Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease(CKD) dengan komplikasi Osteo Renal Distropi(OSRD)


Di ruang hemodialisa RSUD dr. Saiful Anwar Malang

A. Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk
mempertahankan
metabolisme
dan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Cronik Kidney Deases (CKD) adalah penurunan faal/fungsi ginjal yang
menahun yang umumnya irreversible dan cukup lanjut (Suparman, 1990).
2. Etiologi CKD:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonephritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
3. Klasifikasi
Terdapat 8 kelas sebagai berikut :
Klasifikasi penyakit
Infeksi
Penyakit peradangan

Penyakit
Pielonefritis kronik
Glomerulonefritis

Penyakit vascular
Hipertensif
Gangguan jaringan
Penyambung
Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit metabolic
Nefropati toksik
Nefropati obstruktif

Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis nodus
Skelrosis sistemik progresif
Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Diabetes mellitus, Gout
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma
fibrosis retroperitoneal
Saluran
kemih
bawah
:
hipertropi
prostat, striktur uretra, anomaly congenital
pada leher kandung kemih dan uretra

Klasifikasi GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease):


Stage
1
2
3
4
5

Gambaran kerusakan ginjal


Normal atau elevated GFR
Mild decrease in GFR
Moderate decrease in GFR
Severe decrease in GFR
Requires dialysis

GFR (ml/min/1,73 m2)


90
60-89
30-59
15-29
15

Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui


penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung GFR dokter akan
memeriksakan sampel darah penderita ke laboratorium untuk melihat kadar kreatinin
dalam darah. Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya
disaring dari dalam darah oleh ginjal yang sehat.
Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :
Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min )
Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) =
( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum
merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini
disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak
lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam

stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri
untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda tanda seseorang berada pada stadium 2 juga
dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik.
Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit
lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitu
diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa sisa
metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul
komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.
Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti :
Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak
dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat
penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah
atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak
cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik
dan infeksi.
Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli
ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik serta
terapi terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal.
Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk
mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini
biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai
kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam
darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita
juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu
tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas
normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga
mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium
untuk penderita hipertensi.

Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 30 persen saja dan apabila seseorang
berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani
terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi
penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu
besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia,
penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah :
Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak
dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat
penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah
atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak
cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik
dan infeksi.
Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi tidak
terasa seperti biasanya.
Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui
bau pernafasan yang tidak enak.
Sulit berkonsentrasi
Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja secara
optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agar
penderita dapat bertahan hidup.
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain :
Kehilangan napsu makan
Nausea.
Sakit kepala.
Merasa lelah.
Tidak mampu berkonsentrasi.
Gatal gatal.
Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.

Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.


Keram otot
Perubahan warna kulit
4. Patofisiologi
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
1. Stadium I
: Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II
: Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b.
Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c.
Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
Patofisiologi umum GGK
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Source: United States Renal Data System. USRDS 2007 Annual Data Report.

Patofisiologi

5. Manifestasi Klinis
Kardiovaskuler
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction rub perikardial
Pulmoner
KrekelS
Nafas dangkal
Kusmaul
Sputum kental dan liat
Gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah
Perdarahan saluran GI
Ulserasi dan perdarahan pada mulut
Konstipasi / diare
Nafas berbau amonia
Muskuloskeletal
Kram otot
Kehilangan kekuatan otot
Fraktur tulang
Foot drop
Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Kulit kering, bersisik
Pruritus
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
Reproduksi
Amenore, atrofi testis
6. Pemeriksaan Penunjang
Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan visibilitas,
diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria diagnosis klasifikasi
Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis dan sederhana. Diagnosis Nefropati Diabetika
dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini:
1. DM
2. Retinopati Diabetika
3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa penyebab
proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus
kadar kreatinin serum >2,5mg/dl.

Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:


1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari gejala
penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi, penurunan berat badan.
Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit,
ginekomastia, impotens.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda
retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan Funduskopi, berupa :
1. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.
2. Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler vena.
3. Eksudat berupa :
Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.
Cotton wool patches. Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan
iskhemia retina.
4. Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler.
5. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
6. Neovaskularisasi Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau
CRF end stage, didapatkan perubahan pada :
- Cor _ cardiomegali
- Pulmo _ oedem pulmo
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urin
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah

c.
d.
e.
f.
g.
h.

Kalium: meningkat
Magnesium;
Meningkat
Kalsium ; menurun
Protein (albumin) : menurun
Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa
EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

7. Komplikasi:
Toksisitas
Koma
Kematian

a)

b)
-

c)
d)

8. Penatalaksanaan
Konservatif
Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
Observasi balance cairan
Observasi adanya odema
Batasi cairan yang masuk
Dialysis
peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah
CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
Operasi
Pengambilan batu
transplantasi ginjal
Pengendalian gula darah
Dapat dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes. Pada pasien ini diberikan
diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin diberikan untuk mengendalikan kadar gula
darah pasien. Pemberian anti diabetik oral tidak diberikan karena pasien telah mengalami
komplikasi berupa gangguan ginjal. Akibat dari gangguan fungsi ginjal apabila obat oral

diberikan tidak dapat diekskresikan, sehingga mengalami penumpukan akibatnya terjadi


hipoglikemia

e) Diet
Diet protein 0,6 /KgBB/hari dimaksudkan untuk mengurangi sindrom uremik dan
memperlambat penurunan GFR. Diet rendah garam dimaksudkan untuk mengurangi
retensi natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan aritmia
jantung yang fatal.
f) Diuretik
Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi Na dan air. Pemberian
diuretik pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi gejala sesak napas akibat edema
paru . Diuretik yang diberikan furosemid 40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga
digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Target tekanan darah yang dianjurkan adalah
<130/80
g) Anti hipertensi
Pemberian antihipertensi diperlukan untuk mengurangi tekanan darah pada pasien, karena
hal ini dapat memperberat proses sklerosis glomerulus dan menambah beban jantung
sehingga jantung bekerja lebih berat lagi dan akhirnya menimbulkan dekompensasi
kordis. Anti hipertensi yang diberikan pada pasien ini awalnya methyldopa 250 mg 3x1,
kemudian digantikan dengan amlodipine 5 mg 1x/hari. Amlodipine termasuk dalam
golongan Ca antagonis non dihydropiridine, yang berfungsi sebagai venodilator vas eferen
h) Statin
Statin diberikan pada keadaan dislipidemia dengan target LDL kolestrol <100mg/dl pada
pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular. Pada pasien ini
diberikan simvastatin 10 gr, malam hari. 5. Terapi pengganti ginjal Terapi ini dilakukan
pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG <15 ml/mnt. Terapi pengganti
tersebut berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
Manajemen terapi
GGK
(penyakit ginjal terminal)
terpi konservatif
Dialysis

HD di RS, rumah, CAPD

Transplantasi ginjal
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin.
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik
merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk
perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam.
Kalori untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak. Pemberian vitamin juga penting
karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.

Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule.


Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah
natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien
CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium
bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan
umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti
kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi
Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi
9. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi
kesehatan.
6. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive
7. PK: Insuf Renal
8. PK : Anemia
9. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya.
10. Intervensi
No
Diagnosa
Tujuan/KH
Intervensi
1 Intoleransi aktivitasSetelah dilakukan askep ...NIC: Toleransi aktivitas
B.d
jam
Klien
Tentukan penyebab intoleransi aktivitas
ketidakseimbangan dapatmenoleransi
& tentukan apakah penyebab dari fisik,
suplai & kebutuhanaktivitas &melakukan
psikis / motivasi
O2
ADL dgn baik

Kaji kesesuaian aktivitas & istirahat


Kriteria Hasil:
klien sehari-hari
Berpartisipasi
dalam
Tingkatkan aktivitas secara bertahap,
aktivitas fisik dgn TD, HR, biarkan
klien
berpartisipasi
dapat
RR yang sesuai
perubahan posisi, berpindah& perawatan
Warna
kulit diri
normal,hangat & kering
Pastikan klien mengubah posisi secara
Memverbalisasikan
bertahap. Monitor gejala intoleransi
pentingnya aktivitas secara aktivitas
bertahap

Ketika
membantu
klien
berdiri,
Mengekspresikan
observasi gejala intoleransi spt mual,

pengertian
pentingnya pucat,
pusing,
gangguan
keseimbangan latihan & kesadaran & tanda vital
istirahat

Lakukan latihan ROM jika klien tidak


Meningkatkan toleransi
dapat menoleransi aktivitas
aktivitas
2 Pola nafas tidakSetelah dilakukan askep .....Monitor Pernafasan:
efektif
b.djam pola nafas klien
Monitor irama, kedalaman dan frekuensi
hiperventilasi,
menunjukkan ventilasi yg pernafasan.
penurunan
energi,adekuat dg kriteria :

Perhatikan pergerakan dada.


kelemahan
Tidak ada dispnea

Auskultasi bunyi nafas


Kedalaman nafas normal
Monitor peningkatan ketidakmampuan
Tidak ada retraksi dada / istirahat, kecemasan dan sesag nafas.
penggunaan otot bantuanPengelolaan Jalan Nafas
pernafasan

Atur
posisi
tidur
klien
untuk
maximalkan ventilasi

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Monitor
status
pernafasan
dan
oksigenasi sesuai kebutuhan

Auskultasi bunyi nafas

Bersihhkan skret jika ada dengan batuk


efektif / suction jika perlu.
3 Kelebihan
volumeSetelah
dilakukanFluit manajemen:
cairan
b.d.askep
..... jam
pasien
Monitor status hidrasi (kelembaban
mekanisme
mengalamikeseimbangan
membran mukosa, nadi adekuat)
pengaturan melemah cairan dan elektrolit.

Monitor tanda vital


Kriteria hasil:

Monitor
adanya
indikasi
Bebas
dari
edema overload/retraksi
anasarka, efusi

Kaji daerah edema jika ada


Suara paru bersih
Fluit monitoring:
Tanda vital dalam batas
Monitor intake/output cairan
normal

Monitor serum albumin dan protein total

Monitor RR, HR

Monitor turgor kulit dan adanya


kehausan

Monitor warna, kualitas dan BJ urine


4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askepManajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari.. jam
klien
Kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh
menunjukanstatus nutrisi
Kaji adanya alergi makanan.
adekuatdengan kriteria

Kaji makanan yang disukai oleh klien.


hasil :

Kolaborasi dg ahli gizi untuk

BB stabil
penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan

Tidak
terjadi
mal kebutuhan klien.
nutrisi

Anjurkan klien untuk meningkatkan

Tingkat energi adekuat asupan nutrisinya.

Masukan
nutrisi
Yakinkan
diet
yang
dikonsumsi
adekuat
mengandung cukup serat untuk mencegah

konstipasi.

Berikan informasi tentang kebutuhan


nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien
Monitor Nutrisi

Monitor
BB
setiap
hari
jika
memungkinkan.

Monitor respon klien terhadap situasi


yang mengharuskan klien makan.

Monitor lingkungan selama makan.

jadwalkan pengobatan dan tindakan


tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.

Monitor adanya mual muntah.

Monitor adanya gangguan dalam proses


mastikasi/input
makanan
misalnya
perdarahan, bengkak dsb.

Monitor intake nutrisi dan kalori.


Kurang pengetahuanSetelah dilakukan askep Pendidikan : proses penyakit
tentang
penyakit,jam Pengetahuan klien /
Kaji
pengetahuan
klien
tentang
perawatan dan
keluarga meningkat dg
penyakitnya
pengobatan nya b.d.KH:

Jelaskan tentang proses penyakit (tanda


kurangnya
sumberPasien mampu:
dan gejala), identifikasi kemungkinan
informasi,
Menjelaskan
kembali penyebab.
terbatasnya kognitif
penjelasan yang diberikan
Jelaskan kondisi klien
Mengenal
kebutuhan
Jelaskan tentang program pengobatan
perawatan dan pengobatan dan alternatif pengobantan
tanpa cemas

Diskusikan perubahan gaya hidup yang


Klien / keluarga kooperatif mungkin digunakan untuk mencegah
saat dilakukan tindakan
komplikasi

Diskusikan tentang terapi dan pilihannya

Eksplorasi kemungkinan sumber yang


bisa digunakan/ mendukung

Instruksikan kapan harus ke pelayanan

Tanyakan kembali pengetahuan klien


tentang penyakit, prosedur perawatan dan
pengobatan
Resiko infeksi b/dSetelah dilakukan askep ...Kontrol infeksi
tindakan
invasive,jam risiko
infeksi
Ajarkan tehnik mencuci tangan
penurunan daya tahanterkontrol dg KH:

Ajarkan tanda-tanda infeksi


tubuh primer
Bebas dari tanda-tanda
Laporkan dokter segera bila ada tanda
infeksi
infeksi
Angka leukosit normal( 4-
Batasi pengunjung
10.000 )

Cuci
tangan
sebelum
dan
Ps mengatakan tahu
sesudah kontak denganps
tentang tanda-tanda dan
Tingkatkan masukan gizi yang cukup
gejala infeksi

Anjurkan istirahat cukup

Pastikan penanganan aseptic daerah IV

Berikan PEN-KES tentang risk infeksi


proteksi infeksi:

monitor tanda dan gejala infeksi

Pantau hasil laboratorium

Amati
faktor-faktor
yang
bisa
meningkatkan infeksi

Monitor VS
PK: Insuf Renal
Setelah dilakukan askep ...
Pantau tanda dan gejala insuf renal
jam Perawat akan
( peningkatan TD, urine <30 cc/jam,
menangani atau mengurangi peningkatan BJ urine, peningkatan
komplikasi dari insuf renal
natrium urine, BUN Creat, kalium, pospat
dan amonia, edema).

Timbang BB jika memungkinkan

Catat balance cairan

Sesuaikan pemasukan cairan setiap hari


= cairan yang keluar + 300 500 ml/hr

Berikan
dorongan
untuk
pembatasan masukan cairan yang ketat :
800-1000 cc/24 jam. Atau haluaran urin /
24 jam + 500cc

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam


pemberian diet, rendah natrium (2-4g/hr)

pantau tanda dan gejala asidosis


metabolik ( pernafasan dangkal cepat,
sakit kepala, mual muntah, Ph rendah,
letargi)

Kolaborasi dengan timkes lain dalam


therapinyadan HD

Pantau
perdarahan,
anemia,
hipoalbuminemia
PK: Anemia
Setelah dilakukan askep ....
Monitor tanda-tanda anemia
jam perawat akan dapat
Anjurkan untuk meningkatkan asupan
meminimalkan
terjadinya nutrisi klien yg bergizi
komplikasi anemia :

Kolaborasi untuk pemeberian terapi


Hb >/= 10 gr/dl.
initravena dan tranfusi darah
Konjungtiva tdk anemis
Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic,
Kulit tidak pucat
status Fe
Akral hangat

Observasi keadaan umum klien


Sindrom defisit selfSetelah dilakukan askep .Bantuan perawatan diri
care b/d kelemahan jam klien mampu Perawatan
Monitor kemampuan pasien terhadap
diri Self care :Activity Daly perawatan diri
Living dengan kriteria :

Monitor kebutuhan akan personal


Pasien dapat melakukan hygiene, berpakaian, toileting dan makan
aktivitas
sehari-hari
Beri bantuan sampai klien mempunyai
(makan,
berpakaian, kemapuan untuk merawat diri

kebersihan,
ambulasi)
Kebersihan
terpenuhi

toileting,
diri

pasien

Bantu
klien
dalam
memenuhi
kebutuhannya.
Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas
sehari-hari
sesuai
kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin
Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berikan reinforcement atas usaha yang
dilakukan.

B. Osteo Renal Distropi(OSRD)


1.

Pengertian
Osteo Renal Distrofi adalah penyakit tulang yang terjadi ketika ginjal gagal untuk

mempertahankan tingkat yang tepat dari kalsium dan fosfor dalam darah, Ini sering terjadi
pada orang dengan penyakit ginjal dan mempengaruhi sebagian besar pasien dialisis.
Osteo renal distrofi adalah ketika kalsium, hormon paratiroid (PTH), fosfor dan
vitamin D tidak seimbang
2.

Etiologi
kadar kalsium dalam darah menjadi terlalu rendah karena gagal ginjal, kelenjar

paratiroid (empat kelenjar kecil di leher) merilis hormon yang disebut hormon paratiroid
(PTH). Hormon ini mengatur kadar kalsium dalam darah. Jika kadar kalsium darah terlalu
rendah, hormon PTH akan mulai mengeluarkan kalsium dari tulang untuk mendapatkan kadar
kalsium darah kembali normal. Selama bulan dan tahun, kalsium adalah dilucuti dari tulang,
ini bisa membuat tulang lemah, sehingga tekstur menjadi lebih seperti sepotong kapur dari
tulang kokoh.

Ekstra fosfor dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal yang sehat, tapi ketika ginjal tidak
bekerja, fosfor menumpuk dalam darah Tingkat fosfor darah tinggi menyebabkan tubuh untuk
menarik kalsium dari tulang dalam upaya untuk menyeimbangkan semua mineral tubuh.
Ketika kalsium ditarik dari tulang, tulang Anda mulai memecah dan kehilangan kemampuan
untuk memberikan dukungan struktural. Fosfor Kelebihan juga menyebabkan deposito keras
dalam jaringan lunak tubuh - pembuluh darah, jantung, paru-paru, kulit dan mata. Kadar
fosfor yang tinggi juga dapat menjadi penyebab gatal parah pada kulit bagi orang-orang
dengan penyakit ginjal tahap akhir.
Ginjal yang sehat mengaktifkan vitamin D. bentuk aktif dari vitamin D disebut
calcitriol. Calcitriol membantu tubuh menyerap kalsium. Bekerja sama, calcitriol membantu
memelihara tingkat normal hormon paratiroid (PTH), dan mereka dengan hati-hati
menyeimbangkan kalsium dalam sistem. Ketika ginjal gagal, mereka berhenti mengkonversi
aktif vitamin D untuk calcitriol. Hasilnya adalah tubuh Anda tidak mampu menyerap kalsium
dari makanan, sehingga menggunakan kalsium yang dibutuhkan dari kalsium dalam tulang.
3.

Manifestasi klinis
Orang-orang di tahap akhir dari penyakit ginjal beresiko untuk osteodistrofi ginjal.

mungkin tidak mengalami gejala sama sekali. Biasanya gejala tidak terjadi sampai pasien
telah menjalani perawatan cuci darah selama beberapa tahun. Gejala khas dapat berupa:

nyeri tulang

nyeri sendi

deformasi tulang

patah tulang

mobilitas miskin

Indikator awal dari osteodistrofi ginjal termasuk fosfor tinggi dan / atau hormon paratiroid
tinggi (PTH) tingkat, mata merah, gatal dan luka dari deposit kalsium-fosfor.
Anak-anak dengan penyakit ginjal bisa sangat dipengaruhi oleh osteodistrofi ginjal karena
tulang mereka masih tumbuh. Bahkan sebelum anak-anak dengan penyakit ginjal mulai
dialisis, mereka dapat memiliki gejala osteodistrofi ginjal. Penyakit tulang ini dapat
menyebabkan memperlambat pertumbuhan tulang pada anak-anak dan dapat menyebabkan
"rakhitis ginjal" di mana tulang kaki tumbuh baik membungkuk terhadap satu sama lain atau
dari satu sama lain. Anak-anak dengan osteodistrofi ginjal juga rentan untuk menjadi lebih
pendek perawakannya.
4.

komplikasi

tulang tipis dan melemah,

dan gejala termasuk tulang dan nyeri sendi,

dan peningkatan risiko patah tulang.

Pada pasien dengan gagal ginjal,

ginjal berhenti membuat calcitriol, bentuk vitamin D.

Tubuh kemudian tidak bisa menyerap kalsium dari makanan dan mulai
mengeluarkannya dari tulang.

5.

Pemeriksaan penunjang
Pengujian untuk osteodistrofi ginjal melibatkan mengambil sampel darah untuk

mengukur kadar kalsium, fosfor dan hormon paratiroid (PTH). Jika Anda berada di dialisis,
kalsium dan fosfor tes dilakukan secara bulanan (atau kadang-kadang lebih sering).
PTH diukur setiap triwulan untuk sebagian besar pasien - meskipun pengujian dapat
dilakukan lebih sering untuk orang-orang yang baru mulai terapi vitamin D atau orang dengan
penyakit tulang yang parah sementara tim perawatan kesehatan adalah menentukan dosis yang
tepat dari vitamin D. ahli diet ginjal Anda akan meninjau hasil lab Anda dengan Anda dan
merekomendasikan perawatan seperti perubahan dalam diet Anda atau mengubah resep fosfor
pengikat. Tergantung pada situasi dan faktor risiko,
biopsi tulang dari pinggul Anda untuk melihat bagaimana padat tulang Anda. Setelah
meninjau hasil tes Anda, dokter Anda akan merekomendasikan rejimen pengobatan yang tepat
jika osteodistrofi ginjal ditemukan.
6.

Pengobatan
Tujuan

dari

mengobati

osteodistrofi

ginjal

adalah

untuk

mengembalikan

keseimbangan antara kalsium, hormon paratiroid (PTH), fosfor dan vitamin D dalam tubuh.
Osteodistrofi ginjal dapat dikelola dengan pengikat fosfor, vitamin D diaktifkan dan diet
rendah fosfor. Jika Anda memiliki tingkat tinggi PTH dalam darah, penting untuk membawa
kembali ke tingkat normal untuk mencegah hilangnya kalsium dari tulang Anda. Obat untuk
mengobati osteodistrofi ginjal dapat diberikan dalam bentuk pil, tetapi biasanya diberikan
secara intravena selama perawatan dialisis untuk orang-orang di dalam pusat hemodialisis.
Obat-obatan ini hanya digunakan pada pasien dengan penyakit ginjal, karena ginjal yang
normal dapat mengaktifkan vitamin D yang biasanya dibuat oleh tubuh. Obat lain yang dapat
digunakan bekerja langsung pada kelenjar paratiroid untuk memblokir rilis PTH. Pada kasus
yang parah kelenjar paratiroid dapat diangkat dengan operasi.

Selain diet rendah fosfor dan mengambil obat yang diresepkan, olahraga juga dapat
membantu meningkatkan kekuatan tulang Anda. Periksa dengan dokter Anda sebelum
memulai program latihan.

C. HEMODIALISA
1. Pengertian
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair
menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik
utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi
solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan
konsentrasi atau tekanan tertentu. Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997)
hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati
membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan
untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui
ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma
(dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan
masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan
efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal
akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
2. Indikasi

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Gagal ginjal akut


Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
Ureum lebih dari 200 mg/dl
PH darah kurang dari 7,1
Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
Intoksikasi obat dan zat kimia
Sindrom Hepatorenal

3. kontra indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi
yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit,
instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain
diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal,
sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
4. Persiapan Pra Dialisis
Tingkat dan kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama hemodialisa akan
beragam diantara pasien-pasien dan tergantung pada beberapa variabel. Untuk itu sebelum
proses hemodialisa, perlu dikaji terlebih dahulu tentang :
- Diagnosa penyakit
- Tahap penyakit
- Usia
- Masalah medis lain
- Nilai laboratorium
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
- Keadaan emosi
5. Persiapan Peralatan
1. Jarum arteri
2. Selang normal saline
3. Dialiser
4. Bilik drip vena
5. Detektor
6. Port pemberian obat
7. Pemantau tekanan arteri
8. Pompa darah
9. Sistem pengalir dialiser
10. Pemantau tekanan vena
11. Jarum vena
12. Penginfus heparin
6. Prosedur Tindakan
Akseske sistem sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: vistula atau
tandur
arteriovenosa
(AV),
atau
kateter
hemodialisis
dua
lumen.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah.
Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran arterial,
keduanya untuk membedakan darah yang masuk kedalamnya sebagai darah yang belum
mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum arterial diletakkan
paling dekat dengan anastomosis AV pada fistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran
darah. Kantong cairan normal saline yang diklep selalu disambungkan ke sirkuit tetap
sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat
diklem sementara cairan normal saline yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan
cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander
juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes,
dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah
pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir kedalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah
yang meninggalkan dialiser melewati kondektor udara dan foam yang mengklem dan
menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap
obat-obat yang akan diberikan pada dialisis diberikan melalui port obar-obatan. Penting
untuk diingat, bagaimanapun, bahwa kebanyakan obat-obat ditunda pemberiannya sampai
dialisis selesai kecuali memang diperintahkan harus diberikan.
Darah yang telah melewati dialisis kembali ke pasien melalui venosa atau selang
Posdialiser. Setelah waktu tindakan yang dijadwalkan, dialisis diakhiri dengan mengklem
darah dari pasien, membuka slang cairan normal saline, dan membilas sirkuit untuk
mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang, meskipun program dialisis
kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialisis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib
digunakan oleh tenaga pelaksana hemodialisa.
7. Interpretasi Hasil
Hasil hemodialisa dapat dinilai dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan
koreksi gangguan elektrolit dan asam basa.
8. Komplikasi
1) Ketidakseimbangan Cairan
a. Hipervolemia
Temuan berikut ini mengisyaratkan adanya kelebihan cairan seperti tekanan darah
naik, peningkatan nadi, dan frekuensi pernafasan, peningkatan tekanan vena sentral,
dispnea, batuk, edema, penambahan BB berlebih sejak dialysis terakhir
b. Hipovolemia
Petunjuk terhadap hipovolemia meliputi penurunan TD, peningkatan frekuensi nadi,
pernafasan, turgor kulit buruk, mulut kering, tekanan vena sentral menurun, dan
penurunan haluaran urine. Riwayat kehilangan banyak cairan melalui lambung yang
menimbulkan kehilangan BB yang nantinya mengarah ke diagnosa keperawatan
kekurangan cairan.
c. Ultra filtrasi
Gejala ultrafiltarasi berlebihan adalah mirip syok dengan gejala hipotensi, mual
muntah, berkeringat, pusing dan pingsan.

d. Rangkaian ultrafiltrasi (Diafiltrasi)


Ultrafiltrasi cepat untuk tujuan menghilangkan atau mencegah hipertensi, gagal
jantung kongestif, edema paru dan komplikasi lain yang berhubungan dengan
kelebihan cairan seringkali dibatasi oleh toleransi pasien untuk memanipulasi volume
intravaskular.
e. Hipotensi
Hipotensi selama dialysis dapat disebabkan oleh hipovolemia, ultrafiltrasi
berlebihan, kehilangan darah ke dalam dialiser, inkompatibilitas membran pendialisa,
dan terapi obat antihipertensi
f.Hipertensi
Penyebab hipertensi yang paling sering adalah kelebihan cairan, sindrom
disequilibrium, respon renin terhadap ultrafiltrasi, dan ansites.
g.Sindrome disequilibrium dialisis
Dimanifestasikan olehh sekelompok gejala yang diduga disfungsiserebral dengan
rentang dari mual muntah, sakit kepala, hipertensi sampai agitasi, kedutan, kekacauan
mental, dan kejang.
Penatalaksanaan :
a. Kecilkan kecepatan aliran darah
b. Kecilkan UFR
c. Berikan kantong plastik
d. Bantu kebutuhan pasien
e. Observasi tanda-tanda vital selama proses dialisis berlangsung
f. Jika tensi turun, guyur 100 cc NaCl 0,9% sesuai keadaan umum pasien
g. Jika keadaan sudah membaik, program dialisis diatur secara bertahap
h. Kolaborasi dokter jika tidak ada perbaikan.
Pencegahan :
a. Anjurkan pasien untuk membatasi jumlah cairan yang masuk dengan cairan yang
keluar.
b. Observasi tanda-tanda vital selama dialisis berlangsung.
2) Ketidakseimbangan Elektrolit
Elektrolit merupakan perhatian utama dalam dialisis, yang normalnya dikoreksi selama
prosedur adalah natrium, kalium, bikarbonat, kalisum, fosfor, dan magnesium
3)Infeksi
Pasien uremik mengalami penurunan resisten terhadap infeksi, yang diperkirakan
karena penurunan respon imunologik. Infeksi paru merupakan penyebab utama
kematian pada pasein uremik.
4) Perdarahan dan Heparinisasi
Perdarahan selama dialysis mungkin karena konsidi medik yang mendasari seperti
ulkus atau gastritis atau mungkin akibat antikoagulasi berlebihan. Heparin adalah obat
pilihan karena pemberiannya sederhana, meningkatkan masa pembekuan dengan
cepat, dimonitor dengan mudah dan mungkin berlawanan dengan protamin.

9.

Permasalahan Yang Sering Dihadapi


1. Masalah peralatan
a) Konsentrasi dialisat
Perubahan mendadak atau cepat dalam konsentrasi dialisat dapat
mengakibatakan kerusakan sel darah dan kerusakan serebral. Gejala ringan seperti
mual muntah, dan sakit kepala. Pada kasus berat dapat mengakibatkan koma,
kekacauan mental dan kematian.
b) Aliran dialisat
Aliran yang tidak mencukupi tidak akan membahayakn pasien tetapi akan
mengganggu efisiensi dialysis.
c) Temperatur (Suhu harus dipertahankan pada 36,7 38,3 C)
d) Aliran darah (Faktor yang mempengaruhi adalah tekanan darah, fistula dan fungsi
kateter, serta sirkuit ektrakoporeal.)
e) Kebocoran darah
f) Emboliudara

J. Proses Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian Pre HD
Riwayat penyakit, tahap penyakit
Usia
Keseimbangan cairan, elektrolit
Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH

Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi


Respon terhadap dialysis sebelumnya.
Status emosional
Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
Sirkuit pembuluh darah.

Intra Hemodialisa;
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan.
Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada
dialysis, sifat kronis penyakit
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasiv.
Pengkajian Post HD
Tekanan darah: hipotensi
Keluhan: pusing, palpitasi
Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb
K. Rencana keperawatan:
Diagnosa
kep./Rencana keperawatan
No masalah kolaborasi
Tujuan & criteria Intervensi
Rasional
hasil
1
Pola nafas tidak efektifPola nafas efektif1. Kaji penyebab nafas- Untuk
menentukan
b.d:
setelah
dilakukantidak efektif
tindakan yang harus segera

Edema paru
tindakan HD 4-5 jam,2. Kaji respirasi & nadi dilakukan
dengan criteria:
3. Berikan posisi semi- Menentukan tindakan
Asidosis
nafas
16-28fowler
- Melapangkan dada klien
metabolic
4.
Ajarkan
cara
nafas
sehingga
nafas
lebih
x/m
Hb 7 gr/dl
longgar
edema
paruyang efektif
Pneumonitis
5. Berikan O2
- Hemat energi sehingga
hilang
perikardit
6. Lakukan SU pada saatnafas tidak semakin berat
tidak sianosis
is
HD
- Hb rendah, edema, paru
7. Kolaborasi pemberianpneumonitis,
asidosis,
tranfusi darah
perikarditis menyebabkan
8. Kolaborasi pemberiansuplai O2 ke jaringan <
antibiotic
- SU adalah penarikan
9. Kolaborasi foto torak secara cepat pada HD,
10. Evaluasi kondisi klienmempercepat pengurangan
pada HD berikutnya
edema paru
11. Evaluasi kondisi klien- Untuk Hb, sehingga
pada HD berikutnya
suplai O2 ke jaringan cukup
- Untuk mengatasi infeksi
paru & perikard
- Follou up penyebab nafas
tidak efektif
- Mengukur
keberhasilan
tindakan
- Untuk follou up kondisi
klien
Resiko cedera b.dPasien
tidak1. Kaji kepatenan AV- AV yg sudah tidak baik
akses
vaskuler
&mengalami cedera dgshunt sebelum HD
bila dipaksakan bisa terjadi
komplikasi sekunderkriteria:
2. Monitor
kepatenanrupture vaskuler
terhadap penusukan &
kulit
padakateter sedikitnya setiap 2- Posisi kateter yg berubah
pemeliharaan
akses
dapat
terjadi
rupture
sekitar
AVjam
vaskuler
3.
Kaji
warna
kulit,
vaskuler/emboli
shunt
keutuhan kulit, sensasi- Kerusakan jaringan dapat
utuh/tidak
sekitar shunt
didahului tanda kelemahan
rusak
4. Monitor TD setelahpada kulit, lecet bengkak,
Pasien tidakHD
sensasi
mengalami
5. Lakukan heparinisasi- Posisi baring lama stlh
pada shunt/kateter pascaHD
dpt
menyebabkan
komplikasi
HD
orthostatik hipotensi
HD
6. Cegah
terjadinya- Shunt dapat mengalami
infeksi
pd
areasumbatan
&
dapat
shunt/penusukan kateter dihilangkan dg heparin
- Infeksi
dpt
mempermudahkerusakan
jaringan
Kelebihan
volumeKeseimbangan
1. Kaji status cairan
1. Pengkajian merupakan
cairan b.d:
volume
cairan Timbang bb pre dandasar untuk memperoleh
setelah
data, pemantauan 7 evaluasi
penurunan haluarantercapai
post hd
dilakukan
HD
4-5
jam
dari intervensi
urine
Keseimbangan
2. Pembatasan
cairan
diet cairan berlebih dengan kriteria:
masukan dan haluaran akan menetukan dry weight,
retensi cairan & BB post HD Turgor
kulit
danhaluaran urine & respon
sesuai
dry
weight
natrium
edema
terhadap terapi.
Udema hilang

Retensi
16-28 Distensi vena leher 3. UF & TMP yang sesuai
akan kelebihan volume
Monitor vital sign
x/m
kadar
natrium2. Batasi masukan cairan cairan sesuai dg target BB
edeal/dry weight
darah
132-145 Pada saat priming &4. Sumber
kelebihan
mEq/l
wash out hd
cairan dapat diketahui
3. Lakukan hd dengan uf5. Pemahaman
& tmp sesuai dg kenaikankerjasama
klien
&
bb interdialisis
keluarga dalam pembatasan
cairan
4. Identifikasi
sumber6. Kebersihan
mulut
masukan cairan masamengurangi
kekeringan
interdialisis
mulut, sehingga keinginan
5. Jelaskan
padaklien untuk minum
keluarga & klien rasional
pembatasan cairan
6. Motivasi klien untuk
kebersihan mulut
Ketidakseimbangan Keseimbangan nutrisi1. Kaji status nutrisi:
1. Sebagai dasar untuk
nutrisi, kurang daritercapai
setelah Perubahan BB
memantau perubahan &
kebutuhan tubuh b.d: dilakukan HD yang Pengukuran
intervensi yang sesuai
(10-12
2. Pola diet dahulu &
anoreksia, mual &sdekuat
antropometri
jam/mg)
selama
3
sekarang berguna untuk
muntah
Nilai lab. (elektrolit,
menentukan menu
pembatasan diet bulan, diet protein
BUN, kreatinin, kadar3. Memberikan informasi,
terpenuhi,
dengan
perubahan
albumin, protein
kriteria:
faktor mana yang bisa
membrane
dimodifikasi.
tidak
terjadi2. kaji pola diet
mukosa oral
3. kaji
faktor
yang4. Tindakan HD yang
penambahan
berperan
dalam
merubah
adekuat, kejadian mualatau BB yang
masukan nutrisi
muntah
&
anoreksia,
cepat
4. kolaborasi menentukansehingga nafsu makan
turgor
kulittindakan HD 4-5 jam 2-35. Pemberian
albumin
normal
tanpaminggu
lewat infus iv akan
5. kolaborasi pemberianalbumin serum
udema
kadar albumininfus albunin 1 jam6. Protein lengkap akan
keseimbangan nitrogen
plasma 3,5-5,0terakhir HD
6. Tingkatkan
masukan7. Kalori akan energi,
gr/dl
protein
dengan
nilaimemberikan
kesempatan
konsumsi
biologi
tinggi:
telur,protein untuk pertumbuhan
diet nilai proteindaging, produk susu
8. pemahaman klien
tinggi
7. Anjurkan
camilansehingga mudah menerima
rendah protein, rendahmasukan
natrium, tinggi kalori9. untuk
menentukan
diantara waktu makan
status cairan & nutrisi
8. Jelaskan
rasional10. penurunan protein dapat
pembatasan
diet, albumin, pembentukan
hubungan dengan penyakitudema & perlambatan
ginjal dan urea danpenyembuhan
kreatinin
9. Anjurkan timbang BB
tiap hari
10. Kaji
adanya

masukan protein yang


tidak adekuat
Edema
Penyembuhan yang
lama
Albumin serum turun
5

Intoleransi
aktivitasSetelah
dilakukan1. Kaji
faktor
yang1. Menyediakan informasi
b.d.:
tindakan keperawatanmenimbulkan keletihan: tentang indikasi tingkat
& HD, klien mampu- Anemia
keletihan
Keletihan
berpartisipasi
dalam
-Ketidakseimbangan
2. Meningkatkan aktifitas
Anemia
aktivitas
yang
dapat
cairan
&
elektrolit
ringan/sedang
&
Retensi
produk
ditoleransi,
dengan- Retensi produk sampah memperbaiki harga diri
sampah
kriteria:
- depresi
3. Mendorong latihan &
Prosedur
aktifitas
yang
dapat
berpartisipasi 2. Tingkatkan
dialisis
kemandirian
dalam
ditoleransi
&
istirahat
yang
dalam aktivitas
aktifitas perawatan diriadekuat
perawatan
yang dapat ditoleransi,4. Istirahat yang adekuat
mandiri
yangbantu jika keletihan terjadi dianjurkan setelah dialisis,
dipilih
3. Anjurkan
aktivitaskarena adanya perubahan
berpartisipasi alternatif sambil istirahat keseimbangan cairan &
4. Anjurkan
untukelektrolit yang cepat pada
dalam
istirahat
setelah
dialisis
proses
dialisis
sangat
aktivitas
dan
melelahkan
latihan
istirahat
&
aktivitas
seimbang/bergan
tian
Harga diri rendah b.d: Memperbaiki konsep1. Kaji respon & reaksi1. Menyediakan
data
diri, dengan criteria: klien
&
keluarganyaklien & keluarga dalam
Ketergantungan
terhadap
penyakit
&menghadapi
perubahan
Pola koping klien
Perubahan peran
hidup
dan
keluargapenanganannya.
Perubahan
citra
2.
Kaji
hubungan
klien
2. Penguatan & dukungan
efektif
tubuh dan fungsi
dan keluarga terdekat
terhadap klien diidentifikasi
Klien & keluarga
seksual
3. Kaji pola koping klien3. Pola
koping
yang
bisa
& keluarganya
efektif dimasa lalu bisa
mengungkapkan 4. Ciptakan diskusi yangberubah jika menghadapi
perasaan
&terbuka tentang perubahanpenyakit & penanganan
yang
terjadi
akibatyang ditetapkan sekarang
reaksinya
penyakit
&
penangannya
4. Klien
dapat
terhadap
mengidentifikasi masalah
perubahan hidup Perubahan peran
dan langkah-langkah yang
yang diperlukan Perubahan gaya hidup harus dihadapi
Perubahan
dalam
5. Bentuk
alternatif
pekerjaan
aktifitas
seksual
dapat
Perubahan seksual
diterima.
Ketergantungan
dg6. Seksualitas mempunyai
center dialisis
arti yang berbeda bagi tiap
5. Gali cara alternatifindividu, tergantung dari
untuk ekspresikan seksualmaturitasnya.

lain selain hubungan seks


6. Diskusikan
peran
memberi dan menerima
cinta, kehangatan dan
kemesraan
Resiko infeksi b.dPasien
tidak1.
pertahankan
area1. Mikroorganisme dapat
prosedur
infasifmengalami infeskissteril selama penusukandicegah masuk kedalam
berulang
dg criteria:
kateter
tubuh saat insersi kateter
2.
Pertahankan teknik2. Kuman tidak masuk
Duhu dbn
steril
selama kontak dgkedalam area insersi
Al dbn
akses
vaskuler:
penusukan,3. Inflamasi/infeksi
Tak
ada
pelepasan kateter
ditandai dg kemerahan,
kemerahan
3.
Monitor area aksesnyeri, bengkak
sekitar shunt
HD terhadap kemerahan,4. Gizi yang baik daya
Area shunt tidakbengkak, nyeri
tahan tubuh
nyeri/bengkak 4.
Beri pernjelasan pd5. Pasien HD mengalami
pasien pentingnya satussakit khonis, imunitas
gizi
5.
Kolaborasi
pemberian antibiotik

Daftar Pustaka
Doengoes, Marrylinn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Perencanaan dan
Pendokumentasian proses Keperawatan. Jakarta: EGC

Gede,Ni Luh P. 1996. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: EGC.
Mubin, Halim. 2001. Pedoman Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta :
EGC
Price, Silvia A. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC;
2000
Rindiastuti, Yuyun. 2006. Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
volume 2. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
NKF, 2001, Guidelines for hemodialysis adequacy. Terdapat pada: http://www.nkf.com.
NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan HipertensiBagian Ilmu
Penyakit
dalam.
FKUI-RSUPN
Dr.
Cipto
Mangunkusumo.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai