Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN

SYOK KARDIOGENIK

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas


di Departemen Keperawatan Kegawatdaruratan
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok merupakan sindrom klinis kompleks yang dapat terjadi kapan saja
dan dimana saja. Syok merupakan kondisi yang membahayakan jiwa dan sering
membutuhkan kerja tim yang terdiri atas berbagai penyedia layanan kesehatan,
termasuk perawat, dokter, teknisi laboratorium, apoteker, dan ahli terapi
pernapasan. Syok berpotensi mematikan, melemahkan, dan memakan biaya, oleh
karena itu adalah penting untuk perawat mengidentifikasi klien yang berisiko
mengalami syok, mengetahui hasil pengkajiaan awal yang menunjukkan adanya
syok, dan memulai intervensi yang tepat sebelum terjadinya syok (Black &
Hawks, 2014).
Syok didefinisikan sebagai kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat pada organ- organ vital. Gangguan yang
menyebabkan perfusi jaringan tidak adekuat menimbulkan penurunan oksigenasi
tingkat sel. Oksigenasi tidak adekuat menyebabkan metabolisme anaerobik dan
akumulasi produk- produk sampah di dalam sel. Jika kondisi ini tidak diobati,
kematian sel dan kematian organ akan terjadi (Black & Hawks, 2014).
Klasifikasi syok sendiri secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu, syok
hipovelemik, syok kardiogenik, dan syok distributif. Syok kardiogenik sendiri
merupakan salah satu jenis syok yang disebabkan akibat ketidakadekuatan otot
jantung sehingga terjadi penurunan sirkulasi darah dari jantung ke organ di dalam
tubuh. Penyebab terjadinya syok kardiogenik sendiri adalah karena beberapa hal
seperti infark miokardium (MI), insulfisiensi katub yang disebabkan oleh penyakit
atau trauma, disritmia jantung, atau kondisi obstruktif seperti tamponade
perikardial atau emboli paru. Syok kardiogenik terjadi pada 10% sampai dengan
15% pasien dengan infark miokardium, hal tersebut biasanya terjadi ketika 40%
atau lebih miokardium mengalami kerusakan (Black & Hawks, 2014).
Definisi klienis syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dan
bukti hipoksia jaringan sekalipun volume intravaskuler memadai. Kriteria
hemodinamik untuk syok kardiogenik adalah hipotensi yang berkelanjutan
(tekanan darah sistolik <90 mmHg selama 30 menit) dan indeks jantung
berkurang (<2,2 L/ menit/m2). Manifestasi lain yang dapat terjadi pada pasien
syok kardiogenik adalah hipoperfusi jaringan meliputi oliguria (<30ml/ jam),
ekstremitas dingin, dan perubahan pemikiran (Mebazaa, Combes, et al, 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan syok kardiogenik?
2. Apa Etiologi dari syok kardiogenik?
3. Apa saja Manifestasi klinis dari syok kardiogenik?
4. Bagaimana patofisiologi syok kardiogenik?
5. Apa saja komplikasi dari syok kardiogenik?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada syok kardiogenik?
7. Bagaimana asuhan keperawatan gawat daruratan dengan syok
kardiogenik?

C. Tujuan
1. Mengidentifikasi pengertian syok kardiogenik.
2. Mengidentifikasi etiologi dari syok kardiogenik.
3. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari syok kardiogenik.
4. Mengidentifikasi patofisiologi syok kardiogenik.
5. Mengidentifikasi komplikasi dari syok kardiogenik.
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan pada syok kardiogenik.
7. Mengidentifikasi asuhan keperawatan gawat daruratan dengan syok
kardiogenik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler


Jantung merupakan organ muskuler yang dapat berkontraksi secara ritmis,
dan berfungsi memompa darah dalam sistem sirkulasi.(Black & Hawks, 2014)
Secara struktural dinding jantung terdiri atas 3 lapisan (tunika) yaitu,
1. Endokardium terletak pada lapisan subendotel. Sebelah dalam dibatasi
oleh endotel. Endokardium tersusun atas jaringan penyambung jarang
dan banyak mengandung vena, syaraf (nervus), dan cabang-cabang
sistem penghantar impuls.
2. Miokardium terdiri atas sel-sel otot jantung. Sel-sel otot jantung dibagi
dalam 2 kelompok; sel-sel kontraktil dan sel-sel yang menimbulkan
dan menghantarkan impuls sehingga mengakibatkan denyut jantung.
3. Epikardium merupakan membran serosa jantung, membentuk batas
viseral perikardium. Sebelah luar diliputi oleh epitel selapis gepeng
(mesotel). Jaringan adiposa yang umumnya meliputi jantung terkumpul
dalam lapisan ini.
Katup-katup jantung terdiri atas bagian sentral yang terdiri atas jaringan
fibrosa padat menyerupai aponeurosis yang pada kedua permukaannya dibatasi
oleh lapisan endotel.
1. Ruang-ruang jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
a. Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian
dalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis. Muara atrium
kanan terdiri dari:
1) Vena cava superior
2) Vena cava inferior
3) Sinus koronarius
4) Osteum atrioventrikuler dekstra
5) Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis
b. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum
atrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum
pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium
kanan terdiri dari:
1) Valvula triskuspidal
2) Valvula pulmonalis
c. Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
d. Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui
osteum atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta
terdiri dari:
1) Valvula mitralis
2) Valvula semilunaris aorta
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke
atrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis
membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-
paru(pulmo). Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis
terdapat katup vlavula semilunaris arteri pulmonalis. Vena
pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium
sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari
ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup valvula
semilunaris aorta.

2. Elektrofisiologi Sel Otot jantung


Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas
membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan
potensial aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika,
dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:
a. Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negative(polarisasi) dan
bagian luar bermuatan positif.
b. Fase depolarisasi(cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas
membrane terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke
dalam.
c. Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan
positih dalam sel menjadi berkurang.
d. Fase plato(keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil
agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard.
e. Fase repolarisasi(cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur tidak
mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
3. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
a. SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di
dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
b. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum
atrium dekat muara sinus koronari.
c. Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada
tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
interventrikulare.
d. Serabut penghubung terminal(purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.

B. Definisi Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik terutama terjadi akibat ketidakmampuan otot jantung
berfungsi secara adekuat atau akibat hambatan mekanisme aliran darah ke atau
dari jantung. Penyebab utama syok kardiogenik adalah penyakit jantung iskemik
pada ventrikel kanan dan kiri. Seperti halnya penyebab syok yang lain, kurangnya
aliran darah menurunkan perfusi jaringan dan organ (Black & Hawks, 2014).
Syok kardiogenik adalah syok yang diakibatkan atau disebabkan oleh tidak
kuatnya perfusi jaringan akibat dari kerusakan fungsi ventrikel kiri. Syok
kardiogenik terjadi ketika jantung tidak mampu mempertahankan kardiak output
yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal ini biasanya muncul setelah adanya
penyakit infark miokardial (Manurung, 2016 dalam Makiah et al., 2018).
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada
definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik
biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90
mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau
penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih
dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ (Pambudi, 2015).
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung
yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung,
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998 dalam
Arya, Susanti, et al, 2016).

C. Etiologi
Menurut Black & Hawks (2014) syok kardiogenik disebabkan karena
faktor berikut:
1. Infark miokardium
Gangguan kerja otot jantung paling sering disebabkan infark
miokardium. Daerah jaringan mati atau sekarat yang terjadi pada infark
akan mengganggu kontraktilitas miokardium, sehingga curah jantung
menurun (Black & Hawks, 2014).
2. Kondisi obstruktif
a. Emboli paru yang besar
Embolus biasanya terjadi akibat bekuan drah yang terpecah pada
orang yang menderita trombosis vena dalam (Deep Vein Trombosis/
DVT). Embolus ini berjalan melalui sistem vena ke sisi kanan
jantung dan arteri paru. Ukuran embolus menentukan pada titik apa
embolus tersebut penyumbat arteri paru. Embolus yang besar dapat
menghambat perfusi sebagian besar paru- paru, yang mengakibatkan
peningkatan beban kerja bagi ventrikel kanan (Black & Hawks,
2014).
b. Tamponade perikardial
Akumulasi darah atau cairan di dalam ruang perikardial hingga
menekan miokardium dan mengganggu kemampuan perikardium
melebar (Black & Hawks, 2014).
c. Tension pneumotorak
Jumlah yang signifikan dari udara di ruang pleura yang menekan
pembuluh darah jantung dan pembuluh darah besar, hingga
mengganggu aliran balik vena ke jantung (Black & Hawks, 2014).
3. Penyebab lain
Sebagain besar penyakit jantung berpotensi menyebabkan syok
kardiogenik (Black & Hawks, 2014). Penyakit tersebut meliputi:
a. Insulfisiensi katup jantung akibat trauma atau penyakit
b. Aneurisme miokardium (biasanya akibat infark miokard atau
kelainan bawaan)
c. Ruptur otot papiler katub
d. Ruptur ventrikel
e. Stenosis aorta
f. Regurgitasi mitral
g. Disritmia jantung
h. Infeksi seperti endokarditis dan miokarditis
i. Hipertensi pulmonal
j. Obat- obat toksik

Sementara itu, Kurniawati et al., (2015) menyebutkan bahwa penyebab


terjadinya syok kardiogenik adalah sebagai berikut:

1. Gangguan kontraktilitas miokardium.


2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti
paru dan/atau hipoperfusi iskemik
3. Infark miokard akut ( AMI)
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot
papillary,ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat
mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada
pasien dengan infark-infark yang lebih kecil
5. Valvular stenosis
6. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak
diketahui penyebabnya )
8. Trauma jantung
9. Temponade jantung akut
10. Komplikasi bedah jantung

D. Klasifikasi Syok Kardiogenik


Secara garis besar syok sendiri dikategorikan menjadi 3 tahap yaitu:
1. Tahap Nonprogresif
Pada tahap awal atau tahap nonprogresif dari syok, curah jantung
sedikit menurun karena hilangnya darah aktual atau relatif. Selama
tahap ini, mekanisme kompensasi tubuh dapat mempertahankan
tekanan darah dalam rentang normal sampai rentang normal bawah
dan dapat mempertahankan perfusi ke organ vital. Selama fase
kompensasi, sirkulasi sistemik dan mikrosirkulasi bekerjasama dalam
keadaan hiperdinamik. Keadaan hiperdinamik ini menyebabkan
peningkatan asam laktat. Kedua tingkat sirkulasi menjalani
penyesuaian ulang besar dimana aktivitasnya dikoordinasikan untuk
menjaga keseluruhan sistem (Black & Hawks, 2014).

Curah Jantung Stimulasi simpatis

Aliran darah kapiler Pelepasan epinefrin & norepinefrin

Tekanan hidrostatik di dalam Vasokonstriksi


Takikardi
kapiler < jaringan di sekitarnya

Cairan mengalir dari intersel ke Resistensi vaskuler


intravaskuler

Tekanan darah berhasil


Volume sirkulasi
dipertahankan
2. Tahap Progresif
Jika shok dan vasokonstriksi kompensasi bertahan, tubuh mulai
mengalami dekompensasi dan sirkulasi sistemik maupun
mikrosirkulasi tidak lagi berjalan secara serempak. Sejalan berlanjtnya
vasokonstriksi, suplai darah yang beroksigen ke jaringan berkurang.
Hal ini meyebabkan metabolisme anaerob dan asidosis laktat lebih
lanjut. Asidosis dan peningkatan PaCO2 menyebabkan dilatasi
mikrosirkulasi. Dilatasi ini menyebabkan penurunan aliran balik vena
dan penurunan sirkulasi darah terkontaminasi yang mengalami
reoksigenasi (Black & Hawks, 2014).
Asidosis laktat juga menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
dan relaksasi springter kapiler. Relaksasi springter ini memungkinkan
peningkatan darah di kapiler dan peningkatan tekanan kapiler.
Peningkatan tekanan ini seiring dengan peningkatan permeabilitas
kapiler kemungkinan cairan keluar dari ruang vaskuler dan masuk
kembali ke dalam jaringan. Dengan demikian, mikrosirkulasi
membaikpolanya dan mencoba mengambil lebih suplai yang terbatas
dari darah yang tersedia untuk dirinya sendiri (dan jaringan yang
disuplainya). Dengan demikian suplai darah semakin dipertahankan di
dasar kapiler, dan darah berkumpul di mikrosirkulasi. Oleh karena sel
membutuhkan waktu perfusi yang lebih besar, banyak atau sebagaian
besar kapiler tetap terbuka pada satu waktu, meningkatkan ruang
vaskular pada mikrisirkulasi (Black & Hawks, 2014).
Peningkatan kapasistas vaskular, penurunan volume darah atau
penurunan kerja jantung mengurangi tekanan arteri rata- rat (mean
arterial pressure/ MAP). Selanjutnya, gradien tekanan untuk aliran
balik vena menurun. Hal ini juga menyebabkan pengumpulan darah di
vena, penurunan aliran balik vena ke jantung, dan penurunan curah
jantung (Black & Hawks, 2014).
Tidak ada sistem umpan balik di dalam tubuh untuk mengubah pola
ini, oleh karena itu siklus peristiwa ini menjadi semakin parah.
Akhirnya, sirkulasi benar- benar terganggu. Setelah ruang vaskular
membesar (karena dilatasi mikrosirkulasi), volume darah yang normal
sekalipun tidak dapat mengisi seluruh pembuluh darah. Akibatnya
adalah tekanan vena sentral (central venous system/ CVP) menjadi
rendah (kecuali pada syok kardiogenik) dan aliran balik vena yang
tidak adekuat ke sisi kanan jantung, serta curah jantung yang terus
menurun (Black & Hawks, 2014).
Penurunan volume sirkulasi dan aliran kapiler yang terjadi tidak
memungkinkan terjadinya perfusi dan oksigenasi yang adekuat dari
oragan- organ vital. Jika penurunan dalam aliran darah kapiler terjadi
terlalu lama, jaringan akan mengalami hipoksia (Black & Hawks,
2014).

Vasokonstriksi kompensasi yang persisten

Dilatasi Mikrosirkulasi

Aliran balik vena

Curah Jantung

Peningkatan tekanan darah arteri

Perfusi jaringan Penurunan


Mengumpul di vena
pengisian arteri
koroner
Pengumpulan darah di mikrosirkulasi
Kerusakan mikrosirkulasi
Penurunan fungsi miokard

Hipoksia
Akumulasi metabolit seluler
di dalam sel dan pelepasan zat vasoaktif

Asidosis metabolik
Permeabilitas kapiler

Penurunan aliran balik vena


3. Tahap Ireversibel
Tahap ireversibel dari syok ini terjadi jika siklus perfusi jaringan yang
tidak adekuat tidak terputus. Status syok semakin parah, meskipun
penyebab awal syok itu sendiri tidak menjadi lebih parah. Iskemia
seluler dan nekrosis menyebabkan kegagalan organ dan kematian
(Black & Hawks, 2014).

Syok Indeks= HR
MAP
Keterangan:
< 0,9 normal

>0,9 syok

E. Manifestasi Klinis
Menurut Kurniawati et al., (2015) dan Arya et al., (2016) manifestasi yang
ditimbulkan akibat syok kardiogenik adalah sebagai berikut:
1. Nyeri dada substernal seperti infark miokardium yang berkelanjutan,
dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat, dan apprehensive
(anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
2. Hipoperfusi jaringan
3. Keadaan mental tertekan/depresi
4. Ekstremitas teraba dingin
5. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6. Takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit), kecuali ada
blok A-V
7. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit
8. Hipotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
9. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat,
hidrosis, perspirasi)
10. Distensi vena jugularis
11. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
12. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
13. Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut

Menurut Mubin (2008) dalam (Arya et al., 2016), diagnosis syok


kardiogenik adalah berdasarkan :

1. Keluhan Pokok
a. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
b. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
c. Nyeri substernal seperti IMA.
2. Tanda Penting
a. Tensi turun < 80-90 mmHg
b. Takipneu dan dalam
c. Takikardi
d. Nadi cepat
e. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
f. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
g. Sianosis
h. Diaforesis (mandi keringat)
i. Ekstremitas dingin
j. Perubahan mental
3. Kriteria adanya disfungsi miokard disertai dengan:
a. Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
b. Produksi urin < 20 mL/jam.
c. Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
d. Ada tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi

F. Patofisiologi
Syok terjadi jika tidak terdapat volume sirkulasi yang adekuat untuk
mempertahankan metabolisme aerobik di dalam sel. Volume sirkulasi yang
adekuat bergantung pada tiga komponen dari sistem kardiovaskuler yang saling
berkaitan yaitu jantung, tonus vaskular, dan volume darah. Darah mengalir ke
seluruh tubuh karena tekanan penggerak saat meninggalkan ventrikel kiri. Jika
terdapat penurunan volume darah atau jika otot jantung tidak dapat memompa
darah secara efektif, curah jantung akan menurun (Black & Hawks, 2014).
Tonus vaskular adalah derajat penyempitan oleh otot polos di dalam
arteriol. Ukuran pembuluh darah besar tubuh diatur oleh sistem saraf otonom,
tetapi ini tidak berlaku untuk mikrosirkulasi. Sfingter kapiler dan arteriol adalah
mekanisme terpisah yang diatur dengan kontrol yang berbeda. Biasanya aliran
darah melalui kapiler dipengaruhi oleh berbagi kebutuhan sel yang terletak di
dekat pembuluh darah tersebut. Kapiler terbuka sesuai permintaan dari sel- sel
yang ada di dekatnya (Black & Hawks, 2014).
Gangguan kecil pada satu komponen dikompensasikan oleh dua komponen
lainnya, sedangkan gangguan yang terlalu lama atau berat akan menyebabkan
syok. Beberapa masalah dengan penurunan perfusi organ dan jaringan yang terjadi
pada syok disebabkan oleh gagalnya mekanisme normal. Jika salah satu dari tiga
komponen sirkulasi tersebut gagal, bagian lain dari sistem ini akan memulai
sistem kompensasi. Misalnya vasoknstriksi dan peningkatan curah jantung dapat
digunakan untuk mengkompensasi penurunan volume. Selama dua dari faktor
faktor ini dapat mempertahankan tindakan kompensasi yang memuaskan, sirkulasi
darah yang adekuat dapat dipertahankan sekalipun faktor ketiga tidak berfungsi
secara normal. Jika mekanisme kompensasi tersebut gagal atau jika lebih dari satu
dari tiga faktor yang diperlukan untuk sirkulasi yang adekuat tidak berfungsi,
maka terjadi kegagalan sirkulasi dan syok (Black & Hawks, 2014).
Syok kardiogenik adalah kegagalan ventrikel kiri untuk memompa volume
darah yang adekuat. Jika curah jantung menurun, tubuh mengimbanginya dengan
melepaskan kotekolamin (epinefrin dan norepinefrin) untuk meningkatkan detak
jantung dan resistensi vaskular sistemik guna meningkatkan aliran balik vena.
Namun demikian, hal ini hanya bersifat sementara untuk mengembalikan tekanan
darah dan aliran darah jaringan ke organ- organ vital (jantung dan otak). Jantung
yang sakit tidak dapat mempertahankan oksigenasi jaringan miokardnya sendiri,
yang meimb ulkan pusaran penurunan curah jantung, hipotensi, dan selanjutnya
iskemik miokard (Black & Hawks, 2014).
Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan
jantung pada fase terminal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke aliran
darah koroner berdampak pada supply O2 kejaringan khususnya pada otot jantung
yang semakin berkurang, hal ini akan menyababkan iscemik miokard pada fase
awal, namun bila berkelanjutan akan menimbulkan injuri sampai infark miokard.
Bila kondisi tersebut tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan kondisi
yang dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi syok, metabolisme yang pada
fase awal sudah mengalami perubahan pada kondisi anaerob akan semakin
memburuk sehingga produksi asam laktat terus meningkat dan memicu timbulnya
nyeri hebat seperti terbakar maupun tertekan yang menjalar sampai leher dan
lengan kiri, kelemahan fisik juga terjadi sebagai akibat dari penimbunan asam
laktat yang tinggi pada darah. Semakin Menurunnya kondisi pada fase syok otot
jantung semakin kehilangan kemampuan untuk berkontraksi utuk memompa
darah. Penurunan jumlah strok volume mengakibatkan berkurangnnya cardiac
output atau berhenti sama sekali. Hal tersebut menyebakkan suplay darah maupun
O2 sangatlah menurun kejaringan, sehingga menimbulkan kondisi penurunan
kesadaran dengan akral dinging pada ektrimitas, Kompensasi dari otot jantung
dengan meningkatkan denyut nadi yang berdampak pada penurunan tekanan darah
Juga tidak memperbaiki kondisi penurunan kesadaran. Aktifitas ginjal juga
terganggu pada penurunan cardiac output,yang berdampak pada penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR ). Pada kondisi ini pengaktifan system rennin,
angiotensin dan aldostreron akan , menambah retensi air dan natrium
menyebabkan produksi urine berkurang( Oliguri < 30ml/ jam) (Arya et al., 2016).
Penurunan kontraktilitas miokard pada fase syok yang menyebabkan
adanya peningkatan residu darah di ventrikel, yang mana kondisi ini akan semakin
memburuk pada keadaan regurgitasi maupun stenosis valvular .Hal tersebut dapat
menyebabkan bendungan vena pulmonalis oleh akumulasi cairan maupun refluk
aliran darah dan akhirnya memperberat kondisi edema paru (Arya et al., 2016).
DLL: insulfisiensi katup, aneurisme aorta, ruptur aorta, dll
Kondisi obstruktif: emboli paru,
IMA
tamponade perikardial, ternsion

Risiko gangguan fungsi hati Kegagalan ventrikel sinistra memompa darah


Fungsi hati terganggu Penurunan sirkulasi darah ke paru

Peradangan Syok kardiogenik Hambatan pertukaran gas Asidosis respiratorik

Inflamasi hati Respon patis Peningkatan


laju
Penurunan perfusi jaringan kecuali ke otak dan

Pembuluh darah vasokonstriksi Paru


Ginjal Hati GI
Suplai darah
Adrenal Cidera Pelepasan Curah TD Penurunan
Penuruna Gangguan detoksifikasi pembuluh darah
n usus faktor jantung terkommenurun pertukaran
koroner
depresan pe nsasi O2 dan CO2
Bakteri & endotoksin miokardial
suplai
dalam darah dari pangkreas Iskemik
Peningkat Hipoksia
an TD turun
Peningkatan Nyeri dada Penurun
pelepasan Suplai Gelisah Metabolisme
permeabilitas Nadi Bingung an O2 ke
Iskemik darah ke jaringan
Retensi Na Perfusi otak
& H2O Cairan ruang ke 3
Nekrotik tubular 2 perifer
inadekuat Pusing
Ascites
Oliguria Volume
intravaskul Ansietas Asam laktat
Anemis Nyeri akut
er Kelebihan volume cairan
Penuruna
Gangguan Lemas
n curah Ketidakefektifan
Risiko Syok proses
perfusi jaringan Intoleran aktivitas
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan syok kardiogenik menurut Mebazaa et al. (2018)
adalah menyakut hal berikut:
a. Resusitasi Cairan dan Ventilasi
Semua pasien dengan syok kardiogenik perlu resusitasi cairan
untuk memastikan adanya beban awal yang cukup, bantuan
ventilasi dan pemantauan ketat hemodinamik. Resusitasi cairan
untuk koreksi hipovolemia dan hipotensi, kecuali jika ada edema
paru. Berikan infus cairan normal saline (NS) 20 – 30 mL/kg
selama 30 menit dengan target tekanan vena sentral 8 – 12 mmg
atau perfusi membaik. Pertimbangkan pemasangan jalur vena
sentral dan jalur di arteri jika diperlukan.
Oksigenasi dan proteksi jalur nafas. Apabila perlu, lakukan intubasi
dan ventilasi mekanik. Ventilasi tekanan positif dapat memperbaiki
oksigenasi, namun dapat mengganggu beban awal dan aliran balik
vena. Berikan oksigen aliran tinggi
b. Tatalaksana Hemodinamik
1) Obat- Obatan vassopresor
Penggunaan vasopresor sebaiknya dengan dosis serendah dan
durasi sesingkat mungkin karena vasopresor meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung dan menyebabkan vasokonstriksi
yang dapat menganggu mikrosirkulasi dan perfusi jaringan.
a) Dopamin
Dopamin adalah prekursor dari norepinefrin dan epinefrin.
Efek yang ditimbulkan tergantung dari dosis:
(1) Dosis < 5 mcg/kg/min menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah ginjal, mesentrik dan koroner
(2) Dosis 5 – 10 mcg/kg/min menyebabkan efek beta
adrenergik: peningkatan kontraktilitas jantung dan laju
nadi
(3) Dosis > 10 mcg/kg/min menyebabkan efek alfa
adrenergik: vasokonstriksi arteri dan peningkatan
tekanan darah
Dopamin dianjurkan jika tekanan darah sistolik >80 mmHg,
umumnya diberikan pada dosis 5-10 mcg/kg/min kemudian
dititrasi sesuai tekanan darah dan parameter hemodinamik
lainnya. Sering kali pasien membutuhkan dosis tinggi
mencapai 20 mcg/kg/min.
Hati-hati dengan risiko efek samping berupa takikardia,
peningkatan shunting di paru, penurunan perfusi splanchnic
dan peningkatan tekanan PCWP. Jika hipotensi menetap,
berikan vasokonstriktor direk seperti norepinefrin.
b) Norepinefrin
Norepinefrin adalah agonis alfa-adrenergik yang poten,
dengan efek agonis beta-adrenergik yang sedikit.
Norepinefrin adalah drug of choice untuk memperbaiki
kontraktilitas jantung pada pasien dengan hipotensi.
Norepinefrin dapat meningkatkan tekanan darah pada
pasien dengan hipotensi menetap walaupun sudah diberikan
dopamin. Berikan norepinefrin dengan dosis awal 0,5
mcg/kg/min dan titrasi untuk mempertahankan tekanan
darah rerata 60 mmHg. Dosis norepinefrin: 0,2 – 1,5
mcg/kg/min.
c) Epinefrin
Epinefrin adalah agonis dari reseptor alfa-1, beta-1 dan
beta-2 yang bekerja meningkatkan MAP dengan
meningkatkan indeks kardiak, isi sekuncup, laju nadi dan
tahanan vaskular sistemik. Walau demikian, obat ini
berpotensi menyebabkan efek samping berupa penurunan
aliran darah splanchnic, peningkatan kebutuhan oksigen,
peningkatan kadar laktat, serta aritmia dan iskemia miokard.
Penggunaan epinefrin hanya direkomendasikan untuk
pasien yang tidak responsif terhadap agen lainnya.
2) Obat Inotropik: Dobutamin
Dobutamin adalah agonis reseptor beta-1 (agen
simpatomimetik) dan mempunyai efek kecil terhadap reseptor
beta-2 dan reseptor alfa, dapat diberikan bersamaan dengan
norepinefrin untuk memperbaiki kontraktilitas jantung. Dosis: 2
– 20 mcg/kg/min.
Dobutamin menurunkan curah jantung karena ada efek inotropik
dan menyebabkan vasodilatasi perifer (beban akhir menurun).
Pada infark miokard, dobutamin dapat meningkatkan area infark
karena meningkatkan kebutuhan oksigen. Penggunaan
dobutamin tidak disarankan pada hipotensi berat (tekanan darah
sistolik > 80 mmHg) akibat efek vasodilatasi perifer yang dapat
memperparah hipotensi. Dobutamin juga berpotensi
menyebabkan terjadinya takikardia
c. Revaskulerisasi
1) Pemberian obat anti platelet dan antikoagulasi
Pada pasien dengan syok kardiogenik dan infark miokard,
revaskularisasi harus dilakukan secepat mungkin. Pemberian
terapi antitrombotik (meliputi antiplatelet dan antikoagulan)
adalah penting pada Percutaneus Intervention (PCI). Ventilasi
mekanik dan ketidakmampuan untuk menelan berperan dalam
bioavibilitas obat antitrombotik. Pada pasien dengan syok
kardiogenik tanpa adanya komplikasi pendarahan yang serius
dapat melanjutkan terapi dual antiplatelet (aspirin & ticagrelor
atau klopidogrel) setelah PCI. Saat PCI, pemberian antikoagulan
adjuvan seperti unfractioned heparin, low-molecular-weight
heparin, inhibitor trombin direk sebaiknya diberikan bersamaan
dengan antiplatelet Mebazaa et al. (2018).
2) Terapi Fibrinolitik
Menurut AHA, pasien syok kardiogenik dengan STEMI dapat
diberikan terapi fibrinolitik jika tidak bisa dilakukan
revaskularisasi invasif. Pertimbangkan keuntungan dari
reperfusi, risiko perdarahan dan antisipasi waktu menunda
angiografi.
3) Revaskularisasi Invasif
AHA dan ESC merekomendasikan revaskularisasi invasif pada
pasien dengan syok kardiogenik akibat sindrom koroner akut,
termasuk pasien dengan perubahan status mental atau dengan
riwayat fibrinolisis sebelumnya dan tidak mempertimbangkan
waktu dari onset infark miokard. Pada syok kardiogenik dan
infark miokard dengan gangguan pada pembuluh darah multipel
atau gangguan pada arteri koroner kiri, revaskularisasi dengan
PCI atau CABG.
d. Manajemen Hemodinamik
1) Mekanisme tambahan sirkulasi
a) Intra-aortic balloon pump
Intra-aortic balloon pump merupakan salah satu tehnik yang
digunakan pada pasien dengan gagal jantung sebagai usaha
untuk memperbaiki imbangan supply dan demand oksigen
miokardium. Umumnya IABP dilaksanakan pada pasien
pasca IMA dengan atau tanpa syok kardiogenik. Alat ini
terdiri dari alat untuk memompakan gas, gas untuk mengisi
balon yaitu helium atau CO2, serta balon aorta. Diameter
balon bergantung pada diameter aorta. Balon dikembangkan
sesuai dengan volume darah dalam aorta pasien dalam satu
waktu tertentu .
Hasil akhir pemasangan balon diharapkan dapat menurunkan
preload dan afterload, sehingga workload jantung menurun,
EDP menurun, dan aliran darah ke arteri koronaria
meningkat. Harapannya adalah mempertahankan viabilitas
miokardium pasca IMA.

b) Left ventricular assist device (LVAD)


Alat ini merupakan pompa yang dioperasikan dengan baterai
yang akan menggantikan fungsi pompa jantung. LVAD
membantu jantung memompa darah ke tubuh. Alat ini
digunkaan jika terjadi kerusakan di ventrikle kiri (National
Heart, Lung, and Blood Institute, 2011 dalam Makiah et al.,
2018).

c) Percutaneous coronary intervention (PCI) dan stent


PCI yang juga dikenal dengan nama coronary angiplasty,
merupakan prosedur yang digunakan untuk membuka arteri
koroner yang mengalami obstruksi. Kemudian pada saat itu
juga digunakan stent yang berfungsi untuk menjaga arteri
koroner tetap terbuka selama prosedur PCI (Makiah et al.,
2018).

d) Coronary artery bypass grafting


Pada prosedur ini, arteri dan vena yang berasal dari baggian
tubuh lainnya digunakan untukmembuat jalan pintas pada
arteri kornaria. Kemudian akan terbentuk sebuah jalan baru
untuk memberikan perfusi ke jantung (Makiah et al., 2018).

e) Pulse index continuous cardiac output (PiCCO)


Pulse index continuous cardiac output (PiCCO) adalah
prosedur canggih yang efisien terus memantau status
hemodinamik. Prosedur ini didasarkan pada penggunaan
kateter arteri termodilusi spesifik (femoral, brakialis, atau
aksila) dan jalur vena sentral. Teknik ini merupakan
terobosan terbaru dimana prosedur pelaksanaannya tidak
memerlukan tindakan invasif berlebih, namun dapat
mengukur berbagai parameter hemodinamik yang
mencerminkan tonus pembuluh darah, preload, dan fungsi
jantung. Profil fungsi jantung yang dapat dilihat dari PiCCO
meliputi curah jantung, volume darah intrathoracic (ITBV),
volume akhir diastole (GEDV), cairan vaskuler dalam
pembuluh darah paru (EVLW) dan resistensi pembuluh darah
perifer (Zhang et al., 2019).
Menurut Reni (2015) dalam Makiah et al. (2018) penatalaksaan medis
syok kardiogenik:
a. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya
dilakukan intubasi.
b. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker
untuk mempertahankan PO2 70-120 mmHg.
c. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang
ada harus diatasi dengan pemberian morfin.
d. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam
basa yang terjadi.
e. Bila mungkin pasang CVP.
f. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Reni (2015) dalam Makiah et al. (2018) penatalaksaan
keperawatan syok kardiogenik:
a. Prioritas keperawatan diarahkan terhadap:
1) Membatasi permintaan oksigen miokard.
2) Peningkatan pasokan oksigen miokard.
3) Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosi
4) Mempertahankan pengawasan terhadap komplikasi
b. Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen miokard
meliputi:
1) Pemberian analgesic, sedative, dan agens untuk mengontrol
afterload
2) Posisi pasien untuk kenyamanan
3) Membatasi aktivitas
4) Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman
5) Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan
6) Memberikan pemahaman terhadap pasien tentang kondisinya
3. Algoritma Penanganan

H. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan
aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi
atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.

Sinus takikardi
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis
katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK,
isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH)

I. Komplikasi
1. Henti jantung paru
2. Disritmia
3. Gagal multisistem organ
4. Gagal ginjal Kerusakan hati Stroke
5. Trombroemboli
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
Penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing.
Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas
bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti snoring
2) Breathing
Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara
napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
3) Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
4) Disability
Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Secondary Survey
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi,
past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai
dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
2. Penentuan Prioritas

3. Diagnosis
a. Nyeri akut ybd agens cidera biologis iskemik
b. Penurunan curah jantung ybd perubahan preload dan afterload
c. Hambatan pertukaran gas ybd perubahan membran alveolar-
kapiler
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer ybd penurunan
kontraktilitas jantung
e. Intoleran aktivitas ybd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
4. Intervensi
a. Nyeri akut ybd agens cidera biologis iskemik
1) Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal,
petunjuk non verbal dan repon hemodinamik ( contoh:
meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mengcengkram dada,
napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah).
2) Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam
perlahan, perilaku diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
3) Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya
morfin, meperidin (demerol)
b. Penurunan curah jantung ybd perubahan preload dan afterload
1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
2) Catat bunyi jantung
3) Palpasi nadi perifer
4) Pantau status hemodinamik
5) Kaji adanya pucat dan sianosis
6) Pantau intake dan output cairan
7) Pantau tingkat kesadaran
8) Berikan oksigen tambahan
9) Berikan obat diuretik, vasodilator.
10) Pantau pemeriksaan laboratorium.
c. Hambatan pertukaran gas ybd perubahan membran alveolar-
kapiler
1) Auskultasi bunyi napas, catat adanya krekels, mengi
2) Berikan perubahan posisi sesering mungkin
3) Pertahankan posisi duduk semifowler
4) Monitoring dan evaluasi: RR, sianosis, CRT, pola napas
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer ybd penurunan
kontraktilitas jantung
1) Lihat pucat, sianosis belang, kulit dingin, atau lembab.
2) Catat kekuatan nadi perifer.
3) Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik
4) Pantau data laboratorium, contoh : GBA, BUN, creatinin, dan
elektrolit
5) Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin
(coumadin).
e. Intoleran aktivitas ybd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas,
khususnya bila pasien menggunakan vasolidator, diuretik,
penyekat beta.
2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat
takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
3) Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh
pengobatan, nyeri, obat.
4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi,
selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
6) Adakan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Tinjauan Kasus
Klien Ny. S usia 64 tahun datang ke IGD RS Sehat Sejahtera diantar
suaminya Tn. M. Dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri seperti terbakar
menjalar ke bahu kiri, skala nyeri 8, memberat ketika beraktifitas. Sehari- hari
klien adalah ibu rumah tangga sementara suaminya bekerja sebagai petani di Desa
Angin Ribut. Suami klien mengatakan klien sempat tidak sadarkan diri dirumah,
lalu suami klien membawa klien ke RS dengan menggunakan mobil, klien tiba di
RS pukul 17.22 WIB langsung dibawa ke IGD. Saat pengkajian di IGD
didapatkan hasil TTV sebagai berikut: TD: 170/100 mmHg, N: 75x/menit, RR:
19x/menit, S: 36,7°C, suami klien mengatakan klien sempat tidak sadarkan diri
dirumah, kaki tidak bisa digerakan, lemas, mual, muntah, lalu perawat IGD
memasangkan infus ditangan kanan klien dengan cairan RL 20 Tpm, dan
memasangkan O2 Masker 10 Lpm, memasangkan DC dan mendapatkan terapi
obat omeprazol, ondansentron, citicolin, mecobalamin dan ceftriaxone. Pukul
17.30 WIB klien sempat kejang 2x lama kejang 30 detik kemudian apneu
didapatkan TTV TD: 60/40 mmHg, N: 120x/menit, RR: 28x/Menit, S: 34,7°C,
klien dipindahkan ke ruang resusitasi lalu dilakukan tindakan RJP dan Bagging
selama 3 siklus didaptkan RR: 18x/Menit, N: 70x/Menit, TD: 109/70 mmHg,
klien kembali sadar. Karena kondisi ini klien tidak dapat melakukan aktifitasnya
secara mandiri, klien memerlukan bantuan dari oranglain. Sedangkan hal yang
meringankan klien adalah saat klien tirah baring dan tidak beraktifitas.
Suami klien mengatakan sebelumnya klien memang sudah sering keluar
masuk RS, tetapi sebelumnya belum pernah sampai kejang dan sampai seperti ini
(apneu). Klien juga mempunyai riwayat tekanan darah tinggi atau Hipertensi, dan
juga penyakit ginjal (CVD). Klien tidak ada alergi apapun, tidak ada
ketergantungan obat-obatan maupun minum-minuman keras, klien juga tidak
merokok.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, pasien nampak
pucat, diaforesis, sulit bernapas, oliguri, GCS: 1-1-1, terdapat sekret dan ada suara
napas tambahan snoring, SPO2: 78%. Hasil pemerikasaan head to toe didapatkan
data sebagai berikut:
1. Kepala
a. Wajah dan kulit kepala:
Simetris, ekspresi nampak lemah, warna kuning pucat
b. Mata:
Sclera ikhterik, konjungtiva anemis, tidak ada benjolan pada mata
c. Hidung:
Tidak ada polip, kotor, tidak ada radang, tidak ada benjolan.
d. Telinga:
Terdapat serumen, tidak menggunakan alat bantu
e. Mulut:
Gigi berwarna kuning, berkaries, tidak memakai gigi palsu, lidah
berwarna putih, bibir kering
2. Leher
Kelenjar thyroid tidak membesar, simetris, tidak ada kelainan kelenjar
getah bening, terdapat distensi vena jugularis, tidak teraba tekanan
vena jugularis.
3. Thorax dan Paru
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, payudara simetris, jenis
pernafasan whezzing, frekuensi 28x/menit, irama reguler.
4. Jantung
Adanya bunyi jantung S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua,
ditemukan murmur mid sistolik atau late siistolik apikal bersifat
sementara, bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering
terdengar, HR= 159x/menit
5. Abdomen
Perut buncit, tidak ada luka, bising usus 3x/ menit
6. Muskuluskeletal
Tangan dan kaki simetris, tidak ada oedema, tidak ada luka, tangan
dan kaki berkeringat
7. Integumen
Warna kulit sawo matang, elastis, tidak ada pengerasan kulit.

B. Pengkajian

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tgl/Jam MRS : 22 April 2020

Ruang : IGD

Nomor Register :-

Diagnosa Medis : Syok kardiogenik

A. Identitas Klien
Nama : Ny. S Suami/Istri/Orang Tua :

Umur : 64 thn Nama :Tn. M

Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Agama : Islam Alamat : Desa Angin Ribut

Suku/Bangsa : Jawa

Bahasa : Jawa

Pendidikan :-

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Alamat : Desa Angin Ribut


B. Kasus Non Trauma
→ Subyektif

1. Keluhan Utama (PQRST)


Nyeri dada sebelah kiri seperti terbakar menjalar ke bahu kiri, skala
nyeri 8, memberat ketika beraktifitas

2. Riwayat kesehatan sekarang


Suami klien mengatakan klien sempat tidak sadarkan diri dirumah, lalu
suami klien membawa klien ke RS dengan menggunakan mobil, klien
tiba di RS pukul 17.22 WIB langsung dibawa ke IGD. Saat pengkajian di
IGD didapatkan hasil TTV sebagai berikut: TD: 170/100 mmHg, N:
75x/menit, RR: 19x/menit, S: 36,7°C, suami klien mengatakan klien
sempat tidak sadarkan diri dirumah, kaki tidak bisa digerakan, lemas,
mual, muntah
3. Riwayat kesehatan dahulu
Suami klien mengatakan sebelumnya klien memang sudah sering keluar
masuk RS, tetapi sebelumnya belum pernah sampai kejang dan sampai
seperti ini (apneu). Klien juga mempunyai riwayat tekanan darah tinggi
atau Hipertensi, dan juga penyakit ginjal (CVD). Klien tidak ada alergi
apapun, tidak ada ketergantungan obat-obatan maupun minum-minuman
keras, klien juga tidak merokok
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak terkaji

→ Obyektif

1. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 60/40 mmHg

Nadi : 159 x/menit, Kelaianan : Takikardi

Respiratory Rate : 28 x/menit, Pola Napas : hiperpnea

Suhu : 34,7 0C
CRT > 2 detik

C. Kasus Trauma
→ Subyektif

1. Keluhan Utama
-

2. Mekanisme Trauma
-

3. SAMPLE (symptom, allergy, medications, past illness, last meals,


event)
-

→ Obyektif

1. Airway
Terdapat sekret dan ada suara napas tambahan snoring
2. Breathing
Klien terlihat sesak nafas, RR: 28x/menit, terdapat suara tambahan
whezzing, tidak ada trauma dada, SPO2: 78%, menggunakan otot bantu
nafas retraksi intercostalis, menggunakan alat bantu nafas spontan
breathing 10 lpm

3. Circulation
Tidak ada perdarahan, kulit kuning pucat, nadi cepat N: 120x/menit,
akral dingin, diaforesis (mandi keringat), CRT < 3 detik, irama reguler,
HR: 159x/menit, TD: 60/40 mmHg, MAP: 43 mmHg, konjungtiva
anemis, terdapat distensi vena junggularis, Syok indeks= 3,4.
4. Disability
kesadaran coma, GCS: E=1 M=1 V=1, ROM terbatas
5. Exposure/Environtmental Control
Tidak ada trauma tumpul maupun tajam di dada
6. Full Set Of Vital Sign / Five Interventions
Tekanan Darah : 60/40 mmHg
Nadi : 159 x/menit,
Kelaianan : Takikardi
Respiratory Rate : 28 x/menit,
Pola Napas : hiperpnea
Suhu : 34,7 °C
Five Interventions: pasang infus RL 20 tpm
7. Give Comfort
Mempertahankan posisi yang nyaman bagi pasien

8. Triage warning skore


Komponen Skore
Mobilisasi 2
RR 2
HR 3
TD sistole 3
Suhu 2
Kesadaran 3
Trauma 0
Interpretasi: Prioritas 1
9. Head To Toe Assesment
I. Kepala
i. Bentuk Kepala
 Simetris ‫ ۝‬Asimetris ‫ ۝‬Dolikhosefalus

‫ ۝‬Brakhiosefalus ‫ ۝‬Hidrosefali ‫ ۝‬Mikrosefali

ii. Kulit Kepala


‫ ۝‬Luka ‫ ۝‬Benjolan Tidak ada kelainan

iii. Rambut
‫ ۝‬Alopesia ‫ ۝‬Penyebaran Tidak Merata

‫ ۝‬Berbau ‫ ۝‬Kotor tidak ada kelaian

iv. Wajah
 Pucat ‫ ۝‬Kemerahan ‫ ۝‬Asimetris

‫ ۝‬Simetris ‫ ۝‬Sembab ‫ ۝‬Tidak ada kelainan

v. Ubun-ubun
‫ ۝‬Datar ‫ ۝‬Cekung ‫ ۝‬Cembung

‫ ۝‬terdapat benjolan  Tidak ada kelaianan

vi. Lain-lain
-
II. Mata
i. Mata
 Semetris ‫۝‬Asimetris

ii. Kelopak mata


‫ ۝‬Edema ‫ ۝‬Lesi ‫ ۝‬Peradangan

‫ ۝‬Benjolan ‫ ۝‬Ptosis ‫ ۝‬Ektropion

‫ ۝‬Entropion ‫ ۝‬Bulu mata rontok ‫ ۝‬Brill Hematom

iii. Konjungtiva
 Anemis ‫ ۝‬Kemerahan ‫ ۝‬Tidak ada kelainan

iv. Sklera
‫ ۝‬Icterus ‫ ۝‬Kemerahan Tidak ada kelainan

v. Pupil
Reflek cahaya : Langsung : Positif ‫ ۝‬Negatif

Konsensual :  Positif ‫ ۝‬Negatif

Diameter :  Isokor ‫ ۝‬Anisokor

‫ ۝‬Miosis ‫ ۝‬Midriasis

vi. Kornea dan Iris


 Terdapat lesi ‫ ۝‬Terdapat tanda peradangan

vii. Pergerakan bola mata


 Keenam arah ‫ ۝‬Kelainan....................................................

viii. Lain-lain
-

III. Hidung
i. Tulang hidung dan posisi septum nasi
‫ ۝‬Terdapat deviasi Tidak ada kelainan

ii. Lubang hidung


 Rinorea ‫ ۝‬Sumbatan

Mukosa : ‫ ۝‬Kering ‫ ۝‬Basah  Lembab

iii. Lain-lain
-

IV. Telinga
i. Bentuk telinga
 Simetris ‫ ۝‬Asimetris

ii. Lubang telinga


‫ ۝‬Ototea ‫ ۝‬Corpus alienum

iii. Prosesus mastoideus


‫ ۝‬Nyeri tekan ‫ ۝‬Battle sign

iv. Lain-lain
-

V. Mulut dan Faring


i. Bibir
‫ ۝‬Sianosis ‫ ۝‬Jejas

‫ ۝‬Kering  basah

ii. Gigi dan Gusi


‫ ۝‬Perdarahan ‫ ۝‬Gigi lepas

iii. Lidah
 Warna merah merata ‫ ۝‬Kotor

‫ ۝‬Luka ‫ ۝‬Bercak-bercak putih

iv. Rongga Mulut


‫ ۝‬Napas berbau ‫ ۝‬Peradangan ‫ ۝‬Luka

‫ ۝‬Sekret ‫ ۝‬Perubahan fonasi

v. Lain-lain
-
VI. Leher
i. Trakea
 Simetris ‫ ۝‬Deviasi ‫ ۝‬Pembesaran kel. tiroid

ii. Vena jugularis


 Distensi ‫ ۝‬Tidak ada kelainan

iii.
Lain-lain
-
VII. Thorax / Paru
i. Bentuk
 Normal chest ‫ ۝‬Pigeon chest ‫۝‬Funnel chest

‫ ۝‬Barrel chest ‫ ۝‬Kifosis ‫ ۝‬Skoliosis

ii. Pernapasan
 Dyspnea ‫ ۝‬Retraksi intercosta
‫ ۝‬Retraksi supra sternal ‫ ۝‬Pernapasan cuping hidung

‫ ۝‬Sianosis ‫۝‬Pola napas hiperapnea

iii. Suara napas


‫ ۝‬Bronkial ‫ ۝‬Bronkovesikuler ‫ ۝‬Vesikuler

 Ronchi  Whezing ‫۝‬Friction rubs

‫ ۝‬Stridor ‫ ۝‬Gurgling

iv. Perkusi
 Sonor ‫ ۝‬Redup ‫ ۝‬Pekak

‫ ۝‬Hipersonor ‫ ۝‬Timpani

v. Palpasi (fremitus)
 Kanan = Kiri ‫ ۝‬Kanan >> ‫ ۝‬Kiri >>

vi. Lain-lain
-
VIII. Jantung
i. Inspeksi
 Pulsasi ‫ ۝‬jejas

ii. Palpasi ictus cordis


‫ ۝‬Tidak teraba Teraba di ICS 3

iii. Suara jantung


‫ ۝‬BJ I & II tunggal  Bising/Mur-mur

iv. Perkusi
‫ ۝‬Batas jantung normal  Kardiomegali

v. Lain-lain
-
IX. Abdomen
i. Bentuk abdomen
‫ ۝‬Flat ‫ ۝‬Scapoid  Rounded

‫ ۝‬Protuberans ‫ ۝‬Spyder navy

ii. Peristaltik usus


‫ ۝‬Tidak ada  Ada, 3x/menit

iii. Benjolan/massa pada abdomen


‫ ۝‬ada  Tidak ada ‫ ۝‬Nyeri tekan

iv. Turgor kulit


 Normal ‫ ۝‬Menurun
v. Perkusi
‫ ۝‬Sonor ‫ ۝‬Redup ‫ ۝‬Pekak

 Timpani ‫ ۝‬Shifting dullness ‫ ۝‬Undulasi

vi. Lain-lain
-

X. Ektremitas
i. Tulang
 Simetris ‫ ۝‬Asimetris

ii. Range of Motion


 Terbatas ‫ ۝‬Tidak terbatas

iii. Palpasi
 Pitting edema ‫ ۝‬Non pitting edema

‫ ۝‬Krepitasi ‫ ۝‬Nyeri tekan

‫ ۝‬Hangat ‫ ۝‬Dingin

‫ ۝‬Lembab ‫ ۝‬Kering

iv. Jejas
‫ ۝‬Contusio ‫ ۝‬Abratio ‫ ۝‬Laserasi

v.
Kekuatan otot
5555 5555
5555 5555
vi. Tanda-tanda fraktur
-
vii. Lain-lain
Terdapat sianosis di area kuku
XI. Pelvis dan Genetalia
‫ ۝‬Jejas ‫ ۝‬Benjolan ‫ ۝‬Luka

‫ ۝‬Pembengkakan ‫ ۝‬Perdarahan ‫ ۝‬Hematuria

 Lain-lain tidak ada kelainan, terpasang DC

10. Inspect Posterior Surface


Tidak ada kelainan

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
-
2. Radiologi/USG/CT-Scan/MRI
-

3. Elektrokardiografi Sinus
takikardia

Jember, 22 April, 2020

Mahasiswa,

Nada Azhar Prandini, S. Kep.


NIM. 1901031002
C. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS: Agens cidera biologi Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri dada iskemik
sebelah kiri, nyeri seperti
terbakar, skala 8, memberat
jika beraktifitas
DO:
1. TD: 60/40 mmHg
2. Nadi: 156x/ menit
3. RR: 28x/ menit
4. Diaforesis
5. EKG: sinus takiardia

2. DS:- Perubahan Penurunan curah


DO: kontraktilitas jantung
1. TD: 60/40 mmHg myokardium
2. Nadi: 156x/ menit
3. EKG: Sinus takikardia
4. Pitting edema+
5. Adanya distensi vena
junggularis
6. MAP: 43 mmHg
7. Ronkhi+
8. Whezing
9. Terdapat suara abnormal
jantung (BJIII)
10. Kardiomegali+
11. Sianosis perifer+
12. MAP: 46,66
13. Syok indeks 3.44

3. DS:- Gangguan aliran Ketidakefektifan


DO: darah sekunder perfusi jaringan
1. TD: 60/40 mmHg perifer
2. Nadi: 156x/ menit
3. EKG: Sinus takikardia
4. Pitting edema+
5. Adanya distensi vena
junggularis
6. MAP: 43 mmHg
7. Konjungtiva anemis
8. CRT> 2 detik
9. Terdapat sianosis perifer
4. DS:- Ketidakseimbangan Intoleran aktivitas
DO: antara suplai dan
1. TD: 60/40 mmHg kebutuhan oksigen
2. Nadi: 156x/ menit
3. EKG: Sinus takikardia
4. SPO2: 78%
5. Klien menggunakan
NRBM 10 lpm
6. Terdapat sianosis perifer

D. Daftar Diagnosa Sesuai Prioritas

No Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung ybd Perubahan kontraktilitas myokardium dd TD:
60/40 mmHg, nadi: 156x/ menit, EKG: Sinus takikardia, pitting edema+,
adanya distensi vena junggularis, MAP: 43 mmHg, Konjungtiva anemis,
CRT> 2 detik, Terdapat sianosis perifer

2. Nyeri akut ybd agens cidera biologis iskemik dd Klien mengatakan nyeri
dada sebelah kiri, nyeri seperti terbakar, skala 8, memberat jika beraktifitas

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer ybd Gangguan aliran darah


sekunder dd dd TD: 60/40 mmHg, nadi: 156x/ menit, EKG: Sinus
takikardia, pitting edema+, adanya distensi vena junggularis, MAP: 43
mmHg, Konjungtiva anemis, CRT> 2 detik, Terdapat sianosis perifer

4. Intoleran aktifitas ybd Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen dd TD: 60/40 mmHg, nadi: 156x/ menit, EKG: Sinus takikardia,
SPO2: 78%, Klien menggunakan NRBM 10 lpm, Terdapat sianosis perifer

E. Tindakan Resusitasi

No Tgl/Jam Tindakan Resusitasi Keterangan


1 22-04-2020 Dilakukan tindakan resusitasi ciran
Pemasangan IV line
17.22 RL 20 tpm berfungsi untuk
mempermudah
pemasukan obat-
obatan
2. 17.30 Dilakukan resusitasi jantung paru Klien apnea, nadi tidak
dengan perbandingan 30:2 teraba, RR 0 kpm

3. 17.32 Dilakukan resusitasi jantung paru Nadi tidak terapa, RR:


dengan perbandingan 30:2 siklus ke 0 kpm
2

4. 17.34 Dilakukan resusitasi jantung paru Nadi 156 kpm, RR:


dengan perbandingan 30:2 siklus ke 28kpm
3
F. Perencanaan

Tgl/ Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Para


Jam Keperawatan dan f
Kriteria
Hasil
22- Nyeri akut Tujuan: 1. Kaji KU
1. KU sebagai Nad
04- Nyeri akut klien indikator a
202 klien status
0/ berkurang 2. Monitor kesehatan
17.2 setelah TTV klien
2 tindakan (TD, 2. Perubahan
keperawat nadi), status
an 1x8 raut kesehatan
jam wajah, diketahui
KH: skala dengan
1. Raut nyeri monitoring
wajah dan evaluasi
rileks 3. Memperbaiki
3. Lakukan
2. Skala RJP dan sirkulasi dan
nyeri 1- perfusi serta
ventilasi
2 mengembalik
3. TD an fungsi
dalam jantung paru
batas 4. Edukasi 4. Pengetahuan
normal keluarga merupakan
(sistole tentang modal bagi
100- proses perilaku
130 penyakit sehat lebih
mmHg, permanen
diastole
5. Kolabora 5. Analgetik
60- si dengan berfungsi
85mm dokter menghambat
Hg) pemberia reseptor
4. Nadi n nyeri,
60- analgetik sedangkan
100x/ dan antikoagulasi
menit antikoag berfungsi
ulasi mencegah
terbentuknya
trombus
dalam
pembuluh
darah
koroner
22- Penurunan Tujuan: 1. Kaji KU 1. KU sebagai Nad
04- curah jantung Penuruna klien indikator a
202 n curah status
0/ jantung 2. Monitor kesehatan
17.2 klien TTV klien
2 teratasi (TD, 2. Perubahan
dalam Nadi, status
waktu 1x8 RR) kesehatan
jam diketahui
KH: dengan
1. TD 3. Pasang monitoring
sistole dan evaluasi
100- DC 3. Mempermud
130 ah
mmHg 4. Catat perhitungan
2. TD bunyi output urine
diastole jantung 4. Monitor
60- adanya
85mm perubahan
5. Palpasi
Hg kontraktilitas
nadi
3. Nadi: myokardium
perifer
60-100 5. Indikator
6. Pantau
mmHg adanya perfusi
4. RR: 12- output jaringan
20x/ urine 6. Indikator
menit penurunan
7. Edukasi kardiak
keluarga output
tentang 7. Pengetahuan
proses merupakan
penyakit modal bagi
perilaku
8. Berikan sehat yang
oksigen lebih
tambaha permanen
n 8. Memenuhi
(NRBM kebutuhan
10 lpm) oksigenasi
9. Pasang jaringan.
infus RL 9. Meningkatka
20 tpm n volume
intravaskuler
22- Ketidakefekti Tujuan: 1. Kaji KU 1. KU sebagai Nad
04- fan perfusi Perfusi klien indikator a
202 jaringan jaringan status
0/ perifer perifer 2. Monitor kesehatan
17.2 klien TTV klien
2 efektif ( tekanan 2. Perubahan
dalam darah, status
waktu 1x nadi, dan kesehatan
8 jam RR) diketahui
KH: dengan
1. TD monitoring
sistole 3. Edukasi dan evaluasi
100- keluarga 3. Pengetahuan
130 tentang merupakan
mmHg proses modal bagi
2. TD penyakit perilaku
diastole sehat lebih
60- 4. Kolabora permanen
85mm si dengan 4. Mencegah
Hg advis terbentuknya
3. Nadi: pemberia trombus dan
60-100 n iskemik pada
mmHg antikoag pembuluh
4. RR: 12- ulasi darah
20x/ 5. Mengembali
menit 5. Lakukan kan fungsi
RJP dan jantung paru
ventilasi
22- Intoleran Tujuan: 1. Istirahatk 1. Mengurangi Nad
04- aktifitas Intoleran an klien beban a
202 aktivitas jantung dan
0/ klien paru dalam
17.2 membaik proses
2 setelah 2. Beri metabolisme
tindakan posisi dan
keerawata yang pertukaran
n dalam nyaman oksigen
waktu 1x8 2. Mempermud
3. Berikan ah proses
jam
lingkung istirahat
KH:
an yang 3. Memberikan
1. TD
nyaman rasa nyaman
sistole 4. Monitori
100- ng 4. Perubahan
130 tekanan status
mmHg darah, kesehatan
2. TD nadi, RR, diketahui
diastole dan dengan
60- saturasi monitoring
85mm oksigen dan evaluasi
Hg 5. Pengetahuan
3. Nadi: merupakan
60-100 5. Edukasi modal bagi
mmHg keluarga perilaku yang
4. RR: 12- tentang lebih
20x/ status permanen
menit kesehata 6. Farmakologi
5. SpO2:
95- n membantu
100% proses
6. Kolabora penyembuha
si dengan n penyakit
dokter
pemberia
n
farmakol
ogi
G. Implementasi

Tgl/Jam Dx. No Tindakan Keperawatan Paraf


22-04- 2 1 Mengkaji KU klien: KU lemah Nada
2020
17.22
17.23 1 2 Memasang infus RL 20 tpm Nada
17.24 1,2,3, 3 Monitoring dan evaluasi
4 Skala nyeri 8, wajah meringis,
diaforesis, TD: 60/40 mmHg, Nadi:156
x/ menit, RR: 28 x/ menit, SPO2 78%
17.26 4 Memasang DC Nada
17.27 1 5 Monitoring dan evaluasi Nada
1,3 Nadi tidak teraba, RR 0 x/ menit
17.30 6 Melakukan RJP dan ventilasi 30:2 Nada
17.32 1,3 7 Monitoring dan evaluasi Nada
1,3 Nadi tidak teraba
17.34 8 Lanjutkan RJP dan ventilasi 30:2 Nada
1,3 Nadi tidak teraba
17.36 9 Lanjutkan RJP dan ventilasi 30:2 Nada
1,3 Nadi teraba 156 x/ menit, RR: 28 x/
menit
17.37 10 Istirahatkan pasien Nada
17.40 4 11 Monitoring dan evaluasi Nada
1,2,3, TD:65/40 mmHg, Nadi 122 x/ menit,
4 RR: 24 x/ menit, KU: lemah Nada
18.00 12 Pindahkan pasien ke ICCU
H. Evaluasi

Masalah Tgl / Catatan Perkembangan Paraf


Kep/Kolaboratif Jam
Penurunan curah 22-04- S. - Nada
jantung 2020 O: Nadi: 123x/ menit, TD: 65x/ menit,
17.45 RR: 23x/ menit
A: Masalah keperawatan belum
teratasi
P: interfensi dilanjutkan
Nyeri akut 22-04- S. Nyeri dada sebelah kiri, skala 8, Nada
2020 seperti terbakar, menjalar ke bahu
17.45 kiri, memberat jika beraktifitas
O: ekspresi wajah meringis, skala: 8,
TD: 65/ 40 mmHg, Nadi: 123 x/
menit
A: masalah keperawatan belum
teratasi
P: intrevensi dilanjutkan
Ketidakefektifan 22-04- S: - Nada
perfusi jarngan perifer 2020 O: Nadi: 123x/ menit, TD: 65x/ menit,
17.45 RR: 23x/ menit
A: Masalah keperawatan belum
teratasi
P: lanjutkan intervensi
Intoleran aktivitas 22-04- S: - Nada
2020 O: Nadi: 123x/ menit, TD: 65x/ menit,
17.45 RR: 23x/ menit, SpO2: 78%
A: Masalah keperawatan belum
teratasi
P: lanjutkan intervensi
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1. Syok kardiogenik adalah suatu kondisi dimana otot jantung tidak dapat
melakukan kontraktilitas sehingga menyebabkan penurunan curah jantung
2. Penyebab dari syok kardiogenik paling banyak adalah karena infark
miokardium
3. Penatalaksanaan syok kardiogenik adalah revaskularisasi, fakmakologi,
resusitasi cairan, dan memelihara hemodinamik
4. Pengkajian asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan klien Ny. S
didapatkan bahwa Ny. S mengeluh nyeri dada sebelah kiri, skala 8, nyeri
seperti terbakar, menjalar ke bahu sebelah kiri.
5. Diagnosa keperawatan pada Ny. S adalah nyeri akut, penurunan curah
jantung, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, dan intoleran aktifitas.
DAFTAR PUSTAKA

Arya, C., Susanti, E., Ferdian, E., Arina, H. A., & Kusuma, Z. (2016). Asuhan
Keperawatan Syok Kardiogenik. Politeknik Kesehatan RS dr. Soeparaoen
Malang.
Black, M. J., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Kurniawati, D., Mardiana, S., Wibowo, M., O., T. P., Sari, Y., Priyono, &
Fahmie, H. (2015). Makalah Syok Kardiogenik. Stikes Al- Iryad Al-
Islamiyyah.
Makiah, Fadhil, M. H., Dianti, P., Rosita, R., Hidayat, R., Qamariyah, S., …
Aurora, J. fransisca. (2018). Askep dengan Patofisiologi Syok Kardiogenik.
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Mebazaa, A., Combes, A., Diepen, S. Van, Hollinger, A., & Katz, J. N. (2018).
Management of cardiogenic shock complicating myocardial infarction.
Intensive Care Medicine, 44(6), 760–773. https://doi.org/10.1007/s00134-
018-5214-9
Pambudi, A. S. (2015). Laporan Pendahuluan Syok Kardiogenik. Universitas
Islam Sultan Agung Semarang.
Zhang, Y. B., Zhang, Z. Z., Li, J. X., Wang, Y. H., Zhang, W. L., Tian, X. L., …
Liu, Y. (2019). Aplication of Pulse Index Continous Cardiac Output System
in Elderly Patients with Acute Myocardial Infarction Complicated by
Cardiogenic Shock. World Journal of Clinical Cases, 7(11), 1291–1301.
https://doi.org/10.12998/wjcc.v7.i11.1291

Anda mungkin juga menyukai