Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN AF (ATRIAL FIBRILASI) DI RUANG ALAMANDA

RS PROF. DR. MARGONO SUKARJO UNIT GERIATRI PAVILIUN ABIYASA

Di Susun Oleh:

DANU SAPUTRA

2211040066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2022
A. Definisi

Atrial fibrillation adalah gangguan kelainan irama jantung yang terjadi ketika
serambi (atrium) jantung berdenyut dengan tidak beraturan dan cenderung cepat.
Penderitanya bisa mengalami penggumpalan darah, stroke, gagal jantung dan
penyakit komplikasi lainnya yang terkait dengan jantung (Kemenkes, 2018).

Atrial Fibrilasi didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas


listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus
menerus menghantarkan impuls ke noduls AV sehingga respon ventrikel menjadi
ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan umumnya terjadi
pada usia diatas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).

Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum
(ritmejantung abnormal) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut
jantung danpeningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit.
Pada dasarnyaatrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan
aktivasi atrial yangtidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik
atrium. Keadaan inimenyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa
darah jantung (Corwin, 2009).

Gambaran elektrokardiogram atrial fibrilasi adalah irama yang tidak teratur


dengan frekuensi laju jantung bervariasi (bisa normal/lambat/cepat). Jika laju
jantung kurang dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel
lambat (SVR), jika laju jantung 60-100 kali permenit disebut atrial fibrilasi respon
ventrikel normal (NVR) sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit
disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat (RVR). Kecepatan QRS
biasanya normal atau cepat dengan gelombang P tidak ada atau jikapun ada
menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat
didefinisikan.

B. Etiologi

Pada dasarya etiologi yang terkait dengan atrial fibrillasi terbagi menjadi
beberapa faktor-faktor, diantaranya yaitu
1. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium
a. Peningkatan katub jantung
b. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
c. Hipertrofi jantung
d. Kardiomiopati
e. Hipertensi pulmo (chronic cor pulmonary chronic)
f. obstructive purmonary disease dan
g. Tumor intracardiac
2. Proses Infiltratif dan Inflamasi
a. Pericarditis atau miocarditis
b. Amiloidosis dan sarcoidosis aktor peninqkatan usia
3. Proses Infeksi
Demam dan segala macam infeksi
4. Kelainan Endokrin
Hipertiroid, Feokromotisoma
5. Neurogenik
Stroke, Perdarahan Subarachnoid
6. Iskemik Atrium
Infark myocardial
7. Obat-obatan
Alkohol, Kafein
8. Keturunan atau Genetik.

C. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot jantung. Otot jantung
merupakan jaringan yang istimewa karena jika dilihat bentuk dan susunannya
sama dengan otot tentang (lurik) tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos di
luar kesadaran (dipengaruhi susunan saraf otonom. Bentuknya menyerupai
jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) yang disebut basis
cordis. Dibagian bawah agak runcing yang disebut apeks cordis.

Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan


beratnya ±250-300 gr lapisan-lapisan :

1. Endokardium
Lapisan jantung paling dalam terdiri dari jaringan endotel/selaput lendir

2. Miokardium
Lapisan ini jantung terdiri dari otot-ototjantung
3. Perikardium
Lapisan jantung paling luar yang merupakan lapisan pembungkus terdiri
dari lapisan yaitu lapisan perieatal dan viseral.

2. Fisiologi

Kerja jantung mempunyai 3 periode:

1. Periode konstriksi (periode sistolik)


Saat ventrikel menguncup. Katup bicus dan mikuspidal tertutup, vavula
semilunaris aorta dab semilunaris arteri pulmonal terbuka sehingga
darah dapat diedarkan keseluruh tubuh.
2. Periode dilatasi (periode diatolik)
Saat jantung mengembang. Katup bicus dan micuspidal membuka
3. Periode istirahat
Waktu antara periode konstriksi dan dilatasi dimana jantung berhenti
kia-kira 1/10 detik. Pada tiap-tiap konstriksi jantung, akan
memindahkan darah sebanyak 60-70 ccya

D. Tanda Gejala
1. Cepat lelah
2. Mengeluarkan
3. Sesak nafas.
4. Dengan denyut jantung yang tidak normal, dengan frekuensi denyut bisa lambat
(kurang dari 60 kali/menit), normal (antara 60 – 100 kali/menit) atau cepat
(lebih dari 100 kali/menit).

E. Faktor Resiko
Faktor usia berpengaruh terhadap atrial fibrilasi karena dengan bertambahnya
umur maka semakin tinggi resiko terjadinya atrialfibrilasi. Usia merupakan salah
satu faktor terkuat dalam keiadian atrial fibrilasi. Sebuah studi di Framingham
menyebutkan bahwa meningkatnya kejadian atrial fibrilasi pada beberapa kondisi
yaitu usia di atas 50 tahun.Selain itu, untuk mengetahui faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian atrial fibrilasi tersebut harus dicari kondisi yang
berhubungan dengan kelainan jantung maupun kelainan di luar jantung.Kondisi-
kondisi yang berhubungan dengan atrial fibrilasi dibagi berdasarkan:
1. Kelainan Jantung yang berhubungan dengan AF :

a. Penyakit Jantung Koroner

b. Kardiomiopati Dilatasi

c. Kardiomiopati Hipertrofik

d. Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun non-reumatik

e. Aritmia Jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom


WPW, sick sinus syndrome.

f. Perikarditis

2. Kelainan di luar Jantung yang berhubungan dengan AF :

a. Diabetes militus

b. Hipertiroidisme

c. Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal


primer, emboli paru akut.

d. Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada pasien


sensitif melalui peninggian tonus vagal atau adrenergik

F. Patofisiologi

Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik dilapisan dinding
atrium diantara vena pulmonalis atau vena cava junctions merupakan pencetus AF.
Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktivitas listrik yang sinkron, namun
pada regangan akut dan aktivitas impuls yang cepat dapat menyebabkan timbulnya
after-depolarisation lambat dan aktivitas triggered. Triggered yang dijalarkan
kedalam miokard atrium akan menyebabkan insiasi lingkaran-lingkaran reentry
yang pendek dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF terdapat pada
banyak tempat dan berukuran mikro, sehinggan menghasilkan gelombang P yang
banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang rendah. Berbeda halnya
dengan flutter atrium yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan
tunggal didalam atrium.

AF dimulai dengan adanya aktivitas listrik cepat yang berasal dari lapisan
muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya
lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan terhambatnya
konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry. Setelah AF timbul secara kontinu,
maka akan terjadi remodeling listrik yang selanjutnya akan membuat AF permanen.
Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring
terjadinya perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.

Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun


demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium kedalam ventrikel dan
efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20-30%. Oleh karena itu,
dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup
selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun
timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. AF biasanya
menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi,
ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah
untuk memompa ke paru-paru dan tubuh.

Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium
kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Trombus ini meningkatkan resiko
terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin
akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai faktor terjadinya tromboemboli
pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von willebrand,
fibrinogrn, D-dimer dan fragmen protrombin 1,2 AF akan meningkatkan agregasi
trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.
G. PATHWE
H. Pemerikasaan Penunjang

Pemeriksaan Fisik :

1. Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan


darah

2. Tekanan vena jugularis

3. Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

4. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat


gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya
penyakit katup jantung

5. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan

6. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

7. Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ), enzim jantung


bila dicurigai terdapat iskemia jantung

8. Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ),


hipertrofi ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi
(sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia.

9. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor


pulmonal.

10. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium
dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow
dan TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.
I. Penatalaksanaan

Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS


Harapan Kita Edisi III (2009), yaitu:

1. Farmakologis
a. Rhytm control : bertujuan untuk mengembalikan ke irama sinus/irama
jantung yang normal. Diberikan antiaritmia gol. I (quinidine, disopiramide
dan propafenon), untuk gol. II dapat diberikan amiodaron, dapat juga
dikombinasikan dengan kardiversi dengan DC shock.
b. Rate control : bertujuan untuk mengembalikan/menurunkan frekuensi
denyut jantung dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node
seperti: digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta (propanolol).
Amiodaron juga dapat dipakai untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli : tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF
yang digunakan, pasien harus mendapatkan antikoagulan untuk mencegah
terjadinya tromboemboli. Pasien mempunyai kontraindikasi terhadap
warfarin dapat diberikan antipletelet.
2. Non-farmakologis
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada
setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder, penyakit
yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu jika AF terjadi lebih dari 48 jam
maka harus diberikan antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi
dan selama 3 minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya
stroke akibat emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian
antikoagulan bila sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus
dengan transesofageal ekokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan ini
beberapa pabrik jantung (pacemaker) membuat alat pacu jantung yang
khusus dibuat untuk AF paroksismal. Penelitian menunjukkan bahwa pacu
jantung kamar ganda (dual chamber), terbukti dapat mencegah masalah
AF dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar tunggal (single
chamber).
c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE
procedure) dan transkateter. Ablasi transkateter difokuskan pada vena-
vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV
dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu
jantung permanen)
J. Fokus Pengkajian

1. Identitas diri klien


a. Pasien (diisi lengkap) : Nama, tempat/tgl lahir, umur, jenis kelamin, alamat,
status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja,
Tgl masuk RS.
b. Penangung jawab (diisi lengkap) : sumber informasi, kelurga terdekat yang
dapat dihubungi, pendidikan, pekerjaan,alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama, biasanya ditemukan jantung berdebar-debar, kelemahan,
sesak nafas, ataupun penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang, yaitu apakah klien pernah menderita penyakit
yang sama sebelumnya atau yang menjadi factor resiko seperti pernah
terpapar radiasi ataupun gaya hidup.
Riwayat penyakit keluarga, yaitu apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama sebelumnya.

3. Pengkajian kebutuhan dasar manusia


a. Aktivitas/istirahat
b. Sirkulasi
c. Integritas ego
d. Eliminasi
e. Makanan/cairan
f. Nyeri/ketidaknyamanan
g. Keamanan
h. Penyuluhan/pembelajaran
i. Neurosensori
j. Respirasi
A. Masalah Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
2. Penurunan curah jantung
3. Intoleransi aktivitas
B. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI

1. Pola Nafas Pola Napas (L.01004) Observasi


Tidak Efektif - Monitor pola napas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x7 jam
- Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi,
diharapkan masalah pola nafas tidak efektif dapat
wheezing, ronkhi kering)
teratasi dengan kriteria hasil :
Terapeutik
- dispnea - Posisikan semi fowler atau fowler
- penggunaan otot bantu nafas - Berikan minum air hangat
- frekuensi nafas - Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkhodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu
2. Penurunan Curah Jantung (L. 02008) Perawatan Jantung (I.02075)
Curah Jantung
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x7
jam maka curah jantung meningkat dengan kriteria Observasi
hasil:
- Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah
- Kekuatan nadi perifer jantung (meliputi dispenea, kelelahan, adema ortopnea
- Edema paroxysmal nocturnal dyspenea, peningkatan CPV)
- Dispnea - Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah
- Tekanan darah ortostatik, jika perlu)
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen
- Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas

Terapeutik

- Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki


kebawah atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
- Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi
oksigen >94%

Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan
output cairan harian

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu


3. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 7 jam Observasi
Aktivitas diharapkan masalah toleransi aktivitas teratasi - Monitor kelelahan fisik dan emosional
dengan kriteria hasil : - Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
Toleransi Aktivitas (L.05047)
- Sediakan lingkungan yang nyaman
- Keluhan lelah - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Perasaan lemah Edukasi
- Sianosis - Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Frekuensi nafas Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
lOMoARcPSD|16914761

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth.2001. Keperawatan Mendikal Bedah volume 2 edisi 8. Jakarta: EGC
Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-
proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC
ACCF/AHA Pocket Guidelne. (2011). Management of Patients With Atrial Fibrillation.
American: American College of Cardiology Foundation and American Heart
Association.
PDSK. 2014. Pedoman Tata Laksana Atrium Fibrilasi. Jakarta: Centra Communiations
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai