Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit TBC (Tuberculosa) merupakan penyakit kronis (menahun) telah
lama dikenal masyarakat luas dan ditakuti, karena menular. Namun demikian
TBC dapat disembuhkan dengan memakan obat anti TB dengan betul yaitu
teratur sesuai petunjuk dokter atau petugas kesehatan lainnya (Misnadiarly, 2006)
Penyakit TBC muncul kembali ke permukaan dengan meningkatnya kasus
TBC di negara-negara maju atau industri pada tahun 1990. Pada tahun 2007, di
seluruh dunia terdapat 8 juta kasus terinfeksi dan 3 juta kasus meninggal. TBC
umumnya menyerang golongan produktif dan golongan sosial ekonomi rendah
sehingga berdampak pada pemberdayaan sumber daya manusia yang dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi negara (Notoatmodjo, 2007)
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pada pembangunan nasional
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Salah satu bagian dari
pembangunan kesehatan adalah pelaksanaan pemberantasan penyakit menular
tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang masih tetap menjadi
masalah kesehatan yang penting di berbagai belahan dunia (Djitowiyono, 2008)
Badan Kesehatan Dunia / WHO (World Healt Organization) memperkirakan
dewasa ini terdapat sekitar 1700 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB
(dari hasil uji tuberculin positif) dari jumlah tersebut ada 4 juta penderita baru
dengan basil tahan asam (BTA) positif ditambah lagi 4 juta penderita baru dengan
BTA negatif. Jumlah seluruh penderita TB di dunia sekitar 20 juta orang dengan
angka kematian sebanyak 3 juta orang tiap tahunnya yang mana merupakan 25
persen dari kematian yang dapat dicegah apabila TB dapat ditanggulangi dengan
baik (Gklinis, 2004)
Di kawasan Asia Tenggara, data WHO menunjukkan bahwa TBC membunuh
sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus TBC di dunia
berada di kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara dengan jumlah
penderita TBC terbesar di dunia yaitu india dan indonesia, berada di wilayah ini.
Indonesia berada di bawah india, dengan jumlah penderita terbanyak di dunia,
diikuti cina di peringkat kedua (Suronto,2007)
Setelah hampir 10 tahun menduduki peringkat ke 3 dunia untuk jumlah
penderita tuberkolosis, pada tahun 2011 ini indonesia turun peringkat ke 5.
Penurunan peringkat ini termasuk salah satu pencapaian target MDGs tahun 2010
khusus untuk TB. Menurut Menteri Kesehatan Endang R.Sedyaningsih, di tahun
2010 jumlah penderita TB di indonesia mencapai sekitar 300 ribu kasus.
Sementara jumlah kasus yang meninggal berjumlah 61 ribu jiwa atau 169 orang
perharinya (Tempo, 2011)
Di indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB dan terdapat
450.000 kasus TB Paru. Tiga per empat dari kasus TB ini terdiri dari usia
produktif (15 - 49 tahun), separuhnya tidak terdiagnosis dan baru sebagian yang
tercakup dalam program penanggulangan TB sesuai dengan rekomendasi WHO
(Gklinis, 2004).
Tingginya angka kematian akibat TB Paru diakibatkan oleh kurangnya
kontrol masyarakat terhadap pengobatan TB Paru yang disebabkan rendahnya
sikap serta pengetahuan masayarakat terhadap pengobatan TB Paru (Suronto,
2007).
Tujuan utama pengendalian TB Paru adalah menurunkan insidens TB Paru
pada tahun 2015, menurunkan prevalensi TB Paru dan angka kematian akibat TB
Paru menjadi setengahnya pada tahun 2015 dibandingkan tahun 1990, sedikitnya
70% kasus TB Paru dan diobati melalui program DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB Paru dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) dan sedikitnya 85%
tercapai success rate. DOTS adalah strategi penyembuhan Tb Paru jangka pendek
dengan pengawasan secara langsung.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan penyakit TB Paru ?
2. Bagaimana klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB Paru ?
3. Apa penyebab dari penyakit TB Paru ?
4. Bagaimana terjadinya penyakit TB Paru ?
5. Apa gejala dari penyakit TB Paru ?
6. Apa saja komplikasi dari penyakit TB Paru ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari penyakit TB Paru ?
8. Bagaiamana penatalaksanaan dari penyakit TB Paru ?
9. Apa saja yang perlu dikaji pada pasien penyakit TB Paru ?
10. Diagnosa apa saja yang bisa diambil pada pasien penyakit TB Paru ?
11. Rencana keperawatan apa yang akan dilakukan pada pasien penyakit TB
Paru?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit TB Paru
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB Paru
3. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit TB Paru
4. Untuk mengetahui terjadinya penyakit TB Paru
5. Untuk mengetahui gejala dari penyakit TB Paru
6. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit TB Paru
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit TB Paru
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit TB Paru
9. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien penyakit TB Paru
10. Untuk mengetahui diagnosa yang diambil pada pasien penyakit TB Paru
11. Untuk mengetahui rencana keperawatan yang akan dilakukan pada pasien
penyakit TB Paru
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama
ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis
paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular
melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang
dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi
dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya
(Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer &
Brenda G. Bare, 2002 ).

2.2 KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN


Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan :
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing,
alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien
buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.3 ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali
menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai
parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula
memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid
(Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2.4 PATOFISOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran
pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya
melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel
T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus
Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan
dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah
bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ
tubuh.
Pathway

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar.
2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit
tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada
malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
f. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis TB menurut Depkes (2006):


a. Diagnosis TB paru
1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
4) Gambaran kelainan radiologi Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
5) Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
b. Diagnosis TB ekstra paru.
1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainnya.
2) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto
toraks dan lain-lain.
Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001):
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah
apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi.
2) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan.
3) Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Myobacteria patogen lainnya.

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1). Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2). Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
3. Jenis, Sifat dan Dosis OAT
4. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
 Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d. Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan
program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam
satu (1) masa pengobatan.
e. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
BAB 3

ASKEP TEORI

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,
keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat
mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
2. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
c. Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
d. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
e. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
g. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i. Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
j. Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
3. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
kental atau sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


O KEPERAWATA DAN (NIC)
N KRITERIA
HASIL
(NOC)
1 Bersihan Jalan NOC : NIC :
Nafas tidak Efektif - Respiratory Airway suction
status : - Pastikan kebutuhan oral / tracheal
Definisi : Ventilation suctioning
Ketidakmampuan - Respiratory - Auskultasi suara nafas sebelum dan
untuk status : sesudah suctioning.
membersihkan Airway - Informasikan pada klien dan keluarga
sekresi atau patency tentang suctioning
obstruksi dari - Aspiration - Minta klien nafas dalam sebelum
saluran pernafasan Control suction dilakukan.
untuk - Berikan O2 dengan menggunakan nasal
mempertahankan Kriteria Hasil untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
kebersihan jalan : - Gunakan alat yang steril sitiap
nafas. - Mendemonst melakukan tindakan
rasikan batuk - Anjurkan pasien untuk istirahat dan
Batasan efektif dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan
Karakteristik : suara nafas dari nasotrakeal
- Dispneu, yang bersih, - Monitor status oksigen pasien
Penurunan suara tidak ada - Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas sianosis dan melakukan suksion
- Orthopneu dyspneu - Hentikan suksion dan berikan oksigen
- Cyanosis (mampu apabila pasien menunjukkan bradikardi,
- Kelainan suara mengeluarka peningkatan saturasi O2, dll.
nafas (rales, n sputum,
wheezing) mampu Airway Management
- Kesulitan bernafas - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
berbicara dengan lift atau jaw thrust bila perlu
- Batuk, tidak mudah, tidak - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
efektif atau tidak ada pursed ventilasi
ada lips) - Identifikasipasienperlunyapemasanganal
- Mata melebar - Menunjukka atjalannafasbuatan
- Produksi sputum n jalan nafas - Pasang mayo bila perlu
- Gelisah yang paten - Lakukanfisioterapi dada jikaperlu
- Perubahan (klien tidak - Keluarkansekretdenganbatukatausuction
frekuensi dan irama merasa - Auskultasisuaranafas,
nafas tercekik, catatadanyasuaratambahan
irama nafas, - Lakukansuctionpada mayo
Faktor-faktor yang frekuensi - Berikanbronkodilator bila perlu
berhubungan: pernafasan - BerikanpelembabudaraKassabasahNaCl
- Lingkungan : dalam Lembab
merokok, rentang - Aturintakeuntukcairanmengoptimalkank
menghirup asap normal, tidak eseimbangan.
rokok, perokok ada suara - Monitor respirasi dan status O2
pasif-POK, infeksi nafas
- Fisiologis : abnormal)
disfungsi - Mampu
neuromuskular, mengidentifi
hiperplasia dinding kasikan dan
bronkus, alergi mencegah
jalan nafas, asma. factor yang
- Obstruksi jalan dapat
nafas : spasme menghambat
jalan nafas, sekresi jalan nafas
tertahan,
banyaknya mukus,
adanya jalan nafas
buatan, sekresi
bronkus, adanya
eksudat di alveolus,
adanya benda asing
di jalan nafas.

2. Gangguan NOC : NIC :


Pertukaran gas - Respiratory Airway Management
Status : Gas - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
Definisi : exchange lift atau jaw thrust bila perlu
Kelebihan atau - Respiratory - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
kekurangan dalam Status : ventilasi
oksigenasi dan atau ventilation - Identifikasi pasien perlunya pemasangan
pengeluaran - Vital Sign alat jalan nafas buatan
karbondioksida di Status - Pasang mayo bila perlu
dalam membran Kriteria Hasil - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kapiler alveoli : - Keluarkan sekret dengan batuk atau
- Mendemonst suction
Batasan rasikan - Auskultasi suara nafas, catat adanya
karakteristik : peningkatan suara tambahan
 Gangguan ventilasi dan - Lakukan suction pada mayo
penglihatan oksigenasi - Berikan bronkodilator bial perlu
 Penurunan CO2 yang adekuat - Berikan pelembab udara
 Takikardi - Memelihara - Atur intake untuk cairan
 Hiperkapnia kebersihan mengoptimalkan keseimbangan.
 Keletihan paru paru - Monitor respirasi dan status O2
 somnolen dan bebas
 Iritabilitas dari tanda Respiratory Monitoring
 Hypoxia tanda distress - Monitor rata – rata, kedalaman, irama
 kebingungan pernafasan dan usaha respirasi
 Dyspnoe - Mendemonst - Catat pergerakan dada,amati
 nasal faring rasikan batuk kesimetrisan, penggunaan otot
 AGD Normal efektif dan tambahan, retraksi otot supraclavicular
 sianosis suara nafas dan intercostal
 warna kulit yang bersih, - Monitor suara nafas, seperti dengkur
abnormal (pucat, tidak ada - Monitor pola nafas : bradipena,
kehitaman) sianosis dan takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
 Hipoksemia dyspneu cheyne stokes, biot
 hiperkarbia (mampu - Catat lokasi trakea
 sakit kepala mengeluarka - Monitor kelelahan otot diagfragma
ketika bangun n sputum, (gerakan paradoksis)
frekuensi dan mampu - Auskultasi suara nafas, catat area
kedalaman nafas bernafas penurunan / tidak adanya ventilasi dan
abnormal dengan suara tambahan
mudah, tidak - Tentukan kebutuhan suction dengan
Faktor faktor yang ada pursed mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
berhubungan : lips) jalan napas utama
 - Tanda tanda - Auskultasi suara paru setelah tindakan
ketidakseimbangan vital dalam untuk mengetahui hasilnya
perfusi ventilasi rentang
 perubahan normal
membran kapiler-
alveolar
3. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari - Nutritional Nutrition Management
kebutuhan tubuh Status : food - Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake and Fluid - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
nutrisi tidak cukup Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi
untuk keperluan Kriteria Hasil yang dibutuhkan pasien.
metabolisme tubuh. : - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Adanya intake Fe
Batasan peningkatan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
karakteristik : berat badan protein dan vitamin C
- Berat badan 20 % sesuai - Berikan substansi gula
atau lebih di bawah dengan - Yakinkan diet yang dimakan
ideal tujuan mengandung tinggi serat untuk
- Dilaporkan - Berat badan mencegah konstipasi
adanya intake ideal sesuai - Berikan makanan yang terpilih ( sudah
makanan yang dengan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
kurang dari RDA tinggi badan - Ajarkan pasien bagaimana membuat
(Recomended - Mampu catatan makanan harian.
Daily Allowance) mengidentifi - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
- Membran mukosa kasi kalori
dan konjungtiva kebutuhan - Berikan informasi tentang kebutuhan
pucat nutrisi nutrisi
- Kelemahan otot - Tidak ada - Kaji kemampuan pasien untuk
yang digunakan tanda tanda mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
untuk malnutrisi
menelan/mengunya - Tidak terjadi Nutrition Monitoring
h penurunan - BB pasien dalam batas normal
- Luka, inflamasi berat badan - Monitor adanya penurunan berat badan
pada rongga mulut yang berarti - Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
- Mudah merasa biasa dilakukan
kenyang, sesaat - Monitor interaksi anak atau orangtua
setelah mengunyah selama makan
makanan - Monitor lingkungan selama makan
- Dilaporkan atau - Jadwalkan pengobatan dan tindakan
fakta adanya tidak selama jam makan
kekurangan - Monitor kulit kering dan perubahan
makanan pigmentasi
- Dilaporkan - Monitor turgor kulit
adanya perubahan - Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
sensasi rasa mudah patah
- Perasaan - Monitor mual dan muntah
ketidakmampuan - Monitor kadar albumin, total protein,
untuk mengunyah Hb, dan kadar Ht
makanan - Monitor makanan kesukaan
- Miskonsepsi - Monitor pertumbuhan dan
- Kehilangan BB perkembangan
dengan makanan - Monitor pucat, kemerahan, dan
cukup kekeringan jaringan konjungtiva
- Keengganan - Monitor kalori dan intake nuntrisi
untuk makan - Catat adanya edema, hiperemik,
- Kram pada hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
abdomen - Catat jika lidah berwarna magenta,
- Tonus otot jelek scarlet
- Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
- Kurang berminat
terhadap makanan
- Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau
steatorrhea
- Kehilangan
rambut yang cukup
banyak (rontok)
- Suara usus
hiperaktif
- Kurangnya
informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan
atau mengabsorpsi
zat-zat gizi
berhubungan
dengan faktor
biologis, psikologis
atau ekonomi.
4. Hipertermia NOC : NIC :
Thermoregulat Fever treatment
Definisi : suhu ion - Monitor suhu sesering mungkin
tubuh naik diatas Kriteria Hasil - Monitor IWL
rentang normal : - Monitor warna dan suhu kulit
- Suhu tubuh - Monitor tekanan darah, nadi dan RR
dalam - Monitor penurunan tingkat kesadaran
Batasan rentang - Monitor WBC, Hb, dan Hct
Karakteristik: normal - Monitor intake dan output
- kenaikan suhu - Nadi dan RR - Berikan anti piretik
tubuh diatas dalam - Berikan pengobatan untuk mengatasi
rentang normal rentang penyebab demam
- serangan atau normal - Selimuti pasien
konvulsi (kejang) - Tidak ada - Lakukan tapid sponge
- kulit kemerahan perubahan - Berikan cairan intravena
- pertambahan RR warna kulit - Kompres pasien pada lipat paha dan
- takikardi dan tidak ada aksila
- saat disentuh pusing, - Tingkatkan sirkulasi udara
tangan terasa merasa - Berikan pengobatan untuk mencegah
hangat nyaman terjadinya menggigil

Faktor faktor yang Temperature regulation


berhubungan : -Monitor suhu minimal tiap 2 jam
- penyakit/ trauma -Rencanakan monitoring suhu secara
- peningkatan kontinyu
metabolisme -Monitor TD, nadi, dan RR
- aktivitas yang -Monitor warna dan suhu kulit
berlebih -Monitor tanda-tanda hipertermi dan
- pengaruh hipotermi
medikasi/anastesi -Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- -Selimuti pasien untuk mencegah
ketidakmampuan/p hilangnya kehangatan tubuh
enurunan -Ajarkan pada pasien cara mencegah
kemampuan untuk keletihan akibat panas
berkeringat -Diskusikan tentang pentingnya
- terpapar pengaturan suhu dan kemungkinan efek
dilingkungan panas negatif dari kedinginan
- dehidrasi -Beritahukan tentang indikasi terjadinya
- pakaian yang keletihan dan penanganan emergency
tidak tepat yang diperlukan
-Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
-Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

5. Nyeri NOC : NIC :


- Pain Level, Pain Management
Definisi : - Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara
Sensori yang tidak - Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
menyenangkan dan Kriteria Hasil karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
pengalaman : dan faktor presipitasi
emosional yang - Mampu - Observasi reaksi nonverbal dari
muncul secara mengontrol ketidaknyamanan
aktual atau nyeri (tahu - Gunakan teknik komunikasi terapeutik
potensial kerusakan penyebab untuk mengetahui pengalaman nyeri
jaringan atau nyeri, mampu pasien
menggambarkan menggunakan - Kaji kultur yang mempengaruhi respon
adanya kerusakan tehnik nyeri
(Asosiasi Studi nonfarmakolo - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Nyeri gi untuk - Evaluasi bersama pasien dan tim
Internasional): mengurangi kesehatan lain tentang ketidakefektifan
serangan mendadak nyeri, kontrol nyeri masa lampau
atau pelan mencari - Bantu pasien dan keluarga untuk
intensitasnya dari bantuan) mencari dan menemukan dukungan
ringan sampai berat - Melaporkan - Kontrol lingkungan yang dapat
yang dapat bahwa nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
diantisipasi dengan berkurang ruangan, pencahayaan dan kebisingan
akhir yang dapat dengan - Kurangi faktor presipitasi nyeri
diprediksi dan menggunakan - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
dengan durasi manajemen (farmakologi, non farmakologi dan inter
kurang dari 6 nyeri personal)
bulan. - Mampu - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
mengenali menentukan intervensi
Batasan nyeri (skala, - Ajarkan tentang teknik non farmakologi
karakteristik : intensitas, - Berikan analgetik untuk mengurangi
- Laporan secara frekuensi dan nyeri
verbal atau non tanda nyeri) - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
verbal - Menyatakan - Tingkatkan istirahat
- Fakta dari rasa nyaman - Kolaborasikan dengan dokter jika ada
observasi setelah nyeri keluhan dan tindakan nyeri tidak
- Posisi antalgic berkurang berhasil
untuk menghindari - Tanda vital - Monitor penerimaan pasien tentang
nyeri dalam rentang manajemen nyeri
- Gerakan normal
melindungi
- Tingkah laku Analgesic Administration
berhati-hati - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
- Muka topeng dan derajat nyeri sebelum pemberian
- Gangguan tidur obat
(mata sayu, tampak - Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
capek, sulit atau dosis, dan frekuensi
gerakan kacau, - Cek riwayat alergi
menyeringai) - Pilih analgesik yang diperlukan atau
- Terfokus pada kombinasi dari analgesik ketika
diri sendiri pemberian lebih dari satu
- Fokus menyempit - Tentukan pilihan analgesik tergantung
(penurunan tipe dan beratnya nyeri
persepsi waktu, - Tentukan analgesik pilihan, rute
kerusakan proses pemberian, dan dosis optimal
berpikir, penurunan - Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
interaksi dengan pengobatan nyeri secara teratur
orang dan - Monitor vital sign sebelum dan sesudah
lingkungan) pemberian analgesik pertama kali
- Tingkah laku - Berikan analgesik tepat waktu terutama
distraksi, contoh : saat nyeri hebat
jalan-jalan, - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
menemui orang gejala (efek samping)
lain dan/atau
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah
ke kaku)
- Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum

Faktor yang
berhubungan:
Agen injuri
(biologi, kimia,
fisik, psikologis)
BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis.
Agent penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis
menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya
infeksi tersering. Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang
lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis Untuk
terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan faktor toksis.
Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita
tuberkulosis paru batuk atau bersin. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Pengobatan penyakit Tuberculosis. Terdapat 5 jenis antibotik yang dapat
digunakan yaitu Antibiotik yang paling sering digunakan adalah Isoniazid (H),
Rifampicin (R), Pirazinamid (P), Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Jika
penderita benar-benar mengikuti pengobatan dengan teratur, maka tidak perlu
dilakukan pembedahan untuk mengangkat sebagian paru-paru. Kadang
pembedahan dilakukan untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan
bentuk tulang belakang akibat tuberkulosis.

4.2 SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah dengan kita telah mengetahui
apa itu penyakit Tuberculosis, kita dapat lebih menjaga lagi kesehatan kita yaitu
dengan selalu menjaga lingkungan dan kesehatan diri kita sendiri supaya tetap
bersih, mengingat bahwa penyakit ini adalah penyakit menular yang sangat
berbahaya dan angka kematiannya cukup tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai