SYOK KARDIOGENIK
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syok merupakan sindrom klinis kompleks yang dapat terjadi kapan saja
dan dimana saja. Syok merupakan kondisi yang membahayakan jiwa dan sering
membutuhkan kerja tim yang terdiri atas berbagai penyedia layanan kesehatan,
termasuk perawat, dokter, teknisi laboratorium, apoteker, dan ahli terapi
pernapasan. Syok berpotensi mematikan, melemahkan, dan memakan biaya, oleh
karena itu adalah penting untuk perawat mengidentifikasi klien yang berisiko
mengalami syok, mengetahui hasil pengkajiaan awal yang menunjukkan adanya
syok, dan memulai intervensi yang tepat sebelum terjadinya syok (Black &
Hawks, 2014).
Syok didefinisikan sebagai kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat pada organ- organ vital. Gangguan yang
menyebabkan perfusi jaringan tidak adekuat menimbulkan penurunan oksigenasi
tingkat sel. Oksigenasi tidak adekuat menyebabkan metabolisme anaerobik dan
akumulasi produk- produk sampah di dalam sel. Jika kondisi ini tidak diobati,
kematian sel dan kematian organ akan terjadi (Black & Hawks, 2014).
Klasifikasi syok sendiri secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu, syok
hipovelemik, syok kardiogenik, dan syok distributif. Syok kardiogenik sendiri
merupakan salah satu jenis syok yang disebabkan akibat ketidakadekuatan otot
jantung sehingga terjadi penurunan sirkulasi darah dari jantung ke organ di dalam
tubuh. Penyebab terjadinya syok kardiogenik sendiri adalah karena beberapa hal
seperti infark miokardium (MI), insulfisiensi katub yang disebabkan oleh penyakit
atau trauma, disritmia jantung, atau kondisi obstruktif seperti tamponade
perikardial atau emboli paru. Syok kardiogenik terjadi pada 10% sampai dengan
15% pasien dengan infark miokardium, hal tersebut biasanya terjadi ketika 40%
atau lebih miokardium mengalami kerusakan (Black & Hawks, 2014).
Definisi klienis syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dan
bukti hipoksia jaringan sekalipun volume intravaskuler memadai. Kriteria
hemodinamik untuk syok kardiogenik adalah hipotensi yang berkelanjutan
(tekanan darah sistolik <90 mmHg selama 30 menit) dan indeks jantung
berkurang (<2,2 L/ menit/m2). Manifestasi lain yang dapat terjadi pada pasien
syok kardiogenik adalah hipoperfusi jaringan meliputi oliguria (<30ml/ jam),
ekstremitas dingin, dan perubahan pemikiran (Mebazaa, Combes, et al, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan syok kardiogenik?
2. Apa Etiologi dari syok kardiogenik?
3. Apa saja Manifestasi klinis dari syok kardiogenik?
4. Bagaimana patofisiologi syok kardiogenik?
5. Apa saja komplikasi dari syok kardiogenik?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada syok kardiogenik?
7. Bagaimana asuhan keperawatan gawat daruratan dengan syok
kardiogenik?
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi pengertian syok kardiogenik.
2. Mengidentifikasi etiologi dari syok kardiogenik.
3. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari syok kardiogenik.
4. Mengidentifikasi patofisiologi syok kardiogenik.
5. Mengidentifikasi komplikasi dari syok kardiogenik.
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan pada syok kardiogenik.
7. Mengidentifikasi asuhan keperawatan gawat daruratan dengan syok
kardiogenik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
C. Etiologi
Menurut Black & Hawks (2014) syok kardiogenik disebabkan karena
faktor berikut:
1. Infark miokardium
Gangguan kerja otot jantung paling sering disebabkan infark
miokardium. Daerah jaringan mati atau sekarat yang terjadi pada infark
akan mengganggu kontraktilitas miokardium, sehingga curah jantung
menurun (Black & Hawks, 2014).
2. Kondisi obstruktif
a. Emboli paru yang besar
Embolus biasanya terjadi akibat bekuan drah yang terpecah pada
orang yang menderita trombosis vena dalam (Deep Vein Trombosis/
DVT). Embolus ini berjalan melalui sistem vena ke sisi kanan
jantung dan arteri paru. Ukuran embolus menentukan pada titik apa
embolus tersebut penyumbat arteri paru. Embolus yang besar dapat
menghambat perfusi sebagian besar paru- paru, yang mengakibatkan
peningkatan beban kerja bagi ventrikel kanan (Black & Hawks,
2014).
b. Tamponade perikardial
Akumulasi darah atau cairan di dalam ruang perikardial hingga
menekan miokardium dan mengganggu kemampuan perikardium
melebar (Black & Hawks, 2014).
c. Tension pneumotorak
Jumlah yang signifikan dari udara di ruang pleura yang menekan
pembuluh darah jantung dan pembuluh darah besar, hingga
mengganggu aliran balik vena ke jantung (Black & Hawks, 2014).
3. Penyebab lain
Sebagain besar penyakit jantung berpotensi menyebabkan syok
kardiogenik (Black & Hawks, 2014). Penyakit tersebut meliputi:
a. Insulfisiensi katup jantung akibat trauma atau penyakit
b. Aneurisme miokardium (biasanya akibat infark miokard atau
kelainan bawaan)
c. Ruptur otot papiler katub
d. Ruptur ventrikel
e. Stenosis aorta
f. Regurgitasi mitral
g. Disritmia jantung
h. Infeksi seperti endokarditis dan miokarditis
i. Hipertensi pulmonal
j. Obat- obat toksik
Dilatasi Mikrosirkulasi
Curah Jantung
Hipoksia
Akumulasi metabolit seluler
di dalam sel dan pelepasan zat vasoaktif
Asidosis metabolik
Permeabilitas kapiler
Syok Indeks= HR
MAP
Keterangan:
< 0,9 normal
>0,9 syok
E. Manifestasi Klinis
Menurut Kurniawati et al., (2015) dan Arya et al., (2016) manifestasi yang
ditimbulkan akibat syok kardiogenik adalah sebagai berikut:
1. Nyeri dada substernal seperti infark miokardium yang berkelanjutan,
dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat, dan apprehensive
(anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
2. Hipoperfusi jaringan
3. Keadaan mental tertekan/depresi
4. Ekstremitas teraba dingin
5. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6. Takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit), kecuali ada
blok A-V
7. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit
8. Hipotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
9. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat,
hidrosis, perspirasi)
10. Distensi vena jugularis
11. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
12. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
13. Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut
1. Keluhan Pokok
a. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
b. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
c. Nyeri substernal seperti IMA.
2. Tanda Penting
a. Tensi turun < 80-90 mmHg
b. Takipneu dan dalam
c. Takikardi
d. Nadi cepat
e. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
f. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
g. Sianosis
h. Diaforesis (mandi keringat)
i. Ekstremitas dingin
j. Perubahan mental
3. Kriteria adanya disfungsi miokard disertai dengan:
a. Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
b. Produksi urin < 20 mL/jam.
c. Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
d. Ada tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi
F. Patofisiologi
Syok terjadi jika tidak terdapat volume sirkulasi yang adekuat untuk
mempertahankan metabolisme aerobik di dalam sel. Volume sirkulasi yang
adekuat bergantung pada tiga komponen dari sistem kardiovaskuler yang saling
berkaitan yaitu jantung, tonus vaskular, dan volume darah. Darah mengalir ke
seluruh tubuh karena tekanan penggerak saat meninggalkan ventrikel kiri. Jika
terdapat penurunan volume darah atau jika otot jantung tidak dapat memompa
darah secara efektif, curah jantung akan menurun (Black & Hawks, 2014).
Tonus vaskular adalah derajat penyempitan oleh otot polos di dalam
arteriol. Ukuran pembuluh darah besar tubuh diatur oleh sistem saraf otonom,
tetapi ini tidak berlaku untuk mikrosirkulasi. Sfingter kapiler dan arteriol adalah
mekanisme terpisah yang diatur dengan kontrol yang berbeda. Biasanya aliran
darah melalui kapiler dipengaruhi oleh berbagi kebutuhan sel yang terletak di
dekat pembuluh darah tersebut. Kapiler terbuka sesuai permintaan dari sel- sel
yang ada di dekatnya (Black & Hawks, 2014).
Gangguan kecil pada satu komponen dikompensasikan oleh dua komponen
lainnya, sedangkan gangguan yang terlalu lama atau berat akan menyebabkan
syok. Beberapa masalah dengan penurunan perfusi organ dan jaringan yang terjadi
pada syok disebabkan oleh gagalnya mekanisme normal. Jika salah satu dari tiga
komponen sirkulasi tersebut gagal, bagian lain dari sistem ini akan memulai
sistem kompensasi. Misalnya vasoknstriksi dan peningkatan curah jantung dapat
digunakan untuk mengkompensasi penurunan volume. Selama dua dari faktor
faktor ini dapat mempertahankan tindakan kompensasi yang memuaskan, sirkulasi
darah yang adekuat dapat dipertahankan sekalipun faktor ketiga tidak berfungsi
secara normal. Jika mekanisme kompensasi tersebut gagal atau jika lebih dari satu
dari tiga faktor yang diperlukan untuk sirkulasi yang adekuat tidak berfungsi,
maka terjadi kegagalan sirkulasi dan syok (Black & Hawks, 2014).
Syok kardiogenik adalah kegagalan ventrikel kiri untuk memompa volume
darah yang adekuat. Jika curah jantung menurun, tubuh mengimbanginya dengan
melepaskan kotekolamin (epinefrin dan norepinefrin) untuk meningkatkan detak
jantung dan resistensi vaskular sistemik guna meningkatkan aliran balik vena.
Namun demikian, hal ini hanya bersifat sementara untuk mengembalikan tekanan
darah dan aliran darah jaringan ke organ- organ vital (jantung dan otak). Jantung
yang sakit tidak dapat mempertahankan oksigenasi jaringan miokardnya sendiri,
yang meimb ulkan pusaran penurunan curah jantung, hipotensi, dan selanjutnya
iskemik miokard (Black & Hawks, 2014).
Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan
jantung pada fase terminal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke aliran
darah koroner berdampak pada supply O2 kejaringan khususnya pada otot jantung
yang semakin berkurang, hal ini akan menyababkan iscemik miokard pada fase
awal, namun bila berkelanjutan akan menimbulkan injuri sampai infark miokard.
Bila kondisi tersebut tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan kondisi
yang dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi syok, metabolisme yang pada
fase awal sudah mengalami perubahan pada kondisi anaerob akan semakin
memburuk sehingga produksi asam laktat terus meningkat dan memicu timbulnya
nyeri hebat seperti terbakar maupun tertekan yang menjalar sampai leher dan
lengan kiri, kelemahan fisik juga terjadi sebagai akibat dari penimbunan asam
laktat yang tinggi pada darah. Semakin Menurunnya kondisi pada fase syok otot
jantung semakin kehilangan kemampuan untuk berkontraksi utuk memompa
darah. Penurunan jumlah strok volume mengakibatkan berkurangnnya cardiac
output atau berhenti sama sekali. Hal tersebut menyebakkan suplay darah maupun
O2 sangatlah menurun kejaringan, sehingga menimbulkan kondisi penurunan
kesadaran dengan akral dinging pada ektrimitas, Kompensasi dari otot jantung
dengan meningkatkan denyut nadi yang berdampak pada penurunan tekanan darah
Juga tidak memperbaiki kondisi penurunan kesadaran. Aktifitas ginjal juga
terganggu pada penurunan cardiac output,yang berdampak pada penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR ). Pada kondisi ini pengaktifan system rennin,
angiotensin dan aldostreron akan , menambah retensi air dan natrium
menyebabkan produksi urine berkurang( Oliguri < 30ml/ jam) (Arya et al., 2016).
Penurunan kontraktilitas miokard pada fase syok yang menyebabkan
adanya peningkatan residu darah di ventrikel, yang mana kondisi ini akan semakin
memburuk pada keadaan regurgitasi maupun stenosis valvular .Hal tersebut dapat
menyebabkan bendungan vena pulmonalis oleh akumulasi cairan maupun refluk
aliran darah dan akhirnya memperberat kondisi edema paru (Arya et al., 2016).
DLL: insulfisiensi katup, aneurisme aorta, ruptur aorta, dll
Kondisi obstruktif: emboli paru,
IMA
tamponade perikardial, ternsion
H. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan
aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi
atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
Sinus takikardi
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis
katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK,
isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH)
I. Komplikasi
1. Henti jantung paru
2. Disritmia
3. Gagal multisistem organ
4. Gagal ginjal Kerusakan hati Stroke
5. Trombroemboli
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
Penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing.
Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas
bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti snoring
2) Breathing
Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara
napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
3) Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
4) Disability
Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Secondary Survey
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi,
past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai
dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
2. Penentuan Prioritas
3. Diagnosis
a. Nyeri akut ybd agens cidera biologis iskemik
b. Penurunan curah jantung ybd perubahan preload dan afterload
c. Hambatan pertukaran gas ybd perubahan membran alveolar-
kapiler
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer ybd penurunan
kontraktilitas jantung
e. Intoleran aktivitas ybd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
4. Intervensi
a. Nyeri akut ybd agens cidera biologis iskemik
1) Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal,
petunjuk non verbal dan repon hemodinamik ( contoh:
meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mengcengkram dada,
napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah).
2) Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam
perlahan, perilaku diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
3) Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya
morfin, meperidin (demerol)
b. Penurunan curah jantung ybd perubahan preload dan afterload
1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
2) Catat bunyi jantung
3) Palpasi nadi perifer
4) Pantau status hemodinamik
5) Kaji adanya pucat dan sianosis
6) Pantau intake dan output cairan
7) Pantau tingkat kesadaran
8) Berikan oksigen tambahan
9) Berikan obat diuretik, vasodilator.
10) Pantau pemeriksaan laboratorium.
c. Hambatan pertukaran gas ybd perubahan membran alveolar-
kapiler
1) Auskultasi bunyi napas, catat adanya krekels, mengi
2) Berikan perubahan posisi sesering mungkin
3) Pertahankan posisi duduk semifowler
4) Monitoring dan evaluasi: RR, sianosis, CRT, pola napas
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer ybd penurunan
kontraktilitas jantung
1) Lihat pucat, sianosis belang, kulit dingin, atau lembab.
2) Catat kekuatan nadi perifer.
3) Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik
4) Pantau data laboratorium, contoh : GBA, BUN, creatinin, dan
elektrolit
5) Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin
(coumadin).
e. Intoleran aktivitas ybd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas,
khususnya bila pasien menggunakan vasolidator, diuretik,
penyekat beta.
2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat
takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
3) Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh
pengobatan, nyeri, obat.
4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi,
selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
6) Adakan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Tinjauan Kasus
Klien Ny. S usia 64 tahun datang ke IGD RS Sehat Sejahtera diantar
suaminya Tn. M. Dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri seperti terbakar
menjalar ke bahu kiri, skala nyeri 8, memberat ketika beraktifitas. Sehari- hari
klien adalah ibu rumah tangga sementara suaminya bekerja sebagai petani di Desa
Angin Ribut. Suami klien mengatakan klien sempat tidak sadarkan diri dirumah,
lalu suami klien membawa klien ke RS dengan menggunakan mobil, klien tiba di
RS pukul 17.22 WIB langsung dibawa ke IGD. Saat pengkajian di IGD
didapatkan hasil TTV sebagai berikut: TD: 170/100 mmHg, N: 75x/menit, RR:
19x/menit, S: 36,7°C, suami klien mengatakan klien sempat tidak sadarkan diri
dirumah, kaki tidak bisa digerakan, lemas, mual, muntah, lalu perawat IGD
memasangkan infus ditangan kanan klien dengan cairan RL 20 Tpm, dan
memasangkan O2 Masker 10 Lpm, memasangkan DC dan mendapatkan terapi
obat omeprazol, ondansentron, citicolin, mecobalamin dan ceftriaxone. Pukul
17.30 WIB klien sempat kejang 2x lama kejang 30 detik kemudian apneu
didapatkan TTV TD: 60/40 mmHg, N: 120x/menit, RR: 28x/Menit, S: 34,7°C,
klien dipindahkan ke ruang resusitasi lalu dilakukan tindakan RJP dan Bagging
selama 3 siklus didaptkan RR: 18x/Menit, N: 70x/Menit, TD: 109/70 mmHg,
klien kembali sadar. Karena kondisi ini klien tidak dapat melakukan aktifitasnya
secara mandiri, klien memerlukan bantuan dari oranglain. Sedangkan hal yang
meringankan klien adalah saat klien tirah baring dan tidak beraktifitas.
Suami klien mengatakan sebelumnya klien memang sudah sering keluar
masuk RS, tetapi sebelumnya belum pernah sampai kejang dan sampai seperti ini
(apneu). Klien juga mempunyai riwayat tekanan darah tinggi atau Hipertensi, dan
juga penyakit ginjal (CVD). Klien tidak ada alergi apapun, tidak ada
ketergantungan obat-obatan maupun minum-minuman keras, klien juga tidak
merokok.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, pasien nampak
pucat, diaforesis, sulit bernapas, oliguri, GCS: 1-1-1, terdapat sekret dan ada suara
napas tambahan snoring, SPO2: 78%. Hasil pemerikasaan head to toe didapatkan
data sebagai berikut:
1. Kepala
a. Wajah dan kulit kepala:
Simetris, ekspresi nampak lemah, warna kuning pucat
b. Mata:
Sclera ikhterik, konjungtiva anemis, tidak ada benjolan pada mata
c. Hidung:
Tidak ada polip, kotor, tidak ada radang, tidak ada benjolan.
d. Telinga:
Terdapat serumen, tidak menggunakan alat bantu
e. Mulut:
Gigi berwarna kuning, berkaries, tidak memakai gigi palsu, lidah
berwarna putih, bibir kering
2. Leher
Kelenjar thyroid tidak membesar, simetris, tidak ada kelainan kelenjar
getah bening, terdapat distensi vena jugularis, tidak teraba tekanan
vena jugularis.
3. Thorax dan Paru
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, payudara simetris, jenis
pernafasan whezzing, frekuensi 28x/menit, irama reguler.
4. Jantung
Adanya bunyi jantung S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua,
ditemukan murmur mid sistolik atau late siistolik apikal bersifat
sementara, bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering
terdengar, HR= 159x/menit
5. Abdomen
Perut buncit, tidak ada luka, bising usus 3x/ menit
6. Muskuluskeletal
Tangan dan kaki simetris, tidak ada oedema, tidak ada luka, tangan
dan kaki berkeringat
7. Integumen
Warna kulit sawo matang, elastis, tidak ada pengerasan kulit.
B. Pengkajian
Ruang : IGD
Nomor Register :-
A. Identitas Klien
Nama : Ny. S Suami/Istri/Orang Tua :
Suku/Bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa
Pendidikan :-
Status : Menikah
→ Obyektif
1. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 60/40 mmHg
Suhu : 34,7 0C
CRT > 2 detik
C. Kasus Trauma
→ Subyektif
1. Keluhan Utama
-
2. Mekanisme Trauma
-
→ Obyektif
1. Airway
Terdapat sekret dan ada suara napas tambahan snoring
2. Breathing
Klien terlihat sesak nafas, RR: 28x/menit, terdapat suara tambahan
whezzing, tidak ada trauma dada, SPO2: 78%, menggunakan otot bantu
nafas retraksi intercostalis, menggunakan alat bantu nafas spontan
breathing 10 lpm
3. Circulation
Tidak ada perdarahan, kulit kuning pucat, nadi cepat N: 120x/menit,
akral dingin, diaforesis (mandi keringat), CRT < 3 detik, irama reguler,
HR: 159x/menit, TD: 60/40 mmHg, MAP: 43 mmHg, konjungtiva
anemis, terdapat distensi vena junggularis, Syok indeks= 3,4.
4. Disability
kesadaran coma, GCS: E=1 M=1 V=1, ROM terbatas
5. Exposure/Environtmental Control
Tidak ada trauma tumpul maupun tajam di dada
6. Full Set Of Vital Sign / Five Interventions
Tekanan Darah : 60/40 mmHg
Nadi : 159 x/menit,
Kelaianan : Takikardi
Respiratory Rate : 28 x/menit,
Pola Napas : hiperpnea
Suhu : 34,7 °C
Five Interventions: pasang infus RL 20 tpm
7. Give Comfort
Mempertahankan posisi yang nyaman bagi pasien
iii. Rambut
Alopesia Penyebaran Tidak Merata
iv. Wajah
Pucat Kemerahan Asimetris
v. Ubun-ubun
Datar Cekung Cembung
vi. Lain-lain
-
II. Mata
i. Mata
Semetris Asimetris
iii. Konjungtiva
Anemis Kemerahan Tidak ada kelainan
iv. Sklera
Icterus Kemerahan Tidak ada kelainan
v. Pupil
Reflek cahaya : Langsung : Positif Negatif
Miosis Midriasis
viii. Lain-lain
-
III. Hidung
i. Tulang hidung dan posisi septum nasi
Terdapat deviasi Tidak ada kelainan
iii. Lain-lain
-
IV. Telinga
i. Bentuk telinga
Simetris Asimetris
iv. Lain-lain
-
Kering basah
iii. Lidah
Warna merah merata Kotor
v. Lain-lain
-
VI. Leher
i. Trakea
Simetris Deviasi Pembesaran kel. tiroid
iii.
Lain-lain
-
VII. Thorax / Paru
i. Bentuk
Normal chest Pigeon chest Funnel chest
ii. Pernapasan
Dyspnea Retraksi intercosta
Retraksi supra sternal Pernapasan cuping hidung
Stridor Gurgling
iv. Perkusi
Sonor Redup Pekak
Hipersonor Timpani
v. Palpasi (fremitus)
Kanan = Kiri Kanan >> Kiri >>
vi. Lain-lain
-
VIII. Jantung
i. Inspeksi
Pulsasi jejas
iv. Perkusi
Batas jantung normal Kardiomegali
v. Lain-lain
-
IX. Abdomen
i. Bentuk abdomen
Flat Scapoid Rounded
vi. Lain-lain
-
X. Ektremitas
i. Tulang
Simetris Asimetris
iii. Palpasi
Pitting edema Non pitting edema
Hangat Dingin
Lembab Kering
iv. Jejas
Contusio Abratio Laserasi
v.
Kekuatan otot
5555 5555
5555 5555
vi. Tanda-tanda fraktur
-
vii. Lain-lain
Terdapat sianosis di area kuku
XI. Pelvis dan Genetalia
Jejas Benjolan Luka
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
-
2. Radiologi/USG/CT-Scan/MRI
-
3. Elektrokardiografi Sinus
takikardia
Mahasiswa,
No Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung ybd Perubahan kontraktilitas myokardium dd TD:
60/40 mmHg, nadi: 156x/ menit, EKG: Sinus takikardia, pitting edema+,
adanya distensi vena junggularis, MAP: 43 mmHg, Konjungtiva anemis,
CRT> 2 detik, Terdapat sianosis perifer
2. Nyeri akut ybd agens cidera biologis iskemik dd Klien mengatakan nyeri
dada sebelah kiri, nyeri seperti terbakar, skala 8, memberat jika beraktifitas
E. Tindakan Resusitasi
A. Kesimpulan
1. Syok kardiogenik adalah suatu kondisi dimana otot jantung tidak dapat
melakukan kontraktilitas sehingga menyebabkan penurunan curah jantung
2. Penyebab dari syok kardiogenik paling banyak adalah karena infark
miokardium
3. Penatalaksanaan syok kardiogenik adalah revaskularisasi, fakmakologi,
resusitasi cairan, dan memelihara hemodinamik
4. Pengkajian asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan klien Ny. S
didapatkan bahwa Ny. S mengeluh nyeri dada sebelah kiri, skala 8, nyeri
seperti terbakar, menjalar ke bahu sebelah kiri.
5. Diagnosa keperawatan pada Ny. S adalah nyeri akut, penurunan curah
jantung, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, dan intoleran aktifitas.
DAFTAR PUSTAKA
Arya, C., Susanti, E., Ferdian, E., Arina, H. A., & Kusuma, Z. (2016). Asuhan
Keperawatan Syok Kardiogenik. Politeknik Kesehatan RS dr. Soeparaoen
Malang.
Black, M. J., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Kurniawati, D., Mardiana, S., Wibowo, M., O., T. P., Sari, Y., Priyono, &
Fahmie, H. (2015). Makalah Syok Kardiogenik. Stikes Al- Iryad Al-
Islamiyyah.
Makiah, Fadhil, M. H., Dianti, P., Rosita, R., Hidayat, R., Qamariyah, S., …
Aurora, J. fransisca. (2018). Askep dengan Patofisiologi Syok Kardiogenik.
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Mebazaa, A., Combes, A., Diepen, S. Van, Hollinger, A., & Katz, J. N. (2018).
Management of cardiogenic shock complicating myocardial infarction.
Intensive Care Medicine, 44(6), 760–773. https://doi.org/10.1007/s00134-
018-5214-9
Pambudi, A. S. (2015). Laporan Pendahuluan Syok Kardiogenik. Universitas
Islam Sultan Agung Semarang.
Zhang, Y. B., Zhang, Z. Z., Li, J. X., Wang, Y. H., Zhang, W. L., Tian, X. L., …
Liu, Y. (2019). Aplication of Pulse Index Continous Cardiac Output System
in Elderly Patients with Acute Myocardial Infarction Complicated by
Cardiogenic Shock. World Journal of Clinical Cases, 7(11), 1291–1301.
https://doi.org/10.12998/wjcc.v7.i11.1291