Lokasi
Penegakan diagnosis Klasifikasi
Fraksi ejeksi
Nyha
Diagnosis banding
Gagal jantung
↑
Etiopatogenesis
Tatalaksana
Patofisiologi
Prognosis
Faktor resiko
Edukasi
(Sudoyo, 2014)
2.3 Etiopatogenesis
a. Penyebab intrinsik gagal jantung :
• Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah diagnosis anatomi dan patologis terkait dengan disfungsiotot atau listrik jantung.
American Heart Association (AHA) mendefinisikan kardiomiopati sebagai kelompokheterogen dari penyakit
miokardium, biasanya dengan hipertrofi atau dilatasi ventrikelyang tidak sesuai.
• Infark Miokard
Pecahnya aterosklerotik menyebabkan kaskade inflamasi monosit dan makrofag, pembentukan trombus,
dan agregasi trombosit. Hal ini menyebabkan penurunan pengiriman oksigen melalui arteri koroner yang
mengakibatkan penurunanoksigenasi miokardium. Ketidakmampuan untuk menghasilkan ATP dalam
mitokondria menyebabkan iskemik dan apoptosis dari endokardium atau infark miokard.
• Tamponade Jantung
Tamponade jantung adalah keadaan darurat medis dan traumatis yang terjadi ketika cairan yang
menumpuk di kantung perikardial menekan jantung dan menyebabkan penurunan curah jantung serta
syok.
-
b. Penyebab sekunder gagal jantung :
• Emboli Paru
Pasien yang tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah mempunyai risiko tinggi membentuk
trombus dalam vena tungkai bawah atau panggul. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut
tekanan arteri
• Anemia
Pada keadaan anemia, kebutuhan keadaan oksigen jaringan yang melakukan metabolisme hanya dapat
dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung, meskipunpeningkatan curah jantung seperti ini dapat
dipertahankan oleh jantung normal, tetapi jantung yang sakit akan kelebihan beban kecuali masih
terkompensasi,sehingga tidak dapat meningkatkan volume darah yang cukup untuk dialirkan ke perifer.
• Hipertensi sistemik
• Aritmia
PATOFISIOLOGI Faktor resiko
• usia
• Riwayat keluarga/genetik
• Pola hidup
• Kondisi kronis
Tatalaksana
A. TatalaksanaNon-Farmakologi
1. Manajemen perawatan mandiri
2. ketaatan pasien berobat
3. Pemantauan berat badan
4. Asupan cairan
5. pengurangan Berat badan
6. Kehilangsn berat badan Tampa rencana
7. Lagi Han fisik
8. Aktivitas seksual
B. TatalaksanaFarmakologi
Algoritma
3. Pemeriksaan Laboratorium
. ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACE-I)
ACE-I harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri c 40 % kecuali
ada kontraindikasi. ACE-I memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukti A).
a. Indikasi pemberian ACE-I
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri c 40 %, dengan atau tanpa gejala
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri > 40 % dengan tanda dan gejala gagal
Jantung
2. PENYEKAT RESEPTOR 8
a. Indikasi pemberian penyekat 8
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri c 40 % dengan atau tanpa gejala gagal
jantung
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri > 40 % dengan tanda dan gejala gagal
jantung
• Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
• ACE-I/ARB/ARNI (dengan atau tanpa antagonis aldosteron) sudah
diberikan
• Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak
ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
b. Kontraindikasi pemberian penyekat 8
• Asma berat
• Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindrom sinus sakit (tanpa
pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi <50x/menit)
c. Cara pemberian penyekat 8 pada gagal jantung (Tabel 4.2)
• Inisiasi pemberian penyekat 8
• Penyekat 8 dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada
pasien dekompensasi secara hati-hati. Dosis awal lihat Tabel 4.7 Naikan dosis secara titrasi
• Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2-4 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan
gagal jantung, hipotensi simtomatik atau bradikardi (nadi <50x/menit)
• Jika tidak ada masalah diatas, naikkan dosis penyekat 8 sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat di
toleransi (Tabel 4.7)
d. Efek yang tidak menguntungkan yang dapat timbul dari
• pemberian penyekat 8:
• Hipotensi simtomatik
• Perburukan gagal jantung
• Bradikardi
3. ANTAGONIS ALDOSTERON
A. Indikasi pemberian antagonis aldosterone
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri c 40 %
• Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III - IV NYHA)
C. Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung (Tabel 4.2)
Inisiasi pemberian spironolakton
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
• Naikan dosis secara titrasi
• Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 - 8 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi
perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia
• Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah menaikkan dosis
• Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat
di toleransi (Tabel 4.7)
6. IVABRADINE
7. HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)
a. Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
• Pengganti ACE-I/ARB/ARNI jika tidak dapat ditoleransi
• Sebagai terapi tambahan ACE-I jika ARB atau antagonis
aldosteron
tidak dapat ditoleransi
• Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan
ACE-
I/ARB, penyekat 8 dan atau antagonis aldosteron
b. Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
• Hipotensi simtomatik
• Sindrom lupus
• Gagal ginjal berat
c. Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung
(Tabel 4.3) Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN
• Dosis awal: hydralazin 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari
• Naikkan dosis secara titrasi
• Pertimbangkan menaikkan dosis secara titrasi setelah 2 - 4
minggu
• Jangan naikkan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik
• Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target
(hydralazin 50 mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)
d. Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat
pemberian kombinasi
H-ISDN:
• Hipotensi simtomatik
• Nyeri sendi atau nyeri otot
8. DIGOXIN 9. DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal
jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan
bukti B
2.10 Prognosis
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit (CDC), pada Desember 2015, tingkat
kematian terkait gagal jantung menurun dari 103,1
kematian per 100.000 penduduk pada tahun 2000
menjadi 89,5 pada tahun 2009 tetapi kemudian
meningkat menjadi 96,9 pada tahun 2014. Mereka
mencatat bahwa tren berkorelasi dengan pergeseran
dari penyakit jantung koroner sebagai penyebab
kematian akibat gagal jantung menjadi penyakit
metabolik dan penyebab gagal jantung nonkardiak
lainnya seperti obesitas, diabetes, keganasan,
penyakit paru kronis, dan penyakit ginjal. Tingkat
kematian setelah rawat inap untuk gagal jantung
diperkirakan sekitar 10% pada 30 hari, 22% pada 1
tahun, dan 42% pada 5 tahun. Ini dapat meningkat
hingga lebih dari 50% untuk pasien dengan NYHA
kelas IV, gagal jantung stadium D. (Ahmad,2022)
2.9 Edukasi
A. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan
bagaimana mengenal serta upaya bila timbul
keluhan, dan dasar pengobatan.
B.Edukasipoladiet,kontrolasupangaram,airdankebias
aanalkohol.
C. Monitorberatbadan,hati-
hatidengankenaikanberatbadanyangtiba-tiba.
D. Mengurangi berat badan pada pasien dengan
obesitas. (Setiati, Alwi, Sudoyo, & M
Simadibrata, 2014)