A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Urolithiasis merujuk pada adanya kalkuli (batu) dalam urinari tract, sedang
nephrolitiasis menggambarkan bahwa kalkuli terbentuk dalam parenkim ginjal
(Ignativicius, 1995).
Urolithiasis adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya batu di satu atau
beberapa tempat di sepanjang collecting system (Munver & Preminger, 2001).
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan batu di dalam
saluran air kemih mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior (Gardjito, 1994).
2. Faktor yang mempengaruhi
a. Anatomi
Sistem perkemihan (urinari) terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli
dan uretra. Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas di sepanjang kolumna vertebra. Pada posisi supine ginjal
terletak antara vertebra thorakal XII vertebra lumbal III, pada saat posisi
trendelenberg posisinya bisa naik ke atas sampai ruang intercosta X, sedangkan pada
saat berdiri letak ginjal bisa turun sampai di atas permukaan sacroiliaka. Karena
adanya hepar, ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri. Bentuk ginjal
menyerupai kacang mente dengan sisi cekungnya menghadap ke medial dan disebut
sebagai hilus renalis, yaitu tempat struktur struktur pembuluh darah, sistem
limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat
ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur serta ada
tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinik didapatkan bahwa ukuran
ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm
(tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram atau kurang lebih 0,4 % dari berat
badan. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut true
capsule (kapsula fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak
perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal/suprarenalis yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal
dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai
barier yang berfungsi menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta
menghambat ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma, di luar fasia gerota terdapat
jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di sebelah
posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk XI
dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ organ intraperitoneal.
Ginjal kanan di kelilingi oleh hepar, kolon dan duodenum; sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon. Secara anatomik
jaringan parenkim ginjal terdiri atas :
(1). korteks
(2). medula
Bagian korteks merupakan bagian luar yang berhubungan langsung dengan kapsul,
sedang medula merupakan bagian dalam yang berada di bawah korteks. Medula
ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut
piramida ginjal, terdapat 12 sampai 18 piramida tiap ginjal. Kolumna dari Bertin
merupakan tonjolan korteks ke dalam medula dan memisahkan medula. Ujung atau
bagian akhir piramida disebut papila yang menyalurkan urine yang terbentuk ke
dalam collecting system dan berhubungan dengan kaliks minor. Beberapa kaliks
minor bergabung membentuk kaliks mayor, dimana kaliks mayor akan bergabung
lagi membentuk pelviks renal yang terletak di atas ureter.
Aliran darah ke ginjal berasal dari arteri renal, merupakan arteri tunggal (end artery)
cabang dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis
yang bermuara ke dalam vena cava inferior. Saluran getah bening (limfe) dari ginjal
biasa terjadi atas pengaruh aldosteron. Potassium utamanya direabsorpsi pada tubulus
proksimal dimana 20 % sampai 40 % potassium direabsorpsi pada pars asenden yang
berdinding tebal. Bikarbonat, kalsium dan phospat utamanya juga direabsorpsi pada
tubulus proksimal dan sebagian pada pars asenden dan tubulus distal. Reabsorpsi
bikarbonat menjadi dasar penetralan asam dalam plasma dan membantu
mempertahankan pH serum normal. Kalsitonin dan paratiroid hormon (PTH) juga
mempengaruhi reabsorpsi dan sekresi kalsium. Magnesium terutama direabsorpsi
pada pars asenden dinding tebal dan sebagian kecil pada tubulus proksimal.
Biasanya ambang batas ginjal terhadap glukosa adalah pada tingkat kadar glukosa
serum sekitar 220 mg/dl. Normalnya hampir semua glukosa dan beberapa asam
amino atau protein yang difiltrasi kemudian direabsorpsi kembali, sekitar 50 % dari
urea yang ada difiltrat difiltrasi dan tidak ada kreatinin yang diabsorpsi.
(c). Sekresi tubular
Sekresi tubular adalah proses ketiga dalam pembentukan urine dan merupakan
perpindahan substansi dari plasma ke dalam filtrat tubular. Selama sekresi tubular,
molekul molekul mengalir dari kapiler peritubular melewati membran kapiler
masuk ke dalam sel di sekitar tubular. Sebuah pertukaran molekul secara konstan dan
reaksi koreksi kimia memungkinkan pengeluaran hydrogen (melalui ammonium
klorida), pelepasan potassium dari tubuh dan regenerasi bikarbonat.
(2). Fungsi hormonal
Ginjal memproduksi beberapa hormon yang signifikan mempengaruhi
fisiologi, antara lain :
(a). erithropoetin
(b). pengaktif vitamin D
(c). renin
(d). prostaglandin
Sekresi lain seperti kinin, mempengaruhi aliran darah ginjal dan permeabilitas
kapiler. Ginjal juga berperan dalam penghambatan dan pengeluaran insulin.
(a). Produksi erythropoetin
Erythropoetin diproduksi dan dikeluarkan sebagai respon
terhadap penurunan tekanan oksigen pada suplai darah ginjal.
Erythropoetin menstimuli pembentukan SDM dalam sumsum
tulang. Saat massa parenkim ginjal menurun; produksi
erythropoetin juga menurun.
(b). Aktivasi vitamin D
Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1,25Dihidroksi vitamin D3, dimana bentuk aktif ini diperlukan pada
pengaturan kalsium dan phospat.
(c). Produksi renin
Renin memegang peranan dalam pengaturan tekanan
darah. Renin dibentuk dan dikeluarkan apabila ada penurunan
dalam aliran darah, volume atau tekanan dalam arteriole serta
apabila adanya penurunan konsentrasi ion sodium yang dideteksi
oleh reseptor jukstaglomerular. Angiotensinogen yang dihasilkan
oleh hati diaktifkan oleh angiotensinogen I pada waktu
terdapatnya renin. Enzim pada paru-paru mengubah angiotensin I
menjadi bentuk aktif; angiotensinogen II. Angotensinogen II
merupakan vasokonstriktor yang kuat yang juga merangsang
dikeluarkannya aldosteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron
meningkatkan reabsorpsi sodium oleh ginjal, air mengikuti
sodium, berdampak peningkatan volume darah.
(d). Produksi prostaglandin
Prostaglandin diproduksi salah satunya termasuk dalam
parenkim ginjal. Prostaglandin dibentuk dari metabolisme asam
arakidonik yang merupakan derivat dari asam lemak. Protaglandin
infeksi akan menimbulkan nyeri koliks, nyeri tumpul (dull pain), mual, muntah dan
perkembangan hidronefrosis yang berlangsung lamban dapat menimbulkan nyeri
ketok pada pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri akibat kerusakan epitel.
Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan menimbulkan
rasa nyeri kolik pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke daerah genetalia
dan paha yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan peristaltik dari otot
polos pada ureter yang berusaha melepaskan obstruksi dan mendorong urin untuk
berlalu. Mual dan muntah seringkali menyertai obstruksi ureter akut disebabkan oleh
reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat diredakan setelah nyeri mereda.
Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak lambung dan menyebabkan gejala
gastrointestinal yang berkesinambungan. Bila fungsi ginjal sangat terganggu, mual
dan muntah merupakan ancaman gajala uremia (Long, 1996).
d. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain
yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya BSK pada seseorang. Faktor-faktor tersebut
adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang meliputi :
herediter, umur dan jenis kelamin. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu berasal dari
lingkungan sekitar meliputi : faktor geografi, iklim-temperatur, asupan air, diit dan
pekerjaan (Purnomo, 2000).
3. Dampak masalah
Adapun dampak masalah yang dapat terjadi pada penderita batu
saluran kemih sebelum dilakukan pembedahan meliputi :
a. Bagi penderita
Dapat berdampak pada beberapa aspek, meliputi :
l). Biologi
: terjadi gangguan sistem urinari (perubahan pola
berkemih), sistem
pencernaan (mual/muntah, diare)
(Doenges, 1999).
2). Psikologi : timbul kecemasan, ketakutan akibat proses penyakit
maupun hospitalisasi (Engram, 1998).
3). Sosial
: dapat terjadi perubahan peran, pekerjaan dan aktifitas
harian lainnya (Engram, 1998).
4). Spiritual : dapat timbul hambatan dalam aktifitas spiritual
b.
Bagi keluarga
Adanya gangguan/perubahan peran dalam keluarga akan
mengakibatkan perubahan pada proses/aktifitas keseharian keluarga, juga
akan timbul kecemasan akibat proses penyakit maupun biaya pengobatan.
4. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih
adalah batu yang telah menimbulkan : obstruksi, infeksi atau indikasi sosial.
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan
ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparaskopi atau pembedahan
terbuka.
Endourologi
Merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran
kemih yang terdiri atas memecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran
kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada
kulit (perkutan). Sedangkan pemecahnya dapat dilakukan secara mekanik
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara atau dengan energi
laser. Salah satu tindakan endourologi adalah PNL (Percutaneus Nephro
Litholapaxy) (Purnomo, 2000).
PNL
Yaitu ekstraksi batu yang berada pada saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit (kurang
lebih 1 cm), batu biasanya dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu dan
biasa dikombinasi dengan ESWL (Soebandi, 1999). PNL biasanya
diindikasikan untuk batu ginjal yang keras, lebih dari 2 cm, batu staghorn,
batu yang berada di kaliks inferior; kaliks medius; pielum dan UPJ atau batu
yang gagal dengan tindakan ESWL (Munver & Preminger, 2001). Untuk
persiapan penderita tindakan PNL, sebagaimana tindakan pembedahan
lainnya meliputi persiapan kulit, persiapan GI tract (puasa/klisma), evaluasi
pra bedah meliputi pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, faal hati, gula
darah, faal hemostasis, urine lengkap, biakan dan tes sensitifitas urine, foto
polos abdomen serta IVP, USG bila perlu, serta EKG dan foto thoraks. Pra
bedah pada waktu premedikasi diberikan antibiotika profilaksis dengan
ampissilin 1 gram secara intravena, atau dengan antibiotika yang sesuai
dengan hasil biakan urine. Anestesi diberikan secara regional (subarakhnoid
atau peri/epidural) atau umum (Soebandi, 1999). Adapun komplikasi yang
dapat terjadi pada tindakan PNL adalah perdarahan, infeksi dan ekstravasasi
urine (Nettina, 1996).
B. Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan meliputi lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksannan dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al,
1986). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu yang meliputi :
Pengumpulan data
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur (penyakit BSK paling sering didapatkan pada
usia 30 sampai 50 tahun), jenis kelamin (BSK banyak ditemukan pada pria
dengan perbandingan 3 kali lebih banyak dari wanita), alamat,
agama/kepercayaan, pendidikan, suku/bangsa (beberapa daerah menunjukkan
angka kejadian BSK yang lebih tinggi dari daerah lain), pekerjaan (BSK
sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang
aktifitas atau sedentary life) (Purnomo, 2000).
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu ginjal adalah nyeri
pinggang akibat adanya batu pada ginjal, berat ringannya nyeri tergantung
lokasi dan besarnya batu, dapat pula terjadi nyeri kolik/kolik renal yang
menjalar ke testis pada pria dan kandung kemih pada wanita. Klien dapat juga
mengalami gangguan saluran gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi
urine (Ignatavicius, 1995).
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin berhubungan dengan BSK, antara lain infeksi saaluran kemih,
hiperparatiroidisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaan-keadaan yang
mengakibatkan hiperkalsemia, immobilisasi lama dan dehidrasi (Carpenito,
1995).
d. Riwayat penyakit keluarga
Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi
penyebab terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal
tubular acidosis (RTA), cystinuria, Xanthinuria dan dehidroxynadeninuria
(Munver & Preminger, 2001).
e. Riwayat psikososial
Klien dapat mengalami masalah kecemasan tentang kondisi yang
dialami, juga berkenaan dengan rasa nyeri, dapat juga mengekspresikan
masalah tentang kekambuhan dan dampak pada pekerjaan serta aktifitas
harian lainnya (Engram, 1998).
f. Pola fungsi kesehatan
l). Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Klien biasanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan
lingkungan dengan kadar mineral kalsium yang tinggi pada air (Purnomo,
1999). Terdapat riwayat penggunaan alkohol, obat-obatan seperti antibiotik,
antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinol dan sebagainya. Aktifitas olah
raga biasanya tidak pernah dilakukan (Doenges, 1999).
2). Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya asupan dengan diet tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat.
Terdapat juga ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat mengalami
mual/muntah, nyeri tekan abdomen (Doenges, 1999).
3). Pola eliminasi
Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya
obstruksi sebelumnya sehingga dapat mengalami penurunan haluaran urine,
kandung kemih terasa penuh, rasa terbakar saat berkemih, sering berkemih
dan adanya diare (Doenges, 1999).
4). Pola istirahat - tidur
Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri
timbul pada malam hari atau saat istirahat (Marsorie & Susan, 1984).
5). Pola aktifitas
Adanya riwayat keterbatasan aktifitas, pekerjaan monoton ataupun
immobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak
sembuh, cedera medulla spinalis) (Doenges, 1999).
6). Pola hubungan dan peran
Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan
masyarakat, interaksi dengan keluarga dan orang lain serta hubungan kerja,
adakah perubahan atau gangguan (Carpenito, 1999).
7). Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat melaporkan adanya perasaan gugup atau kecemasan
yang dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi,
diagnosa dan tindakan/operasi (Engram, 1998).
8). Pola kognitif-peseptual
Didapatkan adanya keluhan nyeri, nyeri dapat akut ataupun kolik
tergantung lokasi batu (Doenges, 1999).
9). Pola reproduksi seksual
Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam
hubungan seksual karena perubahan kondisi yang dialami (Engram, 1998).
l0). Pola koping dan penanganan stress
Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stress yang
mungkin diketahui, bagaimana mengambil keputusan (Carpenito, 1999).
ll). Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana praktik religius klien (type, frekwensi), dengan apa
(siapa) klien mendapat sumber kekuatan atau makna (Carpenito, 1999).
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan kasus urologi atau penyakit ginjal
dilakukan berdasarkan data/informasi yang diperoleh saat melakukan
pengkajian tentang riwayat penyakit. Pemeriksaan meliputi sistem urinari
disertai review sistem yang lain dan status umum.
l). Keadaan umum
Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat
kelemahan (keadaan penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat badan
(Black, l993). Tanda vital dapat meningkat menyertai nyeri, suhu dan nadi
meningkat mungkin karena infeksi serta tekanan darah dapat turun apabila
nyeri sampai mengakibatkan shock (Ignatavicius, l995).
2). Ginjal, ureter, buli-buli dan uretra
Pemeriksaan ini dilakukan bersama dengan pemeriksaan abdomen
yang lain dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi : dengan posisi duduk atau supine dilihat adanya
pembesaran di daerah pinggang atau abdomen sebelah atas; asimetris
ataukah adanya perubahan warna kulit. Pembesaran pada daerah ini dapat
disebabkan karena hidronefrosis atau tumor pada retroperitonium.
Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta
atau arteri renal untuk memeriksa adanya bruit. Adanya bruit di atas
arteri renal dapat disebabkan oleh gangguan aliran pada pembuluh darah
seperti stenosis atau aneurisma arteri renal.
Palpasi : palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu
dengan memakai dua tangan, tangan kiri diletakkan di sudut kosta-vertebra
untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba dari
depan dengan sedikit menekan ke bawah (pada ginjal kanan), bagian
bawah dapat teraba pada orang yang kurus. Adanya pembesaran pada
ginjal seperti tumor, kista atau hidronefrosis biasa teraba dan terasa nyeri.
Ureter tidak dapat dipalpasi, tetapi bila terjadi spasme pada otot-ototnya
akan menghasilkan nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah, menjalar
ke skrotum atau labia. Adanya distensi buli-buli akan teraba pada area di
atas simphisis atau setinggi umbilikus, yang disebabkan adanya obstruksi
pada leher buli-buli.
Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra,
adanya pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan
terasa nyeri ketok. Pada buli-buli diketahui adanya distensi karena retensi
urine dan terdengar redup, dapat diketahui batas atas buli-buli serta adanya
tumor/massa.
Uretra
Inspeksi pada daerah meatus dan sekitarnya, diketahui adanya
discharge; darah; mukus atau drainase purulen. Kulit dan membran
mukosa dilihat adanya lesi, rash atau kelainan pada penis atau scrotum;
labia atau vagina. Iritasi pada uretra biasanya dilaporkan dengan adanya
rasa tidak nyaman saat klien miksi.
3). Sistem integumen
Diperiksa adanya perubahan warna; pucat dapat menandakan
adanya anemia defisiensi erythropoetin, kuning kemungkinan karena
adanya deposit carotene like substance akibat kegagalan ekskresi ginjal.
Kulit kering dapat mengindikasikan adanya gagal ginjal kronik atau
kekurangan cairan, adanya ptekie menandakan adanya perdarahan, adanya
deposit kristal pada kulit merupakan tanda kegagalan ginjal yang
berlangsung lama (Black, l993).
4). Sistem respirasi
Dalam beberapa keadaaan, kualitas pernafasan menggambarkan
status cairan klien atau keseimbangan asam basa. Pada gagal ginjal
10
11
2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa data
Data yang terkumpul, selanjutnya diklasifikasikan, diidentifikasi serta
dilakukan validasi data untuk menentukan masalah keperawatan.
b. Perumusan diagnosa keperawatan
Setelah dikelompokkan, diidentifikasi dan divalidasi data-data yang
signifikan, selanjutnya dirumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan dapat bersifat aktual, potensial dan kemungkinan. Untuk klien
batu ginjal (pra pembedahan) diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi
adalah :
1). Nyeri sehubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu ginjal
dan spasme otot polos (Engram, 1998).
2). Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi mekanik,
inflamasi (Doenges, 1999)
3). Ansietas sehubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan (Engram, 1998).
4). Ansietas sehubungan dengan tindakan pembedahan, kehilangan kontrol,
hasil yang tidak dapat diperkirakan dan ketidakcukupan pengetahuan
tentang rutinitas pra operasi, latihan dan aktifitas pasca operasi
(Carpenito, 1999).
5). Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan sehubungan dengan
mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvik umum dari ginjal atau
kolik uretral) (Doenges, 1999).
6). Resiko tinggi terhadap cedera sehubungan dengan adanya batu pada
saluran ginjal (Engram, 1998).
7). Kurang pengetahuan tentang prosedur operasi sehubungan dengan
prosedur/tindakan operasi (Ignatavius, 1995)
3. Perencanaan
Langkah-langkah dalam perencanaan meliputi : menentukan prioritas,
menentukan kriteria hasil dan rencana tindakan. Adapun perencanaan pada
klien batu ginjal (pra pembedahan) adalah sebagai berikut a. Diagnosa
keperawatan pertama : nyeri sehubungan dengan cedera jaringan sekunder
terhadap batu ginjal dan spasme otot polos
1). Tujuan : mendemonstrasikan rasa nyeri hilang
2). Kriteria hasil : tak ada nyeri, ekspresi wajah rileks, tak ada mengerang dan
perilaku melindungi bagian yang nyeri, frekwensi nadi 60-100 kali/menit,
frekwensi nafas 12-24 kali/menit
3). Rencana tindakan :
a). Kaji dan catat lokasi, intensitas (skala 0-10) dan penyebarannya.
Perhatikan tanda-tanda verbal : tekanan darah, nadi, gelisah, merintih
b). Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap
perubahan kejadian/karakteristik nyeri
c). Berikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan seperti pijatan
punggung, lingkungan nyaman, istirahat
d). Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi
dan aktifitas terapeutik
e). Dorong/bantu dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan
pemasukan cairan sedikitnya 3-4 l/hari dalam toleransi jantung
f). Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi :
narkotik
antispasmmodik
kortikosteroid
g). Berikan kompres hangat pada punggung
h). Pertahankan patensi kateter bila digunakan
4). Rasional
10
11
12
13
14
Kolaborasi :
f). Awasi Hb/Ht, elektrolit
g). Berikan cairan intra vena
h). Berikan diet tepat, cairan jernih dan makanan lembut sesuai toleransi
i). Berikan obat sesuai indikasi : antiemetik, contoh : proklorperazin
(compazin)
4). Rasional
a). Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu
dalam evaluasi adanya/derajat stasis/kerusakan ginjal
b). Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik
ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
Pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadian abdominal
lain yang menyebabkan nyeri atau menunjukkan kalkulus
c). Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga
tindakan mencuci yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap
kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare)
d). Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
e). Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan
retensi
f). Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi
g). Mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup)
meningkatkan fungsi ginjal
h). Makanan mudah cerna menurunkan aktifitas GI/iritasi dan membantu
mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi
i). Menurunkan mual/muntah
f). Diagnosa keperawatan keenam : resiko tinggi terhadap cedera sehubungan
dengan adannya batu pada saluran ginjal
1). Tujuan : klien mendemonstrasikan fungsi ginjal normal
2). Kriteria hasil :
- urine berwarna kuning atau kuning jernih
- BUN 10 - 20 mg/dl
- Kreatinin <1,5 - <2 mg/dl
- tidak nyeri waktu berkemih
3). Rencana tindakan
a). Pantau :
urine (warna, bau) setiap 8 jam
masukan dan haluaran setiap 8 jam
pH urine setiap 8 jam
tanda vital setiap 4 jam
b). Saring semua urine. Observasi terhadap kristal untuk dilihat dokter,
kemudian kirim ke laboratorium untuk analisa komposisi
c). Kolaborasi : konsul dokter bila :
klien sering berkemih, jumlah sedikit dan terus-menerus terasa
ada dorongan untuk berkemih
BUN - kreatinin abnormal
perubahan warna urine dari jernih sampai keruh (kemerahan,
kecoklatan atau merah terang) dan tercium bau busuk
oliguria (haluaran kurang dari 30 ml/jam) atau anuria (tidak
ada urine) terjadi
nyeri menetap tidak hilang dengan analgesia
Siapkan penderita untuk intervensi pembedahan sesuai protokol dan
prosedur fasilitas
d). Berikan obat-obatan sesuai program untuk mempertahankan pH
4). Rasional
15
16
17