Anda di halaman 1dari 8

Resume

GAGAL GINJAL KRONIK (OLEH: Ns. Kgs.


M. Faizal,M.Kep)
Submitted by admin on Sat, 01/06/2018 - 06:54

GAGAL GINJAL KRONIK

1. Definisi

Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel (tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Muhammad, 2012).

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil. Itu merupakan proses normal bagi setiap
manusia seiring bertambahnya usia. Namun hal ini tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala
karena masih dalam batas-batas wajar yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh. Tetapi karena berbagai sebab,
dapat terjadi kelainan di mana penurunan fungsi ginjal terjadi secara progresif sehingga menimbulkan berbagai
keluhan dari ringan sampai berat. Kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (Colvy, 2010).

Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel dari
berbagai penyebab :

1. Infeksi : pielonefritis kronik.


2. Penyakit peradangan : glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular hipertensif : nefroskeloris benigna, nefrosklerosisi maligna, stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik
progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter : penyakit ginjal polikistik dan asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik : diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan amiloidosis.
7. Nefropati toksik : penyalahgunaan analgesik dan nefropati timbal.
8.  Nefropati obstruktif : saluran kemih bagian atas (kalkuli, eoplasma, fibrosis retroperitoneal) dan
saluran kemih bagian bawah (hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital apada leher
kandung kemih dan uretra).
9. Tahap-Tahap Perkembangan Gagal Ginjal Kronik
Berikut ini tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronik menurut Muhammad (2012), yaitu:

 Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40-75%)

Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:

1. sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi


2. laju filtrasi glomerulus 40-50% normal,
3. BUN dan kreatinin serum masih normal, dan
4. pasien asimtomatik

Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan, karena faal ginjal masih dalam
kondisi baik. Oleh karena itu, penderita juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas normal.

Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea nitrogen) masih berada dalam batas normal dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat,
seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.

 Indufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20-50%)

Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:

1. sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi,


2. laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
3. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat,
4. Anemia dan azotemia ringan, serta
5. nokturia dan poliuria

      Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi
ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, dan gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah gangguan faal
ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang
lebih berat pun dapat dicegah.

      Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan
kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas normal.
 Gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)

Beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:

1. laju filtrasi glomerulus 10-20% normal,


2. BUN dan kreatinin serum meningkat,
3. anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
4. poliuria dan nokturia, serta
5. gejala gagal ginjal.
6. End-Stage Meal Disease (ESRD

Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:

1. lebih dari 85% nefron tidak berfungsi,


2. laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal,
3. BUN dan kreatinin tinggi,
4. anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
5. berat jenis urine tetap 1,010,
6. oliguria, dan
7. gejala gagal ginjal.

Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR 10% di bawah batas normal dan
kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin
serum dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.

      Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguri (pengeluaran kemih kurang dari 500ml/hari
karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan
dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

      Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa awalnya penderita penyakit gagal ginjal tidak
menunjukan gejala apapun. Kemudian, penyakit ini berkembang secara perlahan-lahan. Kelainan fungsi ginjal
hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Pada tahap ringan dan sedang, penderita penyakit gagal
ginjal kronik masih menunjukan gejala-gejala ringan, meskipun terjadi peningkatan urea didalam darahnya.

      Pada stadium ini, ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sehingga volume air kemih bertambah.
Oleh karena itu, penderita mengalami nokturia (sering berkemih pada malam hari). Selain itu, penderita juga
mengalami tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air. Hal inilah
yang memicu penyakit stroke atau gagal jantung. Lambat laun, limbah metabolik yang tertimbun didalam
darah semakin banyak. Maka, penderita menunjukan berbagai macam gejala, seperti mudah lelah, letih, kurang
siaga, kedutan otot, kelemahan otot, kram, anggota gerak seperti tertusuk jarum, dan hilangnya rasa pada
daerah-daerah tertentu. Selain itu, nafsu makan penderita menurun, merasa mual dan muntah, terjadi
peradangan pada lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak dimulut, dan penderita mengalami penurunan berat
badan dan malnutrisi. Apabila tekanan darah tinggi, penderita akan kejang. Dan kelainan kimia darah
menyebabkan kelainan fungsi otak penderita (Muhammad, 2012).

1.  

Fungsi ginjal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga
mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produksi sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan Fransisca, 2008)

Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi
glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukan
penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum (Nursalam dan Fransisca, 2008). Retensi
cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas
aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam
mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium
sehingga status uremik memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2008).

      Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3).
Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).

     Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan
sel darah merah, dan produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai
keletihan, angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).

      Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan
sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon, sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit
tulang. Demikian juga vitamin D (1, 25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring
perkembangan gagal ginjal (Nursalam dan Fransisca, 2008).

2. Manifestasi Klinik

Menurut Muhammad (2012), manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :

 Gangguan pada system gastrointestinal

1. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan

metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti
ammonia dan metal gaunidin, serta sembabnya mukosa .

1. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut
menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia.
2. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui .

 Gangguan sistem hematologi dan kulit

1. Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.


2. Kulit pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan urokrom.
3. Gatal-gatal akibat toksis uremik
4. Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5. Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).

 Sistem saraf dan otot

1. Restless leg syndrome

Klien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.

1. Burning feet syndrome

Klien merasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.

1. Ensefalopati metabolik: Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor,
mioklonus, kejang.
2. Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proximal.
 Sistem kardiovaskular

1. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam


2. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat
aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan
3. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit, dan klasifikasi metastatik
4. Edema akibat penimbunan cairan

 Sistem endokrin

1. Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki serta gangguan menstruasi
pada wanita.
2. Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi insun.

 Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan


laboratorium maupun radiologi.

1.  Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menetapkan adanya GGK,


menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menetapkan gangguan sistem, dan
membantu menetapkan etologi. Dalam menentukan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal
ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi
glomerulus. Disamping diagnosis GGK secara faal dengan tingkatanya, dalam rangka diagnosis juga
ditinjau factor penyebab (etiologi) dan faktor pemburukanya. Kedua hal ini disamping perlu untuk
kelengkapan diagnosis, juga berguna untuk pengobatan.
2.  Pemeriksaan EKG:Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis
(misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
3. Ultrasonografi (USG):Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversibel seperti
obstruksi oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut
(ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan
apapun.
4. Foto Polos Abdomen:Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi
ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos
yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
5. Pielografi Intra-Vena (PIV):Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat
memerlukan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih
berat, terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini sudah
jarang dilakukan pada GGK. Dapat  dilakukan dengan cara intravenous infusion
pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd:Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada:Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air
(fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan juga
infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang:Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi
metastatik.
9. Penanganan dan Pengobatan:Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit
gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :

 Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara mencangkokkan sebuah ginjal sehat
yang diperoleh dari donor. ginjal yang dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi
ginjal yang sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus memiliki karakteristik yang sama dengan
penderita. Kesamaan ini meliputi golongan darah termasuk resus darahnya, orang yang baik
menjadi donor biasanya adalah keluarga dekat. Namun donor juga bisa diperoleh dari orang lain
yang memiliki karakteristik yang sama. Dalam proses pencangkokkan kadang kala kedua ginjal
lama, tetap berada pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika ginjal lama ini menimbulkan
komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi. Namun, transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk
semua kasus penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi serius, atau
penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak dianjurkan untuk menerima transplantasi
ginjal. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi.
Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat bekerja sebagai penyaring
darah sebagaimana layaknya ginjal sehat dan pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.

 Dialisis (Cuci darah)

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh.
Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga
tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama
ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
1. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser):Hemodialisis atau HD adalah dialisis
dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini,
darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser,
darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu
cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan kembali
kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2. Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut):Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk
metode cuci darah dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi,
darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialisis.Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan pengeluaran urin. Obat ini
membantu pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat
membantu munurunkan tekanan darah.

 Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam batas normal
dan dengan demikian akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh
tingginya tekanan darah.
 Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini terjadi karena salah
satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini
bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah. Kerusakan
fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan sehingga
pembentukan sel darah merah menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan anemia
(kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang
diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali seminggu.
 Zat besi

Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada penderita gagal ginjal konsumsi
zat besi (Ferrous Sulphate) menjadi sangat penting. Zat besi membantu mengtasi anemia.
Suplemen zat besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi (disuntik).

 Suplemen kalsium dan kalsitriol

Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah, sebaliknya kadar
fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini,
diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.

Anda mungkin juga menyukai