Anda di halaman 1dari 12

I

Sesak Nafas Ketika Berkerja


Laki-laki 60 th datang ke puskesmas dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan terakhir. Sesak timbul
ketikaberkerja atau olahraga saja. Selain itu pasien juga sering tidak nyaman bernafas ketika tidur jika
bantal tidak ditinggikan. Pasien adalah penderita hipertensi sejak 20 tahun yang lalu dan tidak rutin
minum obat. Pasien jugaperokok aktif sejak 30 tahun yang lalu. Pemeriksaan Tanda Vital ditemukan:
TD = 160/90 mmHg, Nadi = 100×/mnt, Nafas =24×/mnt, T=36,5°C. Pemeriksaan fisik ditemukan
JVP meningkat, Ictus cordis SIC V linea axillaris anterior, suara jantung normal, suara paru di temukan
ronki basah halus. Dokter memberikan obat furosemide dan merujuk ke Sp JP. Dua hari kemudian pasien
ke Sp JP, dokter melakukan pemeriksaan rontgen,EKG dan ECG.
1.1.STEP I : CLARIFYING UNFAMILIAR TERMS
1. JVP :
• Jugular Venous Presure yaitu pengukuran tidak langsung dari tekanan vena cava.
2. Ronki Basah Halus :
• Suara nafas yang terputus-putus yang biasanya terdengar saat inspirasi akibat udara yang
melewaticairan dalam saluran nafas.
3. Ictus Cordis :
• Proyeksi denyut ventrikel kiri di dinding dada inferior serta di sela iga 5,7 di linea
midsternalisdengan diameter ± 1,25 cm.
4. Rontgen :
• Sebuah tindakan yang menggunakan sinar x untuk mengambil gambar dalam tubuh.
5. Obat Furosemide :
• Untuk obat meningkatkan produksi urin.
• Obat untuk mengatasi penumpukan cairan di dalam tubuh.
6. EKG:
• Suatu alat yang digunakan untuk merekam sinyal biologi yang terbentuk sebagai aktivitas
listrikjantung.
KEYWORD :
1. Laki-laki 60 tahun
2. Sesak Nafas Ketika berkerja
3. Hipertensi kronis
4. Tekanan darah 160/90 mmHg
5. Perokok aktif sejak 30 tahun lalu
6. Ronki basah halus
7. Pemeriksaan rontgen EKG dan ECG
8. JVP meningkat

1.2 STEP 2 : PROBLEM DEFINITION


1. Apa kemungkinan diagnosis pada kasus?
2. Mengapa sesak nafas pada pasien muncul pada saat berkerja dan olahraga?
3. Bagaimna hubungan umur dan jenis kelamin pada kasus?
4. Apa hubungan posisi tidur pada kasus dengan pasien?
5. Mengapa pada pasien ditemukan ronki basah halus?
6. Apakah ada hubungan penyakit hipertensi dengan penyakit sekarang?
7. Bagaimna pengukuran JVP?
8. Apakah hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit pasien?
9. Mengapa dokter memberikan obat furosemide pada pasien?
10. Mengapa JVP pada pasien mengalami peningkatan?
1.3 STEP 3 : BRAINSTORMING

1.4 STEP 4 : SPIDER WEB


Definisi
Onset
Tanda dan gejala

Lokasi
Penegakan diagnosis Klasifikasi

Fraksi ejeksi

Nyha
Diagnosis banding
Gagal jantung

Etiopatogenesis

Tatalaksana
Patofisiologi

Prognosis
Faktor resiko

Edukasi

1.5 Learning Objective


Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan gagal jantung :
1. Definisi
2. Klasifikasi
a. Onset
b. Lokasi
c. Fraksi ejeksi
d. NYHA
e. Kelainan struktural jantung
3. Etiopatogenesis
4. Patofisiologi
5. Faktor resiko
6. Tanda dan gejala
7. Penegakan diagnosis
8. Diagnosis banding
9. Tatalaksana
10. Prognosis
11. Edukasi
2.1 Definisi Gagal Jantung
Didefenisikan sebagai abnormalitas dari struktur jantung atau fungsi yang menyebabkan kegagalan
dari jantung untuk mendistribusikan oksigen keseluruh tubuh. Secara klinis, gagal jantung merupakan
kumpulan gejala yang kompleks dimana seseorang memiliki tampilan berupa : gejala gagal jantung; tanda
khas gagal jantung dan adanya bukti obyektif dari struktur atau fungsi jantung saat istirahat.
Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan :
• Gejala khas gagal jantung : sesak nafas saat istirahat atau aktivitas, kelelahan, edema
tungkai.
• Tanda khas gagal jantung : takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan
tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
• Tanda obyektif : gangguan struktur atau fungsional jantung saat istirahat, kardiomegali,
suara jantung tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi, kenaikan kosentrasi
peptida natriuretik. (PERKI, 2020)

2.2 Klasifikasi Gagal Jantung


Gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Klasifikasi berdasarkan waktu
1. Akut : Gagal jantung yang berlangsung cepat dan singkat
(dalam beberapa jam atau hari).
2. Kronis : Definisi objektif yang sederhana untuk menentukanbatasan gagal
jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat
nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel. (Sudoyo, 2014)

b.Klasifikasi berdasarkan Lokasi


1. Gagal jantung kiri : Kegagalan ventrikel kiri menghasilkan curah jantung yang adekuat ditandai dengan
kongesti paru yang menyebabkan sesak nafas dan ortopnea.
2. Gagal jantung kanan : Kegagalan ventrikel kanan menghasilkan curah jantung yang adekuat ditandai
dengan kongesti vena sistemik yang menyebabkan edem perifer, hepatomegali, dan distensi
vena jugularis.
3. Gagal jantung kongestif :
Kegagalan ventrikel kiri & kanan menghasilkan
curah jantung yang adekuat yang ditandai oleh kongesti paru dan kongesti vena sistemik.
(Sudoyo, 2014)
c. Klasifikasi berdasarkan fraksi ejeksi
Fraksi ejeksi merupakan perbandingan antara stroke volume (volume sekencup) dengan volume
diastolik akhir (end-diastolic volume). Nilai normalfraksi ejeksi adalah 55%-75%. (Sudoyo, 2014)

(Sudoyo, 2014)
2.3 Etiopatogenesis
a. Penyebab intrinsik gagal jantung :
• Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah diagnosis anatomi dan patologis terkait dengan disfungsiotot atau listrik jantung.
American Heart Association (AHA) mendefinisikan kardiomiopati sebagai kelompokheterogen dari penyakit
miokardium, biasanya dengan hipertrofi atau dilatasi ventrikelyang tidak sesuai.

• Infark Miokard
Pecahnya aterosklerotik menyebabkan kaskade inflamasi monosit dan makrofag, pembentukan trombus,
dan agregasi trombosit. Hal ini menyebabkan penurunan pengiriman oksigen melalui arteri koroner yang
mengakibatkan penurunanoksigenasi miokardium. Ketidakmampuan untuk menghasilkan ATP dalam
mitokondria menyebabkan iskemik dan apoptosis dari endokardium atau infark miokard.

• Defek Jantung Bawaan


Adalah istilah umum yang mencakup semua cacat jantung saat lahir. Struktur abnormal dari ruang
jantung, katup atau pembuluh darah besar pada pasien dengan penyakit jantung bawaan mengubah pola
normal aliran darah. Individu dengan penyakit jantung bawaan dapat mengalami komplikasi jantung
seperti aritmia dan gagal jantung.

• Tamponade Jantung
Tamponade jantung adalah keadaan darurat medis dan traumatis yang terjadi ketika cairan yang
menumpuk di kantung perikardial menekan jantung dan menyebabkan penurunan curah jantung serta
syok.

-
b. Penyebab sekunder gagal jantung :
• Emboli Paru
Pasien yang tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah mempunyai risiko tinggi membentuk
trombus dalam vena tungkai bawah atau panggul. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut
tekanan arteri

• Anemia
Pada keadaan anemia, kebutuhan keadaan oksigen jaringan yang melakukan metabolisme hanya dapat
dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung, meskipunpeningkatan curah jantung seperti ini dapat
dipertahankan oleh jantung normal, tetapi jantung yang sakit akan kelebihan beban kecuali masih
terkompensasi,sehingga tidak dapat meningkatkan volume darah yang cukup untuk dialirkan ke perifer.
• Hipertensi sistemik
• Aritmia
PATOFISIOLOGI Faktor resiko
• usia
• Riwayat keluarga/genetik
• Pola hidup
• Kondisi kronis

Tanda dan gejala


2.7 Penegakan Diagnosis
A. Anamnesis
1. Gagal jantung akut
• Sesak nafas : mendadak, pada posisi tidur terlentang, terutama malam hari
• Rasa lelah dapat terjadi saat aktivitas maupun istirahat
• Batuk-batuk tidak produktif, terutama posisi baring
• Progresivitas perburukan dalam hitungan hari
2. Gagal jantung kronik
• Cepat lelah bila beraktifitas ringan (mandi, jalan > 300m, naik tangga)
• Sesak nafas saat terlentang, malam hari atau saat beraktifitas, tidur lebih
nyaman bila menggunakan bantal yang tinggi (2-3 bantal)
• Bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki
• Riwayat menderita penyakit jantung atau dirawat dengan gejala diatas
B. PemeriksaanFisik
• Takipnea (>24x/menit)
• Takikardi (>100/menit) dan nadi lemah
• Tekanan vena jugularis meningkat
• Ronki basah halus
• Pergeseran ictus cordis ke arah lateral
• Gallop
• CRT > 2 detik
• Hepatomegali
• Edem tungkai mata kaki
• Asites

C. Pemeriksaan penunjang gagal jantung


1. Elektrokardiogram (EKG)
2. Foto Toraks Diagnosis Banding
A. Gagaljantungakut
• Pneumonia
• Asthma bronkhial akut
• PPOK dengan eksaserbasi akut B.
Gagaljantungkronis
• Asthma bronkhial
• PPOK
• Uremia
• Volume overload (Kementrian Kesehatan RI, 2017)

Tatalaksana
A. TatalaksanaNon-Farmakologi
1. Manajemen perawatan mandiri
2. ketaatan pasien berobat
3. Pemantauan berat badan
4. Asupan cairan
5. pengurangan Berat badan
6. Kehilangsn berat badan Tampa rencana
7. Lagi Han fisik
8. Aktivitas seksual

B. TatalaksanaFarmakologi
Algoritma

3. Pemeriksaan Laboratorium
. ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACE-I)
ACE-I harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri c 40 % kecuali
ada kontraindikasi. ACE-I memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukti A).
a. Indikasi pemberian ACE-I
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri c 40 %, dengan atau tanpa gejala
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri > 40 % dengan tanda dan gejala gagal
Jantung

b. Kontraindikasi pemberian ACE-I


• Riwayat angioedema
• Stenosis renal bilateral
• Stenosis aorta berat
• Kadar kalium serum >5,5 mmol/L
• Serum kreatinin > 2,5 mg/dL (relatif)

c. Cara pemberian ACE-I pada gagal jantung (Tabel 4.2)


Inisiasi pemberian ACE-I
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
• Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2
minggu setelah terapi ACE-I Naikkan dosis secara titrasi
Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2-4 minggu.
• Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia. Dosis titrasi dapat dinaikan lebih
cepat saat dirawat di rumah sakit
• Jika tidak ada masalah di atas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat di
toleransi (Tabel 4.7)
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis target atau yang dapat
ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali

2. PENYEKAT RESEPTOR 8
a. Indikasi pemberian penyekat 8
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri c 40 % dengan atau tanpa gejala gagal
jantung
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri > 40 % dengan tanda dan gejala gagal
jantung
• Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
• ACE-I/ARB/ARNI (dengan atau tanpa antagonis aldosteron) sudah
diberikan
• Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak
ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
b. Kontraindikasi pemberian penyekat 8
• Asma berat
• Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindrom sinus sakit (tanpa
pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi <50x/menit)
c. Cara pemberian penyekat 8 pada gagal jantung (Tabel 4.2)
• Inisiasi pemberian penyekat 8
• Penyekat 8 dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada
pasien dekompensasi secara hati-hati. Dosis awal lihat Tabel 4.7 Naikan dosis secara titrasi
• Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2-4 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan
gagal jantung, hipotensi simtomatik atau bradikardi (nadi <50x/menit)
• Jika tidak ada masalah diatas, naikkan dosis penyekat 8 sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat di
toleransi (Tabel 4.7)
d. Efek yang tidak menguntungkan yang dapat timbul dari
• pemberian penyekat 8:
• Hipotensi simtomatik
• Perburukan gagal jantung
• Bradikardi
3. ANTAGONIS ALDOSTERON
A. Indikasi pemberian antagonis aldosterone
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri c 40 %
• Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III - IV NYHA)

B. Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron


• Konsentrasi serum kalium > 5,5 mmol/L
• Serum kreatinin > 2,5 mg/dL (relatif)
• Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
• Kombinasi ACE-I dan ARB atau ARNI

C. Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung (Tabel 4.2)
Inisiasi pemberian spironolakton
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
• Naikan dosis secara titrasi
• Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 - 8 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi
perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia
• Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah menaikkan dosis
• Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat
di toleransi (Tabel 4.7)

d. Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian spironolakton:


• Hiperkalemia
• Perburukan fungsi ginjal
• Nyeri dan/atau pembesaran payudara
4. ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi
ventrikel kiri c40% yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACE-I dan penyekat 8 dosis optimal, kecuali terdapat
kontraindikasi, dan juga mendapat antagonis aldosteron

a. Indikasi pemberian ARB


• Fraksi ejeksi ventrikel kiri c 40 %
• Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan
sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran pada
ACE-I
• ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal,
hiperkalemia,
dan hipotensi simtomatik sama seperti ACE-I, tetapi ARB sedikit
menyebabkan batuk
b. Kontraindikasi pemberian ARB
• Sama seperti ACE-I, kecuali angioedema
• Pasien yang diterapi ACE-I dan antagonis aldosteron bersamaan
• Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial bila ARB
digunakan
bersama ACE-I
5. ANGIOTENSIN RECEPTOR–
c. Cara pemberian ARB pada gagal jantung (Tabel 4.3)
NEPRILYSIN INHIBITOR (ARNI) =
Inisiasi pemberian ARB
Sacubitril/ valsartan
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
Pada pasien yang masih simtomatik
• Dosis awal lihat Tabel 4.7 Naikan dosis secara titrasi
dengan dosis pengobatan ACE-I/ARB,
• Pertimbangkan menaikkan dosis secara titrasi setelah 2-4
penyekat 8, dan MRA, dapat juga
minggu. Jangan naikkan dosis jika terjadi perburukan fungsi
diberikan terapi baru sebagai pengganti
ginjal atau hiperkalemia
ACE-I / ARB yaitu Angiotensin
• Jika tidak ada masalah di atas, dosis dititrasi naik sampai dosis
Receptor–Neprilysin Inhibitor (ARNI)
target atau dosis maksimal yang dapat ditoleransi (Tabel 4.7)
yang merupakan kombinasi molekuler
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah
valsartan- sacubitril. Sacubitril
mencapai dosis target atau yang dapat ditoleransi dan
merupakan penghambat enzim nefrilisin
selanjutnya tiap 6 bulan sekali
yang akan menyebabkan memperbaiki
d. Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat
remodeling miokard, diuresis dan
pemberian ARB: • Sama seperti ACE-I, kecuali ARB sedikit
natriuresis serta mengurangi
menyebabkan batuk.
vasokontriksi, retensi cairan dan garam.

6. IVABRADINE
7. HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)
a. Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
• Pengganti ACE-I/ARB/ARNI jika tidak dapat ditoleransi
• Sebagai terapi tambahan ACE-I jika ARB atau antagonis
aldosteron
tidak dapat ditoleransi
• Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan
ACE-
I/ARB, penyekat 8 dan atau antagonis aldosteron
b. Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
• Hipotensi simtomatik
• Sindrom lupus
• Gagal ginjal berat
c. Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung
(Tabel 4.3) Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN
• Dosis awal: hydralazin 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari
• Naikkan dosis secara titrasi
• Pertimbangkan menaikkan dosis secara titrasi setelah 2 - 4
minggu
• Jangan naikkan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik
• Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target
(hydralazin 50 mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)
d. Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat
pemberian kombinasi
H-ISDN:
• Hipotensi simtomatik
• Nyeri sendi atau nyeri otot
8. DIGOXIN 9. DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal
jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan
bukti B

2.10 Prognosis
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit (CDC), pada Desember 2015, tingkat
kematian terkait gagal jantung menurun dari 103,1
kematian per 100.000 penduduk pada tahun 2000
menjadi 89,5 pada tahun 2009 tetapi kemudian
meningkat menjadi 96,9 pada tahun 2014. Mereka
mencatat bahwa tren berkorelasi dengan pergeseran
dari penyakit jantung koroner sebagai penyebab
kematian akibat gagal jantung menjadi penyakit
metabolik dan penyebab gagal jantung nonkardiak
lainnya seperti obesitas, diabetes, keganasan,
penyakit paru kronis, dan penyakit ginjal. Tingkat
kematian setelah rawat inap untuk gagal jantung
diperkirakan sekitar 10% pada 30 hari, 22% pada 1
tahun, dan 42% pada 5 tahun. Ini dapat meningkat
hingga lebih dari 50% untuk pasien dengan NYHA
kelas IV, gagal jantung stadium D. (Ahmad,2022)
2.9 Edukasi
A. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan
bagaimana mengenal serta upaya bila timbul
keluhan, dan dasar pengobatan.
B.Edukasipoladiet,kontrolasupangaram,airdankebias
aanalkohol.
C. Monitorberatbadan,hati-
hatidengankenaikanberatbadanyangtiba-tiba.
D. Mengurangi berat badan pada pasien dengan
obesitas. (Setiati, Alwi, Sudoyo, & M
Simadibrata, 2014)

Anda mungkin juga menyukai