Disusun Oleh :
NAMA : VADILA RACHMA ZEIN
NIM : 210104108
B. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori menghubungkan
dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi rahim,pengaruh tekanan pada saraf
dan nutrisi (Hafifah, 2011)
a. Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone
dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos rahim
dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
progesterone turun.
b. Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot
rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d. Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss). Bila
ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul
kontraksi uterus.
e. Induksi partus
C. Faktor Risiko
f. Perinium
Akan terdapat robekan jika di lakukan episiotomi yang akan terjadi masa
penyembuhan selama 2 minggu
g. Payudara
Payudara akan membesar karena vaskularisasi dan engorgemen (bengkak
karena peningkatan prilaktin.
E. Klasifikasi
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu kepulihan
dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dianggap telah
bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila setelah 40 hari.
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna bias
berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).
F. Patofisiologi
Pada kasus post partus spontan akan terjadi perubahan fisiologis dan
psikologis ,pada perubahan fisiologis terjadi proses involusi menyebabkan terjadi
peningkatan kadar ocytosis , peningkatan kontraks uterus sehingga muncul masalah
keperawatan nyeri akut, dan perubahan pada vagina dan perinium terjadi ruptur
jaringan terjadi trauma mekanis ,personal hygine yang kurang baik ,pembuluh
darah rusak menyebabkan genetalia menjadi kotor dan terjadi juga perdarahan
sehingga muncul masalah keperawatan resiko infeksi. perubahan laktasi akan
muncul struktur dan karakter payudara. Laktasi di pengaruhi oleh hormon estrogen
dan peningkatan prolaktin, sehingga terjadi pembentukan asi, tetapi terkadang
terjadi juga aliran darah dipayudara berurai dari uterus (involusi) dan retensi darah
di pembuluh payudara maka akan terjadi bengkak dan penyempitan pada duktus
intiverus.
Sehingga asi tidak keluar dan muncul masalah keperawatan menyusui tidak
efektiv. Pada perubahan psikologis akan muncul taking in (ketergantungan ), taking
hold (ketergantungan kemandirian ), leting go (kemandirian) . pada perubahan
taking in pasien akan membutuhkan perlindungan dan pelayanan , ibu akan
cemderung berfokus pada diri sendiri dan lemas , sehingga muncul masalah
keperawatan gangguan pola tidur, taking hold pasien akan belajar mengenai
perawatan diri dan ayi, akan cemderung utuh informasi karena mengalami
perubahan kondisi tubuh sehingga muncul masakalh keperawatan kurang
pengetahuan. Leting go ibu akan mulai mengalami perubahan peran , sehingga
akan muncul masalah keperawatan resiko perubahan peran menjadi orang tua.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan umutk pemantauan janin terhadap kesehatan
janin seperti pemantauan EKG, JDL dengan diferensial, elektrolit, hemoglobin/
hematokrit, golongan darah, urinalisis, amniosentesis terhadap maturitas paru janin
sesuai indikasi, pemeriksaan sinar X sesuai indikasi, dan ltrasound sesuai
pesananan (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010).
H. Komplikasi
Semua wanita hamil beresiko komplikasi obstetric. Komplikasi yang
mengancam jiwa kebanykan terjadi selama persalinan, dan ini tidak dapat di
prediksi. Prenatal screening tidak mengidentifikasi semua wanita yang akan
mengembangkan komplikasi. Perempuan tidak diidentifikasi sebagai “beresiko
tinggi” dapat mengembangkan komplikasi obstetric. Kebanyakan komplikasi
obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor resiko (Walyani et al, 2015).
Berikut komplikasi yang mungkin terjadi pada persalinan normal :
1. Perdarahan post partum
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan
abdominal. Perdarahan post partum dibagi menjadi :
a. Perdarahan Post Partum Dini (early postpartum hemorrhage), perdarahan
post pasrtum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah kala III.
b. Perdarahan pada Masa Nifas (late postpartum hemorrhae), perdarahan pada
masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium)
tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III (Oktarina M, 2016).
2. Atonia uteri
Atonia uteri adalah kegagalan serabut – serabut otot miometrium uterus
untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan
post partum yang paling penting dan bisa terjadi segera setelah bayi lahir hingga
4 jam setelah persalinan. atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebatdan
dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik (Oktarina M, 2016).
3. Retensio plasenta
Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar
gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis yaitu :
a. Plasenta adhesiva, adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta, adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai
sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta, adlah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan miometrium.
d. Plasenta pekreta, adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata, adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh kontriksi ostium uteri (Oktarina M, 2016).
4. Laserasi jalan lahir
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina tingkat perlukaan
perineum dapat dibagi dalam :
A. Derajat pertama : laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu
dijahit.
B. Derajat kedua : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan
perineum (perlu dijahit).
C. Derajat ketiga : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum
dan spinkter ani.
D. Derajat empat : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum
dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum . rujuk segera (Oktarina M,
2016)
E. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan saat post partum ialah sebagai berikut :
1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
2. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan
kiri
3. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan
perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas,
pemberian informasi tentang senam nifas.
4. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
5. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan
Menurut sumber lain yaitu Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk
klien dengan post partum adalah sebagai berikut:
1. Meperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
2. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik antara
ibu dan anak.
3. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan memungkinkannya
mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik dengan orang, keluarga baru,
maupun budaya tertentu.
F. Pathway
Perubahan fisiologis
Kurang pengalaman
dan informasi dalam NYERI AKUT
pemberian ASI
Ibu jarang
memberikan ASI
kepada bayi
MENYUSUI TIDAK
EFEKTIF
G. Fokus Pengkajian
1. Pengkajian fisiologis
Pengkajian fisiologis lebih difokuskan pada proses involusi organ
reproduksi, perubahan biofisik sistem tubuh dan deteksi adanya hambatan pada
proses laktasi. Area pengkajian fisiologis post partum antara lain:
a. Suhu
Suhu merupakan penanda awal adanya infeksi, suhu yang cenderung
tinggi juga dapat menandakan ibu mengalami dehidrasi. Suhu dikaji tiap
satu jam selama 8 jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap dua jam
sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
b. Nadi, pernapasan dan tekanan darah
Frekuensi nadi yang lebih dari normal (diatas 100 kali/menit) sebagai
tanda adanya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan. Tekanan darah yang
cenderung rendah dapat merupakan tanda syok atau emboli. Nadi,
pernapasan dan tekanan darah dikaji tiap 15 menit sampai dengan empat
jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap 30 menit sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
c. Fundus, lokhea dan kandung kemih
Fundus dapat sedikit meninggi pasca persalinan, tetapi dihari
berikutnya fundus akan mulai turun sekitar satu cm sehingga pada hari ke
10 fundus sudah tidak teraba. Hari-hari awal setelah persalinan, fundus akan
teraba keras dengan bentuk bundar mulus, bila ditemukan fundus teraba
lembek atau kendur menunjukkan terjadinya atonia atau subinvolusi. Ketika
dilakukan palpasi, kandung kemih harus kosong agar pengukuran fundus
lebih akurat. Kandung kemih yang terisi akan menggeser uterus dan
meningkatkan tinggi fundus.
Lokhea dapat dijadikan sebagai acuan kemajuan proses penyembuhan
endometrium. Lokhea memiliki warna yang berbeda setiap harinya, lokhea
rubra (berwarna merah gelap, keluar dari hari kesatu sampai hari ketiga
setelah persalinan, jumlahnya sedang), lokhea serosa (berwarna merah
muda, muncul dihari ke empat sampai hari ke 10 setelah persalinan,
jumlahnya lebih sedikit dari lokhea rubra), lokhea alba (berwarna putih
kekuningan, muncul dari hari ke 10 sampai minggu ketiga setelah
persalinan, jumlahnya sangat sedikit). Munculnya perdarahan merah segar
setelah selesainya lokhea rubra atau setelah selesainya lokhea serosa
menandakan terjadinya infeksi atau hemoragi yang lambat. Fundus, lokhea
dan kandung kemih dikaji tiap 15 menit sampai dengan empat jam setelah
persalinan, kemudian dikaji tiap 30 menit sampai dengan 24 jam setelah
persalinan.
d. Perineum
Pengkajian pada daerah perineum dimaksudkan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hematoma, memar (ekimosis), edema,
kemerahan (eritema), dan nyeri tekan. Bila ada jahitan luka, kaji keutuhan,
perdarahan dan tanda-tanda infeksi (kemerahan, nyeri tekan dan bengkak).
Perineum dikaji tiap satu jam sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
e. Payudara dan tungkai
Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna, dan
kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan deteksi apakah ada nyeri tekan
guna persiapan menyusui. Hari pertama dan kedua pasca melahirkan akan
ditemukan sekresi kolostrum yang banyak. Pengkajian pada tungkai
dimaksudkan untuk menetahui ada tidaknya tromboflebitis. Payudara dan
tungkai dikaji tiap satu jam sampai dengan 8 jam setelah persalinan,
kemudian dikaji tiap empat jam sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
f. Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi pengkajian bising usus, inspeksi dan
palpasi adanya distensi abdomen. Ibu post partum dianjurkan untuk
berkemih sesegera mungkin untuk menghindari distensi kandung kemih.
Eliminasi dikaji setiap 9 jam, kaji juga defekasi setiap harinya.
2. Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial ini difokuskan pada interaksi dan adaptasi ibu,
bayi baru lahir dan keluarga. Perawat melihat status emosianal dan respon ibu
terhadap pengalaman kelahiran, interaksi dengan bayi baru lahir, menyusui bayi
baru lahir, penyesuaian terhadap peran baru, hubungan baru dalam keluarga,
dan peningkatan pemahaman dalam perawatan diri (Reeder, Martin dan
Koniak-Griffin, 2011),.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI
(D.0029)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan (D.0142)
I. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA
SLKI SIKI
O KEPERAWATAN
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan keperawatan selama ... x 24 jam Observasi
dengan agen diharapkan tingkat nyeri dapat Identifikasi lokasi,
pencedera fisik menurun dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
(D.0077) frekuensi, kualtas,
Tingkat nyeri (L.08066) intensitas nyeri
INDIKATOR AWAL AKHIR Identifikasi skala nyeri
Keluhan Identifikasi respon nyeri
1 5
nyeri non verbal
Meringis 1 5 Identifikasi aktor yang
Gelisah 1 5 memperberat dan
memperingan nyeri
Kesulitan 1 5 Identifikasi pengetahuan
tidur dan keyakinan
Frekuensi tentangnyeri
1 5
nadi Identifikasi pengetahuan
Tekanan dan keyakinan tentang
1 5
darah nyeri
Pola nafas 1 5 Identifikasi pengaruh
Proses 1 5 budaya terhadap respon
berfikir nyeri
Fokus 1 5 Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
Keterangan : Monitor keberhasilan
1 : menurun terapi komplementer yang
2 : cukup menurun sudah diberikan
3 : sedang monitor efek samping
4 : cukup membaik penggunaan analgetik
5 : meningkat
Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mia. Tens, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofsedback, terapi pijat,
aromiaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Edukasi
Jelaskan penyebab,
perlode, dan pemicu nyeri
jaaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
anelgetik, jika perlu
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan
Fasilitasi istirahat dan
tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Anisah, N., dkk. 2009. Perubahan Fisiologi Masa Nifas. 2015. Akademi Kebidanan
Mamba’ul ‘Ulum. Surakarta.
Budiono, dkk. (2015) Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta. Bumi Medika.
Debora, O. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:Salemba
Medika.
Martin, Reeder, G., Koniak. (2014). Keperawatan Maternitas, Volume 2. Jakarta:EGC
Suherni, Hesty,W., Anist, R.(2009). Perawatan Masa Nifas, Cetakan ke-IV.
Yogyakarta : Fitramaya