Disusun oleh :
Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam adalah
400ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 + 500 ml =
900ml (Suharyanto & Madjid, 2009).
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a) Hipertensi
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisis, pemberian anti
hipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskular melalui ultrasi,
Pemberian diuretik : furosemid (lasix).
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena, yang akan memasukan K+ ke dalam sel atau dengan
pemberian Kalsium Glukonat 10 %.
c) Anemia
Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin, yaitu
rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Eschbatch et al, 1987), selain dengan
pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah.
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali dengan HCO3- plasma
turun dibawah angka 15 mEq/l. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan
pemberian Na HCO3- (Natrium Bikarbonat) parenteral.
e) Pengobatan hiperuriesmia
Obat pilihan untuk mengobati hipeurismia pada penyakit ginjal lanjut
adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat
dengan menghambat sebagian asam urat total yang hasilkan tubuh.
I. Komplikasi
Komplikasi yang sering kali ditemukan pada penderita gagal ginjal kronik
adalah (Mahdiana, 2010) :
1. Anemia
2. Osteodistrofi Renal
3. Gagal Jantung
4. Impotensi
A. Definisi Hipertensi
World Health Organization (WHO) dan The International Society of
Hypertension (ISH) menetapkan bahwa hipertensi merupakan kondisi ketika
tekanan darah (TD) sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic
lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan hasil rerata minimal dua kali
pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih kontak dengan petugas kesehatan
hipertensi usia dewasa telah diklasifikasikan dalam Sixtth Report of The Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Preassure (INC VI) pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat pada tabel:
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Optimal <120
Normal <130
Tinggi-normal 130-139
Hipertensi
Derajat 1 140-159
Derajat 2 160-179
Derajat 3 >180
(Yasmara dkk, 2016).
B. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas
(keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder
Jumlah Hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian hiertensi secara
keseluruhan. Hipertensi jenis ini merupakan dampak dari penyakit tertentu.
Berbagai kondisi yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain penyempitan
arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron maupun kehamilan.
Selain itu obat-obatan tertentu bisa juga pemicu jenis hipertensi sekunder.
Hipertensi primer maupun sekunder memiliki potensi untuk berkembang menjadi
hipertensi berat atau dengan pula sebagai krisis hipertensi.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
C. Manifestasi Klinis Hipertensi
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala : tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika
arteri tidak teratur.
b. Gejala yang lazim : sering dikatakan bahwa gejala yang lazim menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual, muntah
6) Epitaksis
7) Kesadaran menurun
8) Tengkuk terasa pegal, dan lain-lain.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal,
pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak,
serta kelumpuhan.
D. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6. Kadar nitrogen urea darah normal (normal = 5-25 mg/dL)2 atau meningkat > 20
mg/dL dan kadar kreatinin serum normal (normal = 0,5-1,5 mg/dL)2 atau >1,5
mg/dL menunjukkan penyakit ginjal.
7. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler)
8. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan
hipertensi.
9. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
10. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
11. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
12. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
13. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat
juga meningkat.
14. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal dan ureter.
15. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit
pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
16. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
17. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan
penghambat konversi rennin angitensin.
F. Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata berupa
perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,gagal jantung,
gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan serta natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan volume cairan,perubahan pigmentasi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung (beban
jantung yang meningkat)
5. Gangguan pertukaran gas b.d peningkatan beban jantung, tekanan vena
pulmonalis, edema paru.
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produksi sampah.
II. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
Dx.
1 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
asuhan keperawatan selama 1. Kaji TTV 1. Mengetahui keadaan umum
1x24 jam diharapkan kelebihan 2. Kaji adanya edema 2. Menunjukan adanya tanda-tanda letargi cairan
volume 3. Kaji status cairan (balance yang
cairan teratasi dengan cairan) 2. Menambah kerja dari jantung dan menuju edema
kriteria hasil: 4. Monitor BUN, kreatinin, asam pulmoner dan gagal jantung
-Tidak ada edema urat (bila ada) 3. Ketentuan batas cairan jika terjai oliguria
-BB dan TTV stabil 5. Batasi pemasukan cairan 4. Fungsi ginjal diketahui dan peningkatan BUN
-Elektrolit dalam batas normal lebih dari 25 mg/dl dan kreatinin lebih dari
1,5mg/dl
5. Pemasukan cairan yang berlebiha dapat
mengakibat kan terjadinya penumpukan cairan.
2 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri: Mandiri:
. asuhan keperawatan selama 1. Kaji anoreksia, nausea dan 1. Tanda dan gejala dari peningkatan azotemia.
2x24 jam diharapkan nutrisi muntah 2. Protein ditentukan dengan kegagalan ginjal dan
pasien terpenuhi dengan kriteria 2. Batasi protein 20-60 gram tingkat BUN: karbohidrat untuk mencegah lemak
hasil: perhari, intake karbohidrat 100 untuk menghancurkan katabolisme jaringan.
a. -tidak ada mual, muntah. gram perhari 2000 kalori 3. Iritasi stomatistik meningkatkan nausea
-mukosa mulut lembab. perhari keseluruhan intake. 4. Protein komplek mengandung seluruh asam amino
-IMT normal. 3. Hindari minum berkafein, juice
makanan panas/berbau Kolaborasi:
4. Berikan intake ayam, ikan Bertugas untuk mengurangi muntah dengan menambah
sebagai sumber protein. asam gastrin
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat anti
emetik (metociropmid)
3. Tujuan: Setelah diberikan Intervensi Mandiri: Rasional Mandiri:
asuhan keperawatan selama 3x 1. Kaji gatal-gatal, pecah dalam 1. Gatal-gatal hasil dari kekeringan kulit kristalisasi
24 jam kerusakan integritas kulit, kemerahan pada titik urea pada kulit, tekanan konstan pada kulit
kulit teratasi dengan tekanan menunjukan penurunan pada jaringan dan pecahan
kriteria hasil: 2. Kaji mukosa oral adanya 2. Hasil dari peningkatan urea dan amonia dari
- Turgor kulit elastis. stomatitis dan pernafasan bau pecahan bakteri dan urea
-Tidak ada kemerahan pada amoni 3. Hasil dari retensi urine dan penurunan atau
kulit. 3. Kaji apakah rambut mudah peningkatan Iritasi kulit dapat disebabkan karena
-Pecah dan erosi kulit tidak ada rusak dan kuku pucat, serta kuku.
pada kulit akibat garukan warna pada kulit. 4. Karena menggaruk area yang gatal akan membuat
4. Ajari klien untuk menekan area luka pada kulit.
yang gatal 5. Bahan kapas dapat meningkatkan gatal-gatal
5. Anjurkan klien untuk Kolaborasi:
menghindari pemakaian dari Untuk menahan dingin sel,membentuk mikro organisme
bahan kapas.
Kolaborasi:
Pemberian obat anti biotik
(ampicilin)
Daftar Pustaka
Agoes, A., Agoes, A., & Agoes, A. (2010). Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.
Mahdiana, R. (2010). Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta: Tora Book.
Suhartono, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : CV. Trans info Media.
Nurarif, Nurul Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC Jilid 1.
Yogyakarta: MediAction