Anda di halaman 1dari 40

PERDARAHAN

SISTEM GASTROINTESTINAL

BESTINA NINDY VIRGIANI, S.KEP.,NS.,M.KEP.


ANATOMI SISTEM PENCERNAAN
PERDARAHAN SALURAN CERNA

 Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja
disepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa
ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi
dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu.
 Perdarahan yang terjadi disaluran cerna bila disebabkan oleh adanya erosi arteri akan
mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat dihentikan dengan penatalaksanaan
medis saja (mansjoer, 2000).
 Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi dua: perdarahan saluran cerna bagian atas dan
perdarahan saluran cerna bagian bawah.
PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN BAGIAN ATAS

 Perdarahan SCBA merupakan perdarahan yang berasal dari esofagus


sampai ligamentum of Treitz (Wilkins T, Kha.n N, Nabh A, Schade RR.
2012)
 Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan
yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal.
Pada kasus, perdarahan biasanya bersumber dari esophagus, gaster, dan
duodenum (SIGN, 2008).
ETIOLOGI

Secara umum penyebab perdarahan saluran cerna dibagi menjadi dua,


yaitu penyebab mayor dan minor.
Penyebab mayor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah
(Cappell, 2008) :
1. Peptic ulcer
Tukak ini berkaitan dengan infeksi H. Pylori (80%) dan bisa
juga dengan aspirin/OAINS. Tukak peptik dapat di lambung,
duodenum, esofagus, dan diverticulum Meckel, dan hebat tidaknya
perdarahan tergantung dari kaliber pembuluh darah yang terluka.
Forrest membagi aktivitas perdarahan ulkus peptikum sebagai berikut :

Klasifikasi Forrest perdarahan ulkus peptikum (Hadzibulic, 2007) Keterangan : Tipe 1a,
1b, 2a, 2b, pada terapi dengan endoskopi, risiko perdarahan ulang 43-55%. Tipe 2c, 3 tidak
perlu terapi endoskopi, risiko perdarahan ulang 5-10%.
2. Varises esophagus

Varises esofagus adalah pembesaran abnormal pada vena


yang terletak pada esofagus atau kerongkongan. Kondisi
ini terjadi akibat hipertensi portal, yaitu meningkatnya
tekanan di dalam vena porta.
Vena porta adalah pembuluh darah yang berfungsi
mengalirkan darah dari organ sistem pencernaan
(lambung, esofagus, limpa, pankreas dan usus) ke hati.
Bila aliran darah ke hati terhambat, tekanan darah di
vena porta akan meningkat. Kondisi ini menyebabkan
terbendungnya aliran darah sebelum masuk ke vena
porta, salah satunya di esofagus. Sehingga, timbul
varises di esofagus, yang dapat sangat berbahaya apabila
pecah.
3. Perdarahan pada gastritis

Gastritis merupakan inflamasi atau iritasi pada lapisan gaster/lambung. Gastritis


merupakan penyakit dengan banyak penyebab. Sebagian besar penderita gastritis akan
merasakan nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas.
Helicobacter pylori merupakan bakteri yang sering menginfeksi lambung. Infeksi akibat
bakteri ini bisa menyebabkan gastritis kronik. Gastritis merupakan masalah medis yang
sering terjadi. Sepuluh persen dari pasien yang datang ke unit emergensi mengeluh nyeri
pada perut sebelum akhirnya didiagnosa gastritis (Balentine, 2012).
4. Esophagitis dan gastropati

Esophagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esofagus dan lambung disebabkan
biasanya oleh asam lambung/refluxate lain misalnya pada GERD atau obat-obat tertentu
seperti OAIN/NSAIDs. Gastropati bisa juga terjadi pada pasien dengan sakit berat
misalnya pasien dengan ventilator, sepsis/multi organs failure (MOF).
5. Mallory-Weiss tear
 Sindroma Mallory-Weiss merupakan bentuk perdarahan dari
lapisan lendir diantara lambung dan esophagus.
 Adapun gejala utama yang sering ditimbulkan akibat
sindroma ini adalah suatu sensasi mual muntah yang hebat.
Robekan ini bisa disebabkan akibat batuk-batuk yang hebat,
kejang hebat pada epilepsi, gangguan pola makan, hernia
hiatal, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah
yang banyak atau alkoholisme, atau pada beberapa kasus
sindroma morning sickness akibat frekuensi mual muntah
yang terlalu tinggi juga berpotensi menyebabkan robekan
Mallory-Weiss.
Sedangkan penyebab minor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah (Cappell,
2008) :
1. Cameron lesion
Cameron lesion merupakan erosi pada lipatan mukosa pada kesan diafragma pada
pasien dengan hernia hiatus yang besar. Relevansi klinis dari Cameron lesion adalah
komplikasi potensial yang bisa berdampak pada perdarahan saluran pencernaan, dan
anemia. Diagnosis Cameron lesion biasanya ditegakkan dengan melakukan endoscopy
(Maganty, 2008).
2. Post kemoterapi atau radiasi
Terapi radiasi dapat menyebabkan perubahan lapisan mukosa pada usus. Ketika
terapi radiasi dilakukan pada pasien dengan kanker abdomen dan pelvis,
perdarahan karena kerusakan mukosa dinding kolon dapat terjadi. Komplikasi
dapat terjadi secara cepat maupun lambat. Dengan rentang waktu rata-rata 9-15
bulan.
PATOFISIOLOGI

Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari perdarahan
gastrointestinal bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya mukosa sampai mencapai
mukosa muskularis. Ulkus ini biasanya dikelilingi oleh sel-sel yang meradang yang akan
menjadi granulasi dan akhirnya jaringan parut.
Sekresi asam yang berlebihan adalah penting untuk pathogenesis penyakit ulkus.
Kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus sebagai pelindung juga telah
diduga sebagai penyebab terjadinya ulkus. Faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit
ulkus peptikum yang telah dikenal, termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid,
keduanya dapat mengakibatkan kerusakan mukosa. Riwayat keluarga yang berhubungan
dengan ulkus juga diketahui sebagai salah satu faktor risiko.
Hemoragi gastrointestinal bagian atas mengakibatkan kehilangan volume darah tiba-tiba,
penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan
menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam
berespons terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi
untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini menerangkan tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada
pasien saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi
jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme
anaerobik, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada
seluruh system tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan
mengalami kegagalan (Hudak, 2010).
MANIFESTASI KLINIS

Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal
dari esofagus, gaster, dan duodenum. Gejala klinis pasien dapat berupa :
1. Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.
2. Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti teh atau aspal.
3. Hematoschizia : Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada
pasien dengan perdarahan masive dimana transit time dalam usus yang pendek.
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas hemodinamik
karena hipovolemik, dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis,
penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb.
PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN BAGIAN BAWAH
 Perdarahan saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal
dari organ traktus gastrointestinal yang terletak di bagian distal dari ligamentum
Treitz yang menyebabkan ketidakseimbangan hemodinamik dan anemia simptomatis.
Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah segar
per anal/per rektal yang bersifat akut, transient, berhenti sendiri (Edelman, 2007).
ETIOLOGI

1. Hemorrhoids
Penyakit perianal contohnya: hemorrhoid dan fisura ani biasanya menimbulkan
perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan feces. Berbeda
dengan perdarahan dari varises rectum pada pasien dengan hipertensi portal kadang-
kadang bisa mengancam nyawa. Polip dan karsinoma kadang-kadang menimbulkan
perdarahan yang mirip dengan yang disebabkan oleh hemorrhoid, oleh karena itu pada
perdarahan yang diduga dari hemorrhoid perlu dilakukan pemeriksaan untuk
menyingkirkan kemungkinan polip dan karsinoma kolon.
2. Kanker
Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya terdapat pada pasien usia lanjut
dan biasanya berhubungan dengan ditemukannya perdarahan berulang atau darah samar.
Kelainan neoplasma di usus halus relatif jarang namun meningkat pada pasien
inflammatory bowel disease seperti Crohn’s disease atau celiac sprue.
3. Inflammatory bowel disease
Penyebab infeksi meliputi Escherichia coli, tifus, sitomegalovirus, dan Clostridium
difficile. Cedera radiasi paling umum terjadi pada rectum setelah radioterapi panggul
untuk prostat atau keganasan ginekologi. Perdarahan biasanya terjadi 1 tahun setelah
pengobatan radiasi, tetapi dapat juga terjadi hingga 4 tahun kemudian.
MANIFESTASI KLINIS

Secara umum, manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian bawah sama dengan
manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas. Tetapi, ada beberapa perbedaan,
diantaranya:
1. Hematoschizia (darah segar keluar per anus) biasanya berasal dari perdarahan saluran
cerna bagian bawah (kolon).
2. Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian
proksimal (ileo-caecal).
KLASIFIKASI PERDARAHAN SALURAN CERNA
PENATALAKSANAAN

Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) merekomendasikan pendekatan


multidisiplin melibatkan internis/gastroenterologis, radiologis intervensi, dan bedah/bedah
digestif.
1. Tatalaksana Awal
Penilaian status hemodinamik dan resusitasi dilakukan paling awal. Resusitasi meliputi
pemberian cairan intravena, pemberian oksigen, koreksi koagulopati, dan transfusi
darah bila dibutuhkan. Batas transfusi darah adalah jika Hb ≤7,0 g/dL, lebih tinggi
apabila perdarahan masih berlanjut atau perdarahan masif atau adanya komorbid seperti
penyakit jantun koroner, hemodinamik tidak stabil, dan lanjut usia. Hemoglobin
minimal untuk endoskopi adalah 8 g/dL, namun jika akan dilakukan terapi endoskopi,
hemoglobin minimal 10 g/dL dan hemodinamik stabil.
 Pemakaian selang nasogastrik untuk diagnosis, prognosis, visualisasi, atau terapi
tidak direkomendasikan. Selang nasogastrik dapat dipasang untuk menilai perdarahan
yang sedang berlangsung pada hemodinamik tidak stabil; tujuan pemasangan adalah
untuk mencegah aspirasi, dekompresi lambung, dan evaluasi perdarahan. Tindakan
kumbah lambung dengan es tidak direkomendasikan.
2. Terapi pra-endoskopi
Terapi pra-endoskopi dengan proton pump inhibitor (PPI) direkomendasikan pada
perdarahan ulkus peptikum; PPI dapat dengan cepat menetralkan asam lambung. pH in
vitro di atas 6 dapat mendukung pembentukan dan stabilitas bekuan.Lingkungan asam
dapat menghambat agregasi trombosit dan koagulasi plasma, juga menyebabkan lisis
bekuan.
ACG (American College  of Gastroenterology) merekomendasikan pemberian PPI bolus
80 mg diikuti dengan infus 8 mg/jam untuk mengurangi tingkat stigmata dan mengurangi
terapi endoskopi. Meskipun begitu PPI tidak menurunkan angka perdarahan ulang,
pembedahan, dan kematian. Jika endoskopi ditunda dan tidak dapat dilakukan, terapi PPI
intravena direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan lebih lanjut.
3. Tatalaksana Endoskopi
Endoskopi direkomendasikan dalam ≤24 jam; pada pasien risiko tinggi seperti
instabilitas hemodinamik (takikardia, hipotensi) yang menetap setelah resusitasi atau
muntah darah segar, aspirat darah segar pada selang nasogastrik, endoskopi dilakukan
very early dalam ≤12 jam. Di lain pihak, endoskopi early meningkatkan risiko
desaturasi terutama bila dilakukan sebelum resusitasi dan stabilisasi. Pada pasien
dengan status hemodinamik stabil dan tanpa komorbid serius, endoskopi dapat
dilakukan sebelum pasien pulang.
 Tujuan endoskopi adalah untuk menghentikan perdarahan aktif dan mencegah
perdarahan ulang. ACG merekomendasikan terapi endoskopi untuk perdarahan aktif
memancar atau merembes atau pembuluh darah visibel tanpa perdarahan. Pada
bekuan yang resisten dengan irigasi (bekuan adheren), terapi endoskopi dapat
dipertimbangkan terutama pada pasien risiko tinggi perdarahan ulang. Terapi
endoskopi tidak direkomendasikan untuk ulkus dengan dasar bersih atau bintik
pigmentasi.
 Penentuan stigmata melalui endoskopi dapat menjadi dasar pertimbangan terapi.
Perdarahan ulkus aktif memerlukan kombinasi terapi hemostasis, salah satunya
adalah epinefrin yang dapat dikombinasikan dengan pemasangan hemoklip,
termokoagulasi, dan elektrokoagulasi. Epinefrin tidak direkomendasikan sebagai
terapi tunggal.
 Pasien dengan stigmata risiko tinggi (perdarahan aktif, pembuluh darah visibel,
bekuan darah) memerlukan rawat inap setidaknya 3 hari. Pasien dipulangkan jika
tidak ada perdarahan ulang dan tidak ada indikasi rawat inap lagi. Pasien dapat
memulai diet cair jernih segera setelah endoskopi dan ditingkatkan bertahap. Bila
terjadi perdarahan ulang, endoskopi dapat diulang. Jika tidak dapat dihentikan dengan
endoskopi, dapat dilakukan pembedahan atau embolisasi arterial.
4. Terapi Pasca-Endoskopi
Farmakoterapi memiliki peran besar setelah endoskopi pada perdarahan SCBA karena
ulkus peptikum. PPI lebih superior dibandingkan antihistamin. Data terkini
merekomendasikan pemberian PPI intravena dosis tinggi selama 72 jam untuk pasien
risiko tinggi. Pasien dengan ulkus dasar bersih dapat diberi terapi PPI dosis standar (oral
satu kali per hari). Pasien perdarahan ulkus peptikum yang dipulangkan
direkomendasikan mendapat PPI oral sekali sehari. Durasi dan dosis PPI tergantung
etiologi dan penggunaan obat lain.
ASUHAN KEPERAWATAN
PRIMARY SURVEY
Airway
 untuk mengkaji airway, maka yang dilakukan perawat adalah dengan teknik look, listen and
feel.
Look yang dilakukan adalah melihat kebersihan jalan nafas. Pada kasus perdarahan saluran
pencernaan, khususnya saluran cerna bagian atas biasanya terjadi muntah darah. Oleh karena
itu, perawat harus melakukan pengkajian terhadap risiko terjadinya aspirasi pada saluran napas.
Listen, biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat suara napas gurgling
karena adanya cairan (darah) pada saluran pernapasan.
Feel, perawat merasakan hembusan napas pasien. Pada kasus perdarahan saluran pencernaan
bagian atas, biasanya bisa terjadi sumbatan parsial atau total pada saluran napas akibat
menggumpalnya (clothing) darah.
Breathing
Pada breathing yang perlu dikaji oleh perawat adalah adanya perubahan frekuensi napas
pasien, adanya penggunaan otot-otot pernapasan. Pada kejadian perdarahan saluran
pencernaan, biasanya terjadi penurunan kadar haemoglobin dalam darah, sehingga
transportasi oksigen ke sel terganggu akibat berkurangnya pengangkut oksigen (Hb) dan
berdampak pada peningkatan frekuensi napas dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
Circulation
Mengevaluasi keparahan kehilangan darah dan untuk mencegah atau memperbaiki penyimpangan klinis
syok hipovolemik, perawat harus lebih sering mengkaji pasien. Pada fase pertama perdarahan, kehilangan
darah kurang dari 800 ml, pasien mungkin hanya akan menunjukkan tanda-tanda lemah, ansietas, dan
berkeringat.
Dengan perdarahan yang berlebihan suhu tubuh meningkat sampai 38,40–390 C sebagai respon terhadap
perdarahan, dan bising usus menjadi hiperaktif karena sensitivitas usus besar terhadap darah.
Jika tingkat kehilangan darah berkisar antara sedang sampai berat (kehilangan >800 ml), respon system
saraf simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin. Keadaan ini pada awalnya
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokonstriksi vascular perifer dalam upaya untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Dengan tingkat kehilangan darah sedang sampai berat, akan
timbul tanda-tanda dan gejala syok.
 Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan perdarahan gastrointestinal dan hal
ini diduga peningkatan asam lambung yang mengenai ulkus lambung. Nyeri tekan pada
daerah epigastrium merupakan tanda yang tidak umum terjadi. Abdomen dapat menjadi
lembek atau distensi. Hipertensi sering hiperaktif karena sensitivitas usus terhadap
darah.
 Pemasangan IV line 2 jalur dengan menggunakan IV cath ukuran besar diperlukan
untuk mengantisipasi penambahan cairan dan tranfusi darah.
 Disability Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat kesadaran. Untuk
mengkaji tingkat kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale). Selain itu reaksi
pupil dan juga reflek cahaya juga harus diperiksa.
 Exposure Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh pakaian
pasien dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Perawat
mengkaji adanya etiologi lain yang mungkin menyebabkan gangguan pencernaan.
SECONDARY SURVEY

Pemeriksaan Fisik
 Evaluasi status hemodinamik (denyut nadi dan tekanan darah), laju respirasi,
kesadaran, konjungtiva pucat, waktu pengisian kapiler melambat, dan stigmata sirosis
hepatis, merupakan tanda utama yang harus segera dikenali.
 Takikardi saat istirahat dan hipotensi ortostatik menandakan banyaknya darah yang
hilang. Perhatikan adanya keluaran urin yang rendah, bibir kering, dan vena jugular
kolaps.
 Pemeriksaan fisik harus menilai adanya defans muskuler, nyeri tekan lepas, skar bekas
operasi, dan stigmata penyakit hepar kronik. Pemeriksaan rektum dilakukan untuk
menilai warna feses. Spesimen feses perlu diambil untuk tes darah samar.
Pemeriksaan Lanjutan
 Tes laboratorium yang perlu adalah hemoglobin, hematokrit, ureum darah, kreatinin,
hitung trombosit, prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT),
international normalized ratio (INR), tes fungsi hepar, serta tes golongan darah dan
crossmatch.

Anda mungkin juga menyukai