TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan secara teoritis mengenai anatomi fisiologi
jantung, konsep penyakit dan asuhan keperawatan Infark Miokard Akut (IMA).
Konsep penyakit akan diuraikan pengertian, klasifikasi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan.
Asuhan keperawatan secara teori akan diuraikan pengkajian, diagnose, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
4
Berupa rongga berotot berbatasan langsung dari muara vena capa superior
dan bekas dari foramen ovale. Atrium kanan dindingnya sangat tipis
berfungsi untuk pembawa darah venosa yang berasal dari sirkulasi
sistemik, kemudian dibawa ke ventrikel kanan menuju paru-paru. Lebih
kurang 80% darah yang berasal dari vena masuk ke atrium kanan ini
mengalir secara pasif kedalam ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis.
Dua puluh persen darah masuk ke ventrikel kanan ini terjadi selama
kontraksi atrium. Proses pengaliran secara aktif ini disebut atriol kick atau
dorongan.
2. Ventrikel kanan (right ventrikel)
Rongga berbentuk segitiga secara anatomis terbagi menjadi bagian atas
muara truncus pulmonalis dan bagian bawah katup trikuspidalis yang
mampu menghasilkan tekanan yang endah suatu kontraksi yang cukup
besar untuk mengalirkan darah kedalam arteri pulmonalis menuju paru-
paru. Sirkulasi pulmoner merupakan system aliran ringan dari pada beban
kerja venrtikel kiri, akibatnya tebal dinding ventrikel kanan lebih tipis dari
dinding ventrikel kiri.
3. Atrium kiri (left atrium)
Berupa rongga yang lebih tebal dari rongga atrium kanan sebagai
penampung darah dari vena pulmonalis, yang merupakan darah sudah
dioksigenasi dari paru-paru. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak
ada katup sejati, akibatnya jika terjadi peningkatan tekanan pada atrium
kiri menyebabkan penyumbatan atau hambatan daerah pulmoner atrium
kiri.
6
Infark Miokard (IM) adalah suatu kondisi iskemia dan nekrosis miokard
yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah dari arteri coroner pada area yang
terkena. Gejala yang muncul pada jantung yaitu nyeru dada, meskipun beberapa
IM timbul tanpa nyeri. Nekrosis miokard terjadi kira-kira 6 jam setelah aliran
darah dan oksigen terhenti, upaya untuk memperbaiki aliran (misalnya:
angioplasti, penempatan stent, dan terapi trombolitik) merupakan hal penting
dalam batas watu tertentu. Prognosis dan komplikasi sering ditentukan oleh
jumlah dan lokasi kerusakan miokar (Marrelli, 2007).
7
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Ras, insiden lebih tinggi orang berkulit hitam. Jenis kelamin, pria lebih
sering daripada wanita.
8
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberap jam atau hari, dan tidak
hilang dengan bantuan istirahan atau notrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak napas, pucat, dingin, diaphoresis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laboratorium (pemeriksaan enzim jantung)
a. CPK-MB/ CPK, isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat antara 4-6 jam, memuncak antara 12-24 jam, kembali
normal antara 36-48 jam.
b. LDH/ HBDH, meningkat dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama
untuk kembali normal.
c. AST/ SGOT, meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6-12
jam, memunck dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi
dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. perubahan yang
terjadi kemudian adalah adanya gelombang Q/ QS yang menandakan
adanya nekrosis.
2.2.5 Patofisiologi IMA
Menurut Kasron (2012) Infark Miokard Akut (IMA) terjadi ketika iskemia
yang berlansung cukup lama yaitu lebih dari 30 – 45 menit sehingga
menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena
infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak
disebabkan oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease (CAD). Pada
penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa
tahun didalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplai darah dan oksigen
pada jantung). Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan
9
darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa
menghambat aliran darah balik total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen
mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya
oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan
cepat, otot jantung yang rusak akan mulai mati. Selain disebabkan oleh
terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang
dengan arteri karoner normal 5%. Diasumsikan bahwa spasme arteri coroner
berperan dalam beberapa kasus ini. Spasme uang terjadi bisa dipicu oleh beberapa
hal antara lain: mengkonsumsi obat – obatan tertentu, stress emosional, merokok,
dan paparan suhu dingin yang ekstrim. Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah
yang mengalami arterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga
bisa menimbulkan infark jika terlambat dalam penanganannya.
Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri coroner yang
mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koronen besar yaitu arteri
koronen kanan dan kiri. Kemudian arteri coroner kiri bercabang menjadi dua yaitu
Desenden Arterior dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden Arterior
kiri berjalan melalui bawah anterior dinding kea rah apeks jantung. Bagian ini
mensuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagian besar apeks, dan
ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari coroner
kiri kea rah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi
atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel
posterior. Selanjutnya arteri coroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri
pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian
jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus
AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan
diafragmatik ventrikel kiri.
Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark miokard anterior
kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri,
sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada anterior koronen kanan.
Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa
dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh
10
lapisan miokardium disebut infar transmural, sedangan jika hanya mengenai
lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial. Infark miokardium akan
mengurangi fungsi ventrikel kanan otot yang nekrosis akan kehilangan daya
kontraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah infark).
Pada infark miokard, rasa nyeri yang dialami pasien memiliki karakteristik
yang sama dengan rasa nyeri pada angina kendati intensitasnya jauh lebih berat,
durasinya lebih lama dan nyeri tersebut dapat menyebar lebih luas serta tidak
mereda dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Rasa nyeri dapat
disebabkan oleh akumulasi metabolit anoksik disamping produk nekrosis jaringan.
Rasa nyeri tersebut disertai dengan efek psikogenik yang lebih besar yaitu
perassan datangnya sang maut. Kendari demikian, infark miokard dapat pula
terjadi tanpa adanya nyeri. Silent infarcts seperti ini terutama sering ditemukan
pada pasien diabetes dengan neuropati otonom (Marya, 2013).
9. Perikarditis
10. Aritmia
11
Karena aritmia lazim ditemukan pada fase akut IMA, hal ini dapat pula
dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit IMA. Aritmia perlu diobati
bila meyebabkan gangguan hemodinamik, meningkatkan kebutuhan
oksigen miokard dengan akibat mudahnya perluasan infark atau bila
merupakan predisposisi untuk terjadinya aritmia yang lebih gawat seperti
takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau asistole, di lain pihak
pertimbangan kemungkinan efek samping pengobatan juga harus
dipertimbangkan. Karena prevalensi aritmia terutama tersering pada 24
jam pertama sesudah serangan dan banyak berkurang pada hari – hari
berikutnya, jelaskan pada hari pertama IMA merupakan masa – masa
terpenting dalam kenyataannya penurunan angka – angka kematian IMA
pada era permulaan CCU terutama disebabkan karena pengobatan dan
pencegahan yang efektif di unit perawatan intensif penyakit jantung
coroner.
2. Bradikardia sinus
Umumnya disebabkan oleh vagotania dan sering menyertai IMA inferior
atau posterior. Bila hal inimenyebabkan keluhan hipotensi, gagal jantung
atau bila disertai peningkatan intabilitas ventrikel diberi pengobatan
dengan sulfat atropine intravena.
3. Irama nodal
Irama nodal umumnya timbul karena protective escape mechanism dan tak
perlu diobati, kecuali bila amat lambat serta menyebabkan gangguan
hemodinamik. Dalam hal terakhir ini dapat diberi atropi atau dipasang
pacu jantung temporer.
4. Asistolik
Pada keadaan asistolik harus segera dilakukan resusitasi kardiopulmunal
serebral dan dipasang pacu jantung transtorakal. Harus dibedakan denga
fibrilasi ventrikel halus karena pada belakangan ini defribilasi dapat
menolong. Pemberian adrenalin dan kalsium klorida atau kalsium
glukonas dicoba.
12
5. Takikardia sinus
Takikardia sinus ditemukan pada sepertiga kasus IMA dan umumnya
sekunder akibat peningkatan tonus saraf simpatis, gagal jantung, nyeri
dada, pericarditis dan lain – lain. Pengobatan ditunjukan kepada kelainan
dasar. Sering berhasil hanya dengan memberi obat analgesic. Takikardia
sinus yang menetap akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dan
menyebabkan perluasan infark.
6. Kontraksi atrium premature
Bila kontaksi atrium premature jarang,pengobatan tidak perlu. Kontaksi
atrium premature dapat sekunder akibat gagal jantung atau dalam hal ini
pengobatan gagal jantung akan ikut menghilangkan kontraksi tersebut.
7. Ruptur miokardial
Otot jantung mengalami kerusakan akan menjadi lemah, sehingga kadang
mengalami robekan karena tekanan dari aksi pompa jantung. 2 bagian
jantung yang sering mengalami robekan selama atau setelah suatu
serangan jantung adalah dinding otot jantung dan otot yang mengendalikan
pembukaan dan penutupan salah satu katup jantung (katup mitral), jika
otot robek, maka katup tidak dapat berfungsi sehingga secara tiba-tiba
terjadi gagal jantung yang berat. Otot jantung pada dinding yang
membatasi kedua ventrikel (septum) atau otot pada dinding luar jantung
juga bisa mengalami robekan. Robekan septum kadang dapat diperbaiki
melalui pembedahan , tetapi robekan pada dinding luar hamper selalu
menyebabkan kematian. Otot jantung yang megalami kerusakan karena
serangan jantung tidak akan berkontrksi dengan baik meskipun tidak
mengalami robekan. Otot yang rusak ini digantikan oleh jaringan parut
fibrosa yang kaku dan tidak dapat berkontraksi. Kadang bagian ini akan
menggembung pada saat seharusnya berkontraksi. Untuk mengurangi
luasnya daerah yang tidak berfungsi ini bisa diberikan ACE-inhibitor. Otot
yang rusak bisa membentuk penonjolan kecil pada dinding jantung
(aneurisma). Adanya aneurisma bisa diketahui dari gambaran EKG yang
tidak normal, dan untuk memperkuat dugaan ini bisa dilakukan
ekokardiogram. Aneurisma tidak akan mengalami robekan, tetapi bisa
13
menyebabkan irama jantung yang tidak teratur dan bisa menyebabkan
berkurangknya kemampuan memompa jantung. Darah yang melalui
aneurisma akan mengalir lebih lambar, karena itu bisa terbentuk bekuan di
dalam ruang – ruang jantung.
8. Bekuan darah
Pada sekitar 20 – 60% orang yang pernah mengalami serangan jantung,
terbentuk bekuan darah di dalam jantung. Pada 5% dari penerita ini,
bekuan bisa pecah, megalir di dalam arteri dan tersangkut di pembuluh
darah yang lebih kecil diseluruh tubuh, menyebabkan tersumbatnya aliran
darah ke sebagian dari otak (menyebabkan strok) atau ke organ lainnya.
Untuk menenmukan adanya bekuan di darah ini, seringkali diberikan
antikoagulan (misalnya heparin dan warfarain). Obat ini biasanya diminum
selama 3 – 6 bulan setelah serangan jantung.
14
umur infrak miokrd, gelombang Q menetap dan segmen ST kemabali
normal.
Tabel 2.1 Gambaran Spesifik IMA pada Pemeriksaan EKG
Daerah infrak Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 – V4,
perubahan reiprokal (depresi ST) pada lead II,
III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF,
perubahan resiprokal (depresi ST) V1 – V, I,
aVL.
Lateral Evaluasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III,
aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel Kanan Perubahan gambaran dinding inferior.
15
e. Kolesterol atau trigliserida serum meningkat, menunjukan
arterosklerosis sebagai penyebab IMA. Kecepatan sedimentasi
meningkat pada hari ke 2 dan ke 3 setelah IMA, menunjukan inflamasi.
f. GDA dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
3. Radiologis
a. Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X
pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan
untuk menemukan letak sumbatan pada arteri coroner. Kateter
dimasukan melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung.
Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian
dari angiografi coroner. Zat kontras yang terlihat melalui sinar X
diijeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras ini
memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewat
pembuluh dat=rah dan jantung. Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain
yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran
darah pada arteri tersebut. Kadang – kadang akan ditempatkan stent
(pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap
terbuka.
b. Foto dada, mungkin normal atau menunjukan pembesaran jantung
diduga gagal jantung kronik atau aneurisma ventrikulet.
c. Pencitraan darah jantung (MUGA), mengevaluasi penampilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran
darah).
d. Angiografi coroner, menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
coroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur
tidak selalu dilakukan pada fase IMA kecuali mendekati bedah jantung
angioplasty atau emergensi.
e. Digital Subtraksion Angiografi (PSA), teknik yang digunakan untuk
menggambarkan pembuluh darah yang mengarah kea tau dari jaringan.
16
f. Nuclear Magnetic Resonance (NMR), memungkinkan visualisasi aliran
darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan
plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
17
terutama pasien dengan infark posterior. Efek samping ini biasanya dapat
diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg.
4. Aspirin
Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah
mendapatkan aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 162
mg sampai 325 mg. selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75 –
162 mg.
5. Beta Bloker
Terapi beta bloker oral dianjurkan pada pasien yang tidak memiliki
kontraindikasi terutama bila ditemukan adanya hipertensi dan takiaritmia.
Jika morfir tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2 – 5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung > 60 kali per menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg,
interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol
oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan 100 mg
tiap 12 jam.
6. Clopidogrel
Pemberian clopidogrel 600 mg sedini mungkin dan dilanjutkan dengan
dosis rumatan sebesar 75 mg per hari.
7. Reperfusi
Semua pasien STEMI seharusnya menjalani evaluasi untuk terapi
reperfusu. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi coroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau
takiaritmia ventricular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien
STEMI adalah door to needle atau medical contact to ballon time untuk
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dapat dicapai dalam 90 menit.
BAB III
18
Konsep Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
satu aspek penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk
mencakup riwayat sebelumnya dan saat ini khususnya yang berhubungan dengan
gambaran gejala seperti nyeri dada, sulit bernapas (dispena, palpitasi, pingsan atau
1. Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
19
Quality of pain : seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
diremas.
20
pada masa yang lalu yang masih relevan dengan obat-obatan antiangina
seperti nitrat dan penghambat beta serat obat-obatan antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi pada masa lalu, alergi obat, dan
reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi
sebagai efek samping obat.
4. Riwayat keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan penyebab
kematian. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada
usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung
iskemik pada keturunannya.
21
kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan fokus pada
diri sendiri.
Perubahan integritas sosial yang dialami klien terjadi Karena stres yang
dialami klien dari berbagai aspek seperti keluarga, pekerjaan, kesulitan
biaya ekonomi, atau kesulitan koping dengan stresor yang ada.
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA
baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi system sarat pusat.
a. B1 (breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh
sesak napas seperti tercekik. Depnea kardiak biasanya ditemukan.
Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh
kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan
tekanan vena pulmunalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan
peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan
kegiatan fisik. Depnea kardiak pada infark miokardium yang kronis
dapat timbul pada saat istirahat.
b. B2 blood
Inspeksi: inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan
lokasi nyeri biasanya didaerah subternal atau nyeri diatas penikardium.
Penyebaran nyeri dapat meluas didada. Dapat terjadi nyeri dan ketidak
mampuan menggerakan bahu dan tangan.
Palpasi: denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa
komplikasi biasanya tidak ditemukan.
Auskultasi: tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katub biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi.
Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran.
c. B3. Brain
Kesadaran umum klien biasanya compos mentis. Tidak ditemukan
sianosis perifer. Pengkajian objektif klien, yaitu wjah meringis,
22
perubahan postur tubuh, menangis, metintih, merenggang, dan
mengeliat yang merupakan respon dari adanya nyeri dada akibat infark
pada miokardium.
d. B4. Bladder
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan
klien. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada
klien dengan IMA karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
e. B5 Bowel
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri pada ke empat kuadran, penurunan peristaltic usus
yang merupakan tanda utama IMA.
f. B6 Bone
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur dan pola hidup menetap. Tanda
klinis lain yang ditemukan adalah takikardia, dipsnea pada saat
istirahat maupun saat beraktivitas. Kaji personal hygine klien dengan
menanyakan apakah klien mengalami kesulitan melakukan tugas
perawatan diri.
23
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil (NIC)
(NOC)
1 Pola nafas Setelah dilakukan NIC
tidak efektif askep selama 3x24 jam Airway Management :
b/d pola nafas klien 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin
hiperventilasi menjadi efektif, dengan lift atau jaw thrust bila perlu
, kecemasan kriteria : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
- mendemonstrasikan ventilasi.
batuk efektif dan suara
3. 3. Identifikasi pasien perlunya
nafas yang bersih, pemasangan alat jalan nafas buatan
tidak ada sianosis dan 4. Pasang mayo bila perlu
dyspneu (mampu
5. 5. Lakukan fisioterapi dada
mengeluarkan sputum, 6. Keluarkan secret dengan batuk atau
mampu bernafas suction.
dengan mudah, tidak7. 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
ada pursed lips) suara tambahan
- Menunjukkan jalan
8. 8. Lakukan suction pada mayo
nafas yang paten (klien
9. 9. Berikan bronkodilator bila perlu
tidak merasa tercekik,1 10. Monitor espirasi dan status O2
irama nafas, frekuensi Respiratory Monitoring
pernafasan dalam 1. Monitor rata-rata kedalaman, irama
rentang normal, tidak dan usaha espirasi
ada suara nafas 2. Catat pergerakan dada, amati
abnormal) kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
- Tanda –tanda vital retraksi otot supraclavicular dan
dalam rentang normal intercostal
3. Monitor pola nafas : bradipnea,
takipnea, kusmaul, hiperventilasi, cheyne
stokes.
5. Catat lokasi trakea
24
6. Monitor kelelahan otot diafragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi atau
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan nafas utama
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasil
2 Penurunan Setelah dilakukan NIC
cardiac output asuhan keperawatan Cardiac Care
b/d gangguan selama 3x 24 jam klien 1. Evaluasi adanya nyeri dada
stroke tidak mengalami (intensitas, lokasi, durasi)
volume penurunan cardiac 2. Catat adanya disritmia jantung
(preload, output, dengan 3. Catat adanya tanda dan gejala
afterload, kriteria : penurunan cardiac output
kontraktilitas) - Tanda vital dalam 4. Monitor status kardiovaskuler
rentang normal (TD, 5. Monitor status pernafasan yang
Nadi, RR) menandakan gagal jantung
- Dapat 6. Monitor abdomen sebagai indikator
mentoleransi aktivitas, penurunan perfusi
tidak ada kelelahan 7. Monitor balance cairan
- Tidak ada edema 8. Monitor adanya perubahan tekanan
paru, perifer, dan tidak darah
ada asites 9. Monitor respon klien terhadap efek
- Tidak ada pengobatan anti aritmia
penurunan kesadaran 10. Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
12. Monitor adanya dispneu, fatigue,
takipneu, dan ortopneu
13. Anjurkan pasien untuk
25
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
1. 1. Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk dan berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus paradoksus
8. Monitor adanya pulsus alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung,
Monitor bunyi jantung.
10. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
11. Monitor suara paru
12. Monitor pola pernafasan abnormal
13.Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
14. Monitor sianosis perifer
15.Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
16.Identifikasi penyebab dan perubahan
vital sign
3 Nyeri akut Setelah dilakukan NIC
b/d agen asuhan keperawatan Pain Management
injuri fisik selama 3x 24 janm 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
nyeri klien berkurang, komprehensif ( lokasi, karakteristik,
dengan kriteria : durasi, frekuensi,kualitas dan faktor
26
- Mampu mengontrol pesipitasi)
nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi non verbal dari
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan teknik 3. Gunakan teknik komunikasi
nonfarmakologi untuk terapeutik untuk mengetahui pengalaman
mengurangi nyeri) nyeri klien
- Melaporkan bahwa 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri berkurang lalu
dengan menggunakan 5. Kontrol lingkungan yang dapat
managemen nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Mampu mengenali ruangan, pencahayaan, kebisingan
nyeri (skala, intensitas, 6. Ajarkan tentang teknik pernafasan /
frekuensi, dan tanda relaksasi
nyeri 7. Berikan analgetik untuk
- Menyatakan rasa menguranggi nyeri
nyaman setelah nyeri 8. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
berkurang 9. Anjurkan klien untuk beristirahat
- Tanda vital dalam 10. Kolaborasi dengan dokter jika
rentang normal keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Analgetic Administration
1. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis dan frekuensi
2. Cek riwayat alergi
27
aktivitas b/d asuhan keperawatan Energy Management
fatigue selama 3x 24 jam klien 1. Observasi adanya pembatasan klien
tidak mengalami dalam melakukan aktivitas
intoleransi aktivitas, 2. Dorong pasiem untuk
dengan kriteria : mengungkapkan perasaan terhadap
- Berpartisipasi keterbatasan
dalam aktivitas fisik 3. Kaji adanya factor yang
tanpa disertai menyebabkan kelelahan
peningkatan tekanan 4. Monitor nutrisi dan sumber energi
darah, Nadi, dan RR yang adekuat
- Mampu 5. Monitor pasien akan adanya
melakukan aktivitas kelelahan fisik dan emosi secara
sehari – hari secara berlebihan
mandiri 6. Monitor respon kardiovaskuler
terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur
/ istirahat pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasi dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat.
2. Bantu pasien untuk mengidentivikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
6. Bantu untuk mengidentivikasi
28
aktivitas yang disukai
7. Bantu pasien/ keluarga untuk
mengidentivikasi kekurangan dalam
beraktivitas
5 Kurang Setelah dilakukan NIC
pengetahuan asuhan keperawatan Teaching : disease Process
tentang selama 3 x 24 jam 1. Berikan penilaian tentang tingkat
penyakit b/d pengetahuan klien pengetahuan pasien tentang proses
kurangnya bertambah tentang penyakit yang spesifik
informasi penyakit, dengan 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit,
kriteria : dengan cara yang tepat
- Pasien dan 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
keluarga menyatakan biasa muncul pada penyakit
pemahamannya tentang 4. Gambarkan proses penyakit
penyakit, kondisi, 5. Identivikasi kemungkinan penyebab
prognosis dan program 6. Sediakan informasi pada pasien
pengobatan tentang kondisi, dengan cara yang tepat
- Pasien dan 7. Hindari harapan kosong
keluarga mampu 8. Sediakan bagi keluarga informasi
melaksanakan prosedur tentang kemajuan pasien
yang dijelaskan secara 9. Diskusikan perubahan gaya hidup
benar yang mungkin diperlukan untuk
- Pasien dan mencegah komplikasi dimasa yang akan
keluarga menjelaskan datang atau pengontrolan penyakit
kembali apa yang 10. Diskusikan pilihan terapi dan
dijelaskan perawat penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion
12. Instruksikan pasien mengenali
tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
29
3.4 Implementasi
Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan kegiatan atau tindakan yang
diberikan kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
ditetapkan, tetapi tidak menutup kemungkinan akan menyimpang dari
rencana yang ditetapkan pada situasi dan kondisi pasien (Muttaqin, 2009).
3.5 Evaluasi
Dilaksanankan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah
diberikan atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin
dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau
belum, dapat juga tercapai juga sebagai atau timbul masalah baru(Mttaqin,2009
30