Anda di halaman 1dari 29

1

BAB 1
TINJAUAN TEORI
1.
1.1

Konsep Dasar
Pengertian
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu

mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan


pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke
status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa
tahun. (Barbara C Long, 1996; 368).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin Arif, 2012 ; 166).
1.2
Klasifikasi
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease
(CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5

grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage stage awal yaitu
1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
1
menggunakan istilah CRF.
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian
CKD

berdasarkan

stadium

dari

tingkat

penurunan

LFG (Laju

Filtrasi

Glomerolus) :
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60 -89 mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
1.3

gagal ginjal terminal.


Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak

nefron ginjal.Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan


bilateral.
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan
jaringan
penyambung,
seperti lupus

benigna,

eritematosus

sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.


5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8) Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
9) Penyakit umum diluar ginjal
a. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi

1.4

b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
Patofisiologi
Menurut Muhammad (2012:34) tahap-tahap gagal ginjal kronik, pada

tahap awal gagal ginjal kronik ditandai dengan adanya penurunan cadangan ginjal,
kemudian terjadi indufisiensi ginjal, gagal ginjal dan tahap akhir penyakit ini
diakhiri dengan uremia. Berikut tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal
kronis selengkapnya:
1) Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
(1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
(2) Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.
(3) BUN dan Kreatinin serum masih normal.
(4) Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling
ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita
juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboraturium
menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen) masih
berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal
baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes
pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.
2) Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
(1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
(2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
(3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
(4) Anemia dan azotemia ringan
(5) Nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti
biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus
dilakukan dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, dan gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk

mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan


cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun dapat
dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah
rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat
melampaui batas normal.
3) Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
(1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
(2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
(3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
(4) Poliuria dan nokturia.
(5) Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain mual,
muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air kemih
berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan kesadaran
hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan tugas seharihari.
4) Stadium IV (End-stage Meal Disease/ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
(1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
(2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
(3) BUN dan kreatinin tinggi.
(4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
(5) Berat jenis urine tetap 1,010.
(6) Oliguria.
(7) Gejala gagal ginjal.
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai
GFR 10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit,
bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum
dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita

tidak

sanggup

mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya,


penderita menjadi oliguria (Pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari karena
kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus
mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
5) Stadium V
Pada stadium akhir,kurang lebih 90% masa nefron telah hancur. Nilai
GFR 10% dibawah batasnormal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit,

bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum
dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita

tidak

sanggup

mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya


penderita menjadi oliguria (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari karena
kegagalan glumerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal penderita harus
mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

1.5
Manifestasi Klinis
1) Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hiup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji combs negative dan jumlah retikulosit normal.

b. Defisiensi hormone eritropoetin


Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H eritropoetin
Depresi sumsum tulang sumsum tulang tidak mampu bereaksi
2)
a.
b.
c.
3)
4)
a.
b.
c.
d.
e.
5)
a.

terhadap proses hemolisis/perdarahan anemia normokrom normositer.


Kelainan Saluran cerna
Mual, muntah, hicthcup
Stomatitis uremia
Pankreatitis
Kelainan mata
Kardiovaskuler
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction Rub Pericardial
Kelaninan kulit
Gatal, terutama pada pasien dengan dialisis rutin. Hal ini dikarenakan toksik
uremia yang kurang terdialisis, peningkatan kadar kalium phosphor, alergi

bahan-bahan dalam proses HD.


b. Kering bersisik karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal
urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Rambut tipis dan kasar

1.6
Komplikasi
1) Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renninangiotensin-aldosteron
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6) Asidosis metabolic

7) Osteodistropi ginjal
8) Sepsis
9) Neuropati perifer
10) Hiperuremia
1.7
Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
a)
Ureum kreatinin
b)
Asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
a) Analisis urin rutin
b) Mikrobiologi urin
c) Kimia darah
d) Elektrolit
e) Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
a)
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
b)
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2

Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

Elektrolit

: Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

Endokrin

: PTH dan T3,T4

Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk

ginjal, misalnya: infark miokard.


2) Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG

1.8
Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan

ekstraseluler dan hipotensi.


Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang

kuat.
Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa

indikasi medis yang kuat.


b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat.
Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
Kendalikan terapi ISK.
Diet protein yang proporsional.
Kendalikan hiperfosfatemia.

Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.


Terapi hIperfosfatemia.
Terapi keadaan asidosis metabolik.
Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
Pembatasan konsumsi protein hewani.
Terapi keluhan gatal-gatal.
Terapi keluhan gastrointestinal.
Terapi keluhan neuromuskuler.
Terapi keluhan tulang dan sendi.
Terapi anemia.
Terapi setiap infeksi.
2) Terapi Simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum

K+ (hiperkalemia ) :
Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
Anemia Normokrom normositer : Berhubungan dengan retensi toksin
polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating
Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human

Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.


Anemia hemolisis : Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang
dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau

peritoneal dialisis.
Anemia Defisiensi Besi : Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan
perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi
pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun
harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
HCT < atau sama dengan 20 %
Hb < atau sama dengan 7 mg5
Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia
output heart failure.
Komplikasi transfusi darah :
Hemosiderosis

dan high

10

Supresi sumsum tulang


Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana

transplantasi ginjal.
c. Kelainan kulit
Pruritus : Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Beberapa pilihan terapi:
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa
diulang apabila diperlukan
d). Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O

Easy Bruishing : Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput


serosa berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi

trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.


3) Terapi Pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis
Hemodialisa : Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk
mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG).Secara khusus, indikasi HD adalah :
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
Hiperkalemia > 17 mg/lt
Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
Kegagalan terapi konservatif

11

Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau
berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %
Kelebihan cairan
Mual dan muntah hebat
BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
Sindrom kelebihan air
Intoksidasi obat jenis barbiturat
b. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal).Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

12

1.2 MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian
Menurut Marilynn E. Doengoes, data dasar pengkajian pada pasien

b.

dengan GGK yaitu:


a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelemahan, malaise.
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus.
SirkulasiTanda: Hipotensi atau Hipertensi (eklampsi), distritmia jantung,
nadi lemah/halus, hipovolemia, DVJ, nadi kuat (hipervolemia), edema
jaringan umum, pucat, kecenderungan perdarahan.
c. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, poliuri
(kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguri, (fase akhir) disuria
ragu-ragu, dorongan dan retensi, (inflamasi/obstruksi, infeksi), dan
abdomen kembung, diare atau konstipasi, riwayat HPB, batu/kalkuli.
Tanda: Perubahan warna urin. Contoh: kuning pekat, merah, coklat,
berawan, oliguria (biasanya 12-21 hari), poliuri (2-6 L/ hari).
d. Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan
(dehidrasi) Mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati. Penggunaan diuretik.
Tanda: Perubahan turgor kulit/kelembaban dan edema (umum, bagian
bawah).
e. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, dan kram otot/kejang sindrom
kaki gelisah.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidak mampuan berkonsentrasi, hilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam basa),
kejang, fasikulasi otot, dan aktivitas kejang.
f. Nyeri/keamanan
Gejala: Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
g. Pernapasan
Gejala: Napas pendek.
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi,

kedalamaman

(pernapasan kussmaul), napas ammonia, batuk produktif dengan sputum


kental merah muda (edema paru).
h. Keamanan
Gejala: Adanya reaksi transfuse (kulit gatal, ada/berulangnya infeksi)

13

Tanda: Demam (sepsis, dehidrasi), petekie (area kulit ekimosis), dan


i.
j.

pruritus (kulit kering).


Seksualitas
Gejala: Penurunan libido, amenorea, infertilitas
Interaksi sosial
Gejala: Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,

mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga


k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat
terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.Penggunaan
antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.
2)

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron
sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
Data Subyektif: None
Data Obyektif : Oliguria, Anuria, acidosis dengan peningkatan serum
hydrogen dan kalium, penurunan pH dan

bicarbonat, Anemia ,

Peningkatan : BUN, serum kreatinin, Penurunan Calcium dan


peningkatan phosfat serta magnesium.
2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal
mengeskkresi air dan natrium
Data Subyektif: None
Data Obyektif: Hypertensi , Ascites, oedema presacral dan pretibial,
gangguan bunyi napas (Cracles), tachicardi, penambahan BB,
orthopneu, Peningkatan tekanan vena sentral dan PAWP, Distensi vena
jugular, Positif refleks hepatojugular
3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi
protein kalori.
Data Subyektif

: Pasien melaporkan : Anorexsia, Nausea, lemah,

lelah, metalck taste.


Data Obyektif : Muntah, Diare, hematemesis, Napas bau ureum,
stomatitis, gingivitis, kehilangan BB.
4. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan
efek uremia.
Data Subyektif

: Pasien mengeluh gatal gatal

14

Data Obyektif

: Excrosiasi pada kulit, petechie, purpura, kulit

kering .
5. Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses
pikir sehubungan dengan abnormalitasnya zat zat kimia dalam tubuh
yang dihubungakan dengan uremia.
Data Subyektif : Pasien melaporkan kesulitan untuk berkonsentrasi,
sering lupa, gangguan
tersinggung)
Data Obyektif

tidur dan emosi yang

labil (mudah

: Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang,

perubahan perilaku, apathy, marah, gangguan pola tidur, perubahan


tingkat kesadaran.
6. Intoleransi aktivitas sehubungan kelemahan fisik.
Data Subyektif : Pasien mengeluh lemah, letih dan lesuh
Data Obyektif
: Penampilan secara umum menurun.
3)

Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron
sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolism
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
diharapkan Perfusi ginjal akan diperbaiki atau dipertahankan
dalam batas yang dapat ditoleransi
Intervensi :
1) Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya)
serta tanda tanda chvosteks dan Trousseaus.
Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan
Lebarnya kompleks QRS dihubungkan dengan serum Kalium ;
Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan acidosis, kejang yang
mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.
2) Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium,
bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum
kreatinin.
Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal
untuk mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi
sekretori ginjal.
3) Jangan berikan obat obat Nephrothoxic.
Rasional : Obat obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan
ginjal

15

4) Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji


respon terhadap pengobatan.
Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi
lebih

lama.

Monitor

respon

terhadap

menentukan efektivitas obat yang diberikan

pengobatan

untuk

dan kemungkinan

timbulnya efek samping obat.


2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal
mengeskkresi air dan natrium.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
diharapkan Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi
Intervensi
:
1) Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap
24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi
dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status
mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato
jugular, Ukur CVP dan PAWP.
Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan
elektrolit.
2) Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan
bicarbonat.
Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.
3) Monitor ECG
Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan
dengan disthrithmia. Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian
diuretic.
4) Berikan cairan sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.
5) Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.
Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi
tehadap efek samping yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia
dll.
3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi
protein kalori.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
diharapkan Kebuthan Nutrisi pasien akan terpenuhi
Intervensi

16

1) Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.


Rasional : Keadaan keadaan seperti ini akan meningkat
kehilangan kebutuhan nutrisi.
2) Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data
laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.
Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.
3) Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi
sesuai kesukaan Klien.
Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .
4) Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene
sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum
makan.
5) Berikan antiemetik dan monitor responya.
Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.
6) Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi
pasien.
Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil
kerja yang baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk
perbaikan keadaan dan fungsi ginjalnya.
4. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan
efek uremia.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
diharapkan Keutuhan kulit (Integritas kulit) pasien akan dipertahankan
Intervensi :
1) Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
Rasional : Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan
aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsius dan phospat
pada lapiran cutaneus.
2) Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.
Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan
3)
4)
5)
6)

penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.


Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.
Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri.
Lakukan perawat kulit secara benar.
Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi
Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
Rasional : Amengurangi pruritis.
Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.

17

5. Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses


pikir sehubungan dengan abnormalitasnya zat zat kimia dalam tubuh
yang dihubungakan dengan uremia.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
diharapkan Pasien mendemostrikan respon terhadap rangsangan sensori /
persepsi secara normal, tidak mengalami gangguan gangguan proses
berpikir.
Intervensi

1) Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang


: Pola tidur ; Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang)
Rasional : Perubahan yang terjadi merefleksikan adanya ganggua
pada fungsi saraf sentral dan autonom.
2) Kaji tipe kepribadian
Rasional : Untuk mengidentifikasikan

perubahan

yang

dihubungkan dengan uremia.


3) Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer,
rasa terbakar, kram otot dan gejala paresthesia lainnya.
Rasional : Perubahan metabolisme menyebabkan disfungsi cerebral
dan dapat terjadi kerusakan serabut saraf .
4) Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini.
Rasional : Menurunkan kemungkinan terjadinya disorientasi dan
menginformasikan kepada klien keadaan / issue saat ini.
5) Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat
tidur tidak boleh terlalu tiggi, jaukan barang barang tajam,
letakan bel dekat pasien.
Rasional :Memberikan kenyamanan lingkungan dan mencegah
injuri.
6) Sempatkan waktu anda untuk bersama sama klien, tanyakan klien
dengan kalimat terbuka.
Rasional : Mencegah kehikangan memori pada pasien
7) Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur karena uremia dapat
mengganggu pola tidur.
6. Intoleransi aktivitas sehubungan kelemahan fisik
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
diharapkan Kebutuhan self care terpenuhi.
Intervensi :

18

1) Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang


kebutuhan perawatan diri.
Rasional : untuk menentukan kebutuhan yang akan dilakukan.
2) Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan
dipasien dengan melibatkan kelurag.
Rasional: Memandirikan kelurga dalam merawat pasien.
3) Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur.
Rasional: Untuk mencegah efek dari bedrest seperti pneumonia.

19

BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
1.3 Pengkajian
2.1.1 Indentitas Pasien
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 19 Oktober 2016, pukul 14.00
WIB pada Ny. I, jenis kelamin perempuan, berusia 28 tahun, suku
Banjar/Indonesia, agama Islam, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, pendidikan
Sarjana, status perkawinan sudah menikah. Klien rawat jalan di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 19 Oktober 2016 dengan diagnosa medis
CRF on HD .
2.1.2 Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan Utama
Ny. I mengatakan saya merasa kaki saya terasa bengkak dan saya ingin
mengurangi kelebihan cairan
2.
Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan sejak tahun 2014 yang lalu klien menderita penyakit
gagal ginjal dan sejak saat itu klien dianjurkan melakukan HD rutin 2 kali
seminggu yaitu rabu siang dan sabtu pagi.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien pernah masuk Rumah Sakit Doris Sylvanus Palangka Raya sebanyak
4 kali karena penyakit gagal ginjal dan hipertensi. 2 tahun yang lalu klien
didiagnosa menderita Gagal ginjal dan menjalani terapi hemodialisa setiap hari
rabu dan sabtu. Dan klien juga mengatakan ia sudah melakukan operasi
pemasangan AV Shunt. Klien mengatakan awalnya menderita hipertensi yang di
deritanya kurang di kontrolnya.
4.
Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit keluarga yaitu ibu
mengalami hipertensi.

GENOGRAM KELUARGA
22

20

Keterangan:
= Meninggal

Pasien Ny. I

= Laki-laki

Hubungan Keluarga

= Perempuan

Tinggal serumah

2.1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, kesadaran composmentis, klien tampak pucat,
terpasang jarum fistula vena brakialis dan vena radialis sinistra yang tersambung
dengan selang AVBL dan terhubung ke dialiser, pada ekstermitas bagian bawah
tampak oedem derajat 1.
a) Kepala
Tidak ada edema, bentuk kepala normal, wajah tidak tampak bengkak,
edema palpebra (-)
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
b) Mata
Fungsi penglihatan baik, gerakan bola mata bergerak normal, sklera
normal putih, kornea bening, konjungtiva anemis, tidak ada memakai alat bantu
lihat.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
c) Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar tyroid tidak teraba, massa
tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, mobilitas leher bebas.
d) Paru
Bentuk dada simetris, tidak ada nyeri dada, pola nafas vesikuler
dan tidak ada batuk.
Masalah keperawatan: Pola nafas tidak efektif
e) Abdomen
Tidak ada terdapat asites di abdomen, tidak ada jaringan parut, dna tidak
ada lesi.
f) Ektrimitas
Pada ekstrimitas bawah dekstra dan sinistra terdapat pitting oedem derajat
1 kedalaman 2 mm dan waktu kembali 3 detik.
Masalah keperawatan: kelebihan volume cairan
g) Integumen
Tidak tampak kemerahan pada area wajah, suhu kulit teraba hangat, kulit
tampak kering, warna kulit agak kehitaman, turgor kurang, S:36,5 oC, pitting

21

edema derajat 1 dengan kedalaman 2 mm dan waktu kembali 3 detik CRT >2
detik
2. Pola Kebutuhan Dasar
a) Pola makan dan minum
Klien mengatakan nafsu makan baik dari 1 porsi pasien menghabiskannya
dan makan 3 kali sehari, klien menghindari makan buah-buahan, pasien minum
air putih dan air teh manis 900 cc/24 jam , BB badan pasien sekarang 73,5 kg.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.
b) Pola istirahat
Untuk istirahat siang klien istirahat pukul 11.30-13.00 WIB dan istirahat
malam mulai dari pukul 21.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB.

c)

Pola Aktivitas
Klien beraktivitas seperti biasa, klien berangkat ke kantor dari jam 07.00

sampai pukul 11.30 WIB setelah itu istirahat sampai pukul 13.30 WIB dan lanjut
bekerja sampai pukul 16.00 WIB.
d) Pola eliminasi uri/Bowel
BAK : klien buang air kecil 3-4 x sehari dibantu dengan obat Furosemid
40 mg 2 tablet setengah gelas aqua 240 ml/hari
BAB : sekali sehari
e) Personal Hygiene
Klien dapat melakukan personal hygiene sendiri tanpa dibantu.
Pre HD
1. Tanda-tanda Vital
Suhu/T
: 36,5 oC
Nadi/HR
: 85x/menit
Pernapasan/RR
: 22x/menit
Tekanan Darah/BP : 121/82 mmHg
BB pre HD
: 73,5 kg
Time
: 4.00 hour
UF Goal
: 3.00 L
Uf rate
: 0.75 L/h
Blood Pump
: 225 ml/ menit
Intra HD
Suhu/T
: 36,5oC
Nadi/HR
: 82x/menit
Pernapasan/RR
: 21 x/menit
Tekanan Darah/BP : 120/88 mmHg
Keluhan selama HD : Tidak ada keluhan
Nutrisi
: Selama HD pasien ada makan siang dan snack
kripik pisang dan dan air putih ( 300 ml)

22

Catatan Observasi selama proses hemodialisa


Jam
14:15 WIB

UF removed
0.02

QB
225

Vital Sign
121/82 mmHg

Setting mesin
Time
: 4.00 hour
UF Goal : 3.00 L

15:20 WIB

1.37

225

120/88 mmHg

Uf rate : 1.00 L/h


Heparin pump :

17:00 WIB

2.41

225

140/90 mmHg

3000 iu
heparin VBL (2000
ui sirkulasi)

Post HD
2. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, pasien masih tampak sesak, nampak lemah,
konjungtiva masih pucat, akral teraba hangat.
3. Tanda-Tanda Vital
Suhu/T
: 36,5oC
Nadi/HR
: 85x/menit
Pernapasan/RR
: 24x/menit
Tekanan Darah/BP
: 140/90 mmHg
BB post HD
: 71 kg
Jumlah cairan yang dikeluarkan: 2.50 liter.
Perencanaan Pulang
4. Obat-obatan yang disarankan/ di bawa pulang/obat rutin
Furosemide : 40 mg 2 x 1
Amlodipine : 10 mg 1 x 1
Valsartan : 80 mg 1 x 1
5. Makanan dan minuman yang di anjurkan
Pasien di sarankan untuk mengurangi mengkonsumsi cairannya sesuai
dengan banyaknya produksi urine ditambah 500cc.
6. Rencana HD/kontrol selanjutnya
Klien menjalani hemodialisa setiap rabu siang dan sabtu pagi, jadi pasien
akan kembali datang pada hari sabtu pagi.

23

ANALISA DATA
Obyektif dan Data Subyektif
(sign/symptom)
DS : Kaki saya bengkak dan untuk
BAK di bantu dengan obat
Furosemide
DO :
1. Terdapat
Edema
pada
ekstremitas Bawah
2. Pitting edema berada pada
derajat 1 dengan kedalaman 2
mm dan waktu kembali 3 detik.
3. Intake cairan 900 cc/ 24 jam
4. BAK: 240 cc/24 jam
5. BB Kering : 71 Kg
6. BB pre HD : 73,5 kg
7. Time
: 4.00 hour
8. UF Goal
: 3.00 L
9. Uf rate
: 0.75 L/h
10. Blood Pump :225 ml/ menit

(Etiologi)

(Problem)

Retensi Na

Kelebihan
volume cairan

Total CES naik


Tekanan kapiler naik
Volume intertistial naik
Edema
Preload naik
beban jantung naik
hipertrofi ventrikel kiri
payah jantung kiri
COP turun
Aliran darah ginjal turun
Retensi Na dan H2O naik
Kelebihan volume cairan

24

PRIORITAS MASALAH
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
berlebih

b)
d)
DI
A
G
N
O
S
A
K
E
P
E
R
A
W
A
T
A
N
i) K
el
e
bi
h
a
n
v
ol

RENCANA KEPERAWATAN
e)
TU
J
U
A
N
(
K
R
I
T
E
R
I
A
H
A
SI
L)
j) Se
tel
ah
di
la
ku
ka
n
ti

f)INTERVEN
SI

1.

Ob 1) Pengka
dasar b
meman
mengev
An 2) Menja
klien untuk tirah
keada
pada saat edema
selam
mung
An
untuk
klien
unuk

servasi status cairan :


a) timbang BB post HD
b) adanya edema
2.
jurkan
baring
terjadi
3.
jurkan

25

u
m
e
c
ai
ra
n
b
er
h
u
b
u
n
g
a
n
d
e
n
g
a
n
as
u
p
a
n
c
ai
ra
n
y
a
n
g
b
er
le
bi
h
a

nd
ak
an
pe
ra
w
at
an
1x
5
ja
m
di
ha
ra
pk
an
kl
ie
n
da
pa
t
m
e
m
pe
rt
ah
an
ka
n
tu
bu
h
id
ea
l
ta
np
a
ke

dieres
membatasi masukan cairan
Ko
bertuj
laborasi :
meng
a. Pemberian diuretik
3) Pembat
5.
Anjurkan klien untuk
menent
melakukan
hemodialisa
ideal da
kembali hari sabtu pagi
4) Kolabo
l)
a. Diu
unt
vol
dan
rete
jari
me
terj
par

4.

26

le
bi
ha
n
ca
ir
an
de
ng
an
cr
ite
ri
a
ha
sil
:
klien tidak sesak
edema ektrimitas
berkurang
cairan
masuk
terbatas
(500cc+Urine
Output)

k)
m)
n)

27

o)
p)

Diagno
sa
Keperawatan
s) 1.

2.

3.

4.

5.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


q)

Implementasi

r)

Mengobservasi
status cairan :
c) timbang BB pree dan post HD
d) adanya edema
Menganjurkan
klien untuk tirah baring pada saat edema
terjadi misalnya tinggikan kaki lebih
tinggi dari badan
Menganjurkan
klien unuk membatasi masukan cairan
hanya dapat minum 500cc+240cc per 24
jam
Ingatkan klien
kembali untuk rutin meminum obat
diuretik
Menganjurkan
klien untuk kembali ke ruang HD pada
hari sabtu pagi

a)
b)
c)
d)
e)
f)
w)
x)
y)
z)
a.
b.
c.
d.

Evalua

t) S:
u) Klien men
kaki berkurang
v) O:
BB Post HD : 71,5 Kg
BB kering : 71 kg
Edema berkurang (pitting
kedalaman 1 mm kembali d
Masukan cairan selama HD
Klien melakukan HD selam
UF Goal : 3.00 L
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
Tirah baring jika kaki eodem
Pembatasan cairan 500 cc +
Meminum obat diuretik ses
Ingatkan klien kembali HD

28

aa)
ab)

ac) DAFTAR PUSTAKA

ae)

ag)

ad)
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa

Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC


af)
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.

ai)

Edisi 3. Jakarta : EGC


ah)
Muttaqin, Arif dan Siti Kumala. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

aj)
ak)

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

al)
am)

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: BalaiPenerbit FKUI

an)

Anda mungkin juga menyukai