uremik memburuk. Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu
menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh
ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan produksi
eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan keletihan,
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat
maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal
maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid,
tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi
Gejala klinis yang terjadi pada penderita Gagal Ginjal Kronik, yaitu :
1) Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
2) Nokturia (buang air kecil di malam hari).Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan
4) Tremor tangan.
6) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
7) Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis
8) Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah
(LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein,
9) Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol
yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan
koma.
Diagnosis penyakit gagal ginjal kronik umumnya dilakukan melalui pemerikasaan rutin
urin dan darah. Melalui pemeriksaan rutin, terutama pada orang-orang beresiko tinggi, akan
mudah untuk mendeteksi jika ada penurunan fungsi ginjal. Jika memang dicurigai positif,
maka tes tersebut dapat diulang untuk memastikan diagnosis. Macam-macam tes untuk
a. Tes urin
Salah satu gejala penyakit ginjal adalah terdapat protein atau darah dalam urin.
Perubahan pada urin ini dapat muncul 6-10 bulan atau lebih lama sebelum gejala timbul
Laju filtrasi gromerulus / LFG (Gromerular Filtration Rate / GFR) adalah pengukuran
terhadap seberapa baik ginjal bekerja berdasarkan jumlah kotoran yang berhasil
disaring ginjal dari darah. Hasil perkiraan laju filtrasi glomerulus normal adalah 90 ml
c. Pemindaian
Dalam kasus gagal ginjal stadium lanjut, ginjal dapat mengkerut dan berbentuk tidak
utuh. Sebelum perubahan bentuk ginjal tersebut terjadi, pemindaian digunakan untuk
mengetahui apakah terjadi penymbatan tidak normal dalam aliran urin pasien. Proses
ini dilakukan dengan alat seperti Computerised Tomography (CT) Scan atau
d. Biopsi ginjal
Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal. Deteksi
kerusakan ginjal kemudian dilakukan dengan memeriksa sel-sel ini dengan mikroskop.
Penting untuk melakukan deteksi dini PGK yang dapat dilihat dalam diagram di bawah ini:
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila LFG sudah
menurun sampai 20 30 % dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak
banyak bermanfaat
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
gagal ginjal kronik dimana hal ini untuk mengetahui kondisi kormobid yang dapat
cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus
dasarnya.
sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan.
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler adalah
trasplantasi ginjal. Terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan pada saat ini
weight gain) merupakan suatu tantangan yang besar bagi pasien dan petugas kesehatan.
Pembatasan asupan air merupakan satu dari sejumlah pembatasan diet yang dihadapi oleh
orang yang menjalani dialisis. Kelebihan berat akibat cairan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap angka morbiditas dan mortalitas pada orang-orang yang menjalani hemodialisis.
Kelebihan cairan berhubungan dengan berbagai macam komplikasi seperti hipertensi, ascites,
edema perifer. Hal ini tentunya mempengaruhi kualitas hidup pasien (Pace, 2007).
Ada berbagai pendekatan yang digunakan untuk merumuskan asupan cairan pada pasien
yang menjalani dialisis. Kopple dan Massry (2004) merekomendasikan sebagai berikut:
dimana 600 mL mewakili kehilangan cairan bersih per hari (900 mL insensible water loss
dikurangi 300 mL cairan yang diproduksi melalui proses metabolisme). Kehilangan cairan
Penyesuaian Dosis
Strategi penyesuaian dosis pada pasien gagal ginjal dapat membantu dalam terapi obat
individu dan dapat mencegah penurunan kualitas hidup pasien lebih lanjut (Falconnier dkk,
2001). Metode yang direkomendasikan dalam mengatur penyesuaian dosis adalah dengan
mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau kombinasi keduanya (Munar dan Sigh,
2007).
CrClest adalah bersihan kreatinin dalam mL/min, umur dalam tahun, BW (Body
Weight) adalah bobot badan pasien dalam kg, SCr adalah kreatinin serum. Nilai 0,85
adalah faktor koreksi untuk perempuan karena perempuan memiliki massa otot yang
lebih kecil dari pada laki-laki. Persamaan ini hanya berlaku untuk pasien dengan bobot
badan yang normal, memiliki usia diatas 18 tahun dan memiliki kreatinin serum yang
stabil.
Pasien yang memiliki konsentrasi kreatininserum yang tidak stabil, bersihan kreatininnya
Ess adalah nilai eksresi kreatinin, IBW adalah bobot badan ideal dalam kg dan umur
dalam tahun. Setelah didapatkan nilai Ess, dilakukan perhitungan terhadap nilai koreksi
ku/kn adalah rasio bersihan kreatinin pada ginjal yang terganggu fungsinya dengan
ginjal yang normal, adalah fraksi obat yang dieksresikan dalam bentuk utuh,
adalah nilai bersihan kreatinin pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan
Dengan Du adalah dosis pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal dan Dn adalah
dosis pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Penyesuaian dosis juga dapat dilakukan
dengan mengubah interval pemberian obat dengan persamaan:
dengan u adalah interval untuk pasien uremia dan N adalah interval pada fungsi ginjal
normal.
Kasus
Identitas pasien:
Nama : Tn J
Tanggal lahir : 8/08/1955
Usia : 62 Tahun
Keluhan pasien:
Tanggal
Jenis Nilai normal
1/10 2/10 3/10 4/10 5/10 6/10 7/10 8/10 9/10 10/10 11/10
Albumin 3,4-4,8 g/dl 2,02 1,52 1,52
Ureum 10-50 mg/dl 107
Kreatinin 0,6-1,1 mg/dl 2,57 2,75
darah
Hb 13,2-17,3 g/dl 7,4 10
Hematokrit 33-45 % 21,3 27,7
Kolesterol <200 mg/dl 197
TG <160 mg/dl 151
Asam Urat 3,5-7,2 mg/dl 7,1
Ureum 10-50 mg/dl 82
Natrium 135-147mmol/L 138,2
Kalium 3,5-5 mmol/L 4,38
Klorida 9,5-105 mmol/L 111,5
Calsium 8,8-10,8 8,0
mmol/L
Fe 70-200 g/L 89,5
PH urin 4,8-7,4 6,0
Urobilinog <2 mg/dl 0,2
en
Tekanan 120/80 mmHg 160/ 170/ 150/ 170/ 150/ 140/ 160/ 140/ 180/ 140/9
Darah 90 90 90 110 100 80 80 100 100 0
Respiration 18-22x/menit 20 20 20 22 20 20 23 19 20 24
Rate
Nadi 80 75 80 96 84 68 80 79 86 75
Suhu 36-37C 36 36 36 36 36 36 37 37 36 36 36
Analisis SOAP
SUBJEKTIF
OBJEKTIF
Tanggal
Parameter Nilai normal
1/10 2/10 3/10 4/10 5/10 6/10 7/10 8/10 9/10 10/10 11/10
Tekanan 120/80 mmHg 160/ 170/ 150/ 170/ 150/ 140/ 160/ 140/ 180/ 140/9
Darah (TD) 90 90 90 110 100 80 80 100 100 0
Respiration 18-22x/menit 20 20 20 22 20 20 23 19 20 24
Rate
Nadi 80 75 80 96 84 68 80 79 86 75
Suhu 36-37C 36 36 36 36 36 36 37 37 36 36 36
Kesimpulan
TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
RR RR
Assesment
Kadar serum kreatinin pasien pada tanggal 8 menunjukkan hasil 2,75 mg/dL nilai ini
diatas rentang normal dari serum kreatinin yaitu 0,6 1,1 mg/dL.
Hitungan Klirens Kreatinin (tgl 1) berdasar rumus Cockroft Gault :
(140)
= 72
(14062) 61
= = 24,03 /
72 2,75
Berdasarkan perhitungan klirens kreatinin, didapatkan hasil klirens kreatinin pasien
adalah 24,03 ml/menit, maka dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gagal ginjal
kronis.
Hemoglobin menurun, maka pasokan ke berbagai bagian tubuh berkurang, sehingga fungsi
tubuh akan terhambat dan mengalami anemia, gagal ginjal
Hematokrit menurun menandakan adanya gangguan pada ginjal
Kalsium menurun menyebabkan hipokalsemia, penyebab hilangnya kalsium dalam jangka
lama melalui air kemih atau kegagalan untuk memindahkan kalsium dari tulang
Tekanan darah tinggi menandakan pasien mengalami hipertensi
Analisis DRP
PLAN
Disarankan untuk melakukan perhitungan nilai CrCl agar mengetahui kondisi ginjal dari
pasien. Akan tetapi berat badan pasien belum diketahui
Jika nilai CrCl rendah, pasien disarankan untuk hemodialisa
Pasien dengan gagal ginjal kronis (GFR < 25 ml/menit) yang tidak menjalani perawatan
dialisis, asupan kalori yang diperbolehkan untuk usia kurang dari 60 tahun adalah 35
kcal/kg/hari (K/DOQI, 2002)
Kalsium rendah diberikan terapi pengobatan, seperti kapsul CaCO3, injeksi Ca glukonas
Pemberian Channa dan Albuminal masih belum bisa menormalkan kadar albumin pada
pasien. Perlu penambahan pemberian albuminal untuk bisa menaikkan kadar albumin
pada pasien
Dilakukan monitoring kadar kalium pada pasien karena ada interaksi antar obat yang
berpengaruh terhadap kadar kalium
KIE
DAFTAR PUSTAKA
Infodatin. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
KDIGO. 2012. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. Official Journal of the International Society of Nephrology. Vol. 3
Issue 1.
Kopple, J.D. dan Massry, S.G. 2004. Nutritional Management of Renal Disesase. Jakarta: EGC
Lukman, N., Kanine, E., dan Wowiling, F. 2013. Hubungan Tindakan Hemodialisa dengan
Tingkat Depresi Klien Penyakit Ginjal Kronikdi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
1 (1)
Munar, M.Y, Singh, H. 2007. Drug Dosing Adjustment in Patients with Chronic Kidney
Disease. American Academy of Family Physician, 75, 10, 14871496.
Suwitra, K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A. W., Editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Shargel, L., Wu-Pong, S., Yu, A. B. C. 2005. Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics. Fifth edition. United States : The McGraw-Hill Companies.
Sudoyo dan Aru. (2006). Buku Ajar llmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen llmu Penyakit
Dalam FKUI.
Wilson, M. L dan Price, A. S. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses Penyakit Edisi
6. Jakarta : EGC.