Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT

CHRONIC KIDNEY DISEASE


A. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(Smeltzer & Bare, 2000) (Price, Wilson, 2002).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini
terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al, 2001).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun (Brunner &
Suddarth, 2002).
Adanya kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, yang
ditandai oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau
kelainan pada pemeriksaan pencitraan (radiologi), dengan atau tanpa penurunan
fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang
berlangsung > 3 bulan.
B. KLASIFIKASI
Menurut Corwin (2001) GGK dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap I : Penurunan Cadangan Ginjal
- GFR 40-70 ml/min/menurun 50%
- BUN dan Creatinin normal tinggi
- Tidak ada manifestasi klinik
- CCT : 76-100 ml/min
Pada stage ini tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron sehat mampu
mengkompensasi nefron yang sudah rusak. Penurunan kemmapuan
mengkonsentrasi urin menyebabkan nokturia dan poliuria.
2. Tahap II : Insufisiensi Ginjal
- GFR 20-40 ml/min atau GFR 20-35%
- BUN dan Creatinin naik
- Anemia ringan, polyuria, nocturia, edema
- CCT : 26-75 ml/min
Nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya
beban yang dterima. Mulai terjadi akumulasi sisa metabolic dalam darah karena
nefron sehat tidak mampu lagi mengkompensasi.
3. Tahap III : Gagal Ginjal
- GFR : 10-20 ml/min atau <20% normal
- Anemia sedang, azotemia
- Gangguan elektrolit : Na ↑, K ↑, dan PO4 ↑
- CCT : 6-25 ml/min
Makin banyak nefron yang mati
4. Tahap IV : ESRD (End Stage Renal Disease)
- GFR : < 10 ml/min atau <5% normal
- Kerusakan fungsi ginjal dalam pengaturan, excretory dan hormonal
- BUN dan Creatinin
- CCT : < 5 ml/min
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Diseluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah
banyak seperti ureum, kreatinin, dalam darah. Ginjal tidak mampu
mempertahankan homeostatsis. Membutuhkan pengobatan dialisa /
transplantasi ginjal
Menurut American Diabete Association, 2007

Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya
belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjal. Hal ini
disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi
100%, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam
stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri
untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada stadium
2 juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik.
Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk
penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa–sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia.
Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia
atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti:
 Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat
teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
 Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli
ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik
serta terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi
ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk
mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini
biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap
mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga
kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal.
Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan
dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar
dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan
bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan
selain pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan
menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi
dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada
stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah
tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit
kardiovaskular lainnya. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama
dengan stadium 3, yaitu:
 Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat
teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
 Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
 Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi
tidak terasa seperti biasanya.
 Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui
bau pernafasan yang tidak enak.
 Sulit berkonsentrasi
Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau
transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada
stadium 5 antara lain:
 Kehilangan nafsu makan
 Nausea.
 Sakit kepala.
 Merasa lelah.
 Tidak mampu berkonsentrasi.
 Gatal – gatal.
 Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
 Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
 Kram otot
 Perubahan warna kulit

Sesuai dengan test kreatinin klirens (Long, 1996) maka GGK dapat di
klasifikasikan derajat penurunan faal ginjal sebagai berikut:
Sekunder = Kreatinin (mg
Derajat Primer (LFG)
%)
A Normal Normal
B 50 – 80 % normal Normal – 2,4
C 20 – 50 % normal 2,5 – 4,9
D 10 – 20 % normal 5,0 – 7,9
E 5 – 10 % normal 8,0 – 12,0
F < 5 % normal > 12,0

Pada 2002, National Kidney Foundation AS menerbitkan pedoman


pengobatan yang menetapkan lima stadium CKD berdasarkan ukuran GFR yang
menurun. Pedoman tersebut mengusulkan tindakan yang berbeda untuk masing-
masing stadium penyakit ginjal.
1. Resiko CKD meningkat.
GFR 90 atau lebih dianggap normal. Bahkan dengan GFR normal, kita
mungkin beresiko lebih tinggi terhadap CKD bila kita diabetes, mempunyai tekanan
darah yang tinggi, atau keluarga kita mempunyai riwayat penyakit ginjal. Semakin
kita tua, semakin tinggi resiko. Orang berusia di atas 65 tahun dua kali lipat lebih
mungkin mengembangkan CKD dibandingkan orang berusia di antara 45 dan 65 tahun.
Orang Amerika keturunan Afrika lebih beresiko mengembangkan CKD.
2. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal
dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal
ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan
mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah
3. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi
ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
4. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium
ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja
dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
5. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi
CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal.
Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis,
kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh
darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk
dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita
ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
6. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup
untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan
ginjal. (Reeves, 2001)

C. ETIOLOGI
Penyebab GGK (Price & Wilson, 2006), dibagi menjadi delapan, antara lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya
 Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal
 Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat
dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer: Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc
ginjal
Penyakit ginjal sekunder: Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks
ureter.
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular (Sukandar, 2006).
a. Gejala dini : lethargi,sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yg lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
Gejala berdasarkan organ yang terkena, antara lain:
a. Kardiovaskuler: Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal
kronik sangat kompleks.Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,
aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan
kegagalan faal jantung.
b. Dermatologi : Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum
jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan
gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya
kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit
muka dan dinamakan urea frost
c. Pulmoner : Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, dan pernafasan
kussmaul. Dapat terjadi karena penumpukan cairan dalam tubuh karena
komplikasi ckd sudah sampai ke sistem kardiovaskular, sehingga regulasi
cairan terganggu.
d. Gastrointestinal Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari
sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.
Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai
hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia.
Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung
dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau
hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
e. Neurologi : Tidak mampu konsentrasi, kelemahan, keletihan, perubahan
tingkat kesadaran, disorientasi, kejang, rasa panas pada telapak kaki,
perubahan perilaku
f. Muskuloskeletal : Keram otot, kekuatan otot hilang, pegal kaki sehingga selalu
digerakkan (kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki), tremor,
miopati (kelemahan dan hipertrofi otot-otot ekstremitas)
g. Endokrin: gangguan seksualitas, libido fertilisasi dan ereksi menurun,
gangguan menstruasi dan aminore, gangguan metabolik glukosa, lemak dan
vitamin D
h. Persendian : Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang
i. Kelainan mata : Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada
sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus,
miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal
kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva
menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi.
Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik
akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.Azotemia ameurosis,
retinopati, nistagmus, miosis dan pupil asimetris, red eye syndrome akibat
iritasi dan hipervaskularisasi, Keratopati mungkin juga dijumpai pada
beberapa pasien gagal ginjal kronis akibat penyulit hiperparatiroidisme
sekunder atau tersier.
j. Sistem hematologi : Kelainan hemopoeisis, Anemia normokrom normositer
dan normositer (MCV 78-94 CU), Kelelahan dan lemah karena anemia atau
akumulasi substansi buangan dalam tubuh. Perdarahan karena mekanisme
pembekuan darah yang tidak berfungsi. Selain itu hemopoesis dapat terjadi
karena berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis, defisiensi besi
k. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa: Biasanya retensi
garam dan air tetapi dapat juga kehilangan natrium, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesia, hipokalsemia. Anemia normokrom normositer dan normositer
(MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia
yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau
bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit
l. Gejala lain : Gangguan pengecapan, berat badan turun dan lesu, gatal-gatal,
gangguan tidur, cairan diselaput jantung dan paru-paru, otot-otot mengecil,
Gerakan-gerakan tak terkendali, kram, Sesak nafas dan confusion, Perubahan
berkemih : Poliuria, nokturia, oliguria.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine :
Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
2. Darah :
Bun / kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium,
Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
o Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
o Pielografi retrograd
o Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
o Arteriogram ginjal
o Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
8. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
9. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload),
efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
10. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
11. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001)
DIABETES MILLITUS

1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik menahun yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (Hiperglikemia), yang dikarenakan
kurangnya produksi insulin dalam tubuh atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin secara efektif (Riskesdas, 2013).
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolic
dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua–duanya (Gustaviani, 2006)
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang banyak mengeluarkan urine
dengan kadar glukosa yang tinggi, dan ditandai dengan ketiadaan absolut insulin
atau penurunan insentivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
2. Etiologi
a. DM Tipe I
Melalui proses imonologik dimana tubuh tidk bias menghasilkan insulin Karena
sel beta pancreas dirusak oleh system autoimun.
b. DM Tipe II
a). Obesitas
b). Gaya hidup
c). Usia
d). Infeksi toxin, virus
c. DM tipe lain
a). Defek genetic fungsional sel beta
Kromosom 12, HNF – 1 α (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF – 4 α (dahulu MODY 1)
Kromosom 13, insulin prometer factor (IPF – 1, dahulu MODY 4)
Kromosom 17, HNF – 1 β (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
DNA mitcohondria, dan lain –lain.
b). Defek genetic kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunrism sindrom
Robson Mendenhall, diabetes lipoatropik.
c).Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatomi, neuplasma,
fibrosis kristik, hemakromatosis, pankreotopati fibrokalkulus.
d). Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromatisoma,
hipertiroidisme, aldosteronoma
e). Karena obat/ zat kimia : vector, pentanidin, asam nikotinat,glukokortiroid,
hormon tiroid, diazoxin,agonis β, andrenegik, Tiazid, dilatin.
f). Infeksi : rubella sanginetal, CMV.
g). Imunologi ( jarang ).
h). Sindrom genetic lain.
d. Diabetes kehamilan
Biasaya karena herideter.
(Gustaviani, 2006)
3. Manifestasi Klinik
Adanya keluhan khas yang dirasakan ketika sudah terjadi diabetes mellitus.
Keluhan khas tersebut yaitu banyak kencing (polyuria), banyak minum (polydipsia),
banyak makan (polyphagia), dan disertai dengan pemeriksaan gula darah yang lebih
dari normal (gula darah sewaktu = 200 mg/dl, atau gula darah puasa = 126 mg/dl).
Selain keluhan khas tersebut bnyak tanda yang terjadi dari kesemutan, lemah, gatal,
mata kabur, pruritus, disfungsi ereksi (Sidartwan, 2005).
Menurut Smeltzer (2002) Ada 3 Kriteria yang digunakan untuk diagnosa
laboratorium diabetes mellitus :
a. Konsentrasi glukosa plasma vena puasa (semalam) 126 mg/dL atau lebih dari satu
kali pemeriksaan.
b. Gejala klinis diabetes dan kadar glukosa sewaktu 200 mg/dL atau lebih.
c. Setelah ingesti 75 g glukosa, konsentrasi glukosa plasma vena 2 jam 200 mg/dL
atau lebih.
4. Komplikasi
Kelebihan kadar gula darah yang terjadi secara terus menerus dapat
menyebabkan kerusakan sistem saraf dan pembuluh darah. Muncul banyak
konsekuensi dari diabetes, yang sering terjadi seperti meningkatnya resiko jantung
dan juga stroke, neuropati (kerusakan syaraf) dikaki yang mengakibatkan ulkus kaki,
retinopati diabetikum terjadi karena kerusakan pembuluh darah kecil diretina yang
menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, dan juga resiko kematian. Pada umumnya
penderita diabetes mellitus resiko kematiannya menjadi dua kali lipat dibanding
bukan penderita diabetes (Permana, 2008).
5. Patofisiologi Dan Pathway
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi) (Corwin,2009).
PATHWAY

DIABETES

Defisiensi insulin

Glukagon Ó Pemakaian glukosa sel Ô

Glukoneogenesis
Hiperglikemia Nutrisi sel Ô

Lemak Protein Glycosuria Polyphagi

Ketogenesis BUN Ó Osmotic diuresis Polyuri

Ketonemia Nitrogen urin Ó Dehidrasi Polydipsi Jantung IMA

pH Ô Hemokonsentrasi Cerebral Stroke

asidosis arteriosklerosis Makrovaskuler ekstremitas Gangran

Mual Koma Mikrovaskuler

Retina Ginjal

Retinopati Nefropati

CKD

Ggn. sekresi protein retensi Na sekresi


eritropoitin Ô
sindrom uremia edema
produksi Hb dan sel
Gangguan darah merah Ô
perpospatemia pruritus kelebihan
Integritas volume cairan
suplai O2 Ô intoleransi aktivitas
urokrom perubahan
tertimbun di
warna kulit Kulit beban jantung naik
kulit
gangguan

Toksisitas Enchepalop Penurunan hipertrofi ventrikel kiri


ureum di otak
ati kesadaran
payah jantung kiri
Ggn. asam - Mual Gangguan
basa nutrisi
edema paru
alkalosis Perubahan
respiratorik pola nafas ggn. pertukaran
gas

intoleransi
aktivitas
6. Petanalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus jangka panjang adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi, sedangkan dalam jangka pendek untuk menghilangkan
keluhan/gejala diabetes. Berikut ini macam penataksanaan diabetes meliputi :
a. Diet
Penghimpunan Diabetes dan Persatuan Diabetik Amerika merekomendasikan 50-
60% kalori berasal dari karbohidrat 60%, Protein 12-20%, Lemak 20-30%.
b. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a) Sulfonilurea : menstimulasi pengelapasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin.
b) Biguanid : menurunkan kadar gula dalam darah tapi tidak sampai dibawah
normal.
c) Inhibitor α glukosidase : menghambat kerja enzim α glkosidase didalam
saluran ceran sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia.
d) Insulin sensiting agent : Thoazahdine diones meningkatkan sensitivitas insulin,
seingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia.
e) Insulin dengan indikasi diabetes dengan berat badan menurun dengan cepat,
ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar, diabetes dengan
kehamilan atau diabetes gestasional yang tidak terkendali dalam pola makan.
Insulin oral/suntikan dimulai dari dosis yang lebih rendah lalu dinaikkan
perlahan sesuai dengan hasil pemeriksaan gula darah paisen.
c. Latihan
Latihan dengan melawan ketahanan yang dapat menurunkan stress, dapat
menurunkan BB, menyegarkan tubuh, gunakan alas kaki yang tepat.
d. Pemantauan
Pemantauan kadar gula darah secara mandiri
B. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMODIALISIS
a. Pengkajian
Biodata

Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria
Keluhan utama
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah,
anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat.
Riwayat penyakit
 Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
 Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi.
 Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).

Riwayat obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan
cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi
dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi
dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat
dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang
sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama
hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. (Brunner &
Suddarth, 2001: 1401)
Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi penyakitnya
yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan
dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta
impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner
& Suddarth, 2001: 1402). Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering
dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267)
ADL (Activity Day Life)
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk
tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu
perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme


Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang
kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi)
anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic,
Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.

3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah,
coklat, berawan) oliguria atau anuria.

4) Pola tidur dan Istirahat


Gelisah, cemas, gangguan tidur.

5) Pola Aktivitas dan latihan


Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot, kehilangan
tonus, penurunan rentang gerak.

6) Pola hubungan dan peran


Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.

8) Pola persepsi dan konsep diri


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).

9) Pola seksual dan reproduksi


Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido,
amenorea, infertilitas.

10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping


Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya,
tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah, mudah
terangsang, perubahan kepribadian.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan


Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal
kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien

Nutrisi
Pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan cairan masuk untuk
meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang dapat mengakibatkan gagal
jantung kongesti serta edema paru, pembatasan pada asupan protein akan mengurangi
penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala, mual
muntah. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1400)
Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal
Aktivitas : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu
yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang tersedia untuk
melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi. Karena waktu
yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari.
Pemeriksaan fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun. TTV:
Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan darah
diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur selesai
dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268) B2 :
hipotensi, turgor kulit menurun
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:

Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental


dan banyak.

Tanda:

Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa


sputum.

2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:

Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak
nafas, gangguan irama jantung, edema.

Tanda

Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.

3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:

Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.

Tanda:

Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.

5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)


Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare

6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari),
kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak
sendi
Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan

Pre Hemodialisis

1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional mengenai tindakan yang akan


dilakukan.

Intra Hemodialisis

2. Resiko tinggi terhadap kehilangan akses vaskuler berhubungan dengan


perdarahan karena lepas sambungan secara tidak sengaja.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan ultrafiltrasi.

4. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan pemasukan cairan


untuk mendukung tekanan darah selama dialisa.

5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah

Post Hemodialisis

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dengan status kesehatan atau fungsi


peran

7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi kulit pada sisi


pemasangan kateter

c. Rencana Intervensi Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung
dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi:

a. Auskultasi bunyi jantung dan paru


R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

b. Kaji adanya hipertensi


R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)


R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas


R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema


sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan criteria
hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

Intervensi:

a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan


haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan


R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan

d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama


pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,


muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b. Perhatikan adanya mual dan muntah


R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah
atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

c. Beikan makanan sedikit tapi sering


R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan


R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

e. Berikan perawatan mulut sering


R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam
mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi


melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret

b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam


R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

c. Atur posisi senyaman mungkin


R: Mencegah terjadinya sesak nafas

d. Batasi untuk beraktivitas


R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis


Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
Mempertahankan kulit utuh, Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah
kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya
kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa


R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan

c. Inspeksi area tergantung terhadap udem


R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek

d. Ubah posisi sesering mungkin


R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia

e. Berikan perawatan kulit


R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

f. Pertahankan linen kering


R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan


tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera

h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar


R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada
kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,


keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
Intervensi Keperawatan Berhubungan Dengan Pasien CKD yang Menjalani
Hemodialisa

NOC:

- Hemodyalisis access
o Warna kulit pada area shunt/fistula tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
o Hematoma pada area shunt minimal/tidak ada
o Edema perifer pada area distal shunt tidak ada
- Pengetahuan : treatment
o Pasien mematuhi jadwal hemodialysis yang dianjurkan
- Skin care
o Tanda-tanda inflamasi minimal
o Pasien mengerti cara perawatan vena shunt
- Fluid overload severity
o Edema kaki tidak ada
o Kongesti vena tidak ada
o Peningkatan berat badan minimal
o Pusing tidak ada
o Kelemahan tidak ada
o Penambahan tekanan darah minimal
NIC :
Pre-hemodialisis
a. Pertahankan intake dan output
b. Kaji adanya pertambahan berat badan
c. Monitor site insersi vena danarteri
d. Monitor hasil lab jika diperlukan
e. Monitor vital sign
Intra hemodialysis
a. Monitor vital sign
b. Monitor blood flow
c. Monitor keadaan umum pasien: kelemahan, pusing, penurunan tekanan darah secara
tiba-tiba sebagaitan dan hipotensi, hipoglikemia
d. Kajiadanyanyeri yang tak tertahankan
e. Ajari teknik relaksasi napas dalam jika terjadi nyeri saat insersi
f. Monitor kestabilan alat hemodialisis
Post hemodialysis
a. Monitor vital sign
b. Monitor keadaan umum pasien
c. Ukur berat badan pasien
d. Monitor adanya edema pada lokasi insersi
DAFTAR PUSTAKA

Asep Sumpena, ( 2002 ) , Panduan Hemodialisis Untuk Mahasiswa . Bandung Elektronik


(Internet) ( 2009 ) , Treatment Optrion For Intradialytic Hipotensin

Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC)
ed5. St Louis: Mosby Elsevier.

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologied 3. Jakarta: EGC.

Enday Suhandar, Prof ( 2006 ) , Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. FK UNPAD.
Bandung Kumpulan Materi ( 2010 ), Teknik Hedmodialisis. Bandung

Herdman H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications


2012-2014. Oxford: Wiley Blacwell.

Nursalam, M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Rudianto, AMK RS. Khusus Ginjal Ny. RA Habibie Bandung

Rully M.A. Roesli, Prof ( 2008 ) Acute Kidney Injury. FK UNPAD. Bandung

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suhardjono. 2006. Proteinuria Pada Penyakit Ginjal Kronik: Mekanisme dan Pengelolaannya.
Peranan Stres Oksidatif dan Pengendalian Faktor Risiko pada Progresi Penyakit Ginjal
Kronik serta Hipertensi, JNHC 2006; 1-7.

Sukanandar, E (2006). Gagal ginjal dan panduan terapi dialisis. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RS. DR. Hasan
Sadikin

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI

Yunie Armyati ( 2009 ) , Komplikasi Intradialisis. FIK . UI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai