INTERPRETASI EKG
Penyusun:
Ns. Sidik Awaludin, S.Kep., M.Kep.,Sp.Kep.MB (KKV)
1
PENDAHULUAN
Penyusun
2
ANATOMI FISIOLOGI
SISTEM KARDIOVASKULAR
A. LETAK JANTUNG
Jantung terletak dirongga thorak dalam mediastinum, dibelakang
sternum dan di depan vetebra, apek setinggi intercosta 4-5 kiri
sejajar garis pertengahan clavicula. Jantung mempunyai berat 250-
350 gram. Jantung sebelah kanan menerima darah dari seluruh
tubuh yang mengandung sedikit oksigen dan memompanya ke
paru-paru. Jantung sebelah kiri menerima darah yang telah
teroksigenasi dan memompakannya keseluruh jaringan tubuh.
B. LAPISAN JANTUNG
Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Pericardium
Perikardium merupakan lapisan terluar jari jantung yang
berfungsi melindungi jantung, mencegah over filling dan
melindungi dari gesekan jaringan disekitarnya. Terdiri dari 3
lapisan:
a. Fibrous perikardium
b. Lapisan parietal
c. Lapisan viceral
3
2. Miokardium
Miokardium merupakan lapisan otot. Secara anatomi
merupakan otot skeleton namun secara pergerakan adalah
autonom.
3. Endokardium
Endokardium merupakan lapisan endotelial yang merupakan
lapisan permukaan bagian dalam jantung.
Gambar 2. Lapisan jantung
C. RUANG JANTUNG
Jantung terdiri dari 4 ruang yaitu 2 atrium dan 2 ventrikel. Atrium
kanan berfungsi menerima darah dari seluruh tubuh melalui vena
cava, ventrikel kanan berfungsi memompakan darah ke paru – paru
4
melalui arteri pulmonal. Atrium kiri berfungsi menerima darah
dari paru melalui vena pulmonalis, sedangkan ventrikel kiri
berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh melalui aorta.
1. Katup atrioventrikuler
Katup ini terletak antara atrium dan ventrikel yang bertujuan
untuk mencegah aliran balik ke dalam atrium ketika ventrikel
berkonstraksi. Terdiri dari:
a. Katup tricuspidalis
Katup ini terletak antara atrium dan ventrikel kanan
b. Katup Bicuspidalis/Mitral
Katup ini terletak antara atrium dan ventrikel kiri.
2. Katup semilunar
Katup semilunar mencegah aliran balik darah ke dalam
ventrikel. Terdiri dari:
5
a. Katup semilunaris aorta, terletak antara ventrikel kiri
dengan aorta.
b. Katup semilunaris pulmonal, terletak antara ventrikel
kanan dengan arteri pulmonal.
D. PERSYARAFAN JANTUNG
Jantung merupakan organ yang bekerja secara autonom. Jantung
distimulasi oleh sympathetic cardioacceleratory center yang
terletak di medulla oblongata. Stimulasi ini dapat meningkatkan
heart rate dan kekuatan kontraksi. Jantung dihambat oleh
Parasympathetic Cardioinhibitory center melalui nervus vagus.
Hambatan parasimpatis dapat melambatkan heart rate
6
E. SUPLAI DARAH KE JANTUNG
Sirkulasi koroner berfungsi mensuplai darah pada otot jantung oleh
jantung sendiri. Sistem Collateral routes berfungsi menyakinkan
pengiriman darah pada otot jantung jika terjadi sumbatan pada
pembuluh darah besar koroner. Arteri koroner adalah cabang
utama dari sirkulasi sistemik yang terdiri dari:
7
Gambar 7. Arteri Koroner
8
Gambar 8. Vena jantung
9
• Dalam batas – batas fisiologis, jantung memompakan ke
seluruh tubuh darah yang kembali ke jantung tanpa
menyebabkan penumpukan di vena.
• Jantung dapat memompakan jumlah darah yang sedikit ataupun
jumlah darah yang besar bergantung pada jumlah darah yang
mengalir kembali ke vena.
G. SISTEM KONDUKSI
Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang
menghantarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat –
sifak khusus yaitu otomatisasi, irama pembentukan impuls teratur,
daya konduksi dan daya rangsang. Jaringan tersebut terdiri dari:
1. SA node
Terletak di dekat muara vena cava superior
Terdapat sel – sel pace maker yang menggerakan jantung
secara otomatis
Impuls yang dihasilkan 60-100 kali/menit
Dipengaruhi oleh rangsang simpatis dan parasimpatis
2. Traktus internodal, menghantarkan impuls dari SA node ke AV
node.
3. Bachman Bundle, menghantarkan impuls dari SA Node ke
atrium kiri
4. AV node
• Letak didalam dinding septum atrium kanan, tepat diatas
katup tricuspid dekat muara sinus koronarius
• Menghasilkan impuls dengan frekuensi 40-60 kali/menit
• Fungsi:
a. Menahan impuls jantung selama 0,08 – 0,12 detik untuk
memungkinkan pengisian ventrikel selama atrium
berkontraksi
b. Mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai
ventrikel
5. Bundle of His, berfungsi menghantarkan impuls dari AV node
ke bundle branches.
10
6. Bundle branch
Merupakan kelanjutan Bundle of his yang bercabang dua
yaitu:
Right bundle branch (RBB)
Left bundle branch (LBB)
7. Serabut Purkinje
Merupakan ujung dari bundle branches
Menghantarkan impuls menuju ke lapisan subendokard
pada kedua ventrikel sehingga terjadi depolarisasi yang
diikuti konstraksi ventrikel.
Menghasilkan impuls dengan frekuensi 20 – 40 kali
permenit
11
Gambar 11. Siklus jantung
H. ELEKTROFISIOLOGI
Dalam keadaan normal perbedaan potensial muatan
membran sel sekitar -90 milivolt. Sel miokard jantung dalam
keadaan istirahat, permukaan luar positif sedang bagian dalam
bermuatan negatif.
Kontraksi dari sel-sel otot yang berhubungan dengan
perubahan muatan listrik disebut Depolarisasi, dan pengembalian
muatan listrik ke keadaan semula disebut Repolarisasi. Rangkai
proses ini disebut Aksi Potensial.
Aksi potensial dibagi atas 5 fase yaitu;
1. Fase 0
Dinamakan fase depolarisasi yang menggambarkan arus masuk
Natrium ekstra seluler ke dalam intra seluler yang berlangsung
dengan cepat. Terjadi perubahan muatan dalam sel menjadi
positif dan diluar menjadi negatif
2. Fase 1
Fase permulaan repolarisasi dengan mengembalikan potensial
intrasel ke 0 milivolt. Terjadi akibat penutupan saluran
Natrium.
3. Fase 2
Ion kalsium bergerak relatif lambat ke dalam sel menyebabkan
kestabilan agak lama sesuai dengan refrakter absolut
4. Fase 3
12
Fase ini merupakan fase pengembalian potensial intrasel ke
potensial istirahat, akibat pengeluaran Kalium dari dalam sel
keluar sel, sehingga mengurangi muatan positif di dalam sel.
5. Fase 4
Fase istirahat, dimana permukaan sel akan bermuatan positif
sedangkan di dalam sel bermuatan negatif.
13
DASAR INTERPRETASI EKG
14
Keterangan gambar
1. Gelombang P
Merupakan depolarisasi atrium dengan nilai normal:
Tinggi : < 0,3 mvolt
Lebar : < 0,12 detik
Selalu positif di L II
Selalu negatif di aVR
Kepentingan
Mengetahui kelainan di Atrium
2. Interval PR
Menggambarkan waktu konduksi AV, diukur dari permulaan
gelombang P sampai permulaan gelombang QRS dengan nilai
normal 0,12 - 0,20 detik.
Kepentingan :
Kelainan sistem konduksi/blok
3. Kompleks QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel dengan nilai
normal:
Lebar : 0,06 - 0,12 detik
Tinggi : tergantung lead
Kompleks QRS terdiri dari gelombang Q, R dan S.
Kepentingan :
Mengetahui adanya hipertrofi ventrikel
Mengetahui adanya Bundle branch block
Mengetahui adanya infark
4. Gelombang Q
Merupakan defleksi negatif pertama pada kompleks QRS dengan
nilai normal:
Lebar : < 0,04 detik
15
Dalam : kurang dari 1/3 tinggi gelombang R
Gelombang Q yang abnormal disebut Q patologis
5. Gelombang R
Merupakan defleksi positif pertama pada kompleks QRS. Gel R
umumnya positif di lead I,II,V5 dan V6. Di lead aVR, V1,V2
biasanya hanya kecil atau tidak ada.
6. Gelombang S
Merupakan defleksi negatif setelah gelombang R. Di lead aVR dan
V1 gelombang S terlihat dalam. Dari V2 ke V6 akan terlihat makin
lama makin menghilang
7. Gelombang T
Merupakan gambaran repolarisasi ventrikel dengan nilai normal :
Tinggi : 1 mV di lead dada
0,5 mV di lead ekstrimitas
Minimal ada 0,1 mV
Kepentingan :
Mengetahui adanya iskemia/infark
Kelainan elektrolit
8. Gelombang U
Merupakan defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum
gelombang P berikutnya.
9. Segment ST
Diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang T.
Segment T ini normalnya isoelektris. Jika segment ST diatas garis
isoelektris disebut ST elevasi dan yang dibawah garis isoelektris
disebut ST depresi.
16
Kriteria EKG normal atau irama sinus (SR) adalah sebagai berikut :
Irama teratur.
Frekwensi jantung (HR) antara 60-100 x/menit.
Gel P normal, setiap gel P diikuti gel QRS dan T.
Interval PR normal ( 0,12 – 0,20 detik ).
Gel QRS normal ( 0,06 – 0,12 detik ).
Semua gelombang sama.
Irama EKG yg tidak mempunyai kriteria tersebut disebut
disritmia atau aritmia
17
SANDAPAN EKG
II III
b. Sandapan Unipolar
Sandapan Unipolar Ektremitas yang diperkuat (augmented)
Merekam besar potensial listrik pada satu ektremitas,
elektroda diletakkan pada ektremitas yg akan diukur. Gabungan
elektroda-elektroda pada ektremitas yg lain membentuk
elektroda indiferen (aVR, aVL, aVF).
18
Sandapan Unipolar Prekordial
Merekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan
elektroda yang ditempatkan di beberapa dinding dada. Adapun
letak prekordial adalah sebagai berikut:
V1 : Ruang intercosta IV, pada garis parasternal kanan
V2 : Ruang intercosta IV, pada garis parasternal kiri
V3 : Pertengahan/diagonal antara V2 dan V4
V4 : Ruang intercosta V, pada garis midklavikula kiri
V5 : Ruang intercosta V, pada garis aksilaris anterior kiri
V6 : Ruang intercosta V, pada garis mid-aksilaris kiri
V7 : Ruang intercosta V, pada garis aksilaris posterior
kiri
V8 : Ruang intercosta V, pada garis mid skapularis kiri
V9 : Ruang intercosta V, pada garis para vertebralis kiri
19
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan melakukan perekaman
EKG, yaitu:
1. Pasien sebaiknya berbaring pada tempat tidur yang nyaman atau
meja yang cukup luas untuk menyokong seluruh tubuh
2. Pasien dianjurkan untuk istirahat total karena gerakan pasien dapat
merubah hasil rekaman.
3. Sebelum melakukan perekaman hendaknya pasien terlebih dahulu
diberikan penjelasan terkait prosedur tindakan supaya
menurunkan/menghilangkan ketakutan.
4. Kulit dan elektroda harus kontak dengan baik. Untuk mendapatkan
hasil yang optimal dapat menggunakan gel.
5. Alat EKG harus distandarisasi dengan cermat sehingga 1 milivolt
akan menimbulkan defleksi 1 cm.
6. Pasien dan alat harus di arde dengan baik untuk menghindari
gangguan arus bolak – balik.
20
Langkah-langkah Interpretasi EKG
21
Irregular, jika jarak antara gelombang R ke R tidak sama
22
= 1500/19
= 78,9 = 79 x/menit
Catatan: disarankan untuk menggunakan metode penghitungan
yang kedua (menggunakan kotak kecil) karena hasilnya lebih
akurat
23
P Pulmonal
b. Gelombang P mitral
Gelombang P ini memiliki lebar > 0,12 detik dan membentuk
huruf M.
Bentuk gelombang P ini juga merupakan salah satu petunjuk
adanya hipertropi atrium kiri.
c. Irama Junctional
Irama junctional berasal dari sel di luar nodus SA
sehingga menghasilkan bentuk gelombang P yang aneh atau
tidak ada sama sekali. Hal ini seperti terlihat pada Gambar 31.
24
4. Tentukan kompleks QRS
Kaji lebar gelombang QRS apakah sempit atau lebar. Irama
ventrikular salah satunya ditandai dengan kompleks QRS yang
lebar ( > 0,12 detik). Hal ini seperti terlihat pada Gambar 32.
5. Tentukan interval PR
Beberapa kondisi yang menyebabkan adanya kelainan bentuk pada
interval PR antara lain:
a. Blokade sistem konduksi
Blokade nodus AV dengan berbagai derajatnya menyebabkan
gambaran interval PR yang abnormal, dimana lebarnya > 0,12
detik.
Hal ini seperti terlihat pada Gambar 33.
25
Gel Delta
26
7. Interpretasi
Interpretasi EKG strip ditegakan berdasarkan 6 komponen, seperti
terlihat pada Gambar 38.
27
Interpretasi EKG Lengkap 12 Lead
Interpretasi EKG lengkap 12 lead memiliki 7 langkah, antara
lain:
1. Menentukan irama
Kaji apakah iramanya regullar atau iregullar ?
Caranya sama seperti dalam menentukan irama pada EKG strip
Kaji apakah termasuk irama sinus ?
Irama sinus ditandai dengan adanya gelombang P yang diikuti oleh
kompleks QRS.
Hal ini bisa dilihat pada Gambar 39 dan 40
2. Menentukan HR
Cara yang digunakan sama dengan yang dilakukan paa EKG strip.
Sedangkan lead yang dipilih adalah yang memiliki gambaran
gelombang paling jelas.
28
Gambar 41. Gambaran EKG lengkap 12 lead
29
Left Axis Deviation
Axis jantung berada pada rentang -300 sampai dengan -900
Right Axis Deviation
Axis jantung berada pada rentang +1100 sampai dengan
+1800.
Undetermined Axis Deviation
Sering dikenal pula sebagai extreme RAD dan adapula
yang menyatakan sebagai Northwest axis.
Letak aksis jantung ditentukan melalui beberapa langkah berikut
ini, antara lain:
a. Buat bentuk dua garis menyilang kemudian namai lead I (untuk
horisontal) dan aVF untuk vertikal, seperti pada Gambar 43
Gambar 43. Garis menyilang
30
c. Kemudian masukan hasilnya dengan membuat skala pada
diagram garis Gambar 39, dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika nilai (+) buat skala ke arah positive, kalau lead I ke
kanan maka aVF ke bawah
Jika nilai (-) buat skala ke arah negative, kalau lead I ke
kiri, maka aVF ke atas
31
Berdasarkan Gambar 46, maka dapat disimpulkan
bahwa aksis jantungnya termasuk LAD.
4. Mengkaji tanda-tanda iskemi, injuri, dan infark miokardium
Pengkajian yang dilakukan meliputi identifikasi gambaran iskemi,
injuri, atau infark pada sadapan atau lead EKG. Selanjutnya
tentukan dimana lokasi miokard yang terkena berdasarkan
gambaran leadnya.
32
Normalnya gelombang R di V1 itu rendah dan kecil.
Namun pada rekaman EKG ini, gelombang R di V1
tampak tinggi
Lead V6
Normalnya gelombang R di lead V6 itu tinggi. Namun
pada rekaman EKG ini, gelombang R tampak rendah dan
lebih kecil dibandingkan dengan gelombang S nya.
Lead aVF
Kompleks QRS pada lead ini bernilai negative karena
gelombang R lebih kecil (pendek) dibandingkan dengan
gelombang S. Hal ini menunjukan nilainya negative.
Berdasarkan perubahan pada ketiga lead tersebut, maka bisa ditarik
kesimpulan bahwa Gambar 47 menunjukan hipertropi ventrikal
kanan.
6. Mengkaji tanda-tanda gangguan elektrolit
Gangguan elektrolit yang biasanya terjadi adalah hipokalemi,
hiperkalemi, hipokalsemi, dan hiperkalsemi.
Hiperkalemi ditandai dengan terbentuknya gelombang T yang
tinggi (T tall). Sedangkan pada hipokalemi ditandai denga
terbentuknya gelombang U.
7. Interpretasi
Komponen yang digunakan dalam menegakan kesimpulan dalam
interpretasi EKG dapat dlihat pada Gambar 49
33
Gambar 49. Interpretasi EKG Lengkap
34
ARITMIA (DISRITMIA)
1. Pengertian
Aritmia adalah gangguan denyut jantung yang meliputi frekuensi,
irama, dan konduksi yang dapat ditimbulkan oleh karena gangguan
pengeluaran/pembentukan impuls maupun gangguan sistem
hantaran/konduksi atau keduanya.
2. Penyebab
35
b. Iskemia
Miokard yang iskemia oleh sebab apa saja merupakan pencetus
timbulnya aritmia.
c. Rangsangan susunan saraf otonom
Rangsangan yang berlebihan pada saraf simaptis dan parasimpatis
dapat menimbulkan aritmia
d. Obat-obatan
Semua antiaritmia mempengaruhi fase depolarisasi dan
repolarisasi jantung, sehingga obat-obatan tersebut memiliki efek
aritmogenik. Selain itu, obat-obat seperti kafein, aminofilin,
antidepresan trisiklik, dan digitalis juga memiliki efek
aritmogenik.
e. Gangguan keseimbangan elektrolit dan gas darah
Hal ini mudah dipahami karena fase depolarisasi dan repolarisasi
otot jantung ditimbulkan oleh perpindahan berbagai ion elektrolit
melaui membran sel.
f. Regangan dinding otot jantung
Dinding jantung yang teregang sperti pada dilatasi atrium atau
ventrikel akibat gagal jantung, kardiomiopati atau penyakit-
penyakit katub dapat menyebabkan aritmia
g. Kelainan sruktur sistem konduksi
Penderita yang memilki fetal despersi di AV-node dan fasciculo-
ventricular connection, atau yang memeiliki jalur tambahan
(accessory pathway) seperti pada Sindoma WPW sangat mudah
mengalami aritmia melalui mekanisme peeksitasi
36
2) Trigger automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan
delayed after-depolarisations, yaitu suatu voltase kecil yang
timbul sesudah sebuah potensial aksi.
b. Gangguan konduksi
1) Re-entri
Pada serabut otot jantung yang saling bersimpangan,
gelombang depolarisasi akan jalan berpisah kemudian saling
meniadakan pada persatuan serabutotot tanpa menyebabkan
gangguan perjalanan gelombang semula.
Bila konduksi di salah satu jalur terganggu sebagai akibat
iskemia maka gelombang depolarisasi yang berjalan pada jalur
tersebut akan berhenti.
2) Konduksi yang tersembunyi
Impuls- impuls kecil pada jantung kadang-kadang dapat
mengganggu dan menghambat konduksi impuls utama.
Keadaan ini disebut concelead conduction (konduksi yang
tersembunyi). Biasanya gangguan konduksi ini tidak memiliki
arti klinis yang berarti.
3) Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi
sehingga dapat dibagi menjadi blok SA (apabila hambatan
konduksi terjadi pada perinodal zone di nodus SA); blok AV
(apabila hambatan konduksi terjadi di jalur antara nodus SA
sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle branch block
=BBB, hambatan konduksi terjadi pada berkas His), Apabila
mengenai cabang kiri berkas His disebut left bundle branch
block (LBBB), sedangkan pada cabang kanan disebut right
bundle branch block (RBBB).
37
c. Aritmia mengancam jiwa
Aritmia yang memerlukan resusitasi segera untuk mencegah
kematian
38
VES Konsekutif
VES R on T
Ventrikel Takikardi
Ventrikel Flutter
Ventrikel Fibrilasi
39
Karakteristik Aritmia
1. Sinus Takikardi
Irama :Teratur
Frekwensi HR :100 – 150 x/menit
Gel. P :Normal, setiap gelombang P selalu dikuti
gelombang QRS dan T
Interval PR :Normal ( 0,12 – 0,20 detik )
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
Catatan :Semua gelombang sama
2. Sinus Bradikardi
Irama :Teratur
Frekwensi HR :Kurang dari 60 x/menit
Gel. P :Normal, setiap gelombang P selalu diikuti
gelombang QRS dan T
Interval PR :Normal ( 0,12 – 0,20 detik )
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
Catatan :Semua gelombang sama
3. Sinus Arrest
Irama :Teratur, kecuali pada yang hilang
Frekwensi HR :Biasanya kurang dari 60 x/menit
Gel. P :Normal, kecuali pada yang hilang
Interval PR :Normal, kecuali pada yangg hilang
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
Catatan :Hilang gelombang P,QRS,T ( fase arrest )
bukan merupakan kelipatan dari irama dasar
40
4. Sinus Aritmi
Irama :Tidak teratur
Frekwensi HR :Biasanya antara 60 – 100 x/menit
Gel. P :Normal, setiap gelombang P selalu dikuti gel
ombang QRS dan T
Interval PR :Normal ( 0,12 – 0,20 detik )
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
Catatan :Semua gel. Sama
Note :Normal pada orang muda, akibat pengaruh
pola pernafasan, meningkat selama inspirasi dan menurun pada
fase ekspirasi.
6. Atrial Flutter
Irama :Biasanya teratur, bisa juga tidak
Frekwensi HR :Bervariasi ( bisa normal, lambat/ cepat )
Gel. P :Tidak normal, seperti gigi gergaji ( saw tooth
), teratur dan dapat dihitung
41
Interval PR :Tidak dapat dihitung
Gel. QRS :Normal , tidak semua gel P diikuti QRS
,shg frequensi atrial tidak sama dengan
ventrikel bisa 2:1, 3:1 atau 4:1
7. Atrial Takikardi
Irama : Teratur
Frekwensi HR : 150-250 x/menit
Gel. P : Sukar dilihat, kadang terlihat, tetapi kecil
Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
Gel. QRS : Normal ( 0.06 – 0.12 detik)
8. Atrial Fibrilasi
Irama :Tidak teratur.
Frekwensi HR :Bervariasi ( bisa normal, lambat / cepat )
Gel. P :Tidak dapat diidentifikasi, sering terlihat
keriting pada garis base line.
Interval PR :Tidak dapat dihitung
Gel. QRS :Normal ( 0.06 – 0.12 detik)
42
Gel. P :Tidak normal, bentuk / ukuran / posisinya
tidak sama. Hal ini menunjukan bahwa
impulsnya berasal dari tempat yang berbeda.
Interval PR :Normal tetapi dapat bervariasi
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
43
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
44
Gel. P :Tidak ada / kecil
Interval PR :Tidak ada / memendek
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
45
Gb. VES Bigemini
Gb.VES Ron T
46
Gel. QRS :Lebar lebih dari 0,12 detik
47
Catatan :
Hilang satu atau dua gel.P,QRS dan T menyebabkan kelipatan
jarak antara R - R
48
22. AV Blok Derajat II tipe Mobitz 2
Irama :Umumnya tidak teratur, kadang bisa teratur
Frekwensi HR :Umumnya lambat kurang dari 60 x/menit
Gel. P :Normal / tapi ada satu gelombang P yang
tidak diikuti gel qrs
Interval PR :Normal atau memanjang secara konstan.
Gel. QRS :Normal
49
Catatan :
Ada bentuk rsR’ ( M shape ) di V1 dan V2. Gel S yg lebar dan
dalam di lead 1 , II, aVl , V5 dan V6. Perubahan ST segmen
dan gel T di V1 dan V2
50
ndap
51
DILATASI DAN HIPERTROFI RUANG JANTUNG
52
Dampak Pembesaran Jantung Terhadap Gambaran EKG
Terdapat tiga hal yang ditimbulkan oleh pembesaran jantung yang bisa
ditangkap oleh EKG, antara lain:
1. Pemanjangan Durasi EKG
Hal ini disebabkan oleh jumlah sel yang didepolarisasi
meningkat sehingga memerlukan waktu yang lebih lama.
2. Pembesaran amplitudo EKG
Hal ini disebabkan oleh aliran listrik yang lebih banyak di area
tersebut sehingga terdeteksi sebagai amplitudo yang meningkat.
3. Perubahan arah aksis
Aksis merupakan arah rata-rata aliran depolarisasi. Jumlah sel
yang meningkat pada hipertropi membuat aksis mengarah ke
bagian yang mengalami pembesaran. Meskipun tidak spesifik,
pembesaran jantung kanan akan diikuti perubahan arah aksis ke
kanan.
Pembesaran Atrium
Pembesaran atrium dapat terlihat pada lead V1 dan II
53
Bentuk gelombang P yang tinggi dikenal sebagai P pulmonal,
karena sering terjadi pada orang yang mengalami gangguan
pulmonal menahun.
Gambar
54
Pada gambar 4, tampak gambaran P pulmonal pada sadapan I, II, dan
aVF. Secara lebih lengkap, contoh P pulmonal terdapat pada rekaman
EKG 12 lead pada gambar 5.
Gambar 5. Gelombang P pulmonal pada sadapan II
55
Gambar 6 berikut ini merupakan contoh dari pembesaran atrium kiri
56
Perubahan gelombang R dan S pada sandapan prekordial,
yakni:
o V1 = gelombang R tinggi, gelombang S dangkal
o V6 = gelombang R rendah, gelombang S dalam
57
Meskipun demikian perubahan aksis bukan merupakan tanda
yang spesifik. Ciri yang lebih spesifik adalah terdapatnya perubahan
evolusi kompleks QRS pada sandapan prekordial (V1 sampai dengan
V6).
58
Gambar 11. Evolusi
59
Pembesaran Ventrikel Kiri
Hipertropi ventrikel kanan memiliki karakteristik seperti yang tersebut
pada Gambar 13
60
Gambar 14. Sadapan Prekordial pada hipertropi ventrikel kiri
61
Gambar 15. Gambaran EKG 12 lead pada hipertropi ventrikel
kiri
62
GAMBARAN EKG
PADA ISKEMIA DAN INFARK MIOKARD
Bentuk segmen ST :
1. Horizontal ( lebih spesifik untuk iskemia )
2. Down-sloping ( paling terpercaya untuk iskemia )
3. Up-sloping ( tidak spesifik )
Perubahan gelombang T
Pada iskemia kurang begitu spesifik, Gelombang T hiperakut kadang-
kadang merupakan satu-satunya perubahan EKG yang terlihat.
63
64
Iskemia miokard ditandai dengan adanya depresi segmen ST
atau gelombang T terbalik. Sedangkan untuk infark miokard,
gambaran yang paling diagnostik adalah gelombang Q patologis.
Pada fase akut umumnya gelombang Q patologis disertai adanya
elevasi segmen ST atau hanya berupa elevasi segmen ST,
sedangkan pada fase subakut atau recent gelombang Q patologis
disertai gelombang T terbalik. Pada fase old gambaran EKG berupa
gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T normal
kembali.
65
Gambar evolusi infark
66
Anteroseptal kelainannya di V1-V4
Lateral kelainannya V5-V6
Lateral tinggi (high lateral) di I, aVL
Extensive anterior kelainannya di I, aVL, V1-V6
Inferior kelainannya di II, III, aVF
Posterior kelainannya di V1-V2 (resiprokal)
Ventrikel kanan kelainannya di V1, V3R dan V4R.
67
Gb. Lokasi iskemia dan infark
68
Tabel penentuan lokasi infark.
69
Contoh EKG Iskemia dan infark.
70
Gb. Subendocardial ischemia, Anterolateral ST-segment depression
71
Hyperacute T-wave changes are noted
72
GAMBARAN EKG
PADA KELAINAN ELEKTROLIT
KALIUM
Kalium merupakan kation terbesar di dalam sel (150-160 mEq/L).
Sedangkan di luar sel termasuk dalam darah hanya sekitar 3,5 – 5,5
mEq/L
Fungsi Kalium
Fungsi kalium terkait dengan aktivitas kelistrikan jantung adalah
menjaga potensial listrik pada membran sel. Hal ini terkait peran kalium
dalam beberapa proses kelistrikan jantung seperti repolarisasi membran
sel dan neuro auatonomik.
Pengaturan Keseimbangan K
Beberapa hal berikut ini mengatur komposisi Kalium intrasel dan
ekstrasel, yaitu antara lain:
Insulin
Pasien Diabetes Melitus cenderung mengalami hiperkalemi.
Pemberian insulin sebagai penanganan kadar gula yang tinggi
dalam darah, ternyata juga mampu menyebabkan berpindahnya
ion Kalium dari ekstra sel masuk kembali ke intrasel.
Asidosis
Saat kondisi asidosis terjadi peningkatan ion H dalam aliran
darah. Untuk menjaga keseimbangan asam basa ini, maka H
berpindah dari ekstrasel ke intrasel. Masuknya ion H ke dalam
sel diikuti dengan ekskresi ion K intrasel ke ekstra sel. Oleh
karena itulah, kondisi asidosis memicu terjadinya hiperkalemia
Alkaliosis
Saat kondisi alkaliosis, jumlah ion H dalam aliran darah
rendah, sehingga untuk menjaga keseimbangan maka terjadi
perpindahan ion H intra sel ke ekstrasel. Pengeluaran ion H ini
diimbangi dengan masuknya ion Kalium dari ektrsel ke
intrasel. Hal ini menyebabkan terjadinya hipokalemia
73
Aldosteron
Penggunaan aldosteron dapat memicu peningkatan ekskresi ion
K dan sebaliknya meretensi atau mempertahankan ion Na
Diuretik osmosis
Diuretik osmosi merangsang ekskresi K, sehingga bisa
menimbulkan hipokalemia
Berdasarkan hal tersebut, gangguan elektrolit K dapat dibagi
menjadi hipokalemi dan hiperkalemi.
a. Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi ketika kadar K darah > 5,5 mEq/L
Hiperkalemia dapat terjadi pada beberapa kondisi antara lain:
Peningkatan produksi atau intake kalium
Kalium darah dapat meningkat pada konsumsu pisang atau
jeruk yang banyak, pemberian K intravena, dan hemolisis yang
hebat.
Namun demikian hiperkalemi tidak akan terjadi jika ginjal
berfungsi dengan baik.
Perpindahan kalium intrasel ke ekstrasel
Perpindahan kaliium intresel menujua ekstrasel terjadi pada
beberapa kondisi antara lain: asidosis, defisiensi insulin,
intoksikasi digitalis, dan ketoasidosis.
Penurunan eksresi kalium
Ekskrresi Kalium menurun pada beberapa kondisi, seperti
gagal ginjal, insufisiensi adrenal, dan penggunaan diuretik
hemat K
Obat-obatan
Obat-obatan yang menimbulkan hiperkalemia adalah yang
menghalangi pembuangan kalium diginjal seperti triamterene,
ACE Inhibitor, dan spirinolakton.
Tanda dan gejala yang bisa timbul pada kondisi hiperkalemia
antara lain:
Otot rangka
Otot pada alat gerak tubuh mengalami kelemahan /
kelumpuhan atau paralisis. Otot organ pencernaan juga bisa
mengalami ileus. Sedangkan pada otot pernafasan bisa
menyebabkan henti nafas.
Miokard
Dampak hiperkalemia pada miokardium bisa menimbulkan
berbagai situasi berbahaya, seperti: takikardi ventrikel, fibrilasi
ventrikel, sinus bradikardi, sinus arest, dan irama
idioventrikular lambat.
74
Gambaran EKG pada hiperkalemia
Hiperkalemia menimbulkan perubahan pada bentuk
gelombang EKG antara lain:
Gelombang T menjadi lebih tinggi dan lancip (T tall)
Gelombang R menjadi lebih pendek
Kompleks QRS melebar
Kompleks QRS bersatu dengan T, sehingga segment ST
menghilang
Gelombang P mengecil dan akhirnya menghilang
Hal ini seperti dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. EKG pada hiperkalemia
75
Gambar 2. Gel T tinggi dan runcing (T tall)
2) Pemanjangan interval PR
Gelombang
T
Interval PR
P menghilang
76
4) Terbentuknya pola gelombang sinus (sine wave)
Gel Sinus
b. Hipokalemia
Hipokalemia merupakan kondisi dimana kadar kalium darah < 3,5
mmol/L
Hipokalemia dapat terjadi tanpa disertai dengan penurunan kadar
kalium total tubuh. Ini bisa terjadi pada kondisi alkaliosis.
Sedangkan hipokalemia yang disertai dengan penurunan kadar
kalium tubuh total adalah kehilangan kalium melalui saluran cerna
maupun ginjal.
Hilangnya kalium melalui saluran cerna diantaranya berupa
muntah dan diare. Sedangkan yang melalui ginjal diantaranya
berupa kondisi hiperaldosteron dan penggunaan diuretik.
Alkaliosis
Pada kondisi alkaliosis, jumlah ion H dalam darah menurun.
Salah satu bentuk kompensasi tubuh adalah dengan
mengeluarkan ion H dari intra sel ke ektrasel. Hal ini diikuti
dengan perpindahan K dari ektrasel ke intrasel. Tujuannya
adalah untuk menjaga keseimbangan muatan listrik dalam
intrasel tersebut. Namun demikian proses ini menyebabkan
terjadinya hipokalemia
Sekresi insulin yang menetap
77
Insulin berpengaruh terhadap penurunan kadar kalium darah.
Hal ini disebabkan insulin dapat memicu perpindahan kalium
ektrasel ke intrasel.
Penurunan asupan K
Kondisi ini sering terjadi pada orang yang mengalami
gangguan pola makan, misalnya anoreksia
Hilangnya K
Hilangnya kalium bisa melalui saluran cerna maupun saluran
perkemihan (ginjal). Diare, muntah, maupun radang saluran
cerna merupakan penyebab hilangnya kalium melalui saluran
cerna. Sedangkan kondisi hiperaldosteron atau penggunaan
diuretik berperan terhadap hilangnya kalium melalui ginjal.
78
Gambar 6. EKG pada hipokalemia
KALSIUM
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di
dalam tubuh, yaitu sekitar 1,5 – 2% dari berat badan dewasa. Dalam
tubuh manusia sendiri terdapat kurang lebih 1 kg kalsium. Sebagian
besar (99%) kalsium berada pada jaringan keras, seperti tulang dan gigi.
Sedangkan dalam plasma, kadar kalsium berkisar 2,25 – 2,60 mmol/L
atau 8,5 – 10,5 mg/dL.
Fungsi Kalsium
Kalsium mempunyai peran penting didalam tubuh, yaitu dalam
pembentukan tulang dan gigi; dalam pengaturan fungsi sel pada cairan
ekstraselular dan intraselular, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi
otot, penggumpalan darah, dan menjaga permebilitas membran sel.
Selain itu, kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor
pertumbuhan.
Gangguan keseimbangan kalsium dibagi menjadi dua, yaitu
hipokalsemia dan hiperkalsemia.
a. Hipokalsemia
Hipokalsemia merupakan kondisi dimana kadar kalsium darah <
2,25 mmol/L. Kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor
anatara lain:
Defisiensi vitamin D
Vitamin D berperan dalam penyerapan kalsium, sehingga
defisiensi vitamin D akan menurunkan kadar kalsium darah.
Hipoparatiroidisme
79
Penurunan produksi parathormon menyebabkan gangguan
fungsi usus dalam menyerap kalsium dari makanan. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar kalsium dalam darah
Pseudohipoparathiroidism
Penyakit keturunan ini jarang terjadi. Kadar parathiroid normal,
namun respon tulang dan ginjal terhadap hormon parathiroid
menurun. Hal ini menyebabkan penurunan penyerapan kalsium
oleh usus.
Hipoalbumin
Karena sebagian kalsium terikat pada albumin, maka
penurunan jumlah albumin dapat disertai dengan hipokalsemia.
Namun demikian, biasanya tidak menyebabkan gejala karena
jumlah kalsium bebas tetap normal
Kerusakan ginjal
Kerusakan ginjal menyebabkan penurunan aktivasi vitamin D
pada ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan
penyerapan kalsium di usus.
Hipomagnesemia
Kadar magnesium yang rendah dalam darah dapat menurunkan
kadar hormon parathiroid. Hal ini menimbulkan gangguan
penyerapan kalsium dalam usus
80
Gambaran EKG pada hipokalsemia
Gambara EKG pada kondisi hipokalsemia adalah pemanjanga
durasi interval QT. Pemanjangan interval QT ini di sokong oleh
pemanjangan segmen ST. Interval QT memanjang hingga > 0,48
detik
Gambar 7. EKG pada hipokalsemia
b. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia terjadi saat kadar kalsium darah > 2,60
mmol/L atau > 10,5 mg/dL. Kondisi ini terjadi ketika pemasukan
kalsium lebih besar dibandingkan pengeluarannya.
Penyebabnya sendiri secara garis besar dibagi menjadu dua,
yaitu resopsi tulang osteoklast dan penyerapan kalsium di saluran
cerna secara berlebihan.
1) Resopsi tulang osteoklas
Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain:
Hormon paratiroid
Hiperparatioridisme dan tumor yang merangsang
pengeluaran hormon parathiroid.
Keganasan
Adanya osteolitik lokal
Penyakit tulang
Imobilisasi
2) Reabsorbsi kalsium dalam renal
Biasanya terjadi pada penggunaan thiazid dan lithium kronis,
familial hypocalciuric hypercalcemia, acquired hypocalciuric
hypercalcemia.
3) Penyerapan berlebihan kalsium pada saluran cerna
81
Kondisi ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh
peningkatan kadar vitamin D darah yang berlebihan
Gambaran klinis hiperkalsemia biasanya tergantung penyakit
primernya. Tanda dan gejal baru muncul saat kalsium darah
mencapai 14 mg/dL. Gangguan gastrointestinal seperti mual dan
muntah merupakan gejala yang sering didapatkan.
Pada hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme primer,
terkadang didapatkan ulkus peptikum dan pankreatitis. Kadang-
kadang juga didapatkan poliuri akibat gangguan proses
mengkonsentrasikan urin di tubulus distal. Sehingga rehidrasi yang
adekuat sangat diperlukan untuk mencgah dehidrasi berat.
Gambaran EKG pada hiperkalsemia
Hiperkalsemia akan meningkatkan repolarisasi jantung
sehingga akan memperpendek interval QT. Normalnya adalah
sekitar 0,36 detik. Pada kondisi hiperkalsemia, interval QT
memendek hingga 0,26 detik.
82
Sindrom Koroner Akut (SKA)
A. PENGERTIAN
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah istilah untuk tanda-
tanda klinis dan gejala iskemia miokard: angina stabil, non-ST-
segmen elevasi miokard infark, dan elevasi ST-segmen infark
miokard. Sindrom koroner akut (SKA) adalah merupakan satu dari
tiga penyakit pembuluh darah arteri koroner, yaitu : ST-Elevasi
infark miokard (30 %), Non ST-Elevation infark miokard (25 %),
dan Angina Pectoris Tidak Stabil (25 %).
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokardium.
Suplai oksigen harus meningkat, ketika kebutuhan oksigen
miokardium meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen terjadi
pada: takikardia, peningkatan kontraktilitas miokard, hipertensi,
hipertrofi, dan dilatasi ventrikel. Aliran pembuluh darah koroner
harus ditingkatkan untuk meningkatkan suplai oksigen dalam
jumlah yang memadai. Sindrom koroner akut diklasifikasikan
menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Akut ST-elevasi MI (STEMI)
STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri
koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan akan dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih jauh. Pada
fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi
ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan kematian.
Bantuan medis harus segera dilakukan.
2. Non-ST-elevasi MI (NSTEMI yang sering disebut dengan
istilah non Q-wave MI atau sub-endocardial MI)
83
Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki
resiko tinggi untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah
koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang
lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian.
Resiko untuk terjadinya sumbatan dapat terjadi pada beberapa
jam pertama dan menghilang dalam seiring dengan waktu.
3. Unstable angina pectoris
Angina tidak stabil didefinisikan sebagai kejadian salah satu
atau beberapa dari kejadian berikut: 1. Angina yang terjadi
pada periode waktu tertentu dari mulai beberapa hari dan
meningkat dalam serangan. Peningkatan itu disebabkan karena
faktor pencetus yang lebih sedikit atau kurang. Keadaan ini
sering disebut sebagai crescendo angina. 2. Episode kejadian
angina sering berulang dan tidak dapat diprediksi. Angina tidak
stabil tidak pencetus karena olahraga tidak begitu jelas.
Biasanya terjadi dalam waktu pendek dan hilang dengan
spontan atau dapat hilang sementara dengan cara minum
nitrogliserin sub lingual.
B. ETIOLOGI
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh
3 faktor :
1) Faktor pembuluh darah : aterosklerosis, spasme, dan
arteritis
2) Faktor sirkulasi :hipotensi, stenosis aorta, dan
insufisiensi.
3) Faktor darah :Anemia, Hipoksemia, danPolisitemia
84
b. Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak
4) Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan miocard
2) Hypertropi miocard
2. Faktor predisposisi :
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia > 40 tahun
2) Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
3) Hereditas
4) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor :Hiperlipidemia,Hipertensi, Merokok, Diabetes,
Obesitas, Diet tinggi lemak jenuh.
2) Minor:Inaktifitas fisikdanStress psikologis berlebihan.
C. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol /lemak
tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma
atau plak akan menggangu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel
yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen
pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan
mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen
85
menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang
menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana
terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit
tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah
pembentukan thrombus pada permukaan plak, konsolidasi
thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan
penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak
pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan
menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang
pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan
terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan
berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang
rentan untuk terbentuknya ateroma.
86
asam laktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia
secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi
segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi,
serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel
kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami
gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya
menurun. Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan
curah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat
penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina pektoris
merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil
(stable angina), angina pektoris tidak stabil (unstable angina),
angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris Stabil: Nyeri
dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat
melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan
hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada
UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung lebih
dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian:
Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri
koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 20 menit dapat
menyebabkan kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot
(nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau
infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering
disebut infark).
D. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri :
87
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara
mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya
dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai
nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertimpa benda berat
yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju
lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan
atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam
atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan
mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami
nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes
dapat mengganggu neuroreseptor.
2. ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan
nyeri epigastric.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi,
atau hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SaO2) atau
kelainan irama jantung.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
88
a. STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard
Akut, meliputi : hiperakut T, elevasi segmen ST yang
diikuti dengan terbentuknya Q pathologis, terbentuknya
bundle branch block/ yang dianggap baru. Perubahan EKG
berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi ≥ 2 mm
pada 2 sadapan chest lead.
b. NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1
mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan
atau segment depresi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
2. Enzim Jantung, yaitu :
a. CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai
puncaknya pada 24 jam pertama, kembali normal setelah 2-
3 hari.
b. Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat
dideteksi 4-8 jam pasca infark
c. LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai
puncaknya setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14
hari.
3. Elektrolit : ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi
dan kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih : leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak
pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses
inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari ke-2 dan ke-3
setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
6. Analisa Gas Darah :menunjukkan hypoksia atau proses
penyakit paru akut atau kronis.
89
7. Kolesterol atau Trigliserida serum : meningkat, menunjukkan
arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
8. Rontgen dada : Mungkin normal atau menunjukkan
pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
9. Ekokardiogram : untuk menentukan dimensi serambi, gerakan
katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi
katup.
10. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel
miokard misal lokasi atau luasnya AMI.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area
nekrotik
11. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
12. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau
katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis
atau infark dan bekuan darah.
13. Tes stress olah raga : menentukan respon kardiovaskuler
terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan
pencitraan talium pada fase penyembuhan.
90
F. KOMPLIKASI
1. Gagal Jantung Kongestif
Merupakan kongestif sirkulatif akibat disfungsi miokardium.
Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena
menyebabkan pengurangan kontraktilitas, gerakan dinding
yang abnormal, dan menambah daya kembang ruang jantung.
Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk
mengosongkan ruang, volume kuncup berkurang, sehingga
tekanan ventrikel kiri meningkat. Akibatnya tekanan vena
pulmonalis meningkat dan dapat menyebabkan transudasi,
hingga udem paru sampai terjadi gagal jantung kiri.
Gagaljantungkiridapatberkembangmenjadigagaljantungkanan.
2. Syok Kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari
40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik
progresif hebat yang irreversible, dengan manifestasi meliputi
hal-hal berikut yaitu:
a. Penurunanperfusiperifer
b. Penurunanperfusikoroner
c. Peningkatankongestiparu
d. Hipotensi, asidosis metabolik, dan hipoksemia yang
selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
Insiden syok kardiogenik adalah 10-15% pada klien pasca
infark, sedangkan kematian yang diakibatkannya mencapai 80-
90%.
91
3. Defek Septum Ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptur
dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Ruptur
membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri pada tiap
kontraksi ventrikel, kemudian aliran terpecah menjadi dua yaitu
melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Oleh karena
tekanan jantung kiri jauh lebih besar daripada jantung kanan.
Maka darah akan menyerong melalui defek dari kiri ke kanan,
dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang
lebih rendah tekanannya. Darah yang dapat dipindahkan ke
jantung kanan cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah
yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah
jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel
kanan dan kongesti paru.
4. Ruptur jantung
Meskipun jarang terjadi, ruptur dinding ventrikel jantung yang
bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase
pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan
masif ke dalam kantung pericardium yang relatif tidak elastik
dapat berkembang. Kantung pericardium yang terisi oleh darah
menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung.
Secara normal kantung pericardium berisi cairan sebanyak
kurang dari 50 ml. Cairan pericardium akan terakumulasi
secara lambat tanpa menyebabkan gejala yang nyata.
5. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel
menjadi kasar yang merupakan faktor predisposisi
92
pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium
dapat terlepas dan dapat terjadi embolisme sistemik.
6. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang
langsung berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang
permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
Kadang-kadang terjadi efusi pericardial atau penimbunan
cairan antara kedua lapisan.
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
a. Obat anti trombolitik
Terapi anti trombolitik sangat penting dalam memperbaiki
hasil menurunkan resiko kematian, SKA berulang. Saat ini,
kombinasi dari ASA, clopidogrel, unfactionatedheparin
(UFH) atau Low Molecular Weight Heparin (LMWH) dan
antagonis reseptor GPIIb/IIIa merupakan terapi yang paling
efektif.
b. Obat anti iskemik
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi iskemia dan
mencegah terjadinya kemungkinan yang lebih buruk. Pada
keadaan ini, obat-obat anti iskemik mulai diberikan
bersamaan sambil merencanakan strategi pengobatan
definitif. Misalnya : nitrat, Isosorbid dinitrat, dll
c. Obat. analgetik
Tujuan adalah mengurangi rasa sakit akibat nyeri yang
hebat, misal morphin sulfat.
d. Statin
93
Statin telah menunjukkan efek yang menguntungkan pada
pasien SKA, terutama terhadap kadar lipid serum.
Sebaiknya statin diberikan segera setelah onset SKA.
e. Revaskularisasi
Revaskularisasi koroner adalah proses memulihkan aliran
oksigen dan nutrisi ke jantung. Untuk mengembalikan aliran
darah, pembedahan yang diperlukan untuk melewati
penyumbatan atau hambatan pada arteri koroner. Setelah
dilakukan pembedahan darah akan kembali beredar ke
jantung. Pembedahan yang dilakukan adalah
1) PCI (percutaneus coronary intervention)
2) CABG.(coronary arteri bypass grafting)
CABG adalah teknik yang menggunakan pembuluh
darah dan bagian tubuh dari bagian yang lain untuk
memintas arteri yang menghalangi pemasokan darah ke
jantung.
f. Terapi oksigen
Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri. Oksigen yang
dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah.
Efektifitas terapi oksigen ditentukan dengan observasi
kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan pasien
mampu bernapas dengan mudah.
2. Non farmakologis
a. Teknik relaksasi
Teknik relaksasi merupakan teknik untuk mengalihkan
respon nyeri pada klien. Ada berbagai macam cara, missal
teknik napas dalam, masase, dll.
b. Pendidikan kesehatan
94
pendidikan kesehatan diperlukan untuk memberikan
pemahaman pada pasien dan keluarga serta untuk
mengurangi kecemasan terhadap proses penyakit yang
diderita. Pendidikan kesehatan juga bisa termasuk upaya
discharge planning saat pasien akan pulang.
c. Rehabilitasi medis sistem cardiovasculer
Rehabilitasi medis sangat dianjurkan untuk pasien dengan
penyakit jantung agar segera pulih baik fungsi fisik maupun
fungsi mental dan sosial. Tujuan utama rehabilitasi medik
adalah perlahan – lahan mengembalikan perkembangan dari
penyakit jantung untuk mengurangi resiko kekambuhan
ataupun perburukan dari komplikasi. Program rehabilitasi
meliputi :
1) Bimbingan dan konseling bagi pasien untuk lebih
memahami penyakit dan kondisi
2) Set program latihan
3) Konseling tentang nutrisii dan obat
4) Bantu pasien memodifikasi faktor resiko tinggi
misalnya tingkat kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi,
obesitas, diabetes dan merokok.
5) Beri informasi yang tepat pada pasien mengenai
keterbatasan fisik dan bmbing pasien untuk kembali
bekerja bila mampu
95
segmen ST. ST depresi menunjukan iskemia, sedangkan ST elevasi
menunjukkan injuri atau infark akut.
Bentuk ST segmen depresi:
1. Up-sloping (tidak spesifik)
2. Horizontal sloping (lebih spesifik untuk iskemia)
3. Down-sloping (paling terpercaya untuk iskemia)
Perubahan gelombang T pada iskemia kurang spesifik, GelombangT
hiperakut kadang2 merupakansatu-satunyaperubahan EKG yang terlihat.
Gambaran lokasi infark dari berbagai sisi:
96
Infark pada lokasi antero lateral
97
DAFTAR PUSTAKA
98