Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI PADA CKD


DI RUANG HEMODIALISA RSUD HJ ANNA LASMANAH BANJARNEGARA

Disusun oleh :

NAMA : TAUFIK HIDAYAT


NIM : 210104103

PRAKTIK PROFESI NERS STASE PEMINATAN HEMODIALISA


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021/2022
Laporan Pendahuluan
Gagal Ginjal Konik + Hipertensi
A. Pengertian
Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney Desease (CKD).
Perbedaan kata kronis disini dibanding dengan akut adalah kronologis waktu dan
tingkat fisiologis filtrasit. Berdasarkan Mc Clellan 2006 dijelaskan bahwa gagal
ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang persisten
(keberlangsungan ≥ 3 bulan dengan : 1) kerusakan ginjal, dan 2) Kerusakan
glomerular filtration rate (GFR) dengan angka GFR ≤ 60 ml/menit/ 1,73 m2
(Prabowo & Eka, 2014).
Pada keadaan gagal ginjal kronik ini, terjadi penurunan fungsi ginjal yang
lambat dengan tanda dan gejala yang minimal. Banyak pasien yang tidak menyadari
timbulnya keadaan tersebut sampai fungsi ginjal hanya tinggal 25% (Agoes, 2010).
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang terjadi dalam kurun waktu cukup
lama sampai bertahun-tahun serta tidak kunjung sembuh (Dharma, 2015).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang progesif dan
irreversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau
azotemia (Wijaya & Putri, 2013).
Jadi kesimpulannya, gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal tahap akhir yang
terjadi dalam kurun waktu lama dimana penurunan fungsi ginjal sampai 25%
sehingga menimbulkan beberapa gejala yang dapat menurunkan kualitas hidup
penderita.
B. Etiologi
Ada beberapa penyakit yang memengaruh I tubuh secara keseluruhan, yang
dapat memicu timbulnya PKG, antara lain:
1) Diabetes
Bila mengalami diabetes, berarti tubuh tidak bisa optimal dalam hal mengubah
makanan menjadi energy yang dibutuhkan sehingga kadar gula darah dapat
meningkat. Kondisi gula darah yang meningkat berkepanjangan dapat merusak
pembuluh darah ginjal. Bila sudah meningkat, dapat menimbulkan gejala-gejala
seperti: rasa haus meningkat, penglihatan kabur, sering berkemih, beat badan
menurun tanpa alasan yang jelas, luka yang lama sembuh, merasa lapar dan
lemah.
2) Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Tekanan darah merupakan tekanan yang ditimbulkan pleh darah yang mengalir
dalam pembuluh darah arteri. Tekanan yang tinggi ini bila berlangsung terus-
menerus dapat merusak atau mengganggu pembuluh-pembuluh darah kecil
dalam ginjal yang lama kelamaan akan mengganggu kemampuan ginjal untuk
menyaring darah. Pada umumnya, bagi orang dewasa atau berusia 18 tahun ke
atas tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, dapat dikatakan sebagai keadaaan
hipertensi, sedangkan bagi anda penderita diabetes dan penyakit ginjal kronik ,
tekanan darah 130/80 mmHg atau lebih sudah dikatakan sebagai hipertensi.
Dengan mengontrol tekanan darah akan membantu memperlambat kerusakan
ginjal. Untuk mengatasi masalah hipertensi, konsultasikan dengan dokter anda.
3) Batu ginjal
Batu yang terbentuk diginjal terjadi akibat adanya proses presipitasi (kristalisasi
bahan-bahan yang terlarut) yang terkandung di dalam urine. Biasanya batu ini
dapat berpindah melalui ureter (saluran yang mengalirkan urine dari ginjal ke
kandung kemih) dan dikeluarkan lewat urine bila berukuran kecil. Namun
kadangkala, batu yang berukuran terlalu besar tidak bisa keluar begitu saja lewat
urine. Bila hal ini terjadi maka menimbulkan sara sakit dan mungkin dapat
menimbulkan obstruksi akibat terhambatnya aliran urine keluar.
Batu ginjal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, diet tertentu,
obat-obatan, dan kondisi tertentu akibat meningginya zat lain dalam urine,
misalnya asam urat. Gejala batu ginjal antara lain:
a) Rasa sakit pada bagian belakang atau sisi tubuh
b) Darah dalam urine
c) Muntah, demam, sering berkemih atau ingin berkemih
d) Rasa nyeri saat berkemih
Keluar/tidaknya batu ginjal dengan sendirinya, tergantung pada lokasi, besar,
bentuk, dan komposisi. Ukuran batu yang kecil dengan bentuk licin atau bulat,
dapat keluar dengan sendirinya. Namun, bila bentuknya bermacam-macam,
misalnya, dengan tepi yang tajam atau dengan ukuran yang terlalu besar, yang
memenuhi seluruh bagian ginjal, tentu memerlukan terapi tertentu guna
mengeluarkannya. Bila batu ginjal berpindah ke bagian pelvis ginjal, dapat
menyumbat aliran urine dan ginjal pun dapat bengkak sehingga mengganggu
kerja gnjal.
4) Infeksi dan radang
Ainfeksi atau radang pada saluran kemih (ISK) dapat terjadi akibat adanya
bakteri yang masuk kesaluran kemih dan berkembangbiak. Saluran kemih terdiri
dari kandung kemih, uretra dan dua ureter, serta ginjal. Bakteri ini biasanya
masuk melalui uretra dan masuk ke kandung kemih. Kondisi ini dapat
menyebabkan saluran kemih menjadi merah, bengkak, dan rasa nyeri. Jika
infeksi ini tidak diatasi dengan baik, bakteri dapat memasuki ginjal sehingga
menimbulkan jenis infeksi yang lebih serius, yaitu pyelonefritis (peradangan
pada ginjal yang dapat meluas mengenai unit penyaring dan pembuluh darah)..
gejala ISK antara lain:
a) Keinginan berkemih, kadang urine hanya berbentuk sedikit atau menetes
b) Rasa seperti terbakar saat berkemih
c) Urine berwarna keruh atau bercampur darah
d) Bau urine sangat menyolok.
Bila infeksi ini sudah menyebar ke ginjal, dapat menyebabkan rasa sakit/ nyeri
pada punggung bagian bawah disertai dengan demam, mual, dan muntah.
5) Glomerulonefritis
Selain ISK, Glomerulonefritis yang tidak segera diatasi juga dapat mengganggu
kerja ginjal nantinya. Glomerulonefritis timbul akibat adanya peradangan yang
merusak bagian ginjal yang menyaring darah (glomerulus) sehingga glomerulurs
ini tidak bisa lagi menyaring zat-zat yang sudah tidak terpakai oleh tubuh dan
cairan yang berlabih ke dalam aliran darah untuk membentuk cairan urine.
Glomerulonefritis akut biasanya sering disebabkan oleh infeksi bakteri
streptokokus atau infeksi pada tenggorokan atau kulit. Glomerulonefritis yang
ringan biasanya tanpa gejala dan diagnosisnya ditegakkan melalui pemeriksaan
darah dan urine di laboratorium. Sementara yang sudah berat, dapat
menimbulkan gejala fatigue (lelah), mual, muntah, sesak napas, gangguan
penglihatan, tekanan darah tinggi, bengkak (terutama pada wajah, tangan, kaki
dan pergelangan kaki), dan adanya darah/ protein pada urine yang membuat
warna urine menjadi kemerahan atau keruh.
6) Penyalahgunaan obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang dapat membahayakan kerja ginjal, yaitu:
a) Obat penghilang/ pereda rasa sakit. Ginjal dapat rusak bila anda
mengkonsumsi obat bebas ini dalam jumlah yang berlebih dalam jangka
waktu lama, seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen. Gunakan obat ini
sesuai dengan anjuran dokter.
b) Antibiotika
c) Obat terlarang. Contoh obat jenis ini antara lain: heroin, kokain, ekstasi, bila
dikonsumsi secara berlebih dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, stroke,
gagal jantung dan bahkan kematian.
d) Alkohol.mengkonsumsi alcohol secara berlebihan dapat meningkatkan
risiko timbulnya gagal ginjal dan gagal fungsi hati.
(Mahdiana, 2010).
C. Klasifikasi
Ada atau tidaknya penyakit ginjal kronik ini dapat ditetapkan berdasarkan
adanya kerusakan ginjal atau tingkat fungsi ginjal, yaitu dengan mengukur laju
filtrasi glomerulus (Glumerular Filtration Rate/ GFR). Menurut Natinal Kidney
Fondation Kidney Desease Outcomes Quality Initiative (NKF-K/ DOQI), dapat
dibagi menjadi (Mahdiana, 2010) :
1. Kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal atau meningkat. Nilai GFR e” 90
mL/min/1,73 m2.
2. Kerusakan ginjal ringan dengan penurunan nilai GFR 60-89 mL/min/1,73 m2.
3. Kerusakan ginjal sedang dengan penurunan nilai GFR 30-59 mL/min/1,73 m2.
4. Kerusakan ginjal berat dengan penurunan nilai GFR 15-29 mL/min/1,73 m2.
5. Gagal ginjal terminal (stadium akhir), dengan nilai GFR <15 mL/min/1,73 m2.
D. Phatway
E. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun
5-10 % dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita
sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan
dengan retensi metabolik nitrogen akibat gagal ginjal (Suhartono, 2009).
Manifestasi klinis sindrom uremik pada gagal ginjal kronis :
1. Biokimia
Asidosis metabolik (HCO3- serum 18-20 mEq/L), Azometemia (penurunan GFR
menyebabkan peningkatan BUN dan Kreatin), Hiperkalemia retensi Na,
Hipermagnesia, Hiperuresemia.
2. Saluran Cerna
Anoreksia mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, pendarahan mulut
cerna, diare, parotitis.
3. Perkemihan oliguria
Berlanjut menuju oliguri, lalu anuri. Nokturia BJ urin 1,010, proteinuri.
4. Metabolisme Protein
Sintesis abnormal, hiperglikmia, kebutuhan insulin menurun lemak peningkatan
kadar trigliserid.
5. Kardiovaskular
Hipertensi retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi berlebih,
edema, gagal jantung kongestif, dan disritmia gangguan kalsium,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme, deposit garam kalsium pada
sendi, pembuluh darah jantung dan paru-paru, Konjungtivitis (urenia mata
merah).
6. Pernafasan
Kussmaul, dispnea, edema paru, pnumonitis, kulit pucat, pruritis, kristal uremia,
kulit kering, dan memar.
7. Hematologik,
Anemia, hemolisis, kecenderungan pendarahan, infeksi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal
ginjal kronik yaitu (Baughman, 2000 dalam (Prabowo & Eka, 2014)) :
1. Biokimia
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dari kreatinin plasma.
Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan
analisa creatinine clearance (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal,
pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai kinerja ginjal.
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menepis ada tidaknya infeksi pada ginjal atau ada
tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang mendukung
untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu ukuran
dari ginjal pun akan terlihat.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yakni tindakan
konservatif, dialisis atau transplatansi ginjal (Suharyanto & Madjid, 2009).
1. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif (Suharyanto & Madjid, 2009).
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah
terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadi
gagal ginjal.
Pembatasan protein berdasarkan nilai GFR
GFR (ml/menit) Pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20

b) Diet rendah kalium


Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.
Asupan kalium yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.
c) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan
natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema
perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan
Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi
berlebihan, edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal. Aturan
yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan caian adalah :

Jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)

Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam adalah
400ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 + 500 ml =
900ml (Suharyanto & Madjid, 2009).
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a) Hipertensi
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisis, pemberian anti
hipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskular melalui ultrasi,
Pemberian diuretik : furosemid (lasix).
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena, yang akan memasukan K+ ke dalam sel atau dengan
pemberian Kalsium Glukonat 10 %.
c) Anemia
Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin, yaitu
rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Eschbatch et al, 1987), selain dengan
pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah.
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali dengan HCO3- plasma
turun dibawah angka 15 mEq/l. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan
pemberian Na HCO3- (Natrium Bikarbonat) parenteral.
e) Pengobatan hiperuriesmia
Obat pilihan untuk mengobati hipeurismia pada penyakit ginjal lanjut
adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat
dengan menghambat sebagian asam urat total yang hasilkan tubuh.

I. Komplikasi
Komplikasi yang sering kali ditemukan pada penderita gagal ginjal kronik
adalah (Mahdiana, 2010) :
1. Anemia
2. Osteodistrofi Renal
3. Gagal Jantung
4. Impotensi
A. Definisi Hipertensi
World Health Organization (WHO) dan The International Society of
Hypertension (ISH) menetapkan bahwa hipertensi merupakan kondisi ketika
tekanan darah (TD) sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic
lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan hasil rerata minimal dua kali
pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih kontak dengan petugas kesehatan
hipertensi usia dewasa telah diklasifikasikan dalam Sixtth Report of The Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Preassure (INC VI) pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat pada tabel:
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Optimal <120
Normal <130
Tinggi-normal 130-139
Hipertensi
Derajat 1 140-159
Derajat 2 160-179
Derajat 3 >180
(Yasmara dkk, 2016).
B. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas
(keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder
Jumlah Hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian hiertensi secara
keseluruhan. Hipertensi jenis ini merupakan dampak dari penyakit tertentu.
Berbagai kondisi yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain penyempitan
arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron maupun kehamilan.
Selain itu obat-obatan tertentu bisa juga pemicu jenis hipertensi sekunder.
Hipertensi primer maupun sekunder memiliki potensi untuk berkembang menjadi
hipertensi berat atau dengan pula sebagai krisis hipertensi.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
C. Manifestasi Klinis Hipertensi
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala : tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika
arteri tidak teratur.
b. Gejala yang lazim : sering dikatakan bahwa gejala yang lazim menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual, muntah
6) Epitaksis
7) Kesadaran menurun
8) Tengkuk terasa pegal, dan lain-lain.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal,
pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak,
serta kelumpuhan.
D. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6. Kadar nitrogen urea darah normal (normal = 5-25 mg/dL)2 atau meningkat > 20
mg/dL dan kadar kreatinin serum normal (normal = 0,5-1,5 mg/dL)2 atau >1,5
mg/dL menunjukkan penyakit ginjal.
7. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler)
8. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan
hipertensi.
9. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
10. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
11. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
12. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
13. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat
juga meningkat.
14. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal dan ureter.
15. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit
pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
16. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
17. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan
penghambat konversi rennin angitensin.
F. Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata berupa
perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,gagal jantung,
gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan serta natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan volume cairan,perubahan pigmentasi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung (beban
jantung yang meningkat)
5. Gangguan pertukaran gas b.d peningkatan beban jantung, tekanan vena
pulmonalis, edema paru.
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produksi sampah.
II. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
Dx.
1 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
asuhan keperawatan selama 1. Kaji TTV 1. Mengetahui keadaan umum
1x24 jam diharapkan kelebihan 2. Kaji adanya edema 2. Menunjukan adanya tanda-tanda letargi cairan
volume 3. Kaji status cairan (balance yang
cairan teratasi dengan cairan) 2. Menambah kerja dari jantung dan menuju edema
kriteria hasil: 4. Monitor BUN, kreatinin, asam pulmoner dan gagal jantung
-Tidak ada edema urat (bila ada) 3. Ketentuan batas cairan jika terjai oliguria
-BB dan TTV stabil 5. Batasi pemasukan cairan 4. Fungsi ginjal diketahui dan peningkatan BUN
-Elektrolit dalam batas normal lebih dari 25 mg/dl dan kreatinin lebih dari
1,5mg/dl
5. Pemasukan cairan yang berlebiha dapat
mengakibat kan terjadinya penumpukan cairan.
2 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri: Mandiri:
. asuhan keperawatan selama 1. Kaji anoreksia, nausea dan 1. Tanda dan gejala dari peningkatan azotemia.
2x24 jam diharapkan nutrisi muntah 2. Protein ditentukan dengan kegagalan ginjal dan
pasien terpenuhi dengan kriteria 2. Batasi protein 20-60 gram tingkat BUN: karbohidrat untuk mencegah lemak
hasil: perhari, intake karbohidrat 100 untuk menghancurkan katabolisme jaringan.
a. -tidak ada mual, muntah. gram perhari 2000 kalori 3. Iritasi stomatistik meningkatkan nausea
-mukosa mulut lembab. perhari keseluruhan intake. 4. Protein komplek mengandung seluruh asam amino
-IMT normal. 3. Hindari minum berkafein, juice
makanan panas/berbau Kolaborasi:
4. Berikan intake ayam, ikan Bertugas untuk mengurangi muntah dengan menambah
sebagai sumber protein. asam gastrin
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat anti
emetik (metociropmid)
3. Tujuan: Setelah diberikan Intervensi Mandiri: Rasional Mandiri:
asuhan keperawatan selama 3x 1. Kaji gatal-gatal, pecah dalam 1. Gatal-gatal hasil dari kekeringan kulit kristalisasi
24 jam kerusakan integritas kulit, kemerahan pada titik urea pada kulit, tekanan konstan pada kulit
kulit teratasi dengan tekanan menunjukan penurunan pada jaringan dan pecahan
kriteria hasil: 2. Kaji mukosa oral adanya 2. Hasil dari peningkatan urea dan amonia dari
- Turgor kulit elastis. stomatitis dan pernafasan bau pecahan bakteri dan urea
-Tidak ada kemerahan pada amoni 3. Hasil dari retensi urine dan penurunan atau
kulit. 3. Kaji apakah rambut mudah peningkatan Iritasi kulit dapat disebabkan karena
-Pecah dan erosi kulit tidak ada rusak dan kuku pucat, serta kuku.
pada kulit akibat garukan warna pada kulit. 4. Karena menggaruk area yang gatal akan membuat
4. Ajari klien untuk menekan area luka pada kulit.
yang gatal 5. Bahan kapas dapat meningkatkan gatal-gatal
5. Anjurkan klien untuk Kolaborasi:
menghindari pemakaian dari Untuk menahan dingin sel,membentuk mikro organisme
bahan kapas.
Kolaborasi:
Pemberian obat anti biotik
(ampicilin)
Daftar Pustaka

Agoes, A., Agoes, A., & Agoes, A. (2010). Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.

Dharma, P. S. (2015). Penyakit Ginjal; Deteksi Dini dan Pencegahan. Yogyakarta: CV


Solusi Distribusi.

Mahdiana, R. (2010). Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta: Tora Book.

Suhartono, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : CV. Trans info Media.

Nurarif, Nurul Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC Jilid 1.
Yogyakarta: MediAction

Yasmara, Deni dkk. 2016.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah: Diagnosis


NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC hasil NOC. Jakarta: EGC

Probowo, Eko. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah,


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai