Anda di halaman 1dari 45

TUGAS SEMESTER KHUSUS

BLOK SISTEM GASTROINTESTINAL, HEPATOBILIER DAN


PANKREAS

DISUSUN OLEH :

Naura Thifal Baihaqi (6130019075)

DOSEN PEMBIMBING

dr. Ardyarini Dyah Savitri, Sp.PD

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................. 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4

KESIMPULAN.................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................... Error! Bookmark not defined.

1
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit infeksi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri


dan protozoa. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dikenal sebagai disentri basiler
yang disebabkan oleh bakteri shigella, sedangkan infeksi yang disebabkan oleh
protozoa dikenal sebagai disentri amuba. Adapun yang dimaksud dengan penyakit
infeksi saluran pencernaan yang dapat menyebabkan diare adalah buang air besar
dengan tinja yang berbentuk cair atau lunak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam
24 jam.

Penyebab diare yang terpenting dan tersering adalah Shigella, khususnya S.


flexneri dan S. dysenteriae. Entamoeba histolytica (E. histolytica) merupakan
penyebab disentri pada anak yang usianya di atas lima tahun dan jarang ditemukan
pada balita. 1, 3 Disentri amuba adalah penyakit infeksi saluran pencernaan akibat
tertelannya kista E. histolytica yang me-rupakan mikroorganisme anaerob bersel
tunggal dan bersifat pathogen.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ) tahun 2007 menunjukkan


prevalens nasional diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan
responden) adalah 9%. Ada 14 provinsi yang prevalensinya di atas prevalens
nasional, tertinggi adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,9%) dan
terendah adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (4,2%). Distribusi
berdasarkan kelompok umur, prevalens diare tertinggi terdapat pada Balita sebesar
16,7%. Prevalens diare 13% lebih banyak terdapat di daerah perdesaan
dibandingkan dengan daerah perkotaan. Dalam hal mortalitas, penyebab
kematian karena diare dengan proporsi kematian untuk seluruh kelompok umur
sebesar 3,5%, berada dalam urutan 13 dari 22 penyebab kematian baik penyakit
menular atau pun penyakit tidak menular. Jika dikelompokkan berdasarkan
kelompok penyakit menular maka proporsi kematian karena diare adalah sebesar
13,2% yang berada pada urutan ke 4 dari 10 penyebab kematian. Penyebab
kematian karena diare tertinggi pada kelompok usia 29 hari - 11 bulan (31,4%) dan
usia 1-4 tahun (25,2%). Selama tahun 2008 dilaporkan telah terjadi KLB diare pada
15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 8.443 orang, meninggal 209 orang

2
(Case Fatality Rate/CFR = 2,48%).5 Dari data-data tersebut di atas; tampak bahwa
diare, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa; masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat utama yang perlu penanganan dan kajian dari
berbagai aspek. Penyebab kesakitan dan kematian akibat diare di lndonesia tidak
dapat diketahui secara spesifik apakah disebabkan oleh virus, bakteri atau protozoa.
Hal ini dikarenakan, sebagian besar diagnosis yang dilakukan oleh tenaga medis
tidak berbasiskan hasil pemeriksaan laboratorium tetapi hanya berdasarkan
diagnosis klinis. Diketahuinya dengan pasti prevalens penyebab diare oleh protozoa
adalah dari hasil penelitian atau hasil pemeriksaan laboratorium para penderita
rawat inap di rumah sakit.

Sebagai salah satu penyebab diare, E. histolytica pertama kali ditemukan


oleh Losch pada tahun 1875 dari tinja seorang penderita diare di Leningrad, Rusia.
Pada saat otopsi, Losch menemukan E. histolytica bentuk trofozoit dalam usus
besar, namun Losch tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan
kelainan ulkus usus tersebut. 6,7,8 Tahun 1890, Sir William Osler melaporkan
untuk pertama kali adanya kasus amebiasis di Amerika Utara pada tinja seorang
pasien. Pada tahun 1893 Quiche dan Roos menemukan E. histolytica bentuk kista,
selanjutnya pada tahun 1903 oleh Schaudinn species tersebut diberi nama E.
histolytica yang dapat dibedakan dengan Entamoeba coli (E. coli). Dari hasil
eksperimen Walker dan Sellards di Filipina pada tahun 1913, diketahui bahwa E.
histolytica merupakan parasit komensal yang ada di dalam usus besar. Dobell pada
tahun 1925 menemukan siklus hidup E. histolytica. 6,7 Imperato (1981) melakukan
penelitian mendalam terhadap E. histolytica dan dapat membedakannya dari E. coli,
dalam hal morfologi dan patogenesisnya. (Anorital, 2011)

3
BAB II
PEMBAHASAN MATERI INFEKSI SALURAN CERNA

1. Dispepsia
Definisi
Dispepsia adalah penyakit yang tidak menular saluran pencernaan namun
banyak terjadi di kalangan masyarakat di dunia. Sindrom dispepsia berupa
kumpulan gejala atau sindrom rasa dari nyeri atau rasa tidak nyaman di lambung,
mual, muntah, kembung, mudah kenyang, rasa perut penuh, sendawa berulang atau
kronis. Keluhan yang timbul biasanya berbeda pada tiap individu penderita.

Penyebab
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat
organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena
terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas,
kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat
dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis
makanan tertentu. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah:
1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan
bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah
(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat
lambung terasa penuh atau bersendawa terus.
4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya
dispepsia, seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi.
Minuman jenis ini dapat mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.
5. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs
(NSAID) misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani & Mariappan,
2011).
6. Pola makan, pola makan yang tidak teratur ataupun makan yang terburu-
buru dapat menyebabkan terjadinya dyspepsia.
Klasifikasi
Dispepsia terbagi menjadi dua golongan yaitu dispepsia organik atau yang
sering disebut dengan dispepsia struktural dan dispepsia non-organik atau yang
sering disebut dengan dispepsia fungsional. Dispepsia organik terjadi karena

4
adanya kelainan organik. Pada dispepsia organik terlihat kelainan yang nyata
terlihat pada endoskopi terhadap organ saluran pencernaan seperti ulkus peptik
atau yang dikenal dengan tukak peptik, gastritis, stomach cancer, gastro esophageal
reflux disease (GERD), hiperasiditas. Dispepsia non organik tidak ditemukan
adanya kelainan saat dilakukan pemeriksaan fisik dan endoskopi, hanya ditandai
dengan nyeri atau tidak nyaman perut bagian atas yang kronis atau berulang.
Awalnya dispepsia fungsional dibedakan menjadi 3 golongan yaitu ulcer-
like,reflux-like, dan dysmotility-like. Namun karena lebih banyak gejala dipicu
oleh konsumsi makanan (80%) maka penggolongan dyspepsia fungsional saat ini
dibagi menjadi dua yaitu Sindrom Nyeri Epigastrium (nyeri epigastrium atau rasa
terbakar) dan Sindrom Distress Postprandial (rasa penuh pasca-makan dan cepat
kenyang).

5
Terapi

Terapi Farmakologi

1. Antihiperasiditas
a. Antasida
Golongan antasida ini termasuk yang mudah didapat dan
murah. Antasida akan menetralisir sekresi asam lambung.
Antasida biasanya mengandung zat yang tidak larut dalam air
seperti natrium bikarbonat, Al (OH)3, Mg (OH)2, dan magnesium
trisiklat (kompleks hidrotalsit). Pemberian antasida tidak dapat
dilakukan terus-menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk
mengurangi nyeri. Magnesium trisiklat merupakan adsorben
nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare
karena terbentuk senyawa MgCl2. Zat magnesium bersifat
pencahar sehingga menyebabkan diare sedangkan aluminium
menyebabkan konstipasi oleh sebab itu kedua zat ini
dikombinasikan.
b. NaHCO3
Antasida jenis ini larut dalam air dan bekerja cepat,
Namun zat utama NaHCO3 dapat menyebabkan darah bersifat
basa (alkalosis) jika dosisnya berlebih. Terlepasnya senyawa
karbondioksida dari kompleks obat ini dapat mennyebabkan
sendawa.
c. Kombinasi Bismut dan Kalsium
Kombinasi antara Bi dan Ca dapat membentuk lapisan
pelindung pada lesi di lambung. Namun obat ini dijadikan pilihan
terakhir karena bersifat neurotoksik yang menyebabkan kerusakan
otak dengan gejala kejang-kejang dan kebingungan aatau yang
dikenal dengan ensefalopati. Selain itu, dapat menyebabkan
konstipasi, dan kalsium dapat menyebabkan sekresi asam
lambung yang berlebih. Kelebihan kalsium dapat menyebabkan
hiperkalsemia.
d. Sukralfat

6
Golongann sukralfat yang sering dikombinasikan dengan
aluminium hidroksida, dan bismuth koloidal dapat digunakan
untuk melindungi tukak lambung agar tidak teriritasi asam
lambung dengan membentuk lapisan dinding pelindung.
2. Antikolinergik
Obat yang termasuk golongan ini obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin yang bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan sekresi asam lambung sekitar 28% sampai 43%. Kerja obat
pirenzepin tidak spesifik dan juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Obat yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, nizatidin,
roksatidin, dan famotidin. Ranitidin merupakan yang paling banyak
digunakan dalam pemilihan obat golongan ini, namun telah ditarik dari
peredaran karena adanya N-Nitrosodimethylamine (NDMA) pemicu
kanker. Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia
organik atau esensial seperti tukak peptik dengan mekanisme
penghambatan reseptor H2 sehingga sekresi asam lambung berkurang.
4. Proton pump inhibitor (PPI)
Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeprazol,
esomeprazol lansoprazol, dan pantoprazol. Golongan obat ini mengatur
sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam
lambung pada pompa proton yang merupakan tempat keluarnnya proton
(ion H+).
5. Sitoprotektif
Obat yang termasuk golongan ini prostaglandin sinetik seperti
misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat siroprotektif
juga dapat menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat
berfungsi meningkatkan prostaglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mucus, dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan
protektif yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran
cerna bagian atas.
6. Golongan prokinetic
Obat yang termasuk golongan ini yaitu cisapride, domperidon, dan
metoclopramide. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia

7
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki asam lambung.
7. Golongan anti depresi
Obat yang termasuk golongan ini adalah golongan trisiclic
antidepressants (TCA) seperti amitriptilin. Obat ini biasanya dibutuhkan
psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti depresi dan cemas) pada pasien
dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan cemas dan depresi. Pengobatan
untuk dispepsia fungsional masih belum jelas. Beberapa pengobatan yang
telah didukung oleh bukti ilmiah adalah pemberantasan helicobacter
pylori, PPI, dan terapi psikologi. Pengobatan yang belum didukung bukti:
antasida, antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, antagonis
reseptor H2, misoprostol, golongan prokinetik, selective serotonin-
reuptake inhibitor, sukralfat, dan antidepresan.

Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk penanganan


kasus dyspepsia yaitu:

1. Mengurangi stress
Stress berlebihan dapat menyebabkan produksi asam lambung
meningkat, sehingga dapat memicu dispepsia. Istirahat yang cukup dan
melakukan kegiatan yang disukai dapat meminimalisir stress.
2. Mengatur pola hidup sehat
Pola hidup yang sehat dapat dilakukan dengan olahraga secara
teratur, menjaga berat badan agar tidak obsesitas, menghindari berbaring
setelah makan, makan banyak terutama pada malam hari, merokok,
menghindari makanan yang berlemak tinggi dan pedas serta menghindari
minuman yang asam, bersoda, mengandung alkohol dan kafein.
3. Terapi hangat /dingin
Terapi kompres hangat Warm Water Zack (WWZ) dilakukan
dengan menggunakan botol karet yang berisi air hangat kemudian
diletakan pada bagian perut yang nyeri.
4. Terapi Komplementer

8
Terapi komplemeter berguna untuk mengurangi nyeri yang terjadi
pada lambung. Terapi ini dapat dilakukan dengan terapi aromaterapi,
mendengar music, menonton televisi, memberikan sentuhan terapeutik,
dan teknik relaksasi nafas dalam.
2. Gastritis
Definisi
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat
akut, kronik, difus atau lokal yang disebabkan oleh infeksi bacterial
Helicobacter pylori ataupun beberapa bahan yang sering dimakan dapat
menyebabkan rusaknya sawar mukosa pelindung lambung (Wijaya & Putri,
2013) (Maidartati, 2021).
Etiologi:
• Infeksi H.Pylori
• Obat NSAID
• Virus : enteric rotavirus, calivirus, cytomegalo virus
• Jamur: candida species, Histoplasma capsulatum
Diagnosis:
• Tanpa gejala – Dispepsia
• Pemeriksaan fisik : t.a.k
• Endoskopi dan histopatologi : eritema, eksudatif, flat erosion, raised
erosion perdarahan, oedematous rugae), kuman HP
Pembagian:
• Gastritis Akut
• Gastritis Kronis (HP):
o Gastritis kronik non atropi predominasi antrum tukak
duodenum
o Gastritis Kronik atropi multifocal dysplasia epitel mukosa
dan karsinoma gaster
o Gastritis kronik atrofik predominasi korpus = gastritis kronik
autoimun anemia pernisiosa, defisisensi besi kasinoma
gaster tipe intestinal

Terapi:

9
• Eradikasi kuman HP (tukak peptikk, MALT Lymphoma) :
antibiotic, PPI, kobalamin
3. Infeksi Helicobacter Pylori dan Penyakit Gastroduodenal
Helicobacter pylori
Helicobacter pylori merupakan bakteri Gram negatif berbentuk
spiral dan bersifat mikro-aerofilik. Organisme ini mempunyai flagella,
ketebalan organisme ini 0,6 mm dengan panjang 1,5 panjang gelombang
(lambda). Helicobacter pylori dapat tumbuh dengan baik pada suhu 35-370
C, dan memproduksi enzim katalase, cytochrome oxidase, urease, alkaline
phosphatase, dan glutamyl transpeptidase. Bakteri ini berkolonisasi didalam
lambung manusia dan menyebabkan infeksi mukosa yang berat, serta
respon imun lokal maupun sistemik.

Manifestasi Klinis Infeksi HP

Manifestasi Klinis :

1. Asimtomatik
2. Dispepsia Fungsional
3. Tukak Peptik (TD: 100%, TL: 80-90%)
4. Gastritis akut Gastritis
5. Kronis (40%)
6. Keganasan Lambung

Diagnosis Infeksi HP

10
Tujuan:

1. Untuk menetapkan adanya infeksi


2. Untuk mengamati tercapainya eradikasi
Cara:
1. Non invasif :
Serologi (IgG dan IgA antiHP), Urea Breath Test (gold standard),
stool test, urine test
2. Invasif : Rapid Urease Test, Histologi, kultur, PCR
Syarat: bebas antibiotik dan PPI selama 2 minggu

Terapi Infeksi HP
1. Sangat dianjurkan:
Ulkus peptikum, MALT lymphoma gaster keganasan rendah,
riwayat keluarga kanker lambung, gastritis kronik aktif, pasca resesksi
kanker lambung, gastritis atrofik
2. Dianjurkan:
Keinginan pasien, dyspepsia fungsional, gastropati NSAID, GERD
dengan terapi PPI jangka panjang
3. Eradikasi HP memberikan kesembuhan jangka panjang terhadap gejala
dispepsia:
Studi cross sectional RSCM 2010: perbaikan gejala 76 % dan 81%
pasien HP negatif (UBT)
Syam AF dkk : triple therapy (rabeprazoole, amoksisilin,
klaritromisin) 7 hari lebih baik dari 5 hari

4. Tukak gaster
Penyakit ulkus peptikum (PUD) adalah salah satu gangguan
gastrointestinal yang telah umum terjadi dengan pengeluaran perawatan
kesehatan yang paling tinggi. Ulkus peptikum atau tukak lambung
mempunyai prevalensi berkisar antara 11-14% pada laki-laki, sedangkan
sebesar 8-11% pada wanita. Prevalensi penyakit ini di Indonesia ialah 6-
15% dengan rataan usia antara 20-50 tahun. Menurut data yang diperoleh

11
Raehana dari WHO, kematian akibat ulkus peptikum sebesar 1.081 atau
0,08% dari total keseluruhan kematian di Indonesia. Terdapat beberapa
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya resiko PUD yang telah
diidentifikasi antara lain penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID), infeksi Helicobacter pylori, penyalahgunaan alkohol, merokok,
dan stress fisik.
• Terputusnya kontinuitas mukosa lambung
• Penyebab : HP dan NSAID
• Gejala : dyspepsia
• Pemeriksaan fisik: nyeri di ulu hati, kiri garis tengah perut :
peritonitis (sangat nyeri, nyeri tekan perut, BU -)
• Pemeriksaan lab : t.a.k
• Radiologi :
o Barium meal
o Endoskopi + Biopsi

• Komplikasi : dehidrasi, gastric outlet obstruction, stenosis pylorus,


perdarahan – perforasi

NSAID
• Inhibisi terhadap COX-1
• Inhibisi thromboxane A2
• COX-1 berperan dalam sintesis prostaglandin yang penting untuk
produksi mucus, bikarbonat dan menjaga aliran darah ke mukosa
gaster
• Tromboxane A2 berperan dalam menjaga fungsi trombosit dalam
menjaga fungsi homeostasis
Diagnosis
• Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
o Riwayat NSAID
o Keluhan dyspepsia : nyeri setelah makan
• Laboratorium
o Anemia

12
o Pemeriksaan HP
• Endoskopi : pasien dengan alarm symptoms
Terapi:
1. Non medikamentosa: istirahat (stress realease), Diet (lunak, stop
rokok, alcohol), hindari obat penghilang nyeri
2. Medikamentosa: antasida, penangkal kerusakan mucus
3. Operasi :
Elektif : tukak refrakter
Darurat : perdarahan, perforasi, stenosis pilorik
Tukak gaster dengan curiga ganas

Penangkal kerusakan mucus:


1. Koloid bismuth
2. Sukralfat
3. AH2
4. PPI
5. Prostaglandin

5. Tukak Duodenum
• Penyebab : HP dan Sindrom Zoliinger Elison
• Gejala : hunger pain food relief
• Faktor agresif : H.P, NSAID
• Faktor defensive :
• Pre epitel : mucus dan bikarbonat, mucoid cap, fosfolipid
• Epitel : seluler tight junction, prostaglandin. Faktor
pertumbuhan, NO, transporter asam basa
• Subepitel : aliran darah, prostgalndin
• Pemeriksaan Fisik : t.a.k
• Diagnosis: endoskopi saluran cerna atas + biopsy (HP), foto barium
kontras ganda
• Komplikasi: Perdarahan, perforasi, penetrasi tukak, gastric outlet
obstruction, keganasan dalam duodenum (jarang)

13
• Tatalaksana:
• Non farmakologi: makan dalma jumlah sedkit tapi sering,
makanan yang merangsang produksi asam lambung
• Farmakologi : sama seprti tukak lambung
6. Penyakit Refluks Esofagitis
• Penyakit pencernaan lambung mengalami refluks ke esophagus
tidak enak di substernal (heart burn)
• Mekanisme :
• Tonus Basal LES lemah
• Respon LES tidak adekuat terhadap peningkatan tekanan
intraabdomen
• Episode relaksasi LES yang sepintas
• Pengisian lambunng yang berlebih
• Keterlambatan pengosongan lambung
• Konsumsi makanan yang menurunkan tekanan LES
(lemak, alcohol, kopi)
• Hiatus hernia
• Peningkatan tekanan intraabdominal (obesitas, hamil)
• Mengakibatkan refluk esophagitis Barrett’s Esofagus
• Refluks esophagitis: kontak yang lama bahan refluksat dengan
mukosa esophagus, penurunan resistensi mukosa esophagus
• Bersihan asam dari esophagus: gravitasi, peristaltic, eksresi air
liur dan bikarbonat
• Mekanisme:
o Refluks spontan saat relaksasi LES tidak adekuat
o Aliran retrogad yang mendahului kembalinya tonus LES
setelah menelan
o Meningkatnya tekanan intraabdomen
• Manifestasi klinis:
• Heartburn, disfagia 🡪 odinofagia
• Mual, regurgitasi, rasa pahit di lidah

14
• Rasa tidak enak retrosternal (DD/ angina pectoris)
• Gejala ekstra esophageal: nyeri dada non kardiak, sura
serak, laryngitis, batuk karena aspirasi, bronkiektasis,
asma

• Diagnosis:

▪ Endoskopi (standard baku) : mucosal break esophagus


DD/ NERD (non erosive reflux disease) ,DD/ Barret’s
esophagus : pemeriksaan histoPA
▪ Esofagografi Barium : hanya kasus berat: penebalan
dinding, lipatan mukosa, ulkus, penyempitan lumen 🡪
stenosis esophagus, hiatus hernia
▪ Pemantauan pH 24 jam (mikroelektroda pada distal
esophagus)
▪ Tes Bernstein (larutan Nacl – larutan HCl 0,1 M)
▪ Manometri esophagus
▪ Sintigrafi gastroesofageal
▪ Tes PPI : PPI dosis tinggi selama 1 – 2 minggu
▪ Tatalaksana:
• Modifikasi gaya hidup
o Posisi kepala lebih tinggi, stop rokok dan
alcohol (tonus LES turun), kurangi

15
konsumsi lemak dan jumlah yang
dimakan, turunkan BB untuk menurunkan
tekanan intraabdomen, hindari makanan
yang bisa meningkatkan sekresi asam
(coklat, the, mint, kopi, soda), hindari obat
penurun tonus LES (antikolinergik,
antagonis calcium, progesteron.,
diazepam, opiate)
o Medikamentosa : antasida, AH2,
prokinetik, sitoprotektor, PPI
o Terapi bedah : fundoplikasi
o Endoskopi
▪ Tujuan : menyembuhkan lesi esophagus, hilangkan
gejala, cegah kambuh, perbaiki kualitas hidup, cegah
komplikasi
▪ Komplikasi:
• Ulserasi
• Striktur esophagus
• Esofagus Barret

7. Diare
Diare adalah pengeluaran kotoran tinja dengan frekuensi meningkat
(tiga kali dalam sehari) dengan perubahan konsistensi tinja menjadi lembek
atau encer, dengan atau tanpa darah/lendir dalam tinja tersebut.
Berdasarkan data WHO tahun 2019, diare menjadi penyebab
menurunkan usia harapan hidup sebesar 1,97 tahun pada penderitanya, di
bawah penyakit infeksi saluran pernapasan bawah (2,09 tahun). Secara
global pada tahun 2016, air minum yang tidak sehat, sanitasi buruk, dan
lingkungan kurang bersih menjadi faktor utama terhadap kematian 0,9 juta
jiwa termasuk lebih dari 470.000 kematian bayi yang diebabkan oleh diare.
Oleh karena itu, diare menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah bahkan
organisasi dunia untuk menanggulanginya. (Andika Agus Iryanto, 2021)

16
• BAB dengan faeces bentuk cair atau setengah cair, kandungan tinja lebih
banyak
• BAB > 3 kali sehari
• Akut : < 14 hari
• Persisten : 14 – 30 hari
• Kronis : > 1 bulan (DD/ Inkontinensia fekal)
• Gastroenteritis : diare + mual dan muntah
• Osmotik – Sekresi – Inflamasi – Dismotilitas

Diare Akut

1. Dapat disebabkan karena mikroorganisme (bakteri, virus, protozoa,


helmith)
2. Bakteri terbanyak : E.Coli, shigella sp, v. cholera
3. Enterotoxigenic E. Coli (ETEC) menyebabkan diare perjalanan
Enteroinvasive E.Coli (EIEC) meneybablam diare berdarah
(disentri)
4. Kolera : diare berat, yang dapat berakibat dehidrasi
5. Rotavirus : penyebab terbanyak diare akut
6. Shigelosis : disentri
7. Amoebiasis : bisa dengan komplikasi colitis amoebiasis dan abses
hati

Pemeriksaan Diare Akut

1. Darah Rutin : infeksi / inflamasi


2. Fungsi ginjal dan elektrolit
3. Serologis serum : untuk amoebiasis
4. Pemeriksaan tinja perlu bila dicurigai disebabkan karena infeksi:
Ada demam , Post perawatan RS dan diberikan antibiotika, Diare
persisten (> 14 hari), Diare profus yang dicurigai kolera, Dehidrasi ,
Disentri

Tatalaksana

17
• Cegah dehidrasi
• Antidiare :
o Loperamid (obat antimotilitas) untuk mengurangi frekuensi
diare)
o Adsorbent seperti kaolin pectin, activated charcoal,
attalpugit)
• Probiotik
• Antibiotika

Diare Kronis

• Diare lebih dari 1 bulan


• Ada 5 jenis:
o Diare Osmotik
o Diare Sekresi
o Diare Inflamasi
o Diare Steatorea
o Diare Dismotilitas

Diare Osmotik

• Terjadi karena adanya substansi yang sulit diabsorbsi dalam lumen


usus
• Penyebab tersering : defisiensi disakarida, penyalahgunaan laksatif

Diare Sekresi

• Terjadi karena gangguan transport ion di enterosit, dimana sekresi


ion intestinal meningkat dan menurunnya absorbs ion sehingga
retensi air di lumen meningkat
• Ciri : diare tidak berubah dengan puasa

Diare Inflamasi

18
• Inflamasi akan menyebabkan kerusakan dinding usus dan
meningkatkan sekresi cairan yang berlebih
• Inflamasi akan mengganggu proses absorbs dan digesti
• Inflamasi menyebabkan penurunan aliran darah ke usus sehingga
terjadi iskemia mesenterium

Diare Steatorea

• Diare yang mengandung lemak


• Asam Empedu membantu pencernaan lemak dengan membuatnya
mudah larut dalam air sehingga mudah diserap
• Asam empedu yang berlebihan ke dalam lumen usus akan
merangsang sekresi air di lumen kolon secara berlebihan, sehingga
menyebabkan diare steatorea

Diare Dismotilitas

• Terjadi karena meningkatnya waktu transit usus atau menurunnya


waktu kontak dengan mukosa usus

Pemeriksaan Penunjang

• Darah Rutin
• Fungsi kelenjar tiroid
• Analisis tinja : fecal occult blood test untuk diare inflamasi
• Pengecatan sudan
• Kultur tinja : untuk diare infeksi (clostridium deficille,
cytomegalovirus, tuberculosis, Entamoeba hystolytica)
• Endoskopi
• Foto polos abdomen dan CT scan abdomen

8. Irritable Bowel Syndrome

• Nyeri perut, distensi, gangguan defekasi tanpa kelainan organic

19
• Pemeriksaan fisik dan lab : tak spesifik
• Banyak pada perempuan
• Penyebab : gg.motilitas, intolerenasi makanan, abnormalitas
senssoris, hipersensitivitas visceral, paska infeksi usus
• Kriteria IBS (Rome III):

Nyeri atau tidak nyaman di perut, berulang 3 hari per bulan selama
3 bulan disertai gejala (2 dari 3):

1. Membaik dengan defekasi


2. Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi defekasi
(diare atau konstipasi)
3. Onset berhubungan dengan bentuk feses

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus, tanpa abnormalitas


struktur maupun biokimia

• Kriteria Manning:

1. Feses cair pada saat nyeri


2. Frekuensi Bab bertambah saat nyeri
3. Nyeri berkurang setelah BAB
4. Abdomen distensi

Dua gejala tambahan:

5. Lendir saat BAB


6. Perasaan tidak lampias saat BAB

• Klasifikasi:

a. IBS predominan nyeri


b. IBS predominan diare
c. IBS predominan konstipasi
d. IBS alternating pattern

20
• Diagnosis banding:

a. Kanker kolorektal
b. IBD
c. Infeksi usus
d. Obstruksi mekanik
e. Maldigesti – malabsorbsi
• Tatalaksana:

a. Modifikasi diet :
a. Serat dan air serta aktivitas tinggi untuk konstipasi
b. Makanan : gandum, susu, kafein, coklat
b. Psikoterapi : rasa cemas tinggi, kendali stress
c. Obat – obatan : simptomatik, obat antiansietas

▪ Antispasmodik (mebeverine 3 x 135 mg, hoisin N-


butilbromida 3 x 10 mg)
▪ Laksatif osmotic: laktulosa, magnesium hidroksida
🡪jangan laksatif stimulant
▪ Loperamide 2 – 16 mg perhari

9. Inflammatory Bowel Disease

▪ Penyakit inflamasi kronik pada saluran cerna, kambuh remisi


relaps (obat / spontan)
▪ Penyebab: ?
• Genetik
• Pencetus: dapat diawali oleh infeksi, toksin, produk bakteri,
diet
• Merokok: PC ,namun protektif untuk CU
• Disregulasi respon imun mukosa terhadap mikroba
pada host yang rentan – lingkungan
▪ Terdiri atas:
• Kolitis Ulseratif

21
• Penyakit Chrons
• Indeterminate Kolitis
▪ Gambaran klinik: diare kronik dan nyeri perut (mucus atau
darah)
• Manifestasi ekstraintestinal : artritis, uveitis,
pyoderma gangrenosum, eritema nodosum,
kolangitis
• Gangguan nutrisi
▪ Kolitis Ulseratif (KU) :
• Kolon, difus, mukosa
▪ PC :
• Pada semua saluran cerna dari mulut s/d rektal
• Transmural (semua lapisan) 🡪 perforasi, fibrosis,
fistulasi, abses, striktur
▪ Pemeriksaan lab : tak ada yang spesifik (DD/ infeksi : bakteri
dalam feses)
▪ Alur diagnosis:
• Anam : perjalanan penyakit akut disertai eksaserbasi,
diare berdarah, nyeri perut, riw.keluarga
• Gambaran klinik : keadaan umum, teraba massa,
nyeri tekan perut, perubahan suara usus, pemeriksaan
ekstraintestinal
• Lab : singkirkan kemungkinan infeksi (faeces rutin,
kultur faeces)
• Endoskopik : histoPA
• Radiologi (barium kontras ganda): lesi striktur,
fistulasi, dilatasi toksik
▪ Perjalanan klinik: akut - remisi – eksaserbasi
▪ DD/ colitis infeksi, iskemia, radiasi
▪ Terapi : hambat inflamasi
• Terapi umum : antibiotic (metronidazole atau
ciprofloxacin) 🡪 PC, lavase usus, ikat produksi

22
bakteri, istirahatkan usus, pola makan (hindari wheat,
cereal yeast, produk ternak)
• Steroid : prednisone, MP (oral) atau steroid enema,
steroid pareneteral Budesonide (oral atau enema) :
steroid non sistemik 40 – 60 mg prednisone
• Asam amino salisilat : sulfasalazine : sulpiridin + 5-
ASA (anti inflamasi) 5-ASA murni : salofalk 2 – 4
gram / hari
• Golongan imunosupresif : 6MP, azatioprim,
siklosporin, metotreksat, anti TNF Bedah : bila gagal
terapi

▪ Komplikasi:
• Perforasi usus
• Stensosi usus
• Megakolon toksik
• Perdarahan
• Degenerasi maligna
• Anemia akibat malabsorbsi

10. Perdarahan Gastrointestinal

Perdarahan Saluran Cerna

• Hematemesis : muntahan seperti kopi (asam lambung) – segar (aktif)

23
• Melena: berak hitam lengket, busuk
• Hematoskezia : berak darah segar (cepat & banyak)

Perdarahan Saluran Cerna Atas

• Perdarahan varises – non varises


• Penyebab :
o Bersumber dari esofagus sampai ligamntum Treitz
(proksimal jejunum)
o Varises esophagus pecah, gastritis erosive, ulkus peptikum,
Mallory Weiss tear, esophagitis – ulkus esophagus, kanker
gaster
o Sistemik : gangguan vaskuler
• Manifestasi :
o Hematemesis
o Melena
o Heamtoschezia (perdarahan >>)

Diagnosis

• Anamnesis : keluhan utama, riwayat obat, riwayat penyakit


keluarga, konsumsi alcohol, riwayat hepatitis
• Pemeriksaan Fisik : hemodinamik, tanda perdarahan, tanda penyakit
hati kronis, colo dubur
• Penunjang: darah rutin, faal hati – ginjal, rasio BUN – SK

Tatalaksana

• Stabilisasi hemodinamik
• Endoskopi diagnostic – terapeutik
• Pipa nasogastric : kumbah lambung dengan air suhu kamar
• PPI
• Somatostatin dan Octeotride untuk menurunkan produksi asam
lambung dan aliran darah splanknik (Ardyarini, 2022)

24
• Beta blocker dan ligase sebagai pencegahan

Perdarahan Saluran Cerna Bawah

• Perdarahan di bawah ligamentum Treitz


• Manifestasi :
o Hematoscezia
o Perdarahan samar (occult)
o Melena
• Penyebab : Kolitis, neoplasma, hemoroid, diverticulitis
• Diagnosis : sama dengan perdarahan saluran cerna atas +
kolonoskopi, tes guaiac
• Tatalaksana : sama dengan perdarahan saluran cerna atas

11. Hepatitis Viral Akut

HEPATITIS A AKUT

Hepatitis A atau peradangan pada hati akibat serangan virus hepatitis


A adalah penyakit menular yang sering sekali menimbulkan wabah di
dunia. Sebanyak 1,4 juta pasien menurut data WHO mengalami serangan
hepatitis A tiap tahunnya. Kejadian luar biasa (KLB) hepatitis A paling
besar terjadi di Shanghai China tahun 1988 yaitu mencapai 300.000
pasien. Meskipun penularan hepatitis A adalah melalui fecal-oral, atau bisa
dikatakan sangat terkait dengan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan

• Epidemic jaundice = catarrhal jaundice = campaign jaundice


• Hepatovirus, virus RNA, ada pada cairan tubuh dan feses, sitopatik –
non sitopatik

25
• Patogenesis :
o Transmisi : Fekal oral, bukan melalui cairan tubuh
o Respon imun seluler 🡪 kerusakan hepatosit (sel T sitolitik)
o Inkubasi : 14 – 28 hari
• Gambaran klinis:
o Proses nekroinflamasi akut 🡪 sembuh spontan, tanpa sekuele
kronik
o Ada 5 pola:
▪ Asimptomatik
▪ Simptomatik : icterus, urine sepert teh, feses spt dempul
▪ Kolestasis : pruritus, alkaline fostase – gamma GT
meningkat, icterus, BB turun
▪ Relaps: muncul kembali
▪ Fulminan : fatal
o Hepatomegali, icterus
o Kelemahan berkepanjangan, tidak nyaman pada kuadran kanan
atas pasca hepatitis, gg.cerna lemak
• Diagnosis : IgM anti HAV, SGOT – SGPT meningkat
• Tatalaksana:
o Simptomatik – hidrasi
o Hindari obat hepatotoksik
o Pencegahan : imunoglobulin, vaksinasi, higenis
• Indikasi immunoglobulin : pasien risiko tinggi (< 2 minggu) : 0,02 –
0,06 ml/ kg sekali 🡪 proteksi 3 bulan
• Indikasi vaksin : pasien risiko tinggi, pasien hep B, hep C
o 2 dosis selang 6 – 18 bulan
o Tak perlu booster (Ardyarini, 2022)

HEPATITIS B AKUT

Virus Hepatitis B ditemukan pertama kali oleh Blumberg dan kawan


kawan tahun 1965, waktu itu dikenal sebagai Australian Antigen. Individu
yang terinfeksi oleh virus Hepatitis B, dengan menggunakan mikroskop

26
elektron, dapat dilihat adanya tiga partikel yang berbeda dalam darah
penderita, yaitu partikel berbentuk bulat dengan diameter 20-22 nm,
partikel berbentuk batang dengan diameter 20 nm, Panjang 50-250 nm,
keduanya tidak mempunyai asam nukleat, diduga hanya lapisan
lipoprotein luar dari HBV, dan ketiga adalah partikel dengan diameter 42
nm yang mengandung asam nukleat yang merupakan virion lengkap HBV
dan disebut partikel Dane 3,24 Virus hepatitis B (HBV) merupakan
anggota famili Hepadnavirus, genus orthohepadna virus. Partikel virus
yang disebut virion berukuran 42 nm sferis, dengan genom 3,2 kilobasa.
Genom HBV berupa dsDNA ulir ganda sirkular, dengan bentuk tidak
sepenuhnya ulir ganda. Pada bagian ujung terdapat ulir yang berhubungan
dengan DNA polymerase virus. Panjang genom yang sepenuhnya ulir
ganda adalah 3020-3320 nukleotida, dan pada panjang ulir ganda yang
tidak lengkap adalah 1700-2800 nukleotida 1725,26. Virus hepatitis B
dibungkus oleh amplop lipid di bagian luar dan bagian dalam nukleokapsid
berbentuk ikosahedral yang tersusun oleh protein. Nukleokapsid
membungkus DNA virus dan DNA polymerase yang memiliki aktivitas
reserve transcriptase. Partikel pleomorfik filamentosa dan sferis tanpa inti
kapsid tidak infeksius, mengandung bagian permukaan virion yang
mengandung protein dan lipid. Bagian ini disebut surface antigen (Hbs
Ag). Bagian ini diproduksi sebagai ekses dari daur hidup virus, diproduksi
lebih banyak, sehingga dapat dideteksi dalam darah. Virus Hepatitis B
berbentuk partially double stranded, memiliki DNA berbentuk lingkaran,
untaian luar berupa lingkaran penuh, disebut untaian negatif dan untai
dalam berupa lingkaran tidak lengkap disebut untai positif. Untai luar
terdiri dari sekitar 3200 nukleotida yang berfungsi sebagai penyandi
protein, sedangkan untai dalam berfungsi saat replikasi VHB. Tiga daerah
penyandi regio luar, yaitu Pre C, PreS1, PreS2. Empat daerah penyandi
open reading frames (ORF) dapat ditemukan pada untai luar DNA, yaitu
ORF S yang menyandi selubung VHB (HBsAg), ORF C yang menyandi
HBcAg dan HBeAg, ORF P yang menyandi enzim polimerase DNA dan
ORF X yang menyandi HBxAg. Protein kecil HBsAg disandi oleh gen S

27
regio S, terdiri dari 226 asam amino (aa). Protein ini menyususn 85%
selubung virus. HBsAg memiliki determinan a (asam amino 124-147),
bersifat antigenin dan memiliki derajat kesamaan (homologi) tinggi untuk
berbagai isolat VHB di seluruh dunia, sehingga bermanfaat untuk
diagnosis dan pembuatan vaksin. Determinan a memiliki struktur
lengkung ganda yang dipertahankan oleh asam amino 121 dan 149.

Perubahan asam amino determinan a akan mengubah konformasi


lengkung ganda ini dengan akibat perubahan antigenesitas HBsAg,
sehingga antibody yang timbul setelah vaksinasi atau setelah sakit tidak
mampu mengikat antigen ini Protein X yang terdapat pada HBV ternyata
berpotensi untuk menginduksi kejadian hepatocellular carcinoma (HCC).
Protein HBx memicu pertumbuhan sel secara progresif, perbanyakan
protein HBx berperan pada transkripsi methyl transferase, sehingga terjadi
hipermetilasi dari DNA, dan merangsang gen tumor. Disamping itu, HBV
yang mengalami mutasi pada promoter PreC berpotensi juga untuk
terjadinya HCC. Infeksi Virus Hepatitis B Hepatitis B adalah suatu
sindroma klinis atau patologis yang ditandai oleh berbagai tingkat
peradangan dan nekrosis pada hepar, disebabkan oleh Virus Hepatitis B
(VHB), dimana infeksi dapat berlangsung akut atau kronik, terus menerus
tanpa penyembuhan paling sedikit 6 bulan.1 Gambar 1. Struktur Virus
Hepatitis B {Anderson (2004) dalam Ismail et al}1 Hepatitis B adalah
suatu sindroma klinis atau patologis yang ditandai oleh berbagai tingkat
peradangan dan nekrosis pada hepar, disebabkan oleh Virus Hepatitis B
(VHB), dimana infeksi dapat berlangsung akut atau kronik, terus menerus
tanpa penyembuhan paling sedikit enam bulan. Virus Hepatitis B
menyerang sel hati, seperti terlihat pada Gambar 1 diatas. Mekanisme
terjadinya hepatitis akut, kronik atau karsinoma hepatoseluler diawali oleh
kerusakan sel hepar. Untuk terjadinya karsinoma hepatoselular belum
diketahui secara pasti, dari beberapa penelitian mengungkapkan bahwa
faktor penderita (umur, jenis kelamin, faktor genetik, imunologik) serta
respon imun seluler terhadap antigen VHB terlibat dalam klirens virus dan
bertanggung jawab atas terjadinya karsinoma

28
• Transmisi: cairan tubuh (darah, luka 🡪 semen, cairan vagina, air liur
🡪 urine, feses, keringat, airmata, ASI), per kutan, membrane mukosa
o Vertikal
o Horisontal
• Respon imun humoral – seluler, virus tidak sitopatik
• Inkubasi : 1 – 4 bulan
• 70% anikterik / subklinis
• Demam, suhu tidak terlalu tinggi, kelelahan, hepatomegaly ringan,
icterus

• HBsAg + : hepatitis B:

1. Hep B HBeAg +
2. Hep B HBeAg –

• HBeAg + 🡪 risiko transmisi virus tinggi


• IgM anti HBc + : hepatitis B akut
• HBV DNA : viral load 🡪 risiko progresifitas penyakit (Ardyarini, 2022)

29
• Tatalaksana:
o Suportif dan simptomatis, karena dewasa dapat sembuh
spontan
o Antiviral : fulminant – imunokompromised
o Pencegahan:
▪ Vaksinasi – immunoglobulin
▪ Sebelum pajanan : 3 kali (0,1, dan 6 bulan)

30
▪ Setelah pajanan : HBIg (0,06 ml/ kgBB single dose) dan
vaksin hep B bisa secara bersamaan (Ardyarini, 2022)

HEPATITIS C AKUT

• Dapat terjadi penyembuhan sppontan


• IgM anti HCV dan IgG anti HCV : membedakan infeksi hep c akut dan
hep c kronik eksaserbasi akut
• Tatalaksana : suportif dan simptomatik (Ardyarini, 2022)

12. Hepatitis B Kronik

• Bila virus hepatitis B + selama 6 bulan atau lebih (t.u pada anak –
anak yang terinfeksi)
• Sifat : non sitopatik. Gejala karena respon imun
• 3 fase:
o Fase imunotoleransi
▪ Fase replikasi, VHB tinggi (HBsAg tinggi, HBeAg
+, anti HBe negative, HBV DNA tinggi,
SGPT N)
o Fase imunoaktif atau imuno clearance (HBeAg -, HBsAg
rendah, anti HBe +/-, SGPT tinggi)
o Fase non replikatif atau fase residual (SGPT normal,
HBeAg -, antiHBe +)

31
o Bisa mengalami reaktivasi kembali
• Replikasi virus: HBV DNA, HBeAg, anti Hbe
• Manifestasi klinis: asimptomatik s/d tanda penyakit hati kronis
o Hep B kronik aktif : HBsAg +, DNA VHB tinggi, SGPT
meningkat, tanda kronisitas +
▪ HBeAg + 🡪 biopsi
▪ HBeAg -
o Karier HBV inaktif: HbsAg +, DNA VHB rendah, SGPT
normal, HBeAg – (Ardyarini, 2022)

• Evaluasi Hep B kronis:


o Fungsi hati

32
o HBeAg, anti Hbe, IgM antiHBC bila terjadi flare
o HBV DNA
o Skrining Kanker hati – AFP
o USG
o Biopsi – fibroscan
• Tatalaksana:
o Imunomodulasi : interferon, timosin alfa
o Antivirus : lamivudine, tenofovir, adefovir, telbivudine
▪ Indikasi: hepatitis B kronik dengan SGPT > 2 x
normal, DNA VHB +

13. Hepatitis C Kronik

• Virus RNA, Flavivirus


• Infeksi akut : asimptomatik >>
• Menjadi infeksi kronik pada 70 – 90% kasus:
o Alkohol, ko infeksi hepatitis C, HIV, laki – laki, usia tua
saat infeksi
• Belum terdapat vaksinasi
• Dx :
o Antibody terhadap VHC + (bukan protektif, namun
terinfeksi)
o RNA VHC : untuk mengetahui adanya virus, memastikan
adanya infeksi
o Genotipe VHC : ada 4 genotype
• Tatalaksana :
o Indikasi: semua pasien Hepatitis C naïve
o Tujuan: eradikasi VHC, cegah komplikasi penyakit hati,
fibrosis, sirosis, hepatoma, kematian
o Interferon dan ribavirin
o Genotipe 1 dan 4 : 48 minggu
o Genotipe 2 dab 3 : 24 minggu (Ardyarini, 2022)

33
14. Sirosis Hati

• Kerusakan parenkim hati (fibrosis hati difus progresif, distorsi


arsitektur hati, pembentukan nodul regenerative) akibat penyakit
hati kronis
• Dapat diharapkan reversible
• Ada 2: (hipertensi porta, kegagalan hepatoseluler)
o Kompensata
o Dekompensata
• Penyebab: HBV dan HCV – alkoholik dan non alkoholik
steatohepatitis
• Manifestasi:
o Asimptomatik 🡪 dekompensata (perdarahan varises, SBP,
ensefalopati hepatis)
o Mudah lelah, anorekasia, Bbturun, atrofi otot, icterus,
spider nevi, spleenomegali, asites, caput medusa, vena
kolateral, eritema palmaris, white nails, ginekomasti,
hilangnya rambut pubis – axilla, flapping tremor, foetor
hepaticus

34
• Laboratorium: SGPT normal atau meningkat, albumin menurun,
globulin meningkat, trombosit – lekosit-anemia menurun, bilirubin
meningakat pada dekompensata, PT memanjang
• USG : densitas hati meningkat, spleenomegali, ascites
• Endoskopi: varises esophagus
• Biopsi hati
• Tatalaksana: penyebab hepatitis kronis 🡪 mengurangi progresifitas
SH
• Komplikasi: HT portal, asites, SBP, perdarahan varises esophagus,
sindroma hepatorenal,ensefalopati hepatikum, kanker hati
• HT Portal :
o 1) akibat perubahan struktur hepar
o 2) peningkatan aliran darah spanknik akibat vasodilatasi
splanknik vaskuler bed
• Varises esophagus :
o Ditegakkan dengan esofagogastroduodenoskopi
o Bisa terjadi pecah 🡪 cegah dengan beta blocker
(propranolol) atau ligase, resusitasi cairan, vasokonstriktor
splanknik (somatostatin / octeotride 50 – 100 µg/ h),
skleroterapi
• Peritonitis Bakterial Spontan
o Infeksi cairan ascites spontan, tanpa fokus infeksi
intraabdominal
o Penyebab: E.coli, bakteri gram positif
o Ascites mengandung sel netrofil > 250 / mm3
o Terapi: cefotaxime 3 x 2 gram 5 hari
• Hepatorenal syndrome
o Gangguan ginjal pada SH tahap lanjut, tanpa kelainan
organic ginjal
o Pada SH ascites refrakter
o Ada 2 tipe

35
• Tatalaksana:
o Transplantasi hati
o Cegah hypovolemia :Hentikan diuretic, rehidrasi, infus
albumin
• Prognosis :
o Child Turcotte Pugh (CTP)
▪ CTP A : 5 – 6 poin 🡪 kompensasi baik
▪ CTP B: 7 – 9 poin
▪ CTP C: 10 – 15 poin
o Model end stage liver disease (MELD) (Ardyarini, 2022)

36
Asites : proses transudasi

• 1) hypoalbuminemia
o 2) Disfungsi ginjal
• Teori:
o Underfilling : volume menurun karena hipoalbumin dan HT porta 🡪
ginjal reabsorbsi air dan garam (🡪 sindrom hepatorenal)
o Overfilling : volume mningkat karena reabsorbsi air oleh ginjal
o Perifer vasodilatation : HT porta 🡪 vasodilatasi splanknik bed 🡪
tekanan transudasi meningkat 🡪 transudate ke peritoneum
• Diagnostik :fisik, USG, dan parasentesis
o Cairan hemoragik : keganasan, pecahnya kapiler peritoneum
o Chiloous: rupture pembuluh limfe
o Gradien albumin serum ascites (SAAG) > 1,1 gram/ dl : HT porta
o Konsentrasi protein < 3 gram: ascites transudate
o Lekosit > 250 / mm3 : SBP 🡪 biakan kuman
• Terapi: tirah baring, diet, spironolacton100 – 200 mg/ hari (BB turun 0,5 –
1 kg/ hr) atau kombinasi furosemide 20 – 40 mg/ hari, parasintesis
• Ensefalopati Hepatikum
o Karena hiperamonia akibat penurunan uptake oleh hepar
o Presipitasi: infeksi, perdarahan, tidakseimbang elektrolit, obat
sedative, tinggi protein
o Tatalaksana: cegah presipitasi, laktulosa, neomisin (Ardyarini,
2022)

37
Koma Hepatik

• Sindrom neuropsikiatri pada pasien gagal hati akut dan kronik


• Hati tidak mampu mendetoksifikasi zat 🡪 akumulasi zat neuroaktif
dalam sirkulasi sistemik
• Bakteri usus dan protein diubah menjadi ammonia. Detoksifikasi
ammonia oleh hati terganggu
• Gangguanpengambilan keputusandan gangguan konsentrasi
• Diagnosis: klinis, EEG
• Tatalaksana:
o Terapi penyakit dasar
o Identifikasi factor pencetus
o Kurangi influx toksin nitrogen: turunkan asupan protein
(perbanyak asupan asam amino rantai cabang), gunakan
lactulose dan antibiotika, bersihkan saluran cerna bawah
o Suportif : atasi hipoglikemia, perdarahan saluran cerna,
keseimbangan elektrolit (Ardyarini, 2022)

Gagal Hati

• Penurunan fungsi hati yang ditandai oleh koagulopati (INR ≥ 1,5),


ensefalopati hepatic, pada pasien dengan penyakit hati.
• Penyebab:
o Infeksi virus
o Obat atau bahan hepatotoksik
• Lakukan anamnesis teliti pada pasien dengan gejala hepatitis akut dan
atau icterus mendadak disertai gangguan kesadaran yang nyata (ensefalo
hepatic) dengan peningkatan fungsi koagulasi
• Tatalaksana:
o Karena melibatkan disfungsi multiorgan, maka tatalaksana
ditujukan pada manifestasi klinis yang terjadi
o Transplantasi hati (Ardyarini, 2022)

38
15. Abses Hati Amoeba

• Lesi supuratif pada hati yang diakibatkan oleh kuman yang


menginvasi dan tumbuh pada jaringan hati
• Jalur masuk: trauma langsung pada hati, pembuluh darah, saluran
empedu
• Bentuk:
o Amebik
▪ Usia muda, laki > perempuan
▪ Penyebab Entamoeba histolytica, karena tertelan
kista amuba (makanan tercemar)
o Piogenik
▪ Usia paruh baya ke atas, laki = perempuan
▪ Sering infeksi berasal dari saluran bilier
▪ Penyebab polimikrobial, tersering E.Coli, Klebsiela
o Campuran

Abses Hepar

Abses hepar adalah salah satu bentuk infeksi pada hepar, yang ditandai oleh
terdapatnya pus yang diselubungi oleh Jaringan fibrosa pada parenkim hepar.
Kondisi ini merupakan salah satu infeksi hepar yang mengancam jiwa,
terutama jika Tidak ditangani dengan baik.

Tiga bentuk abses hepar Yang paling umum adalah abses hepar piogenik
(terkait infeksi bakteri), amebik (terkait infeksi protozoa spesies Entamoeba),
Dan fungal (terkait infeksi jamur)

• Manifestasi Klinis:
o Tanda infeksi
o Nyeri perut kanan atas, jalan membungkuk ke depan.
Riwayat diare + pada amoebik
o Dapat disertai dengan kelainan pada paru kanan, berupa
pekak pada perkusi, penurunan suara nafas

39
o Hepatomegali
• Komplikasi : rupture abses intra peritoneal, intratorakal,
pericardial, gagal multi organ
• Diagnosis : tes serologi (amubik), kultur darah, cairan aspirasi
o Organisme diisolasi dari faeces
o Aspirasi abses
o USG abdomen
• Terapi:
o Drainage
o Antibiotik : amobik (metronidazole 3 x 500 mg) (Ardyarini,
2022)

16. Kolesistitis

Kolesistitis Akut

• Peradangan akut pada kantung empedu yang terjadi akibat adanya


penyumbatan pada ductus sistikus dan terjadi infeksi bakteri
• Penyebab: stasis cairan empedu (batu ductus sistikus), infeksi,
iskemia dinding empedu
• Manifestasi klinis:
o Nyeri kolik - tekanabdomen kanan atas kadang menjalar
hingga pundak dan scapula kanan
o Murphy sign, kadang ikterus
o Demam
o Mual muntah
o Lab: lekositosis, hiperamilasemia, gangguan fungsi hati,
alkali fosfatase tinggi
o USG: batu dengan penebalan kantong empedu
• Terapi:
o Istirahat total, diet ringan
o Antibiotika: ampisilin, sefalosporin, metronidazole
o Analgetik - antispasmodik

40
o Operasi bila ada gangrene, gagal terapi konservatif
• Prognosis:
o Sering terjadi rekurensi
o Gangren, empyema, perforasi kandung empedu, fistel,
abses hati, peritonitis

KOLESISTITIS KRONIK

• Erat hubungannya dengan litiasis


• Gejala : seperti dyspepsia, terutama setelah makanan berlemak
• Tanda Murphy +
• Diagnosis : USG : fibrosis
• Tatalaksana : kolesistektomi dengan atau tanpa batu empedu
(Ardyarini, 2022)

41
KESIMPULAN
Penyakit infeksi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri
dan protozoa. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dikenal sebagai disentri basiler
yang disebabkan oleh bakteri shigella, sedangkan infeksi yang disebabkan oleh
protozoa dikenal sebagai disentri amuba. Adapun yang dimaksud dengan penyakit
infeksi saluran pencernaan yang dapat menyebabkan diare adalah buang air besar
dengan tinja yang berbentuk cair atau lunak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam
24 jam.

Infeksi saluran cerna disebabkan oleh berbagai patogen, seperti bakteri,


virus, dan parasit. Kebersihan makanan, peralatan makan, dan tangan sangat
berperan dalam terjadinya infeksi saluran cerna. Cara mencegah yang paling mudah
adalah dengan mencuci tangan hingga bersih sebelum mulai mengolah makanan
dan sebelum makan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Ardyarini Dyah Savitri,.(2022). 1. Penyakit Saluran Cerna + Hepatobilier Pankreas


[PowerPoint slides]. Retrieved from
https://drive.google.com/drive/u/0/folders/1vE3OmsBNqY_rz1IYFD9U7-
qq4PugKmas

Andika Agus Iryanto, T. J. d. M. R., 2021. Literature Review : Faktor Risiko


Kejadian Diare Pada Balita Di Indonesia. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(1), pp.
1-2.
Anorital, L. A., 2011. KAJIAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT INFEKSI
SALURAN PENCERNAAN YANG DISEBABKAN OLEH AMUBA DI
INDONESIA. Media Litbang Kesehatan, 21(1), pp. 1-2.
Maidartati, T. P. N. P. F., 2021. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA REMAJA DI BANDUNG. Jurnal
Keperawatan Galuh, p. 1.

43
44

Anda mungkin juga menyukai