1) Epidemiologi
Mortalitas in hospital infark miocard akut dengan elevasi
segmen ST dibanding tanpa elevasi adalah 7% vs 5%, tetapi
pada follow up jangka panjang (4 tahun) angka kematian pasien
infark tanpa elevasi segmen ST lebih tinggi 2 kali lipat
dibanding dengan elevasi segmen ST.
(Dharma,2009)
b. Etiologi
Menurut Sudoyo, Aru W. (2009) penyebab angina
pektoris tak stabil adalah sebagai berikut:
1) Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik menyebabkan terjadinya
oklusi subtotal atau total dari pembuluh darah
koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan
minimal.
2) Trombosis dan Agregasi Trombosit
Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara
lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen.
3) Vasospasme
Adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan
tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme.
4) Erosi pada Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena
adanya proliferasi dan migrasi dari otot polos
sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel.
c. Faktor Resiko
Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan
proses aterosklerosis menurut Anwar (2004) antara lain
adalah :
1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah : Umur, jenis
kelamin dan riwayat penyakit dalam keluarga.
2) Faktor resiko yang dapat diubah : Merokok,
hiperlipidemi, hipertensi, obesitas dan DM.
d. Patofisiologi
Menurut Corwin (2009) mekanisme timbulnya angina
pektoris tidak stabil didasarkan pada ketidakadekuatan
suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan
karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri
koroner (arteriosklerosis koroner).
Tidak diketahui secara pasti apa penyebab
arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor
tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan
arteriosklerosiss. Arteriosklerosis merupakan penyakit
arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu
beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan
oksigen meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada
jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot
jantung. Namun, apabila artei koroner mengalami
kekakuan atau menyempit akibat arteriosklerosis dan
tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi
iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya
produksi NO (Nitrat Oksida) yang berfungsi untuk
menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak
adanya fungsi ini otot polos berkontraksi dan timbul
spasme koroner yang memperberat penyempitan lumen
karena suplai oksigen ke miokart berkurang. Penyempitan
atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu
nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih
dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka
supaly darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel
miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi
kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan
asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan
menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel
jantung berkurang maka suplai oksigen menjadi adekuat
dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energi.
Angina pektoris adalah nyeri habat yang berasal
dari jantung yang terjadi sebagai respon terhadap
suplai oksisigen yang tidak adekuat ke sel-sel jantung.
Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke
punggung, ke rahang dan daerah abdomen.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat
kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan
oksigen meningkat pada jantung yang sehat, maka areti-
arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih
banyak oksigen kepada jaringan. Akan tetpai jika
terjadi kekakuan dan penyempitan pemnbuluh darah
seperti pada penderita arterosklerosis dan tidak mampu
berespon untuk berdilatasi terhadap peningkatan
kebutuhan oksigen. Terjadilah iskemi miokard yang mana
sel-sel miokard mulai menggunakan glikolisis anaerob
untuk memenuhi kebutuhan energi. Proses ini sangat
tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat.
Asam laktat kemudian menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri pada angina pektoris. Apabila
kebetuhan energi sel-sel jantung berkurang (istirahat
atau dengan pemberian obat) suplai oksigen menjadi
kembali adekuat dan sel-sel otot kembali melakukan
fosforilasi oksidatif membentuk energi melalui proses
aerob dan proses ini tidak menimbulkan asam laktat
sehingga nyeri angina mereda dan dengan demikian dapat
disimpulkan nyeri angina adalah nyeri yang ber;angsung
singkat.
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai
oksigen dan/atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard
yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi
karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil. Plak yang
tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang
besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap
yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi.
Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi
ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh
yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel
makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses
inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin pro
inflamasi seperti TNF α dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
merangsang pengeluaran HSCRP di hati.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan
akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain
menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang
pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung,
serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga
mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh
lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat
timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding
pembuluh darah.(Kompas Media Nusantara)
WOC UAP dan NSTEMI
Fx : Dapat di Fx : Tak
ubah dapat di
Merokok Hipertensi, Diabete Melitus ubah
Hipertensi, Dm, Hipertensi, Hipertensi,
nikotin Dm, Pjk keluarga, Dm, Dm,
Pjk keluarga,
Pjk keluarga, stres Pjk keluarga,
Hipertensi,stres Pjk keluarga,
Umur,
Adhesi stres
stres stres
Hipertensi,
trombosit k Dm, k
Penggumpalan k k
Pjk keluarga, k
pembuluh dara Arteroslerosis
stres
Ruptur Plak, k CK/CKMB ↑
agregasi platelet. Troponin T ↑
vaso kontriksi tonus, Trombus
kerusakan endotel
Metabolisme
anaerob ↑: pH sel
↓,asam laktat ↑
Kontraksi otot
Iscemia miocard UAP
jantung ↓
MK : Kurang
MK : nyeri MK : ansietas
pengetahuan
Tekanan atrium kiri
meningkat Kebutuhan energi MK : intoleransi
sel menurun aktivitas
2) Pemeriksaan Laboratorium
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T
merupakan marka nekrosis miosit jantung dan menjadi
marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T
sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung
hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak
dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit
tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga
dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak non koroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung,hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis,
luka bakar, gagal napas,penyakit neurologik akut, emboli
paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi,dan insufisiensi
ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I
memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya
nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi
dari troponin T.Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-
MB atau troponinI/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-
6 jam setelah awitan SKA,pemeriksaan hendaknya diulang
8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak
dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan
hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama.
Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang
dengan kerusakan otot skeletal(menyebabkan spesifisitas
lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam).
Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih
untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang)
maupun infark periprosedural.
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam
diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar
marka jantung tersebutakan terjadi dalam waktu 2 hingga
4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI
harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu
keluhanangina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI
ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit
melampaui nilai normal atas (upper limit of normal ,
ULN). Dalam menentukan kapan marka jantung hendak
diulang seyogyanya mempertimbangkan ketidakpastian dalam
menentukan awitan angina.
Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal
tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark
miokard akut. Kadar troponin pada pasien infark miokard
akut meningkat di dalam darah perifer 3 – 4 jam setelah
awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan ringan
kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3hari,
namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat
menetap hingga 2 minggu. Mengingat troponin I/T tidak
terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang peningkatan
marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai
normal yang ditetapkan oleh laboratorium setempat. Perlu
diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI,
peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat
(Takiaritmia, bradiaritmia berat, Miokarditis,
Dissecting aneurysm, Emboli paru)
g. Penatalaksanaan
(1) Tindakan Umum
a. Tirah baring
b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka
dengan sturasi O2 arteri ,95% atau yang mengalami
distres respirasi, oksigen dapat diberikan pada semua
pasien dalam 6 jam pertama tanpa mempertimbangkan
saturasi O2 arteri
c. Aspirin sublingual 160-320 mg segera pada semua pasien
d. Penghambat reseptor ADP (Adhenosin diphosphate)
e. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual untuk
nyeri dada.jika belum membaik setiap lima menit di
ulang sebanak tiga kali.
f. Morfin sulfat 1-5 mg iv, dapat diulang setiap 10-30
menit bagi pasien yang tak responsif dengan terapi
tiga dosis NTG sublingual.
(2) Terapi Medikamentosa
(1) Obat Anti Iskemia
a) Nitrat
b) Penyekat beta
c) Antagonis kalsium
(2) Obat Anti Agregasi Trombosit
a) Aspirin
b) Tiklopidin
c) Klopidrogrel
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
(3) Obat Antitrombin
a) Unfractionated Heparin
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
c) Direct Thrombin Inhibitors
(4) Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Darah
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan
pada pasien dengan iskemia berat dan refrakter dengan
terapi medikamentosa.
(6) NIC
Airway Management
a) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu.
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan napas buatan.
d) Pasang mayo bila perlu.
e) Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
f) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
g) Auskultasi suara napas, catat adanya suara
tambahan.
h) Lakukan suction pada mayo.
i) Berikan bronkodilator bila perlu
j) Berikan pelembab udara.
k) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
l) Monitor respirasi dan status O2.
Respiratory Monitoring
(1) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi.
(2) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal.
(3) Monitor suara napas, seperti dengkur.
(4) Monitor pola napas: bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot.
(5) Catat lokasi trakea
(6) Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan
paradoksis).
(7) Auskultasi suara napas, catat area
penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan.
(8) Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama.
(9) Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya.
2) Diagnosa Keperawatan: Nyeri akut b.d iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan:
penurunan curah jantung.
(1) Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
(International Association for the study of
Pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung kurang dari 6 (enam) bulan.
(2) Batasan Karakteristik
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Laporan isyarat
e. Diaforesis
f. Perilaku distraksi (misalnya berjalan mondar-
mandir mencari orang lain dan/atau aktivitas
lain, aktivitas yang berulang)
g. Mengekspresikan perilaku (misalnya gelisah,
merengek, menangis).
h. Masker wajah (misalnya mata kurang bercahaya,
tampak kacau, gerakan mata berpencar atau
tetap pada satu fokus meringis).
i. Sikap melindungi area nyeri.
j. Fokus menyempit (misalnya gangguan persepsi
nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan).
k. Indikasi nyeri yang dapat diamati.
l. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
m. Sikap tubuh melindungi
n. Dilatasi pupil
o. Melaporkan nyeri secara verbal.
p. Gangguan tidur
(3) Faktor yang Berhubungan
Agen cidera (misalnya biologis, zat kimia,
fisik, psikologis)
(4) NOC
a. Pain Level,
b. Pain control,
c. Comfort level
Kriteria Hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri).
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang.
(5) NIC
a. Pain Management
a) Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi.
b) Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan.
c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien.
d) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
e) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
f) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau.
g) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan.
h) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
i) Kurangi faktor presipitasi nyeri.
j) Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakkologi dan inter
personal).
k) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi.
l) Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
m) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
n) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
o) Tingkatkan istirahat.
p) Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasiil.
q) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri.
b. Analgesic Administration
a) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
b) Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi.
c) Cek riwayat alergi.
d) Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu.
e) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
f) Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
g) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur.
h) Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali.
i) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat.
j) Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala.
3) Diagnosa Keperawatan: Penurunan curah jantung b.d
perubahan faktor-faktor listrik, penurunan
karakteristik miokard.
(1) Definisi
Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
(2) Batasan Karakteristik
a. Perubahan Frekuensi/Irama Jantung
a) Aritmia
b) Bradikardi, Takikardi
c) Perubahan EKG
d) Palpitasi
b. Perubahan Preload
a) Penurunan tekanan vena central (central
venous pressure, CVP).
b) Penurunan tekanan arteri paru (pulmonary
artery wedge pressure, PAWP).
c) Edema, Keletihan
d) Peningkatan CVP
e) Peningkatan PAWP
f) Distensi vena jugular
g) Murmur
h) Peningkatan berat badan
c. Perubahan afterload
a) Kulit Lembab
b) Penurunan nadi perifer.
c) Penurunan resistensi vascular paru
(pulmunary vascular resistence, PVR)
d) Penurunan resistansi vaskular sistemik
(sistemic vascular resistence, SVR).
e) Dispnea
f) Peningkatan PVR
g) Peningkatan SVR
h) Oliguria
i) Pengisian kapiler memanjang
j) Perubahan warna kulit
k) Variasi pada pembacaan tekanan darah
d. Perubahan Kontraktilitas
a) Batuk, Crackle
b) Penurunan indeks jantung
c) Penurunan fraksi ejeksi
d) Ortopnea
e) Dispnea paroksismal nokturnal
f) Penurunan LVSW (left ventricular stroke work
index)
g) Penurunan stroke volume index (SVI)
h) Bunyi S3, Bunyi S4
e. Perilaku/Emosi
a) Ansietas, Gelisah
(3) Faktor yang Berhubungan
a. Perubahan afterload
b. Perubahan kontraktilitas
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Perubahan preload
e. Perubahan irama
f. Perubahan volume sekuncup
(4) NOC
a. Cardiac Pump effectiveness
b. Circulation Status
c. Vital Sign Status
Kriteria Hasil:
a. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan
darah, Nadi, respirasi)
b. Dapat mentoleransi aktivitas fisik, tidak ada
kelelahan
c. Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada
asites.
d. Tidak ada penurunan kesadaran.
(5) NIC
a. Cardiac Care
a) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,
lokasi, durasi)
b) Catat adanya disritmia jantung
c) Catat adanya tanda dan gejala penurunan
cardiac output.
d) Monitor status kardiovaskuler
e) Monitor status pernapasan yang menandakan
gagal jantung.
f) Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
perfusi
g) Monitor balance cairan.
h) Monitor adanya perubahan tekanan darah.
i) Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia.
j) Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan.
k) Monitor toleransi aktivitas pasien.
l) Monitor adanya dispneu, fatigue, takipneu
dan ortopneu.
m) Anjurkan untuk menurunkan stres.
b. Vital Sign Monitoring
a) Monitor TD, nadi, suhu dan RR.
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
c) Monitor vital sign saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri.
d) Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan
dan bandingkan.
e) Monitor tekanan darah, nadi, respiratory
rate sebelum, selama dan setelah aktivitas.
f) Monitor kualitas dari nadi.
g) Monitor adanya pulsus paradoksus.
h) Monitor adanya pulsus alterans.
i) Monitor jumlah dan irama jantung.
j) Monitor bunyi jantung.
k) Monitor frekuensi dan irama pernapasan.
l) Monitor suara paru.
m) Monitor pola pernapasan abnormal.
n) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit.
o) Monitor sianosis perifer.
p) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
q) Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign.
r)
4) Diagnosa Keperawatan: Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan antara suplay oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard.
(1) Definisi
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis
untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas
kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
(2) Batasan Karakteristik
a. Respon tekanan darah abnormal terhadap
aktivitas
b. Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
c. Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
d. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
e. Dispnea setelah beraktivitas
f. Menyatakan merasa letih
g. Menyatakan merasa lemah
(3) Faktor yang Berhubungan
a. Tirah Baring atau imobilisasi
b. Kelemahan umum
c. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
(4) NOC
a. Energy conservation
b. Activity tolerance
c. Self Care: ADLs
Kriteria Hasil:
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs)
secara mandiri
c. Tanda-tanda vital normal
d. Energy psikomotor
e. Level kelemahan
f. Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan alat
g. Status kardiopulmonari adekuat
h. Sirkulasi status baik
i. Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi
adekuat.
(5) NIC
Activity Therapy
a. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan program terapi yang tepat.
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan.
c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
d. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
e. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
f. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
g. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di
waktu luang
h. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
i. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
j. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual