Disusun Oleh :
NAMA : RIZQIANA DWI AMBARWATI
NIM : 210104087
C. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan nefropati diabetic dapat menunjukkan gambaran gagal
ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak napas akibat
penimbunan cairan (edema). Adanya gagal ginjal yang dibuktikan dengan
kenaikan kadar kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar antara 2 % sampai
7,1 % pasien diabetes miletus.
Adanya proteinuria yang persisten tanpa adanya kelainan ginjal yang lain
merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetic. Proteinuria ditemukan
pada 13,1 % sampai 58% pasien diabetes melitus. Gambaran klinis awalnya
asimtomatik, kemudian timbul hipertensi, edema dan uremia.
D. PATOFISIOLOGI
Pada patofisiologi terjadinya kerusakan ginjal, hiperfiltrasi masih dianggap
sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal.
Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan
menyebabkan skleriosis dari nefron tersebut. Mekanisme terjadinya
peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik kemungkinan
disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa,
yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan
glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel,
sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai oleh
aktivasi protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase
yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah,
proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. Hiperglikemia kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein atau
reaksi Mallard dan Browning. Pada awalnya, glukosa akan mengikat residu
amino serta non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi
penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih
reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus,
akan terbentuk Advenced Glycation End-Product (AGEs) yang ireversibel.
AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti
ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler
serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus berlanjut sampai
terjadi ekspansi mesangium dan pementukan nodul serta fibrosis
tubulointerstisialis sesuai dengan tahap 1-5.
Dari kadar glukosa yang tinggi menyebabkan terjadinya glikosilasi protein
membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput membran basalis, dan
terjadi pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran basalis pada
mesangium sehingga lambat laun kapiler-kapiler glomerulus terdesak, dan
aliran darah terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan
hipertrofi nefron yang akan menimbulkan nefropati diabetik. Nefropati
diabetik menimbulkan berbagai perubahan pada pembuluh-pembuluh kapiler
dan arteri, penebalan selaput endotelial, trombosis, adalah karakteristik dari
mikroangiopati diabetik dan mulai timbul setelah periode satu atau dua tahun
menderita Diabetes Melitus. Hipoksia dan iskemia jaringan-jaringan tubuh
dapat timbul akibat dari mikroangiopati khususnya terjadi pada retina dan
ginjal. Manifestasi mikroangiopati pada ginjal adalah nefropati diabetik,
dimana akan terjadi gangguan faal ginjal yang kemudian menjadi kegagalan
faal ginjal menahun pada penderita yang telah lama mengidap Diabetes
Melitus.
Berikut tahapan-tahapan nefropati diabetik:
1. Tahap I
Pada tahap ini LGF meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang
disertai pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan
darah biasanya normal. Tahap ini masih reversibel dan berlangsung 0-5
tahun sejak awal diagnosis DM tipe 2 ditegakkan. Dengan pengendalian
glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi maupun struktur
ginjal akan normal kembali.
2. Tahap II
Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubahan struktur
ginjal berlanjut, dan LGF masih tetap meningkat. Albuminuria hanya
akan meningkat setelah latihan jasmani, keadaan stres atau kendali
metabolik yang memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung lama. Hanya
sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas biasanya
terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini disebut
sebagai tahap sepi (silent stage).
3. Tahap III
Ini adalah tahap awal nefropati atau insipient diabetic nephropathy saat
mikroalbuminuria telah nyata. Tahap ini biasanya terjadi 10-15 tahun
diagnosis DM tegak. Secara histopatologis, juga telah jelas penebalan
membran basalis glomerulus. LGF masih tetap ada dan mulai meningkat.
Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan progresivitas masih
mungkin dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang kuat.
4. Tahap IV
Ini merupakan tahapan saat dimana Nefropati Diabetik bermanifestasi
secara klinis dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa,
tekanan darah sering meningkat tajam dan LGF menurun di bawah
normal. Ini terjadi setelah 15-20 tahun DM tegak. Penyulit diabetes
lainnya sudah pula dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan
profil lemak dan gangguan vascular umum. Progresivitas ke arah gagal
ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah,
lemak darah dan tekanan darah.
5. Tahap V
Ini adalah tahap akhir gagal ginjal, saat LGF sudah sedemikian rendah
sehingga penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik, dan
memerlukan tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialisis maupun
cangkok ginjal.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kadar glukosa darah
Sebagaimana halnya penyakit DM, kadar glukosa darah akan
meningkat. Tetapi perlu diperhatikan bahwa pada tahap lanjut yaitu bila
terjadi gagal ginjal, kadar gula darah bisa normal atau malahan rendah.
Hal ini disebabkan menurunnya bersihan ginjal terhadap insulin endogen
maupun eksogen.
a. HbA1C
b. Ureum
c. Creatinin Σ dapat meningkat pada kerusakan ginjal lanjut
d. BUN
e. Urine
f. Urin rutin ; tampak gambaran proteinuria
g. Aseton
h. Dipstik untuk albumin/ mikroalbumin
i. Penentuan protein dalam urin secara kuantitatif
2. USG ginjal
Untuk mengamati ukuran ginjal, biasanya ukuran meningkat pada
tahap awal dan kemudian menurun atau menyusut pada gagal ginjal
kronik. Dapat juga untuk menggambarkan adanya obstruksi, sebagai
study Echogenisitas pada gagal ginjal kronik. Serum dan electrophoresis
urine ditujukan untuk menyingkirkan multiple myeloma dan untuk
mengklasifikasikan proteinuria (dimana predominan pada glomerolus
pada nephropati diabetic).
F. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan apakah
masih normoalbuminuria, sudah terjadi mikroalbuminuria atau
makroalbuminuria, tetapi pada prinsipnya, pendekatan utama tatalaksana
nefropati diabetik adalah melalui pengendalian gula darah seperti olahraga,
diet, obat antidiabetes, pengendalian tekanan darah seperti diet rendah garam,
obat anti hipertensi, perbaikan fungsi ginjal seperti diet rendah protein,
pemberian Angiotensin Converting Enzime Inhibitor atau ACE-I dan
Angiotensin Reseptor Blocker atau ARB dan pengendalian faktor ko-
morbiditas lain seperti pengedalian kadar lemak, mengurani obesitas dll.
Terapi nonfarmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat
meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan merokok serta membatasi
konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adaalah berjalan 3-5
km/hari dengan kecepatan sekitar 10-12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu.
Pembatasan asupan garam adalah 4-5 g/hari (atau 68-85 meq/hari) serta
asupan protein hingga 0,8 g/kg/BB ideal/hari. Target tekanan darah pada
nefropati diabetik adalah <130/80 mmHg. Obat antihipertensi yang dianjurkan
adalah ACE-I atau ARB, sedangkan pilihan lain adalah diuretika,
kemungkinan beta-blocker atau calcium-channel blocker.
Selain itu, terapi diet sangatlah penting untuk mencegah komplikasi
penyakit lainnya. Zat gizi yang mendapat perhatian adalah protein, energi,
kerbohidrat, lemak, garam, kalium, kalsium, fosfor, dan cairan.
1. Protein
Protein dianjurkan sesuai dengan tingkatan penurunan fungsi ginjal. Pada
saat ini anjuran asupan protein 0.8 gr/kg BB/hari, kurang atau sama dengan
10% dari total energi. Apabila terjadi penurunan fungsi ginjal lebih lanjut
dimana fungsi ginjal sudah sangat buruk, ditandai dengan nilai Glomerolus
Filtration Rate (GFR)/Creatinine Clearance Test (CCT) 10-15 ml/mt),
maka asupan protein dianjurkan 0.6 gr/kg BB. Sekurangkurangnya 50%
berasal dari protein yang bernilai bernilai biologi tinggi. Pada nefropati
diabetik dimana pasien sudah menjalani terapi pengganti hemodialisis
protein dianjurkan 1,2 gr/kgBB/hari, sedangkan jika pasien menjalani
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) protein dianjurkan
1,3-1,5 gr/kg BB/hari atau sama dengan ± 20%dari total kalori.
2. Energi
Kebutuhan energi untuk pasien nefropati diabetik, yaitu 35 kcal/kgBB/hari.
Asupan energi yang adekuat bertujuan agar protein tidak dipecah menjadi
sumber energi.
3. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan adalah 60% dari total kalori. Penggunaan
karbohidrat komplek tetap diutamakan. Pemberian karbohidrat sederhana
seperti gula dapat dikonsumsi bersamaan dengan makanan, atau
dimasukan dalam makanan olahan. Anjuran diet pada pasien diabetes yang
terbaru mengutamakan jumlah karbohidratnya, bukan jenisnya. Anjuran
konsumsi sukrosa lebih liberal. Penggunaan sukrosa sebagai bagian dari
perencanaan makan pasien diabetes tidak memperburuk kontrol glukosa
darah. Anjuran konsumsi gula pada pasien diabetes tanpa komplikasi saat
ini 5% dari total kalori. Pada pasien nefropati diabetik dengan terapi
pengganti CAPD, 35%-40% karbohidrat berasal dari asupan makanan ,
sedangkan 15% sisanya berasal dari cairan peritoneal yang digunakan yaitu
dektrosa.
4. Lemak
Lemak dianjurkan 30% dari total kalori. Persentase lemak lebih tinggi dari
diet diabetes pada umumnya, hal ini dimaksudkan untuk mencukupi
kebutuhan energi, karena sumber energi dari protein terbatas. Lemak
diutamakan dari jenis tidak jenuh ganda maupun tunggal yaitu minyak
jagung, minyak wijen, minyak zaitun. Asupan lemak jenuh dianjurkan
kurang dari 10%. Asupan kholesterol dianjurkan kurang dari 300 mg/hari.
5. Garam (natrium)
Anjuran asupan garam natrium (Na) pasien nefropati diabetik berkisar
antara 1000 – 3000 mg Na sehari, tergantung pada tekanan darah, ada
tidaknya udema atau asites, serta pengeluaran urine sehari. Pada pasien
nefropati diabetik yang sudah menjalani terapi pengganti hemodialisis
kebutuhan natrium adalah 1000 mg + 2000 mg apabila jumlah urine sehari
1000 ml.
6. Kalium
Kadar kalium darah harus dipertahankan dalam batas normal. Pada
beberapa pasien, kadar kalium darah meningkat disebabkan karena asupan
kalium dari makanan yang berlebihan atau obat- obatan yang diberikan.
Anjuran asupan kalium tidak selalu dibatasi, kecuali bila terjadi
hiperkalemia yaitu kalium darah > 5.5 mEq, jumlah urine sedikit atau
GFR/CCT kurang atau sama dengan 10 ml/mt. Pada kondisi ini anjuran
asupan kalium berkisar 40-70 mEq/hari atau 1600-2800 mg/hari atau 40
mg/kgBB/hari, hindari makanan tinggi sumber kalium. Pada nefropati
diabetik dengan terapi pengganti hemodialisis kebutuhan kalium dapat
dihitung berdasarkan pengeluaran urine sehari, yaitu kebutuhan dasar 2000
mg + jumlah urine sehari.
7. Kalsium
Keadaan hipokalsemia atau kadar kalsium darah < 8.5 mg/dl kadang terjadi
pada pasien nefropati diabetik. Penyebabnya adalah asupan kalsium yang
tidak adekuat dan penyerapan yang tidak baik, oleh karena itu biasanya
diberikan suplemen kalsium dalam bentuk tablet. Asupan kalsium yang
dianjurkan adalah 1200 mg/hari. Salah satu suplemen kalsium yang biasa
diberikan adalah kalsium karbonat, selain sebagai suplemen naum juga
berfungsi sebagai pengikat fosfat. Kadar kalsium darah yang diharapkan
berkisar 8.5 – 11 mg/dl.
8. Posfor
Pada pasien nefropati diabetik, apabila terjadi hiperfosfatemia (kadar
fosfat darah > 6 mg/dl), asupan fosfor dari makanan harus dibatasi.
Anjuran asupan pospor berkisar 8-12 mg/kg BB/hari. kadang untuk
mengontrol fosfat tidak mungkin hanya dengan diet. Obat pengikat fosfat
diperlukan untuk mengikat fosfor dari makanan dalam saluran cerna yang
bertujuan mencapai serum fosfat darah berkisar 4-6 mg/l.
9. Cairan
Kebutuhan cairan perhari disesuaikan dengan jumlah urine sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (±
500 ml)
G. PATHWAY
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas oleh adanya aspirasi
metabolik, penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk,dan lain-
lain.
b. Breathing
Kelemahan menelan / batuk / melindungi jalan nafas, timbulnya
pernafan yang sulit dan atau tidak teratur, suara nafas terdengar rocki.
c. Circulasi
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantumh normal pada tahap dini, kulit dan membran
mukosa pucat dingin,sianosis pada tahap lanjut.
Pengkajian sekunder
a. Pola persepsi kesehatan dan pemiliharaan kesehatan
1) Riwayat DM dalam keluarga.
2) Usia< 30 atau> 30 tahun.
3) Obesitas.
4) Riwayat penggunaan obat-obatan.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Rasa lapar dan haus berlebihan.
2) Mual, muntah.
3) Suka makan yang manis-manis.
4) Penurunan berat badan.
5) Luka sulit sembuh.
6) Inspeksi kulit: kering (mukosakering), bekasluka (akibat
penyembuhan yang lama).
c. Pola eliminasi
1) Polyuria, nokturia
2) Inkontinensiauri.
3) Konstipasi/ diare.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Lelah mendadak.
2) Kram otot.
3) Kurang olahraga atau latihan.
4) Hipotensi orthostatic
e. Pola tidur dan istirahat
1) Tidur terganggu karena nokturia.
2) Mudah mengantuk setelah makan.
3) Pola persepsi kognitif
4) Pusing, sakitkepala.
5) Gatal - gatal.
6) Pandangan kabur.
7) Nyeri abdomen (uluhhati).
8) Rasa baal, kesemutan.
f. Pola persepsi dan konsep diri
1) Gangguan body image.
2) Merasa rendah diri.
g. Pola reproduksi dan seksualitas
Impoten, penurunan libido, vaginitis
h. Pola mekanisme koping dan toleransi stress
Cemas, apatis, depresi.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges, Marilynn E, dkk, (2006), ada beberapa diagnosa
keperawatan Nefropati Diabetik, yakni :
a. Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan
hiperglikemi
b. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimia
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka diabetik
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder
e. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa SLKI SIKI
Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
glukosa dalam darah 3x24 jam diharapkan kadar glukosa darah 2. Monitor kadar glukosa darah.
berhubungan dengan dalam batas normal 3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia.
hiperglikemi Kriteria hasil: kestabilan kadar glukosa darah 4. Monitor intake dan output cairan
(L.03022) 5. Monitor frekuensi nadi
1. Pasien tidak pusing 6. Berikan asupan cairan oral
2. Lelah/lesu menurun 7. Anjurkan monitoring kadar glukosa secara
3. Kadar glukosa dalam darah dalam batas mandiri.
normal. 8. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga.
4. Tidak berkeringat 9. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis: penggunaan
insulin, monitor asupan cairan)
10. Kolaborasi pemberian insulin Novarapid 14 unit/sc
11. Kolaborasi pemberian cairan IV NaCI 0,9 %
Nausea berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Identifikasi pengalaman mual
dengan biokimia 3x24 jam diharapkan nausea dapat teratasi 2. Identifikasi faktor penyebab mual (mis. Pengobatan
dengan kriteria hasil: dan prosedur)
Tingkat nausea (L.08065) 3. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat
1. Nafsu makan meningkat keparahan)
2. Keluhan mual menurun 4. Monitor asupan nutrisi dan kalori
5. Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis.
Bau tak sedap, suara, dan rangsangan visual yang
tidak menyenangkan)
6. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
(mis. Kecemasan, ketakutan, kelelahan)
7. Berikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
8. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
9. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika
merangsang mual
10. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk
mengatasi mual (mis. Biofeedback, hipnosis,
relaksasi, terapi musik, akupresur)
11. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna,
berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan gangguan integritas edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
adanya luka diabetik jaringan dapat teratasi dengan kriteria hasil: 2. Kaji tanda vital.
1. Integritas kulit yang baik bisa 3. Kaji adanya nyeri.
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
temperatur, hidrasi, pigmentasi) 5. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit jam sekali.
3. Perfusi jaringan baik 6. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
7. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
8. Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
9. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ketut S. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
V Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbit FK UI; 2009. hlm. 1035-36
Tierney ML. Current medical diagnosis and treatment. Ed 39th. Toronto: Hill
companies; 2009.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY K DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK
DENGAN DIABETES MELITUS
DI RUANG HEMODIALISA
RSUD HJ. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA
Oleh :
NAMA : RIZQIANA DWI AMBARWATI
NIM : 210104087
1. IDENTITAS PASIEN
a. No RM : 532258
b. Inisial pasien : Ny. K
c. Alamat : Mandiraja
d. Usia : 59 th
2. PRESKRIPSI HD
a. Dialisis ke :5
b. Frek HD/minggu : 2x seminggu
c. Ttipe dialyzer : E15H
d. Jenis dialisat : bicarbonat
e. Mesin no :9
f. New tanggal : 24 mei 2022
g. Reuse tanggal : 27 mei 2022
h. Conduct awal :
DURASI
a. Jam mulai : 07.00
b. Jam selesai : 11.00
c. Lama HD : 4 jam
d. TD post HD lalu : 156/71
e. BB post HD lalu : 52,6
f. BB kering : 50
g. UF goal : 2600
HEPARINISASI
a. Dosis awal : 1500 iu
b. Dosis continue : 500 iu
c. Dosis intermitten :-
d. Free heparin :-
e. Dosis sirkulasi : 2000
f. MWH :-
AKSES VASKULER
a. Av shunt : Ya
b. CDL
1) Subclavicula :-
2) Jugular :-
3) Femoral :-
c. Lengan : Kanan
d. Femoralis :-
VOLUME PRIMING
a. CAIRAN MASUK
Sisa priming : 200
Cairan drips :-
Transfusi darah :-
Sonde :-
Minum : 100
Makan : 200
Wash out :-
Total cairan masuk : 500 cc
b. CAIRAN KELUAR
Urine :-
Muntah :-
Ultra filtration :-
Total cairan keluar :-
c. BALANCE CAIRAN
TANDA-TANDA VITAL
Tanda-tanda Vital Pre HD Post HD
Berat badan 52,6 51,2
Tekanan darah 144/77 156/71
Nadi 108 81
Pernafasan 20 20
3. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. ASESSMEN NYERI
Tidak nyeri
-
Terdapat nyeri, pengkajian nyeri :
b. ASESSMEN RESIKO JATUH
Alat bantu : Ya / Tidak
Jalan sempoyongan : Ya / Tidak
Terapi intravena : Ya / Tidak
Resiko Jatuh
1) Resiko rendah (tidak ada)
2) Resiko sedang (tidak ada )
3) Resiko tinggi (tidak ada)
d. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum : Baik/Sedang/Buruk/Lain-lain sebutkan .....
2) Kesadaran : Sadar/Apatis/Somnolen/Lain-lain sebutkan ....
3) GCS :-
4) Nadi : Reguler/Irreguler
5) Respirasi : Normal/Kussmaul/Dyspnea/Ronchi/Lain-lain sebutkan .....
6) Konjungtiva : Anemis/Ananemis
4. DATA TAMBAHAN LAIN (HASIL LAB, TERAPI , TRANSFUSI, DARAH, DLL)
ANALISA DATA
No Tgl/Jam Data Problem Etiologi
1. 10-06- Ds : Nausea Gangguan
2022 -pasien mengeluh mual. (D.0077) biokimiawi.
Jumat -pasien mengatakan ingin
08.00 mutah jika makan.
-pasien mengatakan tidak
napsu makan.
Do :
-pasien nampak agak pucat.
-pasien nampak banyak
mengeluarkan saliva
( berludah).
2. 10-06- Ds : Ketidakstabilan kadar Hiperglikemia
2022 -pasien mengatakan rasa haus glukosa darah.
Jumat meningkat. (D.0027)
08.00 -pasien mengatakan merasa
pusing.
Do :
-bibir pasien nampak kering.
- gds : 255
N Dx SLKI SIKI
o Keperawatan
1. Nausea Setelah dilakukan Manajemen Mual (I.03117)
tindakan keperawatan Observasi:
selama 1x4jam -Identifikasi pengalaman mual.
diharapkan masalah -Identifikasi faktor penyebab mual.
keperawatan Nausea -Identifikasi dampak mual terhadap
dapat teratasi. kualitas hidup ( misal, nafsu makan jadi
Tingkat Nausea berkurang atau menurun).
(L.1211) Terapeutik :
-Kurangi atau hilangkan keadaan
penyeabab mual.
Kriteria Awa Ahi -Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
hasil l r menarik.
Keluhan 2 5 -Ajarkan penggunaan teknik
mual nonfarmakoligis untuk mengatasi mual
Jumlah 2 5 (mis, biofeedback, hipnosis, relaksasi,
saliva terapi musik,akupresure).
Perasaa 2 5 Kolaborasi :
n ingin -Kolaborasikan pemberian antiemetik,
muntah jika perlu.
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup
meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
Kerusakan tubulus
Terganggunya fungsi
absorbsi, sekresi, eksresi
ketogenesis Glikogenolisis
ketonemia HIPERGLIKEMIA
Menurunya pH
Tubuh mengalami
asidosis
Terjadi mual
NAUSEA
ANALISIS JURNAL PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP
KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI RSUD IBNU
SUTOWO
Disusun Oleh:
POPULASI :
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe II dengan
tehnik Accidental sampling. Analisis data dilakukan secara univariat dan
bivariat dengan menggunakan uji Wilcoxon.
INTERVENTION :
COMPARISON :
Dalam penelitian ini tidak terdapat jurnal pembanding antara jurnal satu dengan
jurnal lainnya karena hanya terdapat satu jurnal saja. Dalam jurnal ini hanya
terdapat intervensi klien dengan pemberian terapi relaksasi otot progesif.
OUTCOME :
TIME :