1. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel (tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Muhammad, 2012).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil. Itu merupakan proses normal bagi setiap
manusia seiring bertambahnya usia. Namun hal ini tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala
karena masih dalam batas-batas wajar yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh. Tetapi karena berbagai sebab,
dapat terjadi kelainan di mana penurunan fungsi ginjal terjadi secara progresif sehingga menimbulkan berbagai
keluhan dari ringan sampai berat. Kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (Colvy, 2010).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel dari
berbagai penyebab :
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan, karena faal ginjal masih dalam
kondisi baik. Oleh karena itu, penderita juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea nitrogen) masih berada dalam batas normal dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat,
seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi
ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, dan gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah gangguan faal
ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang
lebih berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan
kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas normal.
Gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR 10% di bawah batas normal dan
kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin
serum dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguri (pengeluaran kemih kurang dari 500ml/hari
karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan
dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa awalnya penderita penyakit gagal ginjal tidak
menunjukan gejala apapun. Kemudian, penyakit ini berkembang secara perlahan-lahan. Kelainan fungsi ginjal
hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Pada tahap ringan dan sedang, penderita penyakit gagal
ginjal kronik masih menunjukan gejala-gejala ringan, meskipun terjadi peningkatan urea didalam darahnya.
Pada stadium ini, ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sehingga volume air kemih bertambah.
Oleh karena itu, penderita mengalami nokturia (sering berkemih pada malam hari). Selain itu, penderita juga
mengalami tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air. Hal inilah
yang memicu penyakit stroke atau gagal jantung. Lambat laun, limbah metabolik yang tertimbun didalam
darah semakin banyak. Maka, penderita menunjukan berbagai macam gejala, seperti mudah lelah, letih, kurang
siaga, kedutan otot, kelemahan otot, kram, anggota gerak seperti tertusuk jarum, dan hilangnya rasa pada
daerah-daerah tertentu. Selain itu, nafsu makan penderita menurun, merasa mual dan muntah, terjadi
peradangan pada lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak dimulut, dan penderita mengalami penurunan berat
badan dan malnutrisi. Apabila tekanan darah tinggi, penderita akan kejang. Dan kelainan kimia darah
menyebabkan kelainan fungsi otak penderita (Muhammad, 2012).
1.
Fungsi ginjal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga
mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produksi sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan Fransisca, 2008)
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi
glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukan
penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum (Nursalam dan Fransisca, 2008). Retensi
cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas
aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam
mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium
sehingga status uremik memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3).
Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan
sel darah merah, dan produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai
keletihan, angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan
sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon, sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit
tulang. Demikian juga vitamin D (1, 25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring
perkembangan gagal ginjal (Nursalam dan Fransisca, 2008).
2. Manifestasi Klinik
Menurut Muhammad (2012), manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :
metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti
ammonia dan metal gaunidin, serta sembabnya mukosa .
1. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut
menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia.
2. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui .
1. Ensefalopati metabolik: Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor,
mioklonus, kejang.
2. Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proximal.
Sistem kardiovaskular
Sistem endokrin
1. Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki serta gangguan menstruasi
pada wanita.
2. Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi insun.
Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara mencangkokkan sebuah ginjal sehat
yang diperoleh dari donor. ginjal yang dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi
ginjal yang sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus memiliki karakteristik yang sama dengan
penderita. Kesamaan ini meliputi golongan darah termasuk resus darahnya, orang yang baik
menjadi donor biasanya adalah keluarga dekat. Namun donor juga bisa diperoleh dari orang lain
yang memiliki karakteristik yang sama. Dalam proses pencangkokkan kadang kala kedua ginjal
lama, tetap berada pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika ginjal lama ini menimbulkan
komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi. Namun, transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk
semua kasus penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi serius, atau
penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak dianjurkan untuk menerima transplantasi
ginjal. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi.
Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat bekerja sebagai penyaring
darah sebagaimana layaknya ginjal sehat dan pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh.
Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga
tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama
ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
1. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser):Hemodialisis atau HD adalah dialisis
dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini,
darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser,
darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu
cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan kembali
kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2. Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut):Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk
metode cuci darah dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi,
darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialisis.Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan pengeluaran urin. Obat ini
membantu pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat
membantu munurunkan tekanan darah.
Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam batas normal
dan dengan demikian akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh
tingginya tekanan darah.
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini terjadi karena salah
satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini
bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah. Kerusakan
fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan sehingga
pembentukan sel darah merah menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan anemia
(kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang
diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali seminggu.
Zat besi
Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada penderita gagal ginjal konsumsi
zat besi (Ferrous Sulphate) menjadi sangat penting. Zat besi membantu mengtasi anemia.
Suplemen zat besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi (disuntik).
Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah, sebaliknya kadar
fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini,
diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.