Anda di halaman 1dari 98

MODUL PRAKTIS

INTERPRETASI EKG

Penyusun:
Ns. Sidik Awaludin, S.Kep., M.Kep.,Sp.Kep.MB (KKV)

Disampaikan Pada Kegiatan:


Pelatihan Interpretasi Elektrokardiografi Di STIKes A. Yani Yogyakarta
25-26 Nopember 2015

1
PENDAHULUAN

Pada masa kini terjadi perubahan pola penyakit dari infeksi


menuju ke penyakit degeneratif. Penyakit jantung koroner merupakan
salah satu penyakit degeneratif yang menyebabkan permasalahan
nasional maupun internasional. Penyakit ini berhubungan erat dengan
gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring
berubahnya pola hidup.

Elektrokardiografi merupakan alat utama dalam menentukan


diagnosis kelainan jantung. Pemeriksaan EKG (elektrokardiografi) dapat
mendeteksi adanya tanda penyempitan koroner, gangguan irama jantung
maupun penebalan dinding jantung. Penentuan diagnosa ditetapkan
berdasarkan interpretasi terhadap gambaran yang dihasilkan. Dengan
demikian kemampuan tenaga medis dalam membaca hasil rekaman
sangat besar artinya dalam membantu penetapan diagnosa.

Dalam menghadapi era globalisasi saat ini, tenaga kesehatan di


unit pelayanan dituntut untuk dapat memberikan pelayanan bermutu
secara profesional. Untuk itu dirancanglah sebuah buku strategi praktis
interpretasi EKG yang dikemas secara sederhana yang mampu
memberikan pedoman untuk menilai kondisi pasinen dengan masalah
gangguan jantung, sehingga mampu meningkatkan kualitas sumber
daya tenaga kesehatan dan hasil akhirnya nanti terjadi peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan.

Penyusun

Ns. Sidik Awaludin, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB (KKV)

2
ANATOMI FISIOLOGI
SISTEM KARDIOVASKULAR

A. LETAK JANTUNG
Jantung terletak dirongga thorak dalam mediastinum, dibelakang
sternum dan di depan vetebra, apek setinggi intercosta 4-5 kiri
sejajar garis pertengahan clavicula. Jantung mempunyai berat 250-
350 gram. Jantung sebelah kanan menerima darah dari seluruh
tubuh yang mengandung sedikit oksigen dan memompanya ke
paru-paru. Jantung sebelah kiri menerima darah yang telah
teroksigenasi dan memompakannya keseluruh jaringan tubuh.

Gambar 1. Posisi jantung dalam rongga thorak

B. LAPISAN JANTUNG
Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Pericardium
Perikardium merupakan lapisan terluar jari jantung yang
berfungsi melindungi jantung, mencegah over filling dan
melindungi dari gesekan jaringan disekitarnya. Terdiri dari 3
lapisan:
a. Fibrous perikardium
b. Lapisan parietal
c. Lapisan viceral

3
2. Miokardium
Miokardium merupakan lapisan otot. Secara anatomi
merupakan otot skeleton namun secara pergerakan adalah
autonom.
3. Endokardium
Endokardium merupakan lapisan endotelial yang merupakan
lapisan permukaan bagian dalam jantung.
Gambar 2. Lapisan jantung

Gambar 3. Otot jantung

C. RUANG JANTUNG
Jantung terdiri dari 4 ruang yaitu 2 atrium dan 2 ventrikel. Atrium
kanan berfungsi menerima darah dari seluruh tubuh melalui vena
cava, ventrikel kanan berfungsi memompakan darah ke paru – paru

4
melalui arteri pulmonal. Atrium kiri berfungsi menerima darah
dari paru melalui vena pulmonalis, sedangkan ventrikel kiri
berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh melalui aorta.

Gambar 4. Ruang Jantung

Jantung memiliki beberapa katup, yaitu:

1. Katup atrioventrikuler
Katup ini terletak antara atrium dan ventrikel yang bertujuan
untuk mencegah aliran balik ke dalam atrium ketika ventrikel
berkonstraksi. Terdiri dari:

a. Katup tricuspidalis
Katup ini terletak antara atrium dan ventrikel kanan

b. Katup Bicuspidalis/Mitral
Katup ini terletak antara atrium dan ventrikel kiri.

2. Katup semilunar
Katup semilunar mencegah aliran balik darah ke dalam
ventrikel. Terdiri dari:

5
a. Katup semilunaris aorta, terletak antara ventrikel kiri
dengan aorta.
b. Katup semilunaris pulmonal, terletak antara ventrikel
kanan dengan arteri pulmonal.

Gambar 5. Katup jantung

D. PERSYARAFAN JANTUNG
Jantung merupakan organ yang bekerja secara autonom. Jantung
distimulasi oleh sympathetic cardioacceleratory center yang
terletak di medulla oblongata. Stimulasi ini dapat meningkatkan
heart rate dan kekuatan kontraksi. Jantung dihambat oleh
Parasympathetic Cardioinhibitory center melalui nervus vagus.
Hambatan parasimpatis dapat melambatkan heart rate

Gambar 6. Innervasi pada jantung

6
E. SUPLAI DARAH KE JANTUNG
Sirkulasi koroner berfungsi mensuplai darah pada otot jantung oleh
jantung sendiri. Sistem Collateral routes berfungsi menyakinkan
pengiriman darah pada otot jantung jika terjadi sumbatan pada
pembuluh darah besar koroner. Arteri koroner adalah cabang
utama dari sirkulasi sistemik yang terdiri dari:

1. Arteri koroner kanan


Arteri koroner kanan atau Right Coronary Artery (RCA)
berjalan ke sisi kanan jantung menperdarahi cabang kecil di
atrial baranches untuk memperdarahi atrium kanan. RCA
kemudian berjalan ke arah inferior menuju auricle kanan dan
akhirnya bercabang menjadi 2 yaitu posterior
interventricular dan marginal branches. Posterior
interventricular branch berjalan di sulcus interventricular
posterior dan memperdarahi dinding ventrikel kanan dan kiri.
Marginal branch berjalan di tepi kanan jantung dan
memperdarahi ventrikel kanan.

2. Arteri koroner kiri


Left Main Coronary Artery (LMCA) mempunyai 2 cabang
besar yaitu:

a. Left Anterior Descending Coronary Artery


(LAD)berjalan sepanjang sulcus ventrikular anterior dan
memperdarahi dinding ventrikel kanan dan kiri.
b. Left Circumflex Coronary Artery (LCx) terletak di sulcus
coronary dan memperdarahi dinding atrium kiri dan
ventrikel kiri

7
Gambar 7. Arteri Koroner

Distribusi vena koroner paralel dengan distribusi arteri koroner.


Sistem vena jantung mempunyai tiga bagian yaitu:

1. Vena tebesian, merupakan sistem yang terkecil, menyalurkan


sebagian darah dari miokardium atrium kanan dan ventrikel
kanan.
2. Vena cadiaca anterior, mempunyai fungsi yang cukup berarti
yaitu mengosongkan sebagian besar isi vena ventrikel
langsung ke atrium kanan.
3. Sinus coronarius, merupakan sistem vena yang paling besar dan
paling penting yang berfungsi menyalurkan pengembalian
darah vena miokard ke dalam atrium kanan melalui ostium
sinus coronarius yang bermuara disamping vena cava inferior.

8
Gambar 8. Vena jantung

F. CARDIAC OUT PUT


Cardiac output (CO)/ curah jantung adalah sejumlah darah yang
dipompakan ventrikel dalam satu menit. Cardiac output
merupakan perkalian antara stroke volume (SV) dengan heart rate
(HR). Stroke volume adalah sejumlah darah yang dipompakan
keluar ventrikel sekali kontraksi. Stroke volume dipengaruhi oleh:

1. Pre load (beban awal), merupakan peregangan jantung oleh


pengisian darah sebelum ventrikel kontraksi.
2. Konstraktilitas
Kontraktilitas miokard dapat dirangsang oleh rangsangan
simpatis, obat – obat digitalsi/inotropik dan ion kalsium.
Kontraktilitas jantung dapat menurun dipengaruhi oleh kondisi
asidosis, peningkatan kalium ekstraselluler, obat – obatan
depresan dan Ca Channel bloker.
3. After load (beban akhir), merupakan tahanan oleh darah pada
arteri besar setelah darah dikeluarkan dari ventrikel.

Hukum Frank - Starling


• Makin besar isi jantung selama diastol, semakin besar jumlah
darah yang dipompakan ke aorta

9
• Dalam batas – batas fisiologis, jantung memompakan ke
seluruh tubuh darah yang kembali ke jantung tanpa
menyebabkan penumpukan di vena.
• Jantung dapat memompakan jumlah darah yang sedikit ataupun
jumlah darah yang besar bergantung pada jumlah darah yang
mengalir kembali ke vena.

G. SISTEM KONDUKSI
Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang
menghantarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat –
sifak khusus yaitu otomatisasi, irama pembentukan impuls teratur,
daya konduksi dan daya rangsang. Jaringan tersebut terdiri dari:

1. SA node
 Terletak di dekat muara vena cava superior
 Terdapat sel – sel pace maker yang menggerakan jantung
secara otomatis
 Impuls yang dihasilkan 60-100 kali/menit
 Dipengaruhi oleh rangsang simpatis dan parasimpatis
2. Traktus internodal, menghantarkan impuls dari SA node ke AV
node.
3. Bachman Bundle, menghantarkan impuls dari SA Node ke
atrium kiri
4. AV node
• Letak didalam dinding septum atrium kanan, tepat diatas
katup tricuspid dekat muara sinus koronarius
• Menghasilkan impuls dengan frekuensi 40-60 kali/menit
• Fungsi:
a. Menahan impuls jantung selama 0,08 – 0,12 detik untuk
memungkinkan pengisian ventrikel selama atrium
berkontraksi
b. Mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai
ventrikel
5. Bundle of His, berfungsi menghantarkan impuls dari AV node
ke bundle branches.

10
6. Bundle branch
Merupakan kelanjutan Bundle of his yang bercabang dua
yaitu:
 Right bundle branch (RBB)
 Left bundle branch (LBB)
7. Serabut Purkinje
 Merupakan ujung dari bundle branches
 Menghantarkan impuls menuju ke lapisan subendokard
pada kedua ventrikel sehingga terjadi depolarisasi yang
diikuti konstraksi ventrikel.
 Menghasilkan impuls dengan frekuensi 20 – 40 kali
permenit

Gambar 9. Sistem konduksi

Gambar 10. Gambaran konduksi pada ECG

11
Gambar 11. Siklus jantung

H. ELEKTROFISIOLOGI
Dalam keadaan normal perbedaan potensial muatan
membran sel sekitar -90 milivolt. Sel miokard jantung dalam
keadaan istirahat, permukaan luar positif sedang bagian dalam
bermuatan negatif.
Kontraksi dari sel-sel otot yang berhubungan dengan
perubahan muatan listrik disebut Depolarisasi, dan pengembalian
muatan listrik ke keadaan semula disebut Repolarisasi. Rangkai
proses ini disebut Aksi Potensial.
Aksi potensial dibagi atas 5 fase yaitu;
1. Fase 0
Dinamakan fase depolarisasi yang menggambarkan arus masuk
Natrium ekstra seluler ke dalam intra seluler yang berlangsung
dengan cepat. Terjadi perubahan muatan dalam sel menjadi
positif dan diluar menjadi negatif
2. Fase 1
Fase permulaan repolarisasi dengan mengembalikan potensial
intrasel ke 0 milivolt. Terjadi akibat penutupan saluran
Natrium.
3. Fase 2
Ion kalsium bergerak relatif lambat ke dalam sel menyebabkan
kestabilan agak lama sesuai dengan refrakter absolut
4. Fase 3

12
Fase ini merupakan fase pengembalian potensial intrasel ke
potensial istirahat, akibat pengeluaran Kalium dari dalam sel
keluar sel, sehingga mengurangi muatan positif di dalam sel.
5. Fase 4
Fase istirahat, dimana permukaan sel akan bermuatan positif
sedangkan di dalam sel bermuatan negatif.

Gbr. Aksi potensial Jantung

13
DASAR INTERPRETASI EKG

Elektokardiogram (EKG) merupakan suatu gambaran grafik


hasil rekaman aktifitas listrik jantung. Gambaran grafik ini dapat
direkam dengan memasang elektroda – elektroda pada beberapa bagian
permukaan tubuh. EKG mempunyai fungsi diagnostik diantaranya :
1. Aritmia jantung
2. Hipertrofi atrium dan ventrikel
3. Iskemik dan infark miokard
4. Efek obat-obatan seperti digitalis, anti aritmia dan lain sebagainya
5. Gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium
6. Penilaian fungsi pacu jantung
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang merupakan garis
horizontal dan vertikal dengan jarak 1 mm ( kotak kecil ). Garis yang
lebih tebal terdapat pada setiap 5 mm disebut ( kotak besar ). Garis
horizontal menunjukan waktu, dimana 1 mm = 0,04 dtk sedangkan 5
mm = 0,20 dtk. Sedangkan garis vertikal menggambarkan voltage,
dimana 1 mm = 0,1 mv dan 5 mm = 0,5 mv.

Perekaman EKG sering dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik, kalibrasi


biasa dilakukan dengan 1 milivolt yang menghasilkan defleksi setinggi
10 mm.

14
Keterangan gambar
1. Gelombang P
Merupakan depolarisasi atrium dengan nilai normal:
Tinggi : < 0,3 mvolt
Lebar : < 0,12 detik
Selalu positif di L II
Selalu negatif di aVR
Kepentingan
Mengetahui kelainan di Atrium

2. Interval PR
Menggambarkan waktu konduksi AV, diukur dari permulaan
gelombang P sampai permulaan gelombang QRS dengan nilai
normal 0,12 - 0,20 detik.
Kepentingan :
Kelainan sistem konduksi/blok

3. Kompleks QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel dengan nilai
normal:
Lebar : 0,06 - 0,12 detik
Tinggi : tergantung lead
Kompleks QRS terdiri dari gelombang Q, R dan S.
Kepentingan :
 Mengetahui adanya hipertrofi ventrikel
 Mengetahui adanya Bundle branch block
 Mengetahui adanya infark

4. Gelombang Q
Merupakan defleksi negatif pertama pada kompleks QRS dengan
nilai normal:
Lebar : < 0,04 detik

15
Dalam : kurang dari 1/3 tinggi gelombang R
Gelombang Q yang abnormal disebut Q patologis

5. Gelombang R
Merupakan defleksi positif pertama pada kompleks QRS. Gel R
umumnya positif di lead I,II,V5 dan V6. Di lead aVR, V1,V2
biasanya hanya kecil atau tidak ada.

6. Gelombang S
Merupakan defleksi negatif setelah gelombang R. Di lead aVR dan
V1 gelombang S terlihat dalam. Dari V2 ke V6 akan terlihat makin
lama makin menghilang

7. Gelombang T
Merupakan gambaran repolarisasi ventrikel dengan nilai normal :
Tinggi :  1 mV di lead dada
 0,5 mV di lead ekstrimitas
Minimal ada 0,1 mV
Kepentingan :
 Mengetahui adanya iskemia/infark
 Kelainan elektrolit

8. Gelombang U
Merupakan defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum
gelombang P berikutnya.

9. Segment ST
Diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang T.
Segment T ini normalnya isoelektris. Jika segment ST diatas garis
isoelektris disebut ST elevasi dan yang dibawah garis isoelektris
disebut ST depresi.

Gbr. ST depresi Gbr. ST elevasi

16
Kriteria EKG normal atau irama sinus (SR) adalah sebagai berikut :
 Irama teratur.
 Frekwensi jantung (HR) antara 60-100 x/menit.
 Gel P normal, setiap gel P diikuti gel QRS dan T.
 Interval PR normal ( 0,12 – 0,20 detik ).
 Gel QRS normal ( 0,06 – 0,12 detik ).
 Semua gelombang sama.
 Irama EKG yg tidak mempunyai kriteria tersebut disebut
disritmia atau aritmia

Contoh Gambaran Irama Sinus

Gbr. Irama Sinus

17
SANDAPAN EKG

Elektokardiogram (EKG) merupakan suatu gambaran grafik


hasil rekaman aktifitas listrik jantung. Gambaran grafik ini dapat
direkam dengan memasang elektroda – elektroda pada beberapa bagian
permukaan tubuh. Pada perekaman EKG terdapat dua jenis sadapan,
yaitu:
a. Sandapan Bipolar
Yaitu merekam perbedaan potensial dari dua elektroda. Sandapan
ini ditandai dengan angka romawi ( Lead I, II,dan III ).

II III

 Lead I : selisih potensial antara lengan kiri dan lengan kanan


 Lead II : selisih potensial antara tungkai kiri dan lengan kanan
 Lead III : selisih potensial antara tungkai kiri dan lengan kiri

Elektroda diletakkan di sisi dalam pergelangan tangan dan kaki.


Apabila ekstremitas diamputasi maka elektroda diletakkan dapat
diletakkan pada puntung ekstremitas. Sedangkan pada pasien
tremor, elektroda dapat diletakkan di bagian atas ekstremitas guna
mendapatkan hasil rekaman yang lebih baik.

b. Sandapan Unipolar
 Sandapan Unipolar Ektremitas yang diperkuat (augmented)
Merekam besar potensial listrik pada satu ektremitas,
elektroda diletakkan pada ektremitas yg akan diukur. Gabungan
elektroda-elektroda pada ektremitas yg lain membentuk
elektroda indiferen (aVR, aVL, aVF).

18
 Sandapan Unipolar Prekordial
Merekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan
elektroda yang ditempatkan di beberapa dinding dada. Adapun
letak prekordial adalah sebagai berikut:
V1 : Ruang intercosta IV, pada garis parasternal kanan
V2 : Ruang intercosta IV, pada garis parasternal kiri
V3 : Pertengahan/diagonal antara V2 dan V4
V4 : Ruang intercosta V, pada garis midklavikula kiri
V5 : Ruang intercosta V, pada garis aksilaris anterior kiri
V6 : Ruang intercosta V, pada garis mid-aksilaris kiri
V7 : Ruang intercosta V, pada garis aksilaris posterior
kiri
V8 : Ruang intercosta V, pada garis mid skapularis kiri
V9 : Ruang intercosta V, pada garis para vertebralis kiri

19
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan melakukan perekaman
EKG, yaitu:
1. Pasien sebaiknya berbaring pada tempat tidur yang nyaman atau
meja yang cukup luas untuk menyokong seluruh tubuh
2. Pasien dianjurkan untuk istirahat total karena gerakan pasien dapat
merubah hasil rekaman.
3. Sebelum melakukan perekaman hendaknya pasien terlebih dahulu
diberikan penjelasan terkait prosedur tindakan supaya
menurunkan/menghilangkan ketakutan.
4. Kulit dan elektroda harus kontak dengan baik. Untuk mendapatkan
hasil yang optimal dapat menggunakan gel.
5. Alat EKG harus distandarisasi dengan cermat sehingga 1 milivolt
akan menimbulkan defleksi 1 cm.
6. Pasien dan alat harus di arde dengan baik untuk menghindari
gangguan arus bolak – balik.

20
Langkah-langkah Interpretasi EKG

Berdasarkan jumlah sadapan yang dianalisis, EKG dibedakan


menjadi EKG strip dan EKG lengkap 12 lead. Analisa EKG strip
merupakan analisa yang dilakukan pada salah satu lead saja. Gambar 23
berikut ini salah satu contoh dari EKG strip

Gambar 23. EKG Strip

Sedangkan EKG lengkap 12 lead dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. EKG lengkap 12 lead

Interpretasi EKG Strip


Interpretasi EKG strip terdiri dari 7 langkah yaitu: (1)
menentukan irama; (2) menentukan frekuensi denyut jantung (HR); (3)
menentukan gelombang P; (4) menentukan kompleks QRS; (5)
menentukan interval PR; dan (6) menentukan kesamaan bentuk
gelombang; dan (7) interpretasi
1. Menetukan irama
Apakah iramanya regular ?
Hitung jarak R-R, bandingkan dengan yang lain !
Regular, jika jarak antara gelombang R ke R atau gelombang P ke
P sama

21
Irregular, jika jarak antara gelombang R ke R tidak sama

Gambar 25. EKG strip dengan irama regular

Gambar 26. EKG strip dengan irama irregular

2. Tentukan frekuensi denyut jantung/ Heart Rate (HR)


Cara menghitung HR tergantung pada irama EKG tersebut, apakah
regular atau irregular.
Jika irama EKG regular, maka dapat HR dapat dihitung
menggunakan 2 rumus antara lain:
a. HR = 300 : jumlah kotak besar jarak antara R-R
b. HR = 1500 : jumlah kotak kecil jarak antara R-R
Sedangkan untuk irama EKG irregular, maka rumus yang
digunakan adalah :
HR = Jumlah gelombang R dalam 30 kotak besar (6 detik) x 10
Contoh soal

Gambar 27. EKG strip


Berapakah HR rekaman EKG pada Gambar 27 ?
Jawaban:
Karena iramanya regular, maka HR nya adalah:
a. HR = 300 : jumlah kotak besar R-R
= 300 : 3,6
= 83,3 = 83 x/menit
b. HR = 1500 / jumah kotak kecil R-R

22
= 1500/19
= 78,9 = 79 x/menit
Catatan: disarankan untuk menggunakan metode penghitungan
yang kedua (menggunakan kotak kecil) karena hasilnya lebih
akurat

Gambar 28. EKG Strip


Berapakah jumlah HR pada Gambar 28 tersebut ?
Jawaban:
Karena iramanya irregular, maka rumus yang digunakan adalah:
HR = jumlah gel R pada 30 kotak besar x 10
= 6 x 10
= 60 x/menit
Catatan : metode penghitungan HR ini hanya untuk irama
irregular dan tidak bisa digunakan untuk irama EKG regular.
Kesimpulan:
 Normal = 60 – 100 x/menit
 Takikardi = >100 x/menit
 Bradikardi = < 60 x/menit
3. Tentukan gelombang P
Kaji kemungkinan adanya kelainan pada bentuk gelombang P.
Beberapa bentuk gelombang P abnormal antara lain :
a. Gelombang P pulmonal
Gelombang P ini memiliki amplitudo > 0,3 mV
Bentuk gelombang P ini merupakan salah satu petunjuk
adanya hipertropi atrium kanan

23
P Pulmonal

Gambar 29. Gelombang P Pulmonal

b. Gelombang P mitral
Gelombang P ini memiliki lebar > 0,12 detik dan membentuk
huruf M.
Bentuk gelombang P ini juga merupakan salah satu petunjuk
adanya hipertropi atrium kiri.

Gambar 30. Gelombang P mitral

c. Irama Junctional
Irama junctional berasal dari sel di luar nodus SA
sehingga menghasilkan bentuk gelombang P yang aneh atau
tidak ada sama sekali. Hal ini seperti terlihat pada Gambar 31.

Gambar 31. Irama junctional

24
4. Tentukan kompleks QRS
Kaji lebar gelombang QRS apakah sempit atau lebar. Irama
ventrikular salah satunya ditandai dengan kompleks QRS yang
lebar ( > 0,12 detik). Hal ini seperti terlihat pada Gambar 32.

Gambar 32. Irama Idioventrikular

5. Tentukan interval PR
Beberapa kondisi yang menyebabkan adanya kelainan bentuk pada
interval PR antara lain:
a. Blokade sistem konduksi
Blokade nodus AV dengan berbagai derajatnya menyebabkan
gambaran interval PR yang abnormal, dimana lebarnya > 0,12
detik.
Hal ini seperti terlihat pada Gambar 33.

Gambar 33. AV blok derajat 2


b. Sindrome preeksitasi
Sindrome preeksitasi ini menyebabkan pemendekan interval
PR < 0,12 detik. Ada dua jenis gangguan preeksitasi yaitu
Wolf Parkonson White (WPW) dan Lown Ganong Levine
(LGL)
Selain pemendekan interval PR, pada WPW disertai dengan
terbentuknya gelombang delta pada gelombang QRS

25
Gel Delta

Gambar 34. Wolf Parkinson White

Gambar 35. Lown Ganong Levine

6. Tentukan kesamaan bentuk gelombang


Gambaran EKG strip memiliki bentuk gelombang yang sama atau
seragam. Dengan demikian, variasi gambaran gelombang EKG
dalam satu lead merupakan pertanda bahwa EKG tersebut tidak
normal.

Gambar 36. Bentuk gelombang EKG sama

Gambar 37. Bentuk gelombang EKG bervariasi

26
7. Interpretasi
Interpretasi EKG strip ditegakan berdasarkan 6 komponen, seperti
terlihat pada Gambar 38.

Gambar 38. Komponen interpretasi EKG strip

Irama EKG normal dikenal sebagai irama sinus yang


memenuhi beberapa kriteria antara lain
 Irama : regular
 Frekuensi : 60 – 100 x/menit
 Gel P : normal
 Interval PR : 0,12 – 0,2 detik
 Kompleks QRS : Sempit (< 0,12 detik)
 Bentuk gelombang : seragam
Sedangkan untuk EKG strp yang tidak memenuhi
persyaratan tersebut, dinamakan sebagai disritmia. Adapun jenis-
jenis disritmia yang bisa ditegakan melalui EKG strip ini antara
lain:
•Sinus takikardi
•Sinus bradikardi
•Irama junctional (accelerated, bradikardi, & takikardi)
•Irama ventrikular (accelerated, takikardi)
•Atrial flutter
•Atrial fibrilation
•AV blok
•VT/VF

27
Interpretasi EKG Lengkap 12 Lead
Interpretasi EKG lengkap 12 lead memiliki 7 langkah, antara
lain:
1. Menentukan irama
Kaji apakah iramanya regullar atau iregullar ?
Caranya sama seperti dalam menentukan irama pada EKG strip
Kaji apakah termasuk irama sinus ?
Irama sinus ditandai dengan adanya gelombang P yang diikuti oleh
kompleks QRS.
Hal ini bisa dilihat pada Gambar 39 dan 40

Gambar 39. Irama sinus

Gambar 40. Irama Ventrikular (abnormal)

2. Menentukan HR
Cara yang digunakan sama dengan yang dilakukan paa EKG strip.
Sedangkan lead yang dipilih adalah yang memiliki gambaran
gelombang paling jelas.

28
Gambar 41. Gambaran EKG lengkap 12 lead

Berdasarkan Gambar 41, maka lead yang bisa dipilih adalah


Lead II karena memiliki bentuk gelombang R yang paling jelas.
3. Menentukan aksis jantung
Aksis jantung merupakan arah rata-rata kelistrikan miokardium.
Aksis normal jantung berada pada rentang -300 hingga +1100.

Gambar 42. Aksis Jantung

Sedangkan letak aksis di luar area normal dapat dibagi menjadi 3


bagian yaitu:

29
 Left Axis Deviation
Axis jantung berada pada rentang -300 sampai dengan -900
 Right Axis Deviation
Axis jantung berada pada rentang +1100 sampai dengan
+1800.
 Undetermined Axis Deviation
Sering dikenal pula sebagai extreme RAD dan adapula
yang menyatakan sebagai Northwest axis.
Letak aksis jantung ditentukan melalui beberapa langkah berikut
ini, antara lain:
a. Buat bentuk dua garis menyilang kemudian namai lead I (untuk
horisontal) dan aVF untuk vertikal, seperti pada Gambar 43
Gambar 43. Garis menyilang

b. Lihat lead I dan aVF, tentukan apakah negative atau positive


Gambar 44. Lead I dan aVF
Berdasarkan gambar 44, maka hasilnya didapatkan hasil
sebagai berikut:
 Lead I = + 8
Hasil tersebut berasal dari selisih amplitudo gelombang R
dan gelombang S. Besarnya amplitudo itu sendiri dihitung
dari garis isoelektris (base line), dimana gelombang R= 10
mm, sedangkan gelombang S = - 2 mm.
 Lead aVF
Sebagaimana pada lead I, nilai (– 6) berasal dari selisih
gelombang R (+4) dengan gelombang S (- 10).

30
c. Kemudian masukan hasilnya dengan membuat skala pada
diagram garis Gambar 39, dengan ketentuan sebagai berikut:
 Jika nilai (+) buat skala ke arah positive, kalau lead I ke
kanan maka aVF ke bawah
 Jika nilai (-) buat skala ke arah negative, kalau lead I ke
kiri, maka aVF ke atas

Gambar 45. Penentuan skala


d. Buat garis lurus pada melalui kedua titik (a & b) tersebut
hingga terbentuk titik potong (c). Kemudian tarik garis

dari pusat diagram (e) menuju titik pertemuan garis


tersebut.
Gambar 46. Tarik garis lurus dari sumbu grafik ke titik
pertemuan.

31
Berdasarkan Gambar 46, maka dapat disimpulkan
bahwa aksis jantungnya termasuk LAD.
4. Mengkaji tanda-tanda iskemi, injuri, dan infark miokardium
Pengkajian yang dilakukan meliputi identifikasi gambaran iskemi,
injuri, atau infark pada sadapan atau lead EKG. Selanjutnya
tentukan dimana lokasi miokard yang terkena berdasarkan
gambaran leadnya.

Gambar 46. Gambaran Iskemi, Injuri dan Infark


5. Mengkaji tanda-tanda hipertropi miokardium
Hipertropi miokardium ditandai dengan adanya perubahan
gambaran EKG pada V1 dan V6. Selain itu, hipertropi ini ditandai
juga dengan perubahan aksis

Gambar 47. Gambaran Hipertropi Miokard

Gambar 47 menunjukan tanda-tanda adanya hipertropi miokard,


yaitu antara lain:
 Lead V1

32
Normalnya gelombang R di V1 itu rendah dan kecil.
Namun pada rekaman EKG ini, gelombang R di V1
tampak tinggi
 Lead V6
Normalnya gelombang R di lead V6 itu tinggi. Namun
pada rekaman EKG ini, gelombang R tampak rendah dan
lebih kecil dibandingkan dengan gelombang S nya.
 Lead aVF
Kompleks QRS pada lead ini bernilai negative karena
gelombang R lebih kecil (pendek) dibandingkan dengan
gelombang S. Hal ini menunjukan nilainya negative.
Berdasarkan perubahan pada ketiga lead tersebut, maka bisa ditarik
kesimpulan bahwa Gambar 47 menunjukan hipertropi ventrikal
kanan.
6. Mengkaji tanda-tanda gangguan elektrolit
Gangguan elektrolit yang biasanya terjadi adalah hipokalemi,
hiperkalemi, hipokalsemi, dan hiperkalsemi.
Hiperkalemi ditandai dengan terbentuknya gelombang T yang
tinggi (T tall). Sedangkan pada hipokalemi ditandai denga
terbentuknya gelombang U.

Gambar 48. Gangguan elektrolit pada rekaman EKG

7. Interpretasi
Komponen yang digunakan dalam menegakan kesimpulan dalam
interpretasi EKG dapat dlihat pada Gambar 49

33
Gambar 49. Interpretasi EKG Lengkap

34
ARITMIA (DISRITMIA)

1. Pengertian
Aritmia adalah gangguan denyut jantung yang meliputi frekuensi,
irama, dan konduksi yang dapat ditimbulkan oleh karena gangguan
pengeluaran/pembentukan impuls maupun gangguan sistem
hantaran/konduksi atau keduanya.

2. Penyebab

Gb.1 gambaran penyebab aritmia


Faktor penyebab terjadinya aritmia antara lain sebagai berikut:
a. Hipoksia
Semua penyakit yang menyebabkan defisiensi oksigen pada
miokard misalnya penyakit paru, kardiomiopati, atau penyakit
jantung koroner dapat menyebabkab aritmia.

35
b. Iskemia
Miokard yang iskemia oleh sebab apa saja merupakan pencetus
timbulnya aritmia.
c. Rangsangan susunan saraf otonom
Rangsangan yang berlebihan pada saraf simaptis dan parasimpatis
dapat menimbulkan aritmia
d. Obat-obatan
Semua antiaritmia mempengaruhi fase depolarisasi dan
repolarisasi jantung, sehingga obat-obatan tersebut memiliki efek
aritmogenik. Selain itu, obat-obat seperti kafein, aminofilin,
antidepresan trisiklik, dan digitalis juga memiliki efek
aritmogenik.
e. Gangguan keseimbangan elektrolit dan gas darah
Hal ini mudah dipahami karena fase depolarisasi dan repolarisasi
otot jantung ditimbulkan oleh perpindahan berbagai ion elektrolit
melaui membran sel.
f. Regangan dinding otot jantung
Dinding jantung yang teregang sperti pada dilatasi atrium atau
ventrikel akibat gagal jantung, kardiomiopati atau penyakit-
penyakit katub dapat menyebabkan aritmia
g. Kelainan sruktur sistem konduksi
Penderita yang memilki fetal despersi di AV-node dan fasciculo-
ventricular connection, atau yang memeiliki jalur tambahan
(accessory pathway) seperti pada Sindoma WPW sangat mudah
mengalami aritmia melalui mekanisme peeksitasi

3. Mekanisme terjadinya aritmia


Mekanisme aritmogenik dapat dibagi menjadi: gangguan
pembentukan impuls dan gangguan kondusi/hantaran.
a. Gangguan pembentukan impuls
Gangguan ini dapat dibagi menjadi
1) Kelainan automatisasi
Pada keadaan normal, automatisasi (depolarisasi spontan)
hanya terjadi di nodus SA. Hal ini disebabkan karena impuls-
impuls yang dicetuskandi nodus SA sedemikan cepatnya
sehingga menekanproses automatisasi di sel-sel lain.
Apabila terjadi perubahan tonus susunan saraf otonom, atau
karena suatu penyakit di nodus SA sendiri, maka dapat terjadi
takikardi sinus, bradikardi sinus, atau takikardia ektopik atrium
atau ventrikel.

36
2) Trigger automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan
delayed after-depolarisations, yaitu suatu voltase kecil yang
timbul sesudah sebuah potensial aksi.
b. Gangguan konduksi
1) Re-entri
Pada serabut otot jantung yang saling bersimpangan,
gelombang depolarisasi akan jalan berpisah kemudian saling
meniadakan pada persatuan serabutotot tanpa menyebabkan
gangguan perjalanan gelombang semula.
Bila konduksi di salah satu jalur terganggu sebagai akibat
iskemia maka gelombang depolarisasi yang berjalan pada jalur
tersebut akan berhenti.
2) Konduksi yang tersembunyi
Impuls- impuls kecil pada jantung kadang-kadang dapat
mengganggu dan menghambat konduksi impuls utama.
Keadaan ini disebut concelead conduction (konduksi yang
tersembunyi). Biasanya gangguan konduksi ini tidak memiliki
arti klinis yang berarti.
3) Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi
sehingga dapat dibagi menjadi blok SA (apabila hambatan
konduksi terjadi pada perinodal zone di nodus SA); blok AV
(apabila hambatan konduksi terjadi di jalur antara nodus SA
sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle branch block
=BBB, hambatan konduksi terjadi pada berkas His), Apabila
mengenai cabang kiri berkas His disebut left bundle branch
block (LBBB), sedangkan pada cabang kanan disebut right
bundle branch block (RBBB).

4. Klasifikasi aritmia ( Sesuai prognosis)


a. Aritmia minor
Ini tidak memerlukan tindakan segera sebab tidak menganggu
sirkulasi dan tidak berlanjut ke aritmia yang serius, biasanya tidak
memerlukan terapi
b. Aritmia mayor
Dapat menimbulkan gangguan penurunan curah jantung dan dapat
berlanjut ke aritmia yang mengancam jiwa. Memerlukan tindakan
segera dan terapi

37
c. Aritmia mengancam jiwa
Aritmia yang memerlukan resusitasi segera untuk mencegah
kematian

Aritmia dapat dibagi menjadi dua berdasarkan penyebab:

A. Arimia akibat gangguan pembentukan impuls


1. Impuls yang berasal dari Sino Atrial Node (SA Node)
Terdiri dari:
 Sinus Takikardi (ST)
 Sinus Bradikardi (SB)
 Sinus Aritmi
 Sinus Arrest
2. Impuls yang berasal dari atrium
 Atrial Ekstra Sistole (AES)
 Paroksismal Atrial Takikardi (PAT)
 Atrial Flutter (AFl)
 Atrial Fibrilasi (AF)
 Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikular Respon
 Atrial Fibrilasi Normo Ventrikular Respon
 Atrial Fibrilasi Slow Ventrikular Respon
 Atrial Wandering Pacemaker
3. Impuls yang berasal dari Atrio Ventrikuler Node (AV Node)
 Junctional Ritmi (JR)
 Junctional Ekstra Sistole (JES)
 Accelerated Junctional Rithym
 Junctional Takikardi (JT)
 Junctional Bradikardi (JB)
4. Impuls yang berasal dari Supra Ventrikel
 Supra Ventrikel Ekstra Sistole (SVES)
 Supra Ventikel Takikardi (SVT)
5. Impuls yang berasal dari Ventrikel
 Idioventrikular Ritmi (IVR)
 Accelerated Idioventricular Rithym
 Ventrikel Ekstra Sistole (VES)
 VES Bigemini
 VES Trigemini
 VES Quadrigemini
 VES Multifokal
 VES Unifokal

38
 VES Konsekutif
 VES R on T
 Ventrikel Takikardi
 Ventrikel Flutter
 Ventrikel Fibrilasi

B. Aritmia akibat gangguan hantaran impuls/konduksi


1. Impuls yang berasal dari Sino Atrial Node
Sino Atrial Blok
2. Impuls yang berasal dari Atrio Ventrikuler Node
 AV Blok Derajat 1 / First Degree AV
 AV Blok Derajat 2 / Second Degree AV Block Mobitz I
 AV Blok Derajat 2 / Second Degree AV Block Mobitz II
 AV Blok Derajat 3/Total AV blok / Third Degree AV Block
3. Impuls yang berasal dari Inter Ventrikuler
 RBBB (Right Bundle Branch Block)
 LBBB (Left Bundle Branch Block)

39
Karakteristik Aritmia
1. Sinus Takikardi
Irama :Teratur
Frekwensi HR :100 – 150 x/menit
Gel. P :Normal, setiap gelombang P selalu dikuti
gelombang QRS dan T
Interval PR :Normal ( 0,12 – 0,20 detik )
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
Catatan :Semua gelombang sama

2. Sinus Bradikardi
Irama :Teratur
Frekwensi HR :Kurang dari 60 x/menit
Gel. P :Normal, setiap gelombang P selalu diikuti
gelombang QRS dan T
Interval PR :Normal ( 0,12 – 0,20 detik )
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
Catatan :Semua gelombang sama

3. Sinus Arrest
Irama :Teratur, kecuali pada yang hilang
Frekwensi HR :Biasanya kurang dari 60 x/menit
Gel. P :Normal, kecuali pada yang hilang
Interval PR :Normal, kecuali pada yangg hilang
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
Catatan :Hilang gelombang P,QRS,T ( fase arrest )
bukan merupakan kelipatan dari irama dasar

40
4. Sinus Aritmi
Irama :Tidak teratur
Frekwensi HR :Biasanya antara 60 – 100 x/menit
Gel. P :Normal, setiap gelombang P selalu dikuti gel
ombang QRS dan T
Interval PR :Normal ( 0,12 – 0,20 detik )
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )
Catatan :Semua gel. Sama
Note :Normal pada orang muda, akibat pengaruh
pola pernafasan, meningkat selama inspirasi dan menurun pada
fase ekspirasi.

5. Atrial Ekstra Sistole (AES)


Irama :Tidak teratur, karena ada gelombang yang
timbul lebih awal
Frekwensi HR :Tergantung irama dasarnya
Gel. P :Bentuk, ukuran dan posisi berbeda dari
irama dasarnya, bentuknya lebih runcing
dan posisi upright. Ada masa kompensatory
pause
Interval PR :Normal / memendek
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )

6. Atrial Flutter
Irama :Biasanya teratur, bisa juga tidak
Frekwensi HR :Bervariasi ( bisa normal, lambat/ cepat )
Gel. P :Tidak normal, seperti gigi gergaji ( saw tooth
), teratur dan dapat dihitung

41
Interval PR :Tidak dapat dihitung
Gel. QRS :Normal , tidak semua gel P diikuti QRS
,shg frequensi atrial tidak sama dengan
ventrikel bisa 2:1, 3:1 atau 4:1

7. Atrial Takikardi
Irama : Teratur
Frekwensi HR : 150-250 x/menit
Gel. P : Sukar dilihat, kadang terlihat, tetapi kecil
Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
Gel. QRS : Normal ( 0.06 – 0.12 detik)

8. Atrial Fibrilasi
Irama :Tidak teratur.
Frekwensi HR :Bervariasi ( bisa normal, lambat / cepat )
Gel. P :Tidak dapat diidentifikasi, sering terlihat
keriting pada garis base line.
Interval PR :Tidak dapat dihitung
Gel. QRS :Normal ( 0.06 – 0.12 detik)

9. Atrial Wandering Pacemaker


Irama :Teratur
Frekwensi HR :60 – 100 x/menit

42
Gel. P :Tidak normal, bentuk / ukuran / posisinya
tidak sama. Hal ini menunjukan bahwa
impulsnya berasal dari tempat yang berbeda.
Interval PR :Normal tetapi dapat bervariasi
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )

10. Junctional Rhytm (JR)


Irama : Teratur
Frekwensi HR : 40 – 60 x/menit
Gel. P : Tidak normal, terbalik, sebelum / sesudah
gel QRS dan kadang-kadang tidak terlihat
karena tertanan dalam gel QRS.
Interval PR : Memendek atau tidak dapat dihitung.
Gel. QRS : Normal ( 0,06 – 0,12 detik )

11. Junctional Ekstra Sistole (JES)


Irama :Tidak teratur saat muncul ekstra sistol ,
karena ada irama yg muncul lebih awal
Frekwensi HR :Tergantung irama dasarnya
Gel. P :Tidak normal, terbalik sebelum atau
sesudah gel QRS, atau tidak ada. Dan ada
masa kompensatory pause
Interval PR :Tidak dapat dihitung / memendek.

43
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )

12. Accelerated Junctional


Irama :Teratur,
Frekwensi HR :60 - 100 x/menit
Gel. P :Tidak normal/Tidak ada / ada terbalik
didepan / di belakang QRS
Interval PR :Tidak dapat dihitung / memendek.
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik)

13. Junctional Takikardi (JT)


Irama :Teratur,
Frekwensi HR :Lebih dari 100 x/menit
Gel. P :Tidak normal / Tidak ada / ada terbalik
didepan / dibelakang QRS
Interval PR :Tidak dapat dihitung / memendek.
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )

14. Supraventrikel Takikardia (SVT)


Irama :Teratur
Frekwensi hr :150 – 250 x/menit

44
Gel. P :Tidak ada / kecil
Interval PR :Tidak ada / memendek
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12 detik )

15. Irama Idioventrikuler


Irama :Teratur
Frekwensi HR :20 – 40 x/menit
Gel. P :Tidak ada
Interval PR :Tidak ada
Gel. QRS :Melebar > dari 0,12 detik )

16. Ventrikel Ekstra Sistole (VES)


Irama :Tidak teratur saat muncul ekstra sistole,
karena ada irama yang muncul lebih awal
Frekwensi HR :Tergantung irama dasarnya
Gel. P :Tidak ada saat timbul ekstra sistole
Interval PR :Tidak ada saat timbul ekstra sistole
Gel. QRS :Melebar > dari 0,12 detik )

Gb. VES Unifokal

45
Gb. VES Bigemini

Gb. VES Trigemini

Gb. VES Konsekutif

Gb.VES Ron T

17. Ventrikel Takikardi (VT)


Irama :Teratur
Frekwensi HR :100 – 250 x/menit
Gel. P :Tidak ada
Interval PR :Tidak ada

46
Gel. QRS :Lebar lebih dari 0,12 detik

18. Ventrikel Fibrilasi (VF)


Irama :Tidak teratur
Frekwensi HR :< 350 x/menit sehingga tidak dapat dihitung
Gel. P :Tidak ada
Interval PR :Tidak ada
Gel. QRS :Lebar dan tidak teratur

@ VF kasar (Coarse VF)

@ VF halus (Fine VF)

19. Blok Sino Atrial (SA Block)


Irama :Teratur,kecuali pada gel. yang hilang
Frekwensi HR :Umumnya kurang dari 60 x/menit
Gel. P :Normal,dan hilnag pada saat terjadi blok
Interval PR :Normal,dan hilnag pada saat terjadi blok
Gel. QRS :Normal ( 0,06 – 0,12detik)

47
Catatan :
Hilang satu atau dua gel.P,QRS dan T menyebabkan kelipatan
jarak antara R - R

20. AV Blok Derajat I (First Degree AV Block)


Irama :Teratur
Frekwensi HR :Umumnya normal antara 60 - 100 x/menit
Gel. P :Normal
Interval PR :Memanjang,lebih dari 0,20 detik
Gel. QRS :Normal

21. AV Blok Derajat II ( Second Degree AV Block ) tipe Mobitz 1


(Wenckebach)
Irama :Tidak teratur
Frekwensi HR :Normal dan kurang dari 60 x/menit
Gel. P :Normal tapi ada satu gelombang P yang
tidak diikuti gelombang QRS
Interval PR :Makin lama makin panjang,sampai ada gel.P
yg tidak diikuti gelombang QRS, kemudian
siklus makin panjang berulang.
Gel. QRS :Normal

48
22. AV Blok Derajat II tipe Mobitz 2
Irama :Umumnya tidak teratur, kadang bisa teratur
Frekwensi HR :Umumnya lambat kurang dari 60 x/menit
Gel. P :Normal / tapi ada satu gelombang P yang
tidak diikuti gel qrs
Interval PR :Normal atau memanjang secara konstan.
Gel. QRS :Normal

23. AV Blok Derajat III ( Total AV Blok )


Irama :Teratur
Frekwensi HR :Kurang dari 60 x/menit
Gel. P :Normal, tetapi gelombang P dan QRS berdiri
sendiri-sendiri sehingga gelombang P kadang
diikuti gel QRS kadang tidak.
Interval PR :Berubah-ubah
Gel. QRS :Normal / memanjang lebih dari 0,12 detik

24. Right Bundle Branch Block ( RBBB )


Irama :Teratur
Frekwensi HR :Umumnya normal antara 60 - 100 x/menit
Gel. P :Normal, setiap gel.p selalu diikuti
gelombang QRS dan T.
Interval PR :Normal
Gel. QRS :Lebar lebih dari 0,12 detik

49
Catatan :
Ada bentuk rsR’ ( M shape ) di V1 dan V2. Gel S yg lebar dan
dalam di lead 1 , II, aVl , V5 dan V6. Perubahan ST segmen
dan gel T di V1 dan V2

25. Left Bundle Branch Block ( LBBB)


Irama :Teratur
Frekwensi HR :Umumnya normal antara 60 - 100 x/menit
Gel. P :Normal,setiap gelombang P selalu diikuti
gelombang QRS dan T
Interval PR :Normal
Gel. QRS :Lebar lebih dari 0,12 detik
Catatan :
Ada bentuk rsR’ ( M Shape ) di V5 dan V6 Gelombang Q yg
lebar dan dalam di V1 dan V2, perubahan ST segmen dan
gelombang T di V5 dan V6

50
ndap

51
DILATASI DAN HIPERTROFI RUANG JANTUNG

Perubahan morfologi ruang jantung dapat dideteksi dengan


pemeriksaan EKG sederhana karena hal tersebut berdasarkan perubahan
sistem elektrofisiologi jantung. Pembesaran ruang jantung timbul jika
ada beban volume atau tekanan berlebihan. Dilatasi merupakan
peningkatan diameter ruang jantung karena beban volume berlebihan
sedangkan hipertrofi merupakan peningkatan ketebalan ruang jantung
karena beban tekanan berlebihan. Biasanya perubahan morfologi
jantung didasari oleh proses mekanik lama, baik kelainan jantung
bawaan maupun kelainan yang didapat.

Perbedaan kedua jenis pembesaran jantung dapat dilihat pada


Tabel berikut ini.

Tabel. Perbedaan Dilatasi & Hipertropi


No Dilatasi Hipertropi
1 Dinding jantung menipis Dinding jantung menebal
2 Diameter ruang jantung Diameter ruang jantung
melebar menyempit
3 Kontraktilitas menurun Kontraktilitas meningkat
4 Pre load besar Pre load kecil

Penurunan kontraktilitas pada kondisi dilatasi menyebabkan


menurunya cardiac out put meskipun pre laodnya tinggi. Demikian pula
pada kondisi hipertropi, meskipun memiliki kontraktilitas yang bagus,
karena pre laodnya kecil maka cardiac outputnya pun jadi rendah.

Gambar 1. Dilatasi Gambar 2. Hipertropi


Meskipun EKG bisa mendeteksi adanya pembesaran jantung
kanan atau kiri, namun tidak bisa membedakan apakah termasuk dilatasi
atau hipertropi.

52
Dampak Pembesaran Jantung Terhadap Gambaran EKG
Terdapat tiga hal yang ditimbulkan oleh pembesaran jantung yang bisa
ditangkap oleh EKG, antara lain:
1. Pemanjangan Durasi EKG
Hal ini disebabkan oleh jumlah sel yang didepolarisasi
meningkat sehingga memerlukan waktu yang lebih lama.
2. Pembesaran amplitudo EKG
Hal ini disebabkan oleh aliran listrik yang lebih banyak di area
tersebut sehingga terdeteksi sebagai amplitudo yang meningkat.
3. Perubahan arah aksis
Aksis merupakan arah rata-rata aliran depolarisasi. Jumlah sel
yang meningkat pada hipertropi membuat aksis mengarah ke
bagian yang mengalami pembesaran. Meskipun tidak spesifik,
pembesaran jantung kanan akan diikuti perubahan arah aksis ke
kanan.

Pembesaran Atrium
Pembesaran atrium dapat terlihat pada lead V1 dan II

Gambar 2. Pembentukan gelombang pada pembesaran atrium

Pembesaran Atrium Kanan


 Peningkatan amplitudo gelombang P (bagian pertama) hingga
> 3 mm.
 Lebar gelombang P tidak berubah.

53
 Bentuk gelombang P yang tinggi dikenal sebagai P pulmonal,
karena sering terjadi pada orang yang mengalami gangguan
pulmonal menahun.

Gel P Normal Gel P Pulmonal

Gambar 3. Perubahan gel P Normal menjadi P Pulmonal

Gambar 4 berikut ini merupakan contoh dari pembesaran atrium kanan

Gambar

4.Gelombang EKG pada pembesaran atrium kanan

54
Pada gambar 4, tampak gambaran P pulmonal pada sadapan I, II, dan
aVF. Secara lebih lengkap, contoh P pulmonal terdapat pada rekaman
EKG 12 lead pada gambar 5.
Gambar 5. Gelombang P pulmonal pada sadapan II

Pembesaran atrium kiri


Pembesaran atrium kiri ditandai dengan :
 Peningkatan amplitudo gelombang P (bagian kedua) hingga > 3
mm
 Pelebaran durasi gelombang P
 Bentuk gelombang P yang melebar ini dikenal sebagai P
mitralis, karena sering terjadi pada orang yang mengalami
gangguan katup mitralis.

Perubahan gambaran gelombang P menjadi P mitralis dapat dilihat pada


Gambar 6

Gambar 6. Perubahan gel P normal menjadi p mitralis

55
Gambar 6 berikut ini merupakan contoh dari pembesaran atrium kiri

Gambar 6. Gelombang EKG pada pembesaran atrium kiri

Pada gambar 6, tampak gambaran P mitralis pada sadapan I. Sedangkan


pada sadapan V1 tampak gelombang P yang bifasik.
Secara lebih lengkap, contoh P mitralis terdapat pada rekaman EKG 12
lead pada Gambar 7.

Gambar 7. Gambaran P mitralis pada sadapan II

Pembesaran Ventrikel Kanan


Pembesaran atrium kanan bisa dideteksi oleh EKG dengan karakteristik
sebagai berikut:
 Axis : Right Axis Deviation

56
 Perubahan gelombang R dan S pada sandapan prekordial,
yakni:
o V1 = gelombang R tinggi, gelombang S dangkal
o V6 = gelombang R rendah, gelombang S dalam

Gambar 8. Perubahan axis jantung menjadi RAD

Gambaran EKG yang menunjukan perubahan aksis dapat dilihat secara


lebih jelas pada sandapan ektrimitas yakni lead I dan aVF.

Gambar 9. Perubahan aksis jantung RAD

57
Meskipun demikian perubahan aksis bukan merupakan tanda
yang spesifik. Ciri yang lebih spesifik adalah terdapatnya perubahan
evolusi kompleks QRS pada sandapan prekordial (V1 sampai dengan
V6).

Gambar 10. Perubahan Gambaran EKG pada hipertropi ventrikel kanan

Pada kondisi hipertropi ventrikel tampak kompleks QRS di V1,


gelombang R tinggi sedangkan gel S dangkal. Normalnya kompleks
QRS pada sadapan V1 memilki gel R yang rendah (kecil) dan
gelombang S yang dalam (besar).Perubahan evolusi kompleks QRS
secara lebih detail terdapat pada Gambar 11

58
Gambar 11. Evolusi

Perubahan Kompleks QRS

Sedangkan contoh hipertropi ventrikel kanan pada rekaman EKG 12


lead bisa dilihat pada Gambar 12 .

Gambar 12. Evolusi Gambaran EKG 12 lead

Gambar 12 menunjukan amplitudo gelombang di V1 dan V2 dengan


repolarisasi sekunder yang abnormal. Selain itu, Di Lead I dan aVL
terlihat ada gelombang S yang dalam. Aksisnya jika dihitung maka
termasuk dalam kategori RAD.

59
Pembesaran Ventrikel Kiri
Hipertropi ventrikel kanan memiliki karakteristik seperti yang tersebut
pada Gambar 13

Gambar 13. Karakteristik Hipertropi Ventrikel Kiri.

Gambar 13 menununjukan bahwa meskipun banyak karakteristik


dari gambaran EKG yang menunjukan adanya hipertropi ventrikel kiri,
namun yang paling akurat adalah jika
amplitudo Gel R di V5 atau V6 + Gel S di V1 atau V2 > 35 mm.
Sadapan prekordial (V1 sampai dengan V6) menunjukan adanya
gelombang S yang sangat dalam di V1 dan Gelombang R yang sangat
tinggi di V5 dan V6. Hal ini ditunjukan pada Gambar 14.

60
Gambar 14. Sadapan Prekordial pada hipertropi ventrikel kiri

Gambaran EKG 12 lead pada hipertropi ventrikel kiri dapat


dilihat pada Gambar 15

61
Gambar 15. Gambaran EKG 12 lead pada hipertropi ventrikel
kiri

Repolarisasi Sekunder Abnormal


Repolarisasi sekunder yang abnormal dikenal pula dengan
‘strain. Gelombang EKG ini terdiri dari segmen S-T yang menurun dan
invers (depresi) gelombang T

Gambar 16. Strain yang terbentuk pada hipertropi jantung

62
GAMBARAN EKG
PADA ISKEMIA DAN INFARK MIOKARD

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu sindroma


yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA)
dengan ST elevasi dan IMA tanpa ST elevasi. Keadaan ini ditandai
dengan tidak seimbangnya kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan
pembuluh darah koroner menyediakan oksigen yang cukup untuk
metabolisme miokard.

ST depresi dan perubahan gelombang T


Iskemia memperlambat proses proses repolarisasi, sehingga pada
EKG dijumpaiperubahan sgmen ST (depresi) dan gelombang T (inversi)
tergantung beratnya iskemia serta waktu pengambilan EKG.
ST depresi dianggap bermakna bila > 0.5 mm di bawah garis dasar
(baseline) dan 0.04 detik di titik J. Titik J didefinisikan sebagai akhir
kompleks QRS dan permulaan segmen ST

Bentuk segmen ST :
1. Horizontal ( lebih spesifik untuk iskemia )
2. Down-sloping ( paling terpercaya untuk iskemia )
3. Up-sloping ( tidak spesifik )

Perubahan gelombang T
Pada iskemia kurang begitu spesifik, Gelombang T hiperakut kadang-
kadang merupakan satu-satunya perubahan EKG yang terlihat.

63
64
Iskemia miokard ditandai dengan adanya depresi segmen ST
atau gelombang T terbalik. Sedangkan untuk infark miokard,
gambaran yang paling diagnostik adalah gelombang Q patologis.
Pada fase akut umumnya gelombang Q patologis disertai adanya
elevasi segmen ST atau hanya berupa elevasi segmen ST,
sedangkan pada fase subakut atau recent gelombang Q patologis
disertai gelombang T terbalik. Pada fase old gambaran EKG berupa
gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T normal
kembali.

Perubahan pada kondisi injuri


Pada kondisi injuri sel miokard tidak akan terjadi depolarisasi
secara sempurna, secara elektrik lebih bermuatan positif
dibandingkan daerah yang tidak mengalami injuri dan pada EKG
tampak gambaran ST elevasi pada sandapan yang berhadapan
langsung dengan lokasi injuri. ST elevasi bermakna jika ≥ 1 mm (1
kotak kecil) pada sandapan ekstremitas dan ≥ 2 mm pada sandapan
prekordial di dua atau lebih sandapan yang menghadap daerah
antomi jantung yang sama. Jika didapatkan adanya ST elevasi
menetap beberapa bulan setelah infark perlu dipikirkan adanya
aneurisma ventrikel.

65
Gambar evolusi infark

Perubahan pada kondisi infark yang lama


Sel miokard yang mengalami Infark yang lama m enyebabkan
tidak berfungsi, sehingga tidak mempnyai respon stimulus listrik
maka akibatnya arus listrik yang menuju ke daerah infark akan
meninggalkan daerah yang nekrosis tersebut, maka pada gambaran
EKG memberikan gambaran defleksi negative gelombang Q (Q
patologis). Syarat Q patologis adalah lebarnya lebih dari 0.04 detik
dan dalamnya lebih dari 1/3 tinggi gelombang R.

Gambar gelombang Q patologis

Konsep pencerminan (Resiprokal)


Pada sandapan dengan arah yang berlawanan dari daerah injuri
menunjukkan gambaran ST depresi dan disebut perubahan
resiprokal (Gambaran cermin). Misalkan daerah anterior mengalami
infark maka di daerah posterior mengalami iskemia.

Menentukan lokasi iskemia atau infark


Adapun untuk menentukan lokasi iskemia atau infark
digunakan ketentuan sebagai berikut:
 Anterior kelainannya di V3-V4

66
 Anteroseptal kelainannya di V1-V4
 Lateral kelainannya V5-V6
 Lateral tinggi (high lateral) di I, aVL
 Extensive anterior kelainannya di I, aVL, V1-V6
 Inferior kelainannya di II, III, aVF
 Posterior kelainannya di V1-V2 (resiprokal)
 Ventrikel kanan kelainannya di V1, V3R dan V4R.

Gb. Arteri Koroner

67
Gb. Lokasi iskemia dan infark

68
Tabel penentuan lokasi infark.

69
Contoh EKG Iskemia dan infark.

Gb. Early repolarisation

Gb. Unstable Angina

70
Gb. Subendocardial ischemia, Anterolateral ST-segment depression

Gb. Acute anteroseptal myocardial infarction.

71
Hyperacute T-wave changes are noted

Gb. Inferior myocardial infarction

Gb. Acute inferoposterior myocardial infarction

72
GAMBARAN EKG
PADA KELAINAN ELEKTROLIT

PERAN ELEKTROLIT BAGI TUBUH


Elektrolit memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga
proses kehidupan dalam tubuh. Gangguan elektrolit menyebabkan
kerusakan pada metabolisme tubuh dan menimbulkan gangguan
potensial listrik jaringan sel mati mendadak.Elektrolit yang paling
berperan dalam kelistrikan jantung adalah Kalium dan Kalsium

KALIUM
Kalium merupakan kation terbesar di dalam sel (150-160 mEq/L).
Sedangkan di luar sel termasuk dalam darah hanya sekitar 3,5 – 5,5
mEq/L

Fungsi Kalium
Fungsi kalium terkait dengan aktivitas kelistrikan jantung adalah
menjaga potensial listrik pada membran sel. Hal ini terkait peran kalium
dalam beberapa proses kelistrikan jantung seperti repolarisasi membran
sel dan neuro auatonomik.

Pengaturan Keseimbangan K
Beberapa hal berikut ini mengatur komposisi Kalium intrasel dan
ekstrasel, yaitu antara lain:
 Insulin
Pasien Diabetes Melitus cenderung mengalami hiperkalemi.
Pemberian insulin sebagai penanganan kadar gula yang tinggi
dalam darah, ternyata juga mampu menyebabkan berpindahnya
ion Kalium dari ekstra sel masuk kembali ke intrasel.
 Asidosis
Saat kondisi asidosis terjadi peningkatan ion H dalam aliran
darah. Untuk menjaga keseimbangan asam basa ini, maka H
berpindah dari ekstrasel ke intrasel. Masuknya ion H ke dalam
sel diikuti dengan ekskresi ion K intrasel ke ekstra sel. Oleh
karena itulah, kondisi asidosis memicu terjadinya hiperkalemia
 Alkaliosis
Saat kondisi alkaliosis, jumlah ion H dalam aliran darah
rendah, sehingga untuk menjaga keseimbangan maka terjadi
perpindahan ion H intra sel ke ekstrasel. Pengeluaran ion H ini
diimbangi dengan masuknya ion Kalium dari ektrsel ke
intrasel. Hal ini menyebabkan terjadinya hipokalemia

73
 Aldosteron
Penggunaan aldosteron dapat memicu peningkatan ekskresi ion
K dan sebaliknya meretensi atau mempertahankan ion Na
 Diuretik osmosis
Diuretik osmosi merangsang ekskresi K, sehingga bisa
menimbulkan hipokalemia
Berdasarkan hal tersebut, gangguan elektrolit K dapat dibagi
menjadi hipokalemi dan hiperkalemi.
a. Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi ketika kadar K darah > 5,5 mEq/L
Hiperkalemia dapat terjadi pada beberapa kondisi antara lain:
 Peningkatan produksi atau intake kalium
Kalium darah dapat meningkat pada konsumsu pisang atau
jeruk yang banyak, pemberian K intravena, dan hemolisis yang
hebat.
Namun demikian hiperkalemi tidak akan terjadi jika ginjal
berfungsi dengan baik.
 Perpindahan kalium intrasel ke ekstrasel
Perpindahan kaliium intresel menujua ekstrasel terjadi pada
beberapa kondisi antara lain: asidosis, defisiensi insulin,
intoksikasi digitalis, dan ketoasidosis.
 Penurunan eksresi kalium
Ekskrresi Kalium menurun pada beberapa kondisi, seperti
gagal ginjal, insufisiensi adrenal, dan penggunaan diuretik
hemat K
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menimbulkan hiperkalemia adalah yang
menghalangi pembuangan kalium diginjal seperti triamterene,
ACE Inhibitor, dan spirinolakton.
Tanda dan gejala yang bisa timbul pada kondisi hiperkalemia
antara lain:
 Otot rangka
Otot pada alat gerak tubuh mengalami kelemahan /
kelumpuhan atau paralisis. Otot organ pencernaan juga bisa
mengalami ileus. Sedangkan pada otot pernafasan bisa
menyebabkan henti nafas.
 Miokard
Dampak hiperkalemia pada miokardium bisa menimbulkan
berbagai situasi berbahaya, seperti: takikardi ventrikel, fibrilasi
ventrikel, sinus bradikardi, sinus arest, dan irama
idioventrikular lambat.

74
Gambaran EKG pada hiperkalemia
Hiperkalemia menimbulkan perubahan pada bentuk
gelombang EKG antara lain:
 Gelombang T menjadi lebih tinggi dan lancip (T tall)
 Gelombang R menjadi lebih pendek
 Kompleks QRS melebar
 Kompleks QRS bersatu dengan T, sehingga segment ST
menghilang
 Gelombang P mengecil dan akhirnya menghilang
Hal ini seperti dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. EKG pada hiperkalemia

Secara lebih rinci, perubahan EKG pada hiperkalemia,


antara lain:
1) Terbentuknya T tall
Gel T

75
Gambar 2. Gel T tinggi dan runcing (T tall)

Gelombang seperti ini terjadi saat kalium mulai naik dan


berkisar antara 6-7 mmol/L
Gambaran T tall ini terkadang bias dengan gambaran EKG
pada kondisi T peak pada infark miokard akut. Namun
demikian, pada hiperkalemia sadapan yang terkena bersifat
dipus (lebih luas), sedangkan pada infark miokardium akut,
hanya terbatas pada lead dilokasi tersebut.

2) Pemanjangan interval PR
Gelombang
T
Interval PR

Gambar 3. Pemanjangan Interval PR

Saat kadar kalium semakin meningkat (7-8 mMEq/L).


 Interval PR semakin memanjang
 sementara itu gelombang P secara bertahap menjadi
rata
 Depresi segmen ST
 Gelombang T semakin meruncing

3) Berhentinya aktivitas atrium

P menghilang

Gambar 4. Hilangnya Gelombang P


Saat kalium semakin tinggi (7-8 mEq/L), maka :
 Gelombang P hilang karena terhentinya aktivitas atrial
 Pelebaran kompleks QRS
 Gelombang T semakin meruncing

76
4) Terbentuknya pola gelombang sinus (sine wave)
Gel Sinus

Gambar 5. Gelombang Sinus (sine wave)


Saat kalium darah sudah > 9 mmol/L, kompleks QRS
semakin melebar hingga menyatu dengan gelombang T
sehingga membentuk pola gelombang sinus (sine wave). Pada
kondisi seperti ini, fibrilakasi ventrikel dapat terjadi.

Hal yang perlu diperhatikan adalah, meskipun perubahan ini


sering terjadi sesuai dengan urutan tersebut di atas, namun tidak
selalu terjadi demikian. Fibrilasi ventrikel bisa terjadi sewaktu-
waktu, mendadak, dan membayakan. Oleh karena itulah,
perubahan apapun pada EKG akibat hiperkalemia membutuhkan
penanganan dengan segera.

b. Hipokalemia
Hipokalemia merupakan kondisi dimana kadar kalium darah < 3,5
mmol/L
Hipokalemia dapat terjadi tanpa disertai dengan penurunan kadar
kalium total tubuh. Ini bisa terjadi pada kondisi alkaliosis.
Sedangkan hipokalemia yang disertai dengan penurunan kadar
kalium tubuh total adalah kehilangan kalium melalui saluran cerna
maupun ginjal.
Hilangnya kalium melalui saluran cerna diantaranya berupa
muntah dan diare. Sedangkan yang melalui ginjal diantaranya
berupa kondisi hiperaldosteron dan penggunaan diuretik.
 Alkaliosis
Pada kondisi alkaliosis, jumlah ion H dalam darah menurun.
Salah satu bentuk kompensasi tubuh adalah dengan
mengeluarkan ion H dari intra sel ke ektrasel. Hal ini diikuti
dengan perpindahan K dari ektrasel ke intrasel. Tujuannya
adalah untuk menjaga keseimbangan muatan listrik dalam
intrasel tersebut. Namun demikian proses ini menyebabkan
terjadinya hipokalemia
 Sekresi insulin yang menetap

77
Insulin berpengaruh terhadap penurunan kadar kalium darah.
Hal ini disebabkan insulin dapat memicu perpindahan kalium
ektrasel ke intrasel.
 Penurunan asupan K
Kondisi ini sering terjadi pada orang yang mengalami
gangguan pola makan, misalnya anoreksia
 Hilangnya K
Hilangnya kalium bisa melalui saluran cerna maupun saluran
perkemihan (ginjal). Diare, muntah, maupun radang saluran
cerna merupakan penyebab hilangnya kalium melalui saluran
cerna. Sedangkan kondisi hiperaldosteron atau penggunaan
diuretik berperan terhadap hilangnya kalium melalui ginjal.

Tanda dan gejala yang bisa muncul pada penderita hipokalemia


antara lain :
 Jantung
Hipokalemia memicu aritmia dan perubahan gambaran EKG.
Selain itu terjadi hipotensi akibat vasodilatasi pembuluh
darah.
 Saluran pencernaan
Hipokalemi dapat memicu ileus paralitik
 Ginjal
Penurunan osmolalitas dan peningkatn pH urin
 Endokrin
Hipokalemi menurunkan sekresi aldosteron untuk
menurunkan ekskresi kalium.
Ganguan toleransi glukosa bisa terjadi karena terhambatnya
seksresi insulin sebagai kompensasi kadar kalium yang
rendah.
Gambaran EKG Hipokalemi
Gambaran EKG pada hipokalemia menunjukan beberapa
perubahan, antara lain:
 Depresi segmen ST
 Interval PR memanjang
 Gelombang T semakin mendatar
 Munculnya gelombang U

78
Gambar 6. EKG pada hipokalemia

Gelombang U merupakan tanda hipokalemia yang sangat khas,


namun demikian jika gelombang U hanya berdiri sendiri, tanpa
disertai dengan tanda perubahan lainnya, maka gelombang tersebut
tidak bersifat diagnostik. Kadang-kadang gelombang U bisa
muncul pada orang sehat atau orang dengan kadar kalium normal.

KALSIUM
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di
dalam tubuh, yaitu sekitar 1,5 – 2% dari berat badan dewasa. Dalam
tubuh manusia sendiri terdapat kurang lebih 1 kg kalsium. Sebagian
besar (99%) kalsium berada pada jaringan keras, seperti tulang dan gigi.
Sedangkan dalam plasma, kadar kalsium berkisar 2,25 – 2,60 mmol/L
atau 8,5 – 10,5 mg/dL.
Fungsi Kalsium
Kalsium mempunyai peran penting didalam tubuh, yaitu dalam
pembentukan tulang dan gigi; dalam pengaturan fungsi sel pada cairan
ekstraselular dan intraselular, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi
otot, penggumpalan darah, dan menjaga permebilitas membran sel.
Selain itu, kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor
pertumbuhan.
Gangguan keseimbangan kalsium dibagi menjadi dua, yaitu
hipokalsemia dan hiperkalsemia.
a. Hipokalsemia
Hipokalsemia merupakan kondisi dimana kadar kalsium darah <
2,25 mmol/L. Kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor
anatara lain:
 Defisiensi vitamin D
Vitamin D berperan dalam penyerapan kalsium, sehingga
defisiensi vitamin D akan menurunkan kadar kalsium darah.
 Hipoparatiroidisme

79
Penurunan produksi parathormon menyebabkan gangguan
fungsi usus dalam menyerap kalsium dari makanan. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar kalsium dalam darah
 Pseudohipoparathiroidism
Penyakit keturunan ini jarang terjadi. Kadar parathiroid normal,
namun respon tulang dan ginjal terhadap hormon parathiroid
menurun. Hal ini menyebabkan penurunan penyerapan kalsium
oleh usus.
 Hipoalbumin
Karena sebagian kalsium terikat pada albumin, maka
penurunan jumlah albumin dapat disertai dengan hipokalsemia.
Namun demikian, biasanya tidak menyebabkan gejala karena
jumlah kalsium bebas tetap normal
 Kerusakan ginjal
Kerusakan ginjal menyebabkan penurunan aktivasi vitamin D
pada ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan
penyerapan kalsium di usus.
 Hipomagnesemia
Kadar magnesium yang rendah dalam darah dapat menurunkan
kadar hormon parathiroid. Hal ini menimbulkan gangguan
penyerapan kalsium dalam usus

Hipokalsemia bisa tidak disertai dengan gejala. Namun


demikian, seiring dengan semakin beratnya hipokalsemia, maka
otak dapat terpengaruh. Hal ini ditandai denga kebingungan,
gangguan daya ingat, penurunan kesadaran, depresi, dan
halusinasi
Kadar kalsium yang sangat rendah, juga bisa menyebabkan
timbulnya nyeri otot dan kesemutan, yang sering kali dirasakan
di bibir, lidah, jari-jari tangan dan kaki. Pada kasus tertentu yang
sudah berat, bisa menyebabkan spasme otot tenggorokan.
Kondisi ini menyebabkan sumbatan pada jalan nafas. Selain itu,
hipokalsemia juga mempengaruhi sistem konduksi jantung yang
dapat dilihat pada pemeriksaan EKG.

80
Gambaran EKG pada hipokalsemia
Gambara EKG pada kondisi hipokalsemia adalah pemanjanga
durasi interval QT. Pemanjangan interval QT ini di sokong oleh
pemanjangan segmen ST. Interval QT memanjang hingga > 0,48
detik
Gambar 7. EKG pada hipokalsemia

b. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia terjadi saat kadar kalsium darah > 2,60
mmol/L atau > 10,5 mg/dL. Kondisi ini terjadi ketika pemasukan
kalsium lebih besar dibandingkan pengeluarannya.
Penyebabnya sendiri secara garis besar dibagi menjadu dua,
yaitu resopsi tulang osteoklast dan penyerapan kalsium di saluran
cerna secara berlebihan.
1) Resopsi tulang osteoklas
Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain:
 Hormon paratiroid
Hiperparatioridisme dan tumor yang merangsang
pengeluaran hormon parathiroid.
 Keganasan
Adanya osteolitik lokal
 Penyakit tulang
 Imobilisasi
2) Reabsorbsi kalsium dalam renal
Biasanya terjadi pada penggunaan thiazid dan lithium kronis,
familial hypocalciuric hypercalcemia, acquired hypocalciuric
hypercalcemia.
3) Penyerapan berlebihan kalsium pada saluran cerna

81
Kondisi ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh
peningkatan kadar vitamin D darah yang berlebihan
Gambaran klinis hiperkalsemia biasanya tergantung penyakit
primernya. Tanda dan gejal baru muncul saat kalsium darah
mencapai 14 mg/dL. Gangguan gastrointestinal seperti mual dan
muntah merupakan gejala yang sering didapatkan.
Pada hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme primer,
terkadang didapatkan ulkus peptikum dan pankreatitis. Kadang-
kadang juga didapatkan poliuri akibat gangguan proses
mengkonsentrasikan urin di tubulus distal. Sehingga rehidrasi yang
adekuat sangat diperlukan untuk mencgah dehidrasi berat.
Gambaran EKG pada hiperkalsemia
Hiperkalsemia akan meningkatkan repolarisasi jantung
sehingga akan memperpendek interval QT. Normalnya adalah
sekitar 0,36 detik. Pada kondisi hiperkalsemia, interval QT
memendek hingga 0,26 detik.

82
Sindrom Koroner Akut (SKA)

A. PENGERTIAN
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah istilah untuk tanda-
tanda klinis dan gejala iskemia miokard: angina stabil, non-ST-
segmen elevasi miokard infark, dan elevasi ST-segmen infark
miokard. Sindrom koroner akut (SKA) adalah merupakan satu dari
tiga penyakit pembuluh darah arteri koroner, yaitu : ST-Elevasi
infark miokard (30 %), Non ST-Elevation infark miokard (25 %),
dan Angina Pectoris Tidak Stabil (25 %).
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokardium.
Suplai oksigen harus meningkat, ketika kebutuhan oksigen
miokardium meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen terjadi
pada: takikardia, peningkatan kontraktilitas miokard, hipertensi,
hipertrofi, dan dilatasi ventrikel. Aliran pembuluh darah koroner
harus ditingkatkan untuk meningkatkan suplai oksigen dalam
jumlah yang memadai. Sindrom koroner akut diklasifikasikan
menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Akut ST-elevasi MI (STEMI)
STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri
koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan akan dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih jauh. Pada
fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi
ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan kematian.
Bantuan medis harus segera dilakukan.
2. Non-ST-elevasi MI (NSTEMI yang sering disebut dengan
istilah non Q-wave MI atau sub-endocardial MI)

83
Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki
resiko tinggi untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah
koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang
lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian.
Resiko untuk terjadinya sumbatan dapat terjadi pada beberapa
jam pertama dan menghilang dalam seiring dengan waktu.
3. Unstable angina pectoris
Angina tidak stabil didefinisikan sebagai kejadian salah satu
atau beberapa dari kejadian berikut: 1. Angina yang terjadi
pada periode waktu tertentu dari mulai beberapa hari dan
meningkat dalam serangan. Peningkatan itu disebabkan karena
faktor pencetus yang lebih sedikit atau kurang. Keadaan ini
sering disebut sebagai crescendo angina. 2. Episode kejadian
angina sering berulang dan tidak dapat diprediksi. Angina tidak
stabil tidak pencetus karena olahraga tidak begitu jelas.
Biasanya terjadi dalam waktu pendek dan hilang dengan
spontan atau dapat hilang sementara dengan cara minum
nitrogliserin sub lingual.
B. ETIOLOGI
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh
3 faktor :
1) Faktor pembuluh darah : aterosklerosis, spasme, dan
arteritis
2) Faktor sirkulasi :hipotensi, stenosis aorta, dan
insufisiensi.
3) Faktor darah :Anemia, Hipoksemia, danPolisitemia

84
b. Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak
4) Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan miocard
2) Hypertropi miocard
2. Faktor predisposisi :
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia > 40 tahun
2) Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
3) Hereditas
4) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor :Hiperlipidemia,Hipertensi, Merokok, Diabetes,
Obesitas, Diet tinggi lemak jenuh.
2) Minor:Inaktifitas fisikdanStress psikologis berlebihan.

C. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol /lemak
tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma
atau plak akan menggangu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel
yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen
pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan
mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen

85
menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang
menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana
terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit
tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah
pembentukan thrombus pada permukaan plak, konsolidasi
thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan
penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak
pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan
menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang
pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan
terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan
berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang
rentan untuk terbentuknya ateroma.

SKA dapat dilihat dari dua aspek berdasarkan


klasifikasinya, yaitu Iskemik dan Infark. Iskemia adalah suatu
keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan
mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat
menyebabkan kematian otot atau nekrosis. Keadaan nekrosis yang
berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark
miokard). Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling
rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan
kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi.
Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang
dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan

86
asam laktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia
secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi
segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi,
serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel
kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami
gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya
menurun. Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan
curah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat
penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina pektoris
merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil
(stable angina), angina pektoris tidak stabil (unstable angina),
angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris Stabil: Nyeri
dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat
melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan
hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada
UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung lebih
dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian:
Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri
koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 20 menit dapat
menyebabkan kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot
(nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau
infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering
disebut infark).
D. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri :

87
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara
mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya
dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai
nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertimpa benda berat
yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju
lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan
atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam
atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan
mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami
nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes
dapat mengganggu neuroreseptor.
2. ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan
nyeri epigastric.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi,
atau hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SaO2) atau
kelainan irama jantung.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG

88
a. STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard
Akut, meliputi : hiperakut T, elevasi segmen ST yang
diikuti dengan terbentuknya Q pathologis, terbentuknya
bundle branch block/ yang dianggap baru. Perubahan EKG
berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi ≥ 2 mm
pada 2 sadapan chest lead.
b. NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1
mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan
atau segment depresi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
2. Enzim Jantung, yaitu :
a. CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai
puncaknya pada 24 jam pertama, kembali normal setelah 2-
3 hari.
b. Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat
dideteksi 4-8 jam pasca infark
c. LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai
puncaknya setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14
hari.
3. Elektrolit : ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi
dan kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih : leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak
pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses
inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari ke-2 dan ke-3
setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
6. Analisa Gas Darah :menunjukkan hypoksia atau proses
penyakit paru akut atau kronis.

89
7. Kolesterol atau Trigliserida serum : meningkat, menunjukkan
arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
8. Rontgen dada : Mungkin normal atau menunjukkan
pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
9. Ekokardiogram : untuk menentukan dimensi serambi, gerakan
katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi
katup.
10. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel
miokard misal lokasi atau luasnya AMI.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area
nekrotik
11. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
12. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau
katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis
atau infark dan bekuan darah.
13. Tes stress olah raga : menentukan respon kardiovaskuler
terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan
pencitraan talium pada fase penyembuhan.

90
F. KOMPLIKASI
1. Gagal Jantung Kongestif
Merupakan kongestif sirkulatif akibat disfungsi miokardium.
Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena
menyebabkan pengurangan kontraktilitas, gerakan dinding
yang abnormal, dan menambah daya kembang ruang jantung.
Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk
mengosongkan ruang, volume kuncup berkurang, sehingga
tekanan ventrikel kiri meningkat. Akibatnya tekanan vena
pulmonalis meningkat dan dapat menyebabkan transudasi,
hingga udem paru sampai terjadi gagal jantung kiri.
Gagaljantungkiridapatberkembangmenjadigagaljantungkanan.
2. Syok Kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari
40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik
progresif hebat yang irreversible, dengan manifestasi meliputi
hal-hal berikut yaitu:
a. Penurunanperfusiperifer
b. Penurunanperfusikoroner
c. Peningkatankongestiparu
d. Hipotensi, asidosis metabolik, dan hipoksemia yang
selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
Insiden syok kardiogenik adalah 10-15% pada klien pasca
infark, sedangkan kematian yang diakibatkannya mencapai 80-
90%.

91
3. Defek Septum Ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptur
dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Ruptur
membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri pada tiap
kontraksi ventrikel, kemudian aliran terpecah menjadi dua yaitu
melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Oleh karena
tekanan jantung kiri jauh lebih besar daripada jantung kanan.
Maka darah akan menyerong melalui defek dari kiri ke kanan,
dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang
lebih rendah tekanannya. Darah yang dapat dipindahkan ke
jantung kanan cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah
yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah
jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel
kanan dan kongesti paru.
4. Ruptur jantung
Meskipun jarang terjadi, ruptur dinding ventrikel jantung yang
bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase
pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan
masif ke dalam kantung pericardium yang relatif tidak elastik
dapat berkembang. Kantung pericardium yang terisi oleh darah
menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung.
Secara normal kantung pericardium berisi cairan sebanyak
kurang dari 50 ml. Cairan pericardium akan terakumulasi
secara lambat tanpa menyebabkan gejala yang nyata.
5. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel
menjadi kasar yang merupakan faktor predisposisi

92
pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium
dapat terlepas dan dapat terjadi embolisme sistemik.
6. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang
langsung berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang
permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
Kadang-kadang terjadi efusi pericardial atau penimbunan
cairan antara kedua lapisan.

G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
a. Obat anti trombolitik
Terapi anti trombolitik sangat penting dalam memperbaiki
hasil menurunkan resiko kematian, SKA berulang. Saat ini,
kombinasi dari ASA, clopidogrel, unfactionatedheparin
(UFH) atau Low Molecular Weight Heparin (LMWH) dan
antagonis reseptor GPIIb/IIIa merupakan terapi yang paling
efektif.
b. Obat anti iskemik
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi iskemia dan
mencegah terjadinya kemungkinan yang lebih buruk. Pada
keadaan ini, obat-obat anti iskemik mulai diberikan
bersamaan sambil merencanakan strategi pengobatan
definitif. Misalnya : nitrat, Isosorbid dinitrat, dll
c. Obat. analgetik
Tujuan adalah mengurangi rasa sakit akibat nyeri yang
hebat, misal morphin sulfat.
d. Statin

93
Statin telah menunjukkan efek yang menguntungkan pada
pasien SKA, terutama terhadap kadar lipid serum.
Sebaiknya statin diberikan segera setelah onset SKA.
e. Revaskularisasi
Revaskularisasi koroner adalah proses memulihkan aliran
oksigen dan nutrisi ke jantung. Untuk mengembalikan aliran
darah, pembedahan yang diperlukan untuk melewati
penyumbatan atau hambatan pada arteri koroner. Setelah
dilakukan pembedahan darah akan kembali beredar ke
jantung. Pembedahan yang dilakukan adalah
1) PCI (percutaneus coronary intervention)
2) CABG.(coronary arteri bypass grafting)
CABG adalah teknik yang menggunakan pembuluh
darah dan bagian tubuh dari bagian yang lain untuk
memintas arteri yang menghalangi pemasokan darah ke
jantung.
f. Terapi oksigen
Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri. Oksigen yang
dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah.
Efektifitas terapi oksigen ditentukan dengan observasi
kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan pasien
mampu bernapas dengan mudah.
2. Non farmakologis
a. Teknik relaksasi
Teknik relaksasi merupakan teknik untuk mengalihkan
respon nyeri pada klien. Ada berbagai macam cara, missal
teknik napas dalam, masase, dll.
b. Pendidikan kesehatan

94
pendidikan kesehatan diperlukan untuk memberikan
pemahaman pada pasien dan keluarga serta untuk
mengurangi kecemasan terhadap proses penyakit yang
diderita. Pendidikan kesehatan juga bisa termasuk upaya
discharge planning saat pasien akan pulang.
c. Rehabilitasi medis sistem cardiovasculer
Rehabilitasi medis sangat dianjurkan untuk pasien dengan
penyakit jantung agar segera pulih baik fungsi fisik maupun
fungsi mental dan sosial. Tujuan utama rehabilitasi medik
adalah perlahan – lahan mengembalikan perkembangan dari
penyakit jantung untuk mengurangi resiko kekambuhan
ataupun perburukan dari komplikasi. Program rehabilitasi
meliputi :
1) Bimbingan dan konseling bagi pasien untuk lebih
memahami penyakit dan kondisi
2) Set program latihan
3) Konseling tentang nutrisii dan obat
4) Bantu pasien memodifikasi faktor resiko tinggi
misalnya tingkat kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi,
obesitas, diabetes dan merokok.
5) Beri informasi yang tepat pada pasien mengenai
keterbatasan fisik dan bmbing pasien untuk kembali
bekerja bila mampu

Gambaran EKG pada SKA


Pada iskemia terjadi perubahan segmen ST depresi, ST depresii
dianggap bermakna bila > 1mm dibawah garis dasar PT di titik J (J
point). Titik J didefinisikan sebagai akhir kompleks QRS dan permulaan

95
segmen ST. ST depresi menunjukan iskemia, sedangkan ST elevasi
menunjukkan injuri atau infark akut.
Bentuk ST segmen depresi:
1. Up-sloping (tidak spesifik)
2. Horizontal sloping (lebih spesifik untuk iskemia)
3. Down-sloping (paling terpercaya untuk iskemia)
Perubahan gelombang T pada iskemia kurang spesifik, GelombangT
hiperakut kadang2 merupakansatu-satunyaperubahan EKG yang terlihat.
Gambaran lokasi infark dari berbagai sisi:

Sumbatan pada LAD proksimal

96
Infark pada lokasi antero lateral

97
DAFTAR PUSTAKA

Sutanto, A. 2013. Modul workshop Pacemaker. Jakarta: RS Jantung


Harapan Kita

Dharma, S. 2009. Sistematika interpretasi EKG:pedoman praktis.


Jakarta: EGC

Kabo,P. 2001. EKG dan penanggulangan beberapa penyakit jantung


untuk dokter umum. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

McCann, Judith A.S. 2002. ECG interpretation made incredibly easy.


2nd edition.Springhouse: Springhouse Corporation

98

Anda mungkin juga menyukai